Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.

R DENGAN MASALAH UTAMA


RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG MADRIM
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH AMINO GONDOHUTOMO
PROVINSI JAWA TENGAH

Disusun Oleh :
Nastiti Drian Udiyani
P1337420616029

PRODI SARAJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2019
RINGKASAN KASUS

Klien bernama Tn R, usia 33 tahun. Tinggal di Mranggen bersama istri dan kedua
anak. Tn. R merupakan pedagang jagung. Klien pertama kali menderita gangguan sejak 7
tahun yang lalu. Klien pernah dirawat inap dua kali sebelumnya. Tn. R di rawat karena
mengalami resiko perilaku kekerasan. Sebelum dirawat klien kehilangan pelanggannya
sehingga menyebabkan klien hanya diam dan sering dirumah. Klien mengatakan sebab ia
masuk karena marah dan memmbanting pintu gerbang dengan mobil sehingga minta dibawa
ke RSJD Aminogondohutomo.

Rencana keperawatan yang akan diterapkan pada Tn. R adalah menerapkan SP 1


hingga SP 5,yaitu membina hubungan saling percaya,mengontrol perilaku kekerasan secara
fisik :nafas dalam dan pukul bantal, mengontrol perilaku kekerasan dengan verbal,
mengontrol perilaku kekerasan dengan obat dan mengontrol perilaku kekerasan dengan
spiritual.
BAB I
RINGKASAN TEORI
A. PENGERTIAN
Kemarahan adalah suatu perasaan atau emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap
kecemasan yang meningkat dan didasarkan sebagai ancaman, pengungkapan marah yang
konstruktif dapat membuat perasaan lega.perilaku kekerasan atau agresif merupakan
suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikolohis (Riyadi & Purwanto, 2009). Menurut Keliat, (2011), perilaku kekerasan
adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik
maupun psikologis. Herdman (2012) mengatakan bahwa risiko perilaku kekerasan
merupakan perilaku yang diperlihatkan oleh individu. Bentuk ancaman bisa fisik,
emosional atau seksual yang ditujukan kepada orang lain.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan
yaitu ungkapan perasaan marah yang mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana
individu bisa berperilaku menyerang atau melakukan suatu tindakan yang dapat
membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
B. ETIOLOGI
Menurut Direja (2011) faktor-faktor yang menyebabkan perilaku kekerasan pada
pasien gangguan jiwa antara lain

1. Faktor Predisposisi
a. Faktor psikologis
1) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami
hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi perilaku
kekerasan.
2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang
tidak menyenangkan.
3) Rasa frustasi.
4) Adanya kekerasan dalam rumah, keluarga, atau lingkungan.
5) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego
dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat
memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri serta
memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa
perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara
terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku
tindak kekerasan.
6) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang dipelajari,
individu yang memiliki pengaruh biologik dipengaruhi oleh contoh peran
eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predisposisi biologik.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya secara
agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut
Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Faktor
ini dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya
juga dapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu
mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat
diterima.
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima
perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaiannya masalah perilaku kekerasan
merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.
c. Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya stimulus elektris
ringan pada hipotalamus (pada sistem limbik) ternyata menimbulkan perilaku
agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbik (untuk emosi dan
perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk
interpretasi indra penciuman dan memori) akan menimbulkan mata terbuka
lebar, pupil berdilatasi, dan hendak menyerang objek yang ada di sekitarnya.
Selain itu berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut
a) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis
mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku bermusuhan dan respon agresif.
b) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinefrin, norepinefrin,
dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi
dan menghambat impuls agresif. Peningkatan hormon androgen dan
norepinefrin serta penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan
serebrospinal merupakan faktor predisposisi penting yang menyebabkan
timbulnya perilaku agresif pada seseorang.
c) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang
umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak kriminal (narapidana)
d) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan berbagai
gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus
temporal) trauma otak, apenyakit ensefalitis, epilepsi (epilepsi lobus
temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak
kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa
injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.
a. Klien
Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh
dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi
Penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa terancam
baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari
lingkungan.
c. Lingkungan
Panas, padat, dan bising.
Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat menimbulkan
perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai berikut.
a. Kesulitan kondisi sosial ekonomi.
b. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.
c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuannya
dalam menempatkan diri sebagai orang yang dewasa.
d. Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan obat dan
alkohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa
frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Direja (2011) tanda dan gejala yang terjadi pada perilaku kekerasanterdiri
dari :
1. Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah
dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras,
kasar, ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
amuk/agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel,tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan
kreativitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual
D. PENATALAKSANAAN
Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:
1. Medis
a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.
b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.
c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan menenangkan
hiperaktivitas.
d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah
pada keadaan amuk.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Psikoterapeutik
b. Lingkungan terapieutik
c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
d. Pendidikan kesehatan

