Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN RESIKO

PERILAKU KEKERASAN

DISUSUN OLEH:
VANNY ANINDA CAHYA MENTARI
P1337420922118

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2022
A. KONSEP DASAR

1. PENGERTIAN 

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri

maupun orang lain, disertai amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol

(Farida & Yudi, 2011).

Menurut Keliat, (2011), perilaku kekerasan adalah suatu bentuk

perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun

psikologis. Herdman (2012) mengatakan bahwa risiko perilaku kekerasan

merupakan perilaku yang diperlihatkan oleh individu. Bentuk ancaman

bisa fisik, emosional atau seksual yang ditujukan kepada orang lain. 

Perilaku Kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk

melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi

ini maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diiarahkan

pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat

terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung kekerasaan atau

riwayat perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan

kekerasan ditujukan pada diri sendiri/orang lain secara verbal maupun

nonverbal dan pada lingkungan. Perilaku kekerasan atau agresif

merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang

secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus, tapi

lebih merujuk pada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang


biasanya disebut dengan perasaan marah (Depkes RI, 2006, Berkowitz,

1993 dalam Dermawan dan Rusdi, 2013)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan merupakan:

a. Respons emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan

yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman (diejek/dihina).

b. Ungkapan perasaan terhadap keadaan yang tidak menyenangkan

(kecewa, keinginan tidak tercapai, tidak puas).

c. Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada

diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

2. PENYEBAB

Menurut Direja (2011) faktor-faktor yang menyebabkan perilaku

kekerasan pada pasien gangguan jiwa antara lain

1. Faktor Predisposisi

a. Faktor psikologis

1. Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan

mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang

memotivasi perilaku kekerasan.

2. Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa

kecil yang tidak menyenangkan.

3. Rasa frustasi.

4. Adanya kekerasan dalam rumah, keluarga, atau lingkungan.

5. Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak

terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan


tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang

rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan

prestise yang dapat meningkatkan citra diri serta memberikan

arti dalam kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa

perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan

pengungkapan secara terbuka terhadap rasa

ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku tindak

kekerasan.

6. Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku

yang dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik

dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-

anak tanpa faktor predisposisi biologik.

b. Faktor sosial budaya

Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya

secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai

dengan teori menurut Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan

respon-respon yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui

observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan

maka semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat

mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat

membantu mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan

yang tidak dapat diterima.


Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima

perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaiannya masalah perilaku

kekerasan merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku

kekerasan.

c. Faktor biologis

Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya stimulus

elektris ringan pada hipotalamus (pada sistem limbik) ternyata

menimbulkan perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi

limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran

rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indra penciuman

dan memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil

berdilatasi, dan hendak menyerang objek yang ada di sekitarnya.

Selain itu berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang

dapat mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan,

yaitu sebagai berikut

a. Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem

neurologis mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan

menghambat impuls agresif. Sistem limbik sangat terlibat

dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan

respon agresif.

b. Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend

(1996) menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter

(epinefrin, norepinefrin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin)


sangat berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls

agresif. Peningkatan hormon androgen dan norepinefrin serta

penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan

serebrospinal merupakan faktor predisposisi penting yang

menyebabkan timbulnya perilaku agresif pada seseorang.

c. Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat

erat kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe

XYY, yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak

kriminal (narapidana)

d. Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan

berbagai gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada

limbik dan lobus temporal) trauma otak, apenyakit ensefalitis,

epilepsi (epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh

terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

2. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada setiap individu bersifat unik,

berbeda satu orang dengan yang lain. Stresor tersebut dapat merupakan

penyebab yang brasal dari dari dalam maupun luar individu. Secara umum

seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injury

secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus

perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.

a. Klien
Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang

penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak

menyenangkan,kekhawatiran terhadap penyakit fisik, dll.

b. Interaksi

Penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, kehilangan

relasi atau hubungan dengan orang yang dicintai atau berarti (putus

pacar, perceraian, kematian), kehilangan rasa cinta, konflik,

serangan terhadap fisik, merasa terancam baik internal dari

permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan.

c. Lingkungan

Panas, padat, dan bising serta lingkungan yang terlalu ribut.

Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2010), hal-hal yang dapat

menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain

sebagai berikut.

a) Kesulitan kondisi sosial ekonomi.

b) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.

c) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan

ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang

yang dewasa.

d) Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti

penyalahgunaan obat dan alkohol serta tidak mampu

mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.


e) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan

pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan

tahap perkembangan keluarga.

3. RENTANG RESPON MARAH

Marah yang dialami setiap individu memiliki rentang dimulai dari

respon adaptif sampai maladaftif. Sekarang marilah kita bersama-sama

mempelajarinya untuk mempermudah pemahaman Anda dibawah ini akan

digambarkan rentang respon perilaku kekerasan

Keterangan

Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain

Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis/ terhambat

Pasif : Respon lanjutan dimana pasien tidak mampu mengungkapkan

perasaannya

Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol

Amuk : Perilaku destruktif dan tidak terkontrol

A) Hierarki Perilaku Kekerasan 


Setelah anda memahami rentang respon marah, sekarang

marilah kita mempelajari mengenai hirarki agresif seperti dibawah

ini.

Telah kita pelajari bersama mengenai rentang respon marah

serta hirarki agrsif. Selanjutnya kita akan mempelajari mengenai

bagaimana skema proses marah yang dialami  setiap orang.Bila

seseorang tidak mampu menangani perasaan marah secara asertif

dapat mengakibatkan amuk atau perilaku kekerasan.

B) Perbandingan Perilaku Pasif, Agresif dan Asertif


4. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Direja (2011) tanda dan gejala yang terjadi pada perilaku

kekerasanterdiri dari :

1. Fisik

Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,

wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.

2. Verbal

Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan

nada keras, kasar, ketus.

3. Perilaku

Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak

lingkungan, amuk/agresif.

4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,

jengkel,tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,

menyalahkan, dan menuntut.

5. Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang

mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.

6. Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak

bermoral, dan kreativitas terhambat.

7. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.

8. Perhatian

Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual

Menurut (Damaiyanti 2014) tanda dan gejala yang ditemui pada

klien melalui observasi atau wawancara tentang perilaku kekerasan

adalah sebagai berikut :

1. Muka merah dan tegang

2. Pandangan tajam

3. Mengatupkan rahang dengan kuat

4. Mengepalkan tangan

5. Jalan mondar-mandir

6. Bicara kasar
7. Suara tinggi, menjerit atau berteriak

8. Mengancam secara verbal atau fisik

9. Melempar atau memukul benda/orang lain

10. Merusak benda atau barang

11. Tidak memiliki kemampuan mencegah/ mengendalikan perilaku

kekerasan.

5. PENATALAKSANAAN

Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2

yaitu:

1) Medis

a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.

b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.

c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan

menenangkan hiperaktivitas.

d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila

mengarah pada keadaan amuk.

2) Penatalaksanaan keperawatan

a. Psikoterapeutik

b. Lingkungan terapieutik
c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)

d. Pendidikan Kesehatan

6. PATHWAY
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Menurut Roman dan Walid (2012) pengkajian adalah tahap awal

dan dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian merupakan tahap

yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. Kegiatan dalam

pengkajian adalah pengumpulan data. Samber data terbagi menjadi dua

yaitu sumber data primer yang berasal dari klien dan sumber data

sekunder yang diperoleh selain klien seperti keluarga, orang terdekat,

teman, orang lain yang tahu tentang status kesehatan klien dan tenaga

kesehatan. Data pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan

menjadi factor predisposisi, factor presipitas, penilaian terhadap

stressor, sumber kopin, dan kemampuan koping yang dimiliki klien.


Pengkajian adalah tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan. Datadata tersebut dikelompokkan menjadi factor

predisposisi, presipitasi, penilaian terhadap stressor sumber koping,

dan kemampuan koping yang dimiliki klien. Datadata yang diperoleh

selama pengkajian juga dapat dikelompokkan menjadi data subjektif

dan data objektif (Dermawan dan Rusdi, 2013).

Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada

pasien dan keluarga. Tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan dapat

ditemukan dengan wawancara melalui pertanyaan sebagai berikut:

a. Coba ceritakan ada kejadian apa/apa yang menyebabkan Anda

marah?

b. Coba Anda ceritakan apa yang Anda rasakan ketika marah?

c. Perasaan apa yang Anda rasakan ketika marah?

d. Sikap atau perilaku atau tindakan apa yang dilakukan saat Anda

marah?

e. Apa akibat dari cara marah yang Anda lakukan?

f. Apakah dengan cara yang digunakan penyebab marah Anda

hilang?

g. Menurut Anda apakah ada cara lain untuk mengungkapkan

kemarahan Anda

Menurut Keliat (2014) data perilaku kekerasan dapat diperolah

melalui observasi atau wawancara tentang perilaku berikut ini:

a. Muka merah dan tegang


b. Pandangan tajam

c. Mengarupkan rahang dengan kuat

d. Mengepalkan tangan

e. Jalan mondar-mandir

f. Bicara kasar

g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak

h. Mengancam secara verbal atau fisik

i. Melempar atau memukul benda /orang lain

j. Merusak barang atau benda

k. Tidak mempunyai kemampuan untuk mencegah atau mengontrol

perilaku kekerasan.

2. Daftar Masalah

Menurut Keliat (2014) daftar masalah yang mungkin muncul pada

perilaku kekerasan yaitu :

a. Perilaku Kekerasan.

b. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

c. Perubahan persepsi sensori: halusinasi.

d. Harga diri rendah kronis.

e. Isolasi sosial.

f. Berduka disfungsional.

g. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif.

h. Koping keluarga inefektif.


3. Rencana Tindakan Keperawatan (Intervensi Keperawatan)

Tindakan keperawatan untuk mengatasi risiko perilaku kekerasan,

dilakukan terhadap pasien dan keluarga. Saat melakukan pelayanan di

Puskesmas dan kunjungan rumah, perawat menemui keluarga terlebih

dahulu sebelum menemui pasien. Bersama keluarga, perawat

mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan keluarga. Setelah itu,

perawat menemui pasien untuk melakukan pengkajian, mengevaluasi dan

melatih satu cara lagi untuk mengatasi masalah yang dialami pasien

(Nurhalimah, 2016).

Jika pasien telah mendapatkan terapi psikofarmaka (obat), maka

hal pertama yang harus dilatih perawat adalah pentingnya kepatuhan

minum obat. Setelah perawat selesai melatih pasien, perawat menemui

keluarga untuk melatih cara merawat pasien. Selanjutnya perawat

menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien dan

tugas yang perlu keluarga yaitu untuk mengingatkan pasien melatih

kemampuan mengatasi masalah yang telah diajarkan oleh perawat

(Nurhalimah, 2016).

a. Tindakan Keperawatan untuk Pasien Risiko Perilaku Kekerasan

Tujuan: Pasien mampu:

i. Membina hubungan saling percaya

ii. Menjelaskan penyebab marah

iii. Menjelaskan perasaan saat penyebab marah/perilaku kekerasan

iv. Menjelaskan perilaku yang dilakukan saat marah


v. Menyebutkan cara mengontrol rasa marah/perilaku kekerasan

vi. Melakukan kegiatan fisik dalam menyalurkan kemarahan

vii. Memakan obat secara teratur

viii. Berbicara yang baik saat marah

ix. Melakukan kegiatan ibadah untuk mengendalikan rasa marah

Tindakan Keperawatan

1. Membina hubungan saling percaya

Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka membina hubungan

saling percaya adalah:

a. Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien

b. Perkenalkan diri : nama, nama panggilan yang Perawat sukai, serta

tanyakan nama dan nama panggilan pasien yang disukai

c. Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini

d. Buat kontrak asuhan : apa yang Perawat akan lakukan bersama

pasien,

e. berapa lama akan dikerjakan dan tempatnya dimana

f. Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang

diperoleh untuk kepentingan terapi

g. Tunjukkan sikap empati

h. Penuhi kebutuhan dasar pasien

2. Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah/perilaku kekerasan

saat ini dan yang lalu.

