Anda di halaman 1dari 21

MENGONTROL RESIKO PERILAKU KEKERASAN DENGAN TERAPI

FISIK (TARIK NAFAS DALAM DAN PUKUL BANTAL)

DEPARTEMEN KEPERAWATAN JIWA

Oleh :

DESTA REPONATA
2021611065

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Klien dengan perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang
ditujukanuntuk melukai diri sendiri dan individu lain yang tidak menginginkan
tingkah lakutersebut yang disertai dengan perilaku mengamuk yang tidak dapat
dibatasi(Kusumawati & Hartono, 2010).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mendefinisikan kekerasan
sebagai penggunaan sengaja fisik kekuatan atau kekuasaan, terancam atau
aktual, melawan diri sendiri, orang lain atau terhadap kelompok atau komunitas
yang baik menghasilkan atau memiliki kemungkinan tinggi yang
mengakibatkan cedera, kematian, kerugian psikologis, malfungsi pembangunan
atau kekurangan.
Departemen Kesehatan dan WHO pada tahun 2010 memperkirakan
masalah gangguan jiwa tidak kurang dari 450 juta penderita yang ditemukan di
dunia. Khususnya Indonesia mencapai 2,5 juta atau 60% yang terdiri dari
pasien resiko perilaku kekerasan. Setiap tahunnya lebih dari 1,6 juta orang
meninggal dunia akibat perilaku kekerasan, terutama pada laki-laki yang
berusia 15-44 tahun, sedangkan korban yang hidup mengalami trauma fisik,
seksual, reproduksi dan gangguan kesehatan mental. Indikator taraf kesehatan
mental masyarakat semakin
memburuk (Hawari 2012).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu perilaku kekerasan
2. Apa itu Gejala dan tanda perilaku kekerasan
3. Apa itu Penanganan Perilaku Kekerasan
C. TUJUAN
1. Mengetahui apa itu perilaku kekerasa
2. Mengetahui gejala dan tanda perilaku kekerasan
3. Mengetahui penanganan perilaku kekerasan
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Risiko Perilaku Kekerasan


Kemarahan adalah suatu perasaan atau emosi yang timbul sebagai reaksi
terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman,
pengungkapan marah yang konstruktif dapat membuat perasaan lega. Perilaku
kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Riyadi & Purwanto, 2009).
Perilaku kekerasan menurut Kusumawati dan Hartono (2011) adalah suatu
keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan
secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk
dan aduh, gelisah yang tidak terkontrol.
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang dihadapi
seseorang yang ditunjukan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik
pada diri sendiri, orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowits, 2000
dalam Yosep, 2011). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana klien
mengalami perilaku yang dapat membahayakan diri sendiri, lingkungan
termasuk orang lain dan barang-barang (Maramis, 2009).
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa perilaku
kekerasan adalah suatu tindakan dengan tenaga yang dapat membahyakan diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan yang bertujuan untuk melukai yang
disebabkan karena adanya konflik dan permasalahan pada seseorang baik
secara fisik maupun psikologis.

B. Rentang Respon
Perilaku kekerasan dianggap suatu akibat yang ekstrem dari marah.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan sering di pandang sebagai rentang di
mana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan di sisi yang lain. Suatu
keadaan yang menimbulkan emosi, perasaan frustasi, dan marah. Hal ini akan
mempengaruhi perilaku seseorang. Berdasarkan keadaan emosi secara
mendalam tersebut terkadang perilaku agresif atau melukai karena
menggunakan koping yang tidak baik.

Perilaku yang ditampakan mulai dari yang adaptif sampai maladaptif:


Keterangan:
1. Asertif: individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan
orang lain dan memberikan kenyamanan
2. Frustasi: individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat mrah dan tidak
dapat menemukan alternatif
3. Pasif: individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
4. Agresif : perilaku yang menyertai marahdan bermusuhan yang kuat
serta hilangnya kontrol
5. Amuk : suatu bentuk kerusakan yang menimbulkan kerusuhan (Yosep,
2011)

C. Etiologi

1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor yang mendasari atau mempermudah
terjadinya perilaku yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, nilai-nilai
kepercayaan maupun keyakinan berbagai pengalaman yang dialami setiap
orang merupakan faktor predisposisi artinya mungkin terjadi mungkin tidak
terjadi perilaku kekerasan (Direja, 2011).
a. Faktor biologis
Beberapa hal yang dapat mmpengaruhi seseorang melakukan perilaku
kekerasan yaitu sebagai berikut:
1) Pengaruh neurofisiologi, beragam komponen sistem neurulogis
mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif.
2) Pengaruh biokimia yaitu berbagai neurotransmiter (epineprin,
noreineprin, dopamin, asetil kolin dan serotonin sangat berperan dalam
menfasilitasi danmengahambat impuls negatif).
3) Pengaruh genetik menurut riset Murakami (2007) dalam gen manuasia
terdapat doman (potensi) agresif yang sedang tidur dan akan bangun
jika terstimulasi oleh faktor eksternal.
4) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan gangguan
sistem serebral, tumor otak, trauma otak, penyakit enchepalits epilepsi
terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b . Faktor psikologis menurut Direja (2011)
1) Terdapat asumsi bahwa sesorang untuk mencapai tujuan mengalami
hambatan akan timbul serangan agresif yang memotivasi perilau
kekerasan.
2) Berdasarkan mekanisme koping individu yang masa kecil tidak
menyenangkan.
3) Rasa frustasi
4) Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga, atau lingkungan.
5) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengkibatkan tidak berkembangnya
ego dan dapat membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan
kekerasan dapat memberikan kekuatan yang dapat meningkatkan citra
diri serta memberi arti dalam kehidupan.
6) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupak perilaku yang
dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku
kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran
eksternal dibanding anak-anak tanpa faktor predisposisi biologik.
c. Faktor sosio kultural
1) Social environment theory (teori lingkungan)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas terhadap perilaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan di terima.
2) Social learning theory (teori belajar sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui
proses sosialisasi. (Direja,2011)