E. DIAGNIOSA DAN INTERVENSI


Menurut Keliat (2014) daftar masalah yang mungkin muncul pada perilaku
kekerasan yaitu :
a. Perilaku Kekerasan.
b. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
c. Perubahan persepsi sensori: halusinasi.
d. Harga diri rendah kronis.
e. Isolasi sosial.
f. Berduka disfungsional.
g. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif.
h. Koping keluarga inefektif.
1. Rencana Tindakan Keperawatan
Menurut Fitria (2010) rencana tindakan keperawatan yang digunakan untuk
diagnosa perilaku kekerasan yaitu :
a. Tindakan keperawatan untuk klien
1) Tujuan
a) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
b) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
c) Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya.
d) Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya.
e) Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya.
f) Klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual,
sosial, dan terapi psikofarmaka.
2) Tindakan
a) Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan
agar klien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan Saudara.
Tindakan yang harus Saudara lakukan dalam rangka membina
hubungan salig percaya adalah mengucapkan salam terapeutik,
berjabat tangan, menjelaskan tujuan interaksi, serta membuat kontrak
topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu klien.
b) Diskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan yang terjadi di
masa lalu dan saat ini.
c) Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan.
Diskusikan bersama klien mengenai tanda dan gejala perilaku
kekersan, baik kekerasan fisik, psikologis, sosial, sosial, spiritual
maupun intelektual.
d) Diskusikan bersama klien perilaku secara verbal yang biasa dilakukan
pada saat marah baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.
e) Diskusikan bersama klien akibat yang ditimbulkan dari perilaku
marahnya. Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku
kekerasan baik secara fisik (pukul kasur atau bantal serta tarik napas
dalam), obat-obat-obatan, sosial atau verbal (dengan mengungkapkan
kemarahannya secara asertif), ataupun spiritual (salat atau berdoa
sesuai keyakinan klien).
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga
1) Tujuan
Keluarga dapat merawat klien di rumah
2) Tindakan
a) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan meliputi
penyebab, tanda dan gejala, perilaku yang muncul, serta akibat dari
perilaku tersebut.
b) Latih keluarga untuk merawat anggota keluarga dengan perilaku
kekerasan.
(1) Anjurkan keluarga untuk selalu memotivasi klien agar melakukan
tindakan yang telah diajarkan oleh perawat.
(2) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada klien bila
anggota keluarga dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
(3) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus klien
menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.
c) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi klien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul
benda/orang lain.
2. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Menurut Fitria (2010) strategi pelaksanaan tindakan keperawatan dengan
diagnosa keperawatan perilaku kekerasan
a. SP I Pasien
Membina hubungan saling percaya, pengkajian perilaku kekerasan dan
mengajarkan cara menyalurkan rasa marah.
b. SP 2 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
c. SP 3 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
d. SP 4 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
e. SP 5 Pasien
Mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
f. SP 1 Keluarga
Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien perilaku
kekerasan di rumah
BAB II
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
I. Identitas Klien
Nama : Tn. R
Umur : 33 Tahun
Nomor CM : 00039102
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Status : Menikah
Alamat : Mranggen
Ruang Rawat : R. Madrim RSJD Amino Gondohutomo
Tanggal Dirawat di RS : 23 Maret 2018

II. Identitas Penanggung Jawab


Penanggung Jawab : Tn. T
Hubungan dengan pasien : Kakak
Alamat : Mranggen

III. Alasan Masuk


Pasien datang ke IGD RSJD Amino Gondohutomo pada 23 Maret 2019 dalam
keadaan bingung.