3. Diskusikan tanda-tanda pada pasien jika terjadi perilaku kekerasan


a. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik

b. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara

psikologis

c. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial

d. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual

e. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara

intelektual

4. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

pada saat marah secara: Verbal

a. terhadap orang lain

b. terhadap diri sendiri

c. terhadap lingkungan

5. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya

6. Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:

a. Patuh minum obat

b. Fisik:tarik nafas dalam, pukul kasur dan batal.

c. Sosial/verbal: bicara yang baik: mengungkapkan, menolak dan

meminta rasa marahnya

d. Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien


Tindakan keperawatan terhadap pasien dapat dilakukan minimal

empat kali pertemuan dan dilanjutkan sampai pasien dan keluarga

dapat mengontrol/mengendalikan perilaku kekerasan.

b. Tindakan keperawatan untuk keluarga pasien risiko perilaku

kekerasan

Tujuan: Keluarga mampu:

1. Mengenal masalah risiko perilaku kekerasan

2. Memutuskan untuk melakukan perawatan pada pasien risiko

perilaku kekerasan

3. Merawat pasien risiko perilaku kekerasan dengan mengajarkan dan

mendampingi pasien berinteraksi secara bertahap, berbicara saat

melakukan kegiatan rumah tangga dan kegiatan sosial

4. Memodifikasi lingkungan yang konsusif agar pasien

mampuberinteraksi dengan lingkungan sekitar

5. Mengenal tanda kekambubuhan, dan mencari pelayanan kesehatan

6. Keluarga dapat meneruskan melatih pasien dan mendukung agar

kemampuan pasien risiko perilaku kekerasan mengatasi

masalahnya dapat meningkat.

Tindakan keperawatan kepada keluarga :

1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien.

2. Menjelaskan pengertian, tAnda dan gejala, dan proses

terjadinya perilaku kekerasan/ risiko perilaku kekerasan.

3. Melatih keluarga cara merawat risiko perilaku kekerasan.


4. Membimbing keluarga merawat risiko perilaku kekerasan.

5. Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan

lingkungan yang mendukung pasien untuk mengontrol

emosinya.

6. Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang

memerlukan rujukan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan

7. Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan

secara teratur.

4. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Menurut Fitria (2010) strategi pelaksanaan tindakan keperawatan

dengan diagnosa keperawatan perilaku kekerasan

a. SP I Pasien

Membina hubungan saling percaya, pengkajian perilaku kekerasan

dan mengajarkan cara menyalurkan rasa marah.

b. SP 2 Pasien

Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik

c. SP 3 Pasien

Mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal

d. SP 4 Pasien

Mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual

e. SP 5 Pasien

Mengontrol perilaku kekerasan dengan obat


f. SP 1 Keluarga 

Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien

perilaku kekerasan di rumah

DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Cetakan kedua.


Bandung;PT. Refika Adimata
Dermawan dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa;Konsep Dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta ; Gosyen Publishing
Direja, A. H. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Dwi, A. S., & Prihantini, E. 2014. Keefektifan Penggunaan Restrain terhadap
Penurunan Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Terpadu
Ilmu Kesehatan , 138-139.
Farida, K., & Yudi, H. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Fitria, N. 2010. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.
Jenny, M., Purba, S. E., Mahnum, L. N., & Daulay, W. 2008. Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan
Jiwa. Medan: USU Press.
Keliat, B. A. & Akemat. (2011). Keperawatan kesehatan jiwa komunitas. Jakarta:
EGC.
Keliat, D. B. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan: Keperawatan Jiwa.
Kemenkes RI: BPPSDM Kemenkes.
Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa (Cetakan 1). Bandung: PT Refika
Aditama.

Anda mungkin juga menyukai