IV. Faktor Presipitasi dan Predisposisi


Faktor Predisposisi : Klien pertama kali dirawat 7 tahun yang lalu, kemudian
kembali dirawat 2 tahun kemudian. Pengobatan sebelumnya kurang efektif
karena klien jarang kontrol, sehingga 20 hari sebelum masuk rumah sakit
ketika klien yang merupakan seorang pedagang kehilangan pelanggannya,
klien merasa ditipu,banyak diam dirumah dan mudah marah. Klien
mengatakan membanting pintu gerbang dengan mobil karena merasa marah.
Masalah Keperawatan : Resiko Tinggi Kekerasan
V. Pengkajian Fisik
1) Keadaan Umum
Composmentis
2) Pemeriksaaan Fisik
Berat Badan : 60kg
Tinggi Badan : 162cm
Tekanan Darah : 110/80
Nadi : 88x/menit
Suhu : 37,5oC
Pernafasan : 18x/menit
VI. Pengkajian Psikososial
1) Genogram

Klien tinggal bersama istri dan kedua anaknya. Hubungan klien dengan
istri baik, keluarga mendukung klien saat dirawat di rumah sakit
dengan mengunjunginya.
2) Konsep diri
Gambaran diri : Klien senang dengan kondisi tubuhnya
Ideal diri : Klien ingin segera sembuh dan kembali bekerja
Identitas diri : Klien adalah seorang laki-laki usia 33 tahun
Peran : Klien menyadari peran sebagai kepala keluarga dan harus
bekerja
Harga diri : Klien mengkritik diri sendiri karena kondisinya saat ini
3) Hubungan social
Klien mengatakan ingin bertemu dengan kedua anaknya dan istrinya.
Selama sakit pasien sering diam. Pasien mengatakan malas untuk
berinteraksi dengan teman-teman dalam satu ruangan.
Masalah Keperawatan : Kerusakan interaksi sosial
4) Nilai, keyakinan, dan spiritual
Klien beragama islam. Klien menjalankan sholat 5 waktu
VII. Status mental
1) Penampilan Umum
Klien berpenampilan seperti laki-laki seusianya, berpakaian sesuai
ketentuan, terlihat rapi.
2) Pembicaraan
Klien dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan yang ditanyakan
dengan suara pelan dan sering menunduk.
3) Aktivitas Motorik
Pasien terlihat lesu. Lebih banyak duduk dari pada melakukan
aktivitas.
Masalah Keperawatan : Defisit aktivitas hiburan
4) Alam Perasaan
Klien khawatir dan mengatakan ingin sembuh dari sakitnya.
Masalah Keperawatan : Ansietas
5) Afek
Datar. Klien berespon hanya saat ditanya
Masaah Keperawatan : Kerusakan interaksi sosial
6) Interaksi Selama Wawancara
Kooperatif
7) Persepsi Sensori
Klien mengatakan tidak mendengar atau melihat sesuatu yang
mengganggu yang sebenarnya tidak nyata.
8) Proses Pikir
Blocking. Klien hanya menjawab dengan jawaban singkat ketika
ditanya.
9) Isi Pikir
Klien merasa ditipu oleh pelanggannya. Waham persekuotorik.
Masalah Keperawatan : Perubahan Proses Pikir
10) Tingkat Kesadaran dan Orientasi
Klien mengatakan beberapa hal yang berbeda saat dikaji seperti jenis
pekerjaannya,nama teman sekamar dan usia kedua anaknya.
Disorientasi orang
Masalah Keperawatan : Perubahan Proses Pikir
11) Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang, klien tidak dapat mengingat apa
yang menyebabkan mengalami sakit seperti saat ini.
Masalah Keperawatan : Penurunan Proses Pikir
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien mampu berkonsentrasi dengan pertanyaan yang diberikan dan
menjawabnya dengan benar.
13) Kemampuan penilaian
Klien mampu mengambil keputusan sendiri.
14) Daya tilik diri
Klien menyadari sakit yang diderita. Klien minta dibawa ke IGD saat
merasa kambuh.
VIII. Kemampuan Klien Memenuhi Kebutuhan
1) Kegiatan Hidup Sehari-hari
a) Perawatan diri : Mandiri
b) Nutrisi : Klien mengatakan puas dengan makanan yang
disajikan. Frekuensi makan 3x sehari.
Berat Badan : 60kg
Tinggi Badan : 162cm
IMT : 22,9 kg/m2
c) Tidur : Klien tidak mengalami gangguan tidur, klien tidur dengan
nyenyak.
d) Kemampuan klien : Klien mampu mengantisipasi kehidupan
sehari-hari. Klien dapat membuat berdasarkan keinginan sendiri.
Klien dapat mengatur penggunaan obat. Klien juga rutin
melakukan pemeriksaan fisik.
IX. Mekanisme Koping
Keluarga memberikan dukungan kepada klien dengan mengunjungi klien.
Klien minta dibawa ke rumah sakit saat sakitnya kambuh. Klien mengetahui
tentang sakit yang dialaminya.
X. Aspek medis
1) Diagnosa medis : Skizofrenia Paranoid
2) Terapi yang diberikan
Clozopine 2 x 25 mg
Resperidone 2 x 25 mg
Fluoxiline 2 x 20 mg
2. Analisis Data
Tgl/Jam Data fokus Masalah Paraf
1 April Ds : Resiko Perilaku Kekerasan
2019 - Klien mengatakan
membanting pintu gerbang
karena merasa marah.
- Klien mengatakan saat
marah ingin bersabar tapi
tidak bisa menahannya.
Do :
- Klien masuk ke rumah
sakit dengan keadaan
bingung.
- Klien memiliki riwayat
gangguan sejak 7 tahun
yang lalu.
1 April Ds : Harga Diri Rendah
2019 - Klien berbicara dengan
suara pelan
- Klien sering menunduk
- Klien mengatakan malas
untuk berinteraksi dengan
teman-teman dalam satu
ruangan.
Do :
- Klien lebih sering dirumah
dan diam
- Klien mengkritik diri
sendiri karena kondisinya
saat ini
1 April Ds : Waham
2019 - Klien mengatakan
beberapa hal yang
berbeda saat dikaji seperti
jenis pekerjaannya,nama
teman sekamar dan usia
kedua anaknya.
Disorientasi orang
- Klien merasa ditipu oleh
pelanggannya. Waham
persekuotorik.
Do :
- Klien mengalami
gangguan daya ingat
jangka panjang
3. Diagnosa keperawatan
1. Resiko Perilaku Kekerasan
2. Harga Diri Rendah
3. Waham
4. Pohon Masalah
Harga Diri Rendah

Resiko Perilaku Kekerasan


Resiko Perilaku
Kekerasan
Waham
5. Rencana tindakan keperawatan
Tgl/Jam Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan Tindakan Rasional
1 April Resiko Tujuan Umum :
2019 Perilaku Klien dapat mencegah/
Kekerasan mengendalikan perilaku
kekerasannya secara fisik.

TUK 1
Klien dapat membina 1. Mengucapkan salam Hubungan saling percaya
hubungan saling percaya, terapeutik merupakan dasar untuk
mengidentifikasi penyebab 2. Menjabat tangan menjelaskan kelancaran hubungan interaksi
marah, tanda dan gejala tujuan interaksi selanjutnya.
yang dirasakan. 3. Membuat kontrak topik
4. Mendiskusikan tanda dan
gejala perilaku kekerasan
TUK 2
Klien dapat mengendalikan 1. Melatih klien mengendalikan Melatih nafas dalam/ukul bantal
perilaku kekerasan dengan perilaku kekerasan dengan untuk mengurangi ketegangan
cara fisik : nafas nafas dalam/pukul bantal pasien.
dalam/pukul bantal 2. Menyusun jadwal latihan
3. Mengevaluasi hasil latihan

TUK 3
Klien dapat mengendalikan 1. Membantu klien minum obat Kepatuhan meminum obat
perilaku kekerasan dengan secara teratur dengan prinsip sebagai keberhasilan
obat. lima dasar. pengobatan
2. Menyusun jadwal minum obat
secara teratur

TUK 4
Klien dapat mengendalikan 1. Membantu klien Membantu klien untuk dapat
perilaku kekerasan secara mengungkapkan rasa marah melatih verbal dalam
social/verbal secara verbal:menolak dan mengontrol PK
meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan
dengan baik.
2. Menyusun jadwal latihan

TUK 5 1. Membantu klien untuk


Klien dapat mengendalikan mengendalikan marah dengan Kegiatan Spiritual membantu
perilaku kekerasan secara cara spiritual : kegiatan ibadah mengurangi stressor yang
spiritual yang biasa dilakukan. dialami pasien.
2. Menyusun jadwal latihan
TINDAKAN KEPERAWATAN
Inisial Pasien : Tn. R Diagnosa Medis : Skizofrenia Paranoid
Ruang : Madrim (12) No. Catatan Medik : 00039102
Implementasi Evaluasi
Interaksi 1, 2 April 2019 S:
Ds : - Klien mengatakan “Nama saya R, saya tinggal di Mranggen
- Klien mengatakan membanting pintu gerbang karena merasa marah. dengan anak dan istri saya”
- Klien mengatakan saat marah ingin bersabar tapi tidak bisa menahannya. - Klien mengatakan klien membanting pintu gerbang saat akan
Do : membuka sehingga merusak mobil yang terparkir.
- Klien masuk ke rumah sakit dengan keadaan bingung. - Klien mengatakan jarang kontrol sehingga sulit menahan
- Klien memiliki riwayat gangguan sejak 7 tahun yang lalu. marahnya.
Diagnosa O:
Resiko Perilaku Kekerasan - Klien memperkenalkan diri dengan berjabat tangan
Tindakan - Klien berbicara dengan suara pelan dan berespon ketika
1. Mengucapkan salam terapeutik ditanya.
2. Menjabat tangan menjelaskan tujuan interaksi A:
3. Membuat kontrak topic - RPK (+), Klien dapat membina saling percaya
4. Mendiskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan P:
Rencana Tindak Lanjut - Melanjutkan perkenalan dan membina hubungan saling
1. Melatih klien mengendalikan perilaku kekerasan dengan nafas dalam/pukul bantal percaya.
2. Menyusun jadwal latihan
3. Mengevaluasi hasil latihan
TINDAKAN KEPERAWATAN
Inisial Pasien : Tn. R Diagnosa Medis : Skizofrenia Paranoid
Ruang : Madrim (12) No. Catatan Medik : 00039102

Implementasi Evaluasi
Interaksi 2, 2 April 2019 S:
Ds : - Klien mengatakan sudah bisa latihan fisik kontrol PK dengan
- Klien mengatakan “Nama saya R, saya tinggal di Mranggen dengan anak dan istri saya” nafas dalam tetapi jarang menerapkannya.
- Klien mengatakan klien membanting pintu gerbang saat akan membuka sehingga O:
merusak mobil yang terparkir. - Klien dapat memperagakan nafas dalam
- Klien mengatakan jarang kontrol sehingga sulit menahan marahnya. A:
Do : - RPK (+), Klien dapat melalukan SP 1 latihan fisik kontrol PK
- Klien memperkenalkan diri dengan berjabat tangan dengan nafas dalam
- Klien berbicara dengan suara pelan dan berespon ketika ditanya. P:
Diagnosa - Menyusun jadwal latihan
Resiko Perilaku Kekerasan - Melanjutkan latihan fisik kontrol PK dengan nafas dalam.
Tindakan
1. Melatih klien mengendalikan perilaku kekerasan dengan nafas dalam/pukul bantal
2. Menyusun jadwal latihan
3. Mengevaluasi hasil latihan
Rencana Tindak Lanjut
1. Melatih klien mengendalikan perilaku kekerasan dengan nafas dalam/pukul bantal
2. Membantu klien minum obat secara teratur dengan prinsip lima dasar.
3. Menyusun jadwal minum obat secara teratur
TINDAKAN KEPERAWATAN
Inisial Pasien : Tn. R Diagnosa Medis : Skizofrenia Paranoid
Ruang : Madrim (12) No. Catatan Medik : 00039102

Implementasi Evaluasi
Interaksi 3, 3 April 2019 S:
Ds : - Klien mengatakan memahami fungsiobat yang diminum
- Klien mengatakan sudah bisa latihan fisik kontrol PK dengan nafas “Iya mbak saya minum,biar tidak kambuh”
dalam tetapi jarang menerapkannya. O:
Do : - Klien minum obat dengan benar.
- Klien dapat memperagakan nafas dalam . - Klien mengetahui fungsi obat untuk mengontrol emosinya
Diagnosa
Resiko Perilaku Kekerasan A:
Tindakan - RPK (+), klien dapat mengikuti dengan baik
1. Membantu klien minum obat secara teratur dengan prinsip lima dasar. P:
2. Menyusun jadwal minum obat secara teratur - Menyusun jadwal minum obat secara teratur
Rencana Tindak Lanjut
1. Membantu klien mengungkapkan rasa marah secara verbal:menolak dan
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
2. Menyusun jadwal latihan
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Menurut materi orang mengalami gangguan resiko perilaku kekerasan memiliki tanda
klinis yaitu pandangan mata tajam, merasa tidak berdaya dan menarik diri, berdasarkan
pengkajian klien memiliki gejala serupa. Selain itu berdasarkan teori faktor presipitasi yaitu
merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari
lingkungan, dan setelah dikaji klien kambuh setelah merasa kehilangan penghasilan karena
kehilangan pelanggan. Untuk penatalaksanaannya berdasarkan teori adalah dengan obat dan
terapi ECT, klien mendapatkan obat berupa Clozopine 2 x 25 mg, Resperidone 2 x 25 mg dan
, Fluoxiline 2 x 20 mg dank lien juga menjalani ECT.
Tindakan keperawatan yang dilakukan membina hubungan saling percaya,
mendiskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan yang terjadi di masa lalu dan saat
ini, mendiskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan, mendiskusikan
bersama klien mengenai tanda dan gejala perilaku kekersan, baik kekerasan fisik, psikologis,
sosial, sosial, spiritual maupun intelektual, mendiskusikan bersama klien perilaku secara
verbal yang biasa dilakukan pada saat marah baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan, mendiskusikan bersama klien akibat yang ditimbulkan dari perilaku marahnya,
mendiskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan baik secara fisik (pukul
kasur atau bantal serta tarik napas dalam), obat-obatan, sosial atau verbal (dengan
mengungkapkan kemarahannya secara asertif), ataupun spiritual (shalat atau berdoa sesuai
keyakinan klien) setelah diimplementasikan klien dapat memperagakan kontrol perilaku
kekerasan dengan nafas dalam, menurut jurnal seseorang yang melakukan nafas dalam akan
dapat mengatur emosi atau mengelola keadaan, menurut Smeltzer & Bare (2002), relaksasi
napas dalam dapat meningkatkan ventilasi alveoli, ememlihara pertukaran gasm mencegah
atelektasi paru, memberikan perasaan tenang, mengurangi stress baik stress fisik maupun
emosional. relaksasi nafas dalam dipercaya dapat menurunkan ketegangan dan memberikan
ketenangan. Relaksasi nafas dalam merangsang untuk melepaskan endorphin dan enkefalin,
yang dapat memperkuat daya tahan tubuh, menjaga sel otak tetap muda,melawan penuaan,
menurunkan agresifitas dalam hubungan antar manusia,meningkatkan semangat,daya tahan
dan kreativitas (Smeltzer & Bare, 2002)
BAB IV

KESIMPULAN

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali interaksi didapatkan hasil klien
dapat mendiskusikan tanda gejala dan penyebab marah, dapat memperagakan bagaimana
mengontrol PK dengan nafas dalam dan pukul bantal, klien mengetahui bahwa minum obat
dapat membantu mengatasi mengurangi perilaku kekerasannya. Keberhasilan penerapan
rencana tindakan dikarena klien sudah pernah mengetahui sebelumnya hanya saja dalam
pelaksanaannya jarang diterapkan, klien juga jarang kontrol sehingga sempat putus obat yang
mengakibatkan klien masuk rumah sakit.

Berdasarkan catatan perkembangan terakhir rencana tindak lanjut yang harus


dilakukan ke klien adalah melatih mengontrol perilaku kekerasan dengan verbal seperti
menolak dan meminta dengan baik.Hal ini dilakukan untuk membantu klien mengatasi
mengotnrol perilaku kekerasan.

Dalam penerapan asuhan keperawatan pada Tn. R dapat terlaksana dengan baik
karena kerja sama antar tenaga kesehatan dan dukungan dari keluarga yang mendukung Tn. R
untuk sembuh. Selain itu kesadaran Tn R sebagai kepala keluarga yang harus bekerja dan
memenuhi kebutuhan keluarga juga memotivasinya untuk sembuh.
DAFTAR PUSTAKA

Direja, A. H. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Fitria, N. 2010. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.

Keliat, D. B. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: Buku Kedokteran


EGC.

Nurhalimah. 2016. Keperawatan Jiwa. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan Kemenkes

Sumirta, I Nengah,dkk. Relaksasi Nafas 2013.Dalam Terhadap Pengendalian Marah Klien


Dengan Perilaku Kekerasan.Poltekkes Bali
MIND MAP RESIKO PERILAKU KEKERASAN

FAKTOR PREDISPOSISI : PSIKOLOGIS, SOSIAL BUDAYA, BIOLOGIS FAKTOR PRESIPITASI : KLIEN, INTERAKSI, LINGKUNGAN

TANDA DAN GEJALA KLIEN

1. Bina hubungan saling percaya.


Sosial : menarik diri, kekerasan KEMARAHAN 2. Diskusikan bersama klien penyebab
Perhatian : melarikan diri dx perilaku kekerasan yang terjadi di masa
lalu dan saat ini.
Fisik : mata melotot, tangan mengepal, dll RESIKO PERILAKU 3. Diskusikan perasaan klien jika terjadi
RE
KEKERASAN penyebab perilaku kekerasan.
Verbal : mengancam, mengumpat, dll NC
4. Diskusikan bersama klien perilaku
AN
Perilaku : amuk/agresif secara verbal yang biasa dilakukan
A
Perilaku Kekerasan, Resiko mencederai Diskusikan bersama klien akibat yang
Spiritual : tidak bermoral TIN
diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, ditimbulkan dari perilaku marahnya.
DA
Intelektual : mendominasi Perubahan persepsi sensori: halusinasi., KA 1. Latih keluarga untuk merawat anggota
KELUARGA

Harga diri rendah kronis, Isolasi sosial, N keluarga dengan perilaku kekerasan.
Emosi : tidak aman nyaman, mengamuk KE 2. Diskusikan bersama keluarga tentang
Berduka disfungsional, Penatalaksanaan PE perilaku kekerasan meliputi penyebab,
SP 1 PASIEN : Membina hubungan saling percaya,
regimen terapeutik inefektif, Koping RA tanda dan gejala, perilaku yang muncul,
pengkajian perilaku kekerasan dan mengajarkan keluarga inefektif. WA serta akibat dari perilaku tersebut.
cara menyalurkan rasa marah. TA 3. Diskusikan bersama keluarga kondisi-
N kondisi klien yang perlu segera
SP 2 Pasien : Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik TINDAKAN dilaporkan kepada perawat, seperti
KEPERAWATAN melempar atau memukul benda/orang
SP 3 Pasien : Mengontrol perilaku kekerasan secara lain.
sosial/verbal
SP 4 Pasien : Mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual PE
MEDIS KEPERAWATAN
NA
SP 5 Pasien : Mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
TAL  Nozinan  Psikoterapeutik
AKS  Halloperidol  Lingkungan terapieutik
AN
SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga  Thrihexiphenidil  Kegiatan hidup sehari-hari
AA
tentang cara merawat klien perilaku kekerasan di rumah  ECT (Elektro Convulsive (ADL)
N
Therapy)  Pendidikan kesehatan
JADWAL HARIAN

Nama :

Ruang :

Tgl
Jam
05.00-06.00
06.00-08.00
08.00-10.00
10.00-12.00
12.00-13.00
13.00-15.00
15.00-17.00
17.00-19.00
19.00-22.00
22.00-05.00

Anda mungkin juga menyukai