2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetus perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan :
a. Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidarotas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal, dan lain-lain.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidak
mampuan menempatkan diri sebagai seorang yang dewasa.
d. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
3. Mekanisme Koping

Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme orang lain. Mekanisme koping


klien sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme
koping yang konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme
koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti
displancement, sublimasi, proyeksi, depresi, dan reaksi formasi.
a. Displacement
Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan pada objek yang begitu
seperti pada mulanya yang membangkitkan emosi.
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai keinginannya yang tidak baik.
c. Depresi
Menekan perasaan yang menyakitkan atau konflik ingatan dari
kesadaran yang cenderung memperluas mekanisme ego lainnya.
d. Reaksi formasi
Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan
dengan apa yang benar-benar di lakukan orang lain.

D. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala perilaku kekerasan menurut Direja (2011)
sebagai berikut :
1. Fisik
Mata melotot, pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, wjah merah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kasar, bicara
dengan nada keras, kasar, dan ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang
lain, merusak lingkungan, amuk/agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,
dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin
berkelahi, menyalahkan, dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dn
jarang mengeluarkan kata- kata bernada sarkasme.
6. Spiritual
Merasa dirinya berkuasa, merasa dirinya benar, keragu-raguan,
tidak bermoral, dan kreativitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, ejekan, dan sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.

E. Pathofisiologi
Stres, cemas, harga diri rendah, dan bermasalah dapat menimbulkan
marah. Respon terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal
maupun internal. Secara eksternal ekspresi marah dapat berupa perilaku
konstruktif maupun destruktif. Mengekspresikan rasa marah dengan
perilaku konstruktif dengan kata-kata yang dapat di mengerti dan diterima
tanpa menyakiti hati otrang lain. Selain akan memberikan rasa lega,
ketegangan pun akan menurun dan akhirnya perasaan marah dpat teratasi.
Ras marah diekspresikan secara destruktif, mislanya dengan perilaku
agresif, menantang biasanya cara tersebut justru menjadikan masalah
berkepanjangan dan dapat menimbulkan amuk yang di tunjukan pada diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan (Yosep, 2011).
Perilaku yang submisif seperti menekan perasaan marah karena
merasa tidak kuat, individu akan berpura-pura tidak marah atau melarikan
diri dari rasa marahnya, sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan
demikan akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama, pada suatu saat
dapat menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dpat
menimbulkan kemarahan yang destruktif yang di anjurkan pada diri
sendiri, orang lain dan lingkungan (Dermawan & Rusdi, 2013).

F. Pohon masalah
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan akibat

Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan akibat

Core
Risiko perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

Penyebab Isolasi sosial

G. Masalah keperawatan
1.Risiko Perilaku kekerasan
2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
3. Harga diri rendah
4. Isolasi sosial

H. Penatalaksanaan umum
Terapi farmakologi untuk pasien jiwa menurut Kusumawati &
Hartono (2010) adalah sebagai berikut :
1. Anti Psikotik
jenis: Clorpromazin (CPZ), Haloperidol (HLP)
mekanisme kerja : Menahan kerja reseptor dopamin dalam otak sebagai
penenang, menurunkan aktifitas motorik, mengurangi insomnia, sangat
efektif untuk mengatasi : delusi, halusinasi, ilusi, dan gangguan proses
berfikir.
Efek samping :

a. Gejala ekstrapiramidal, seperti kekakuan atau spasme otot, berjalan


menyerek kaki, postur condong kedepan, banyak keluar air liur, wajah
seperti topeng, disfagia, apastisia (kegelisahan motorik), sakit kepala,
kejang.
b. Takikardi, aritmia, hipertensi, hipotensi, pandangan kabur,
blaukoma.

c. Gastrointestinal : mulut kering, anoreksia, mual, muntah, konstipasi,


diare, berat badan bertambah.
d. Sering berkemih, retensi urine, hipertensi, amenorea, Anemia,
leukopenia, dermatitis
Kontraindikasi : Gangguan kejang, blaukoma, klien lansia, hamil dan
menyusui.

2. Anti Ansietas
Jenis : Atarax, Diazepam (chlordiazepoxide)
Mekanisme kerja : meredakan ansietas atau ketegangan yang
berhubungan dengan situasi tertentu.
Efek samping :
a. Pelambatan menral, mengantuk, vertigo, bingung, tremor, letih,
depresi, sakit kepala, ansietas, insomnia, kejang delirium, kaki lema,
ataksia, bicara tidak jelas.
b. Hipotensi, takikardia, perubahan elektro kardio gram, pandangan
kabur.
c. Anoreksia, mual, mulut kering, muntah, diare, konstipasi,
kemerahan dermatitis, gatal-gatal.
Kontraindikasi: Penyakit hati, klien lansia, penyakit ginjal, glaukoma,
kehamilan, menyusui, penyakit parnafasan.

3. Anti Depresan
Jenis: Elavil, asendin, anafranil, norpramin, sinequan, tofranil,
ludiomil, pamelor, vivactil, surmontil.
Mekanisme kerja : Mengurangi gejala depresi, penenang. Efek
samping :
a.Tremor, gerakan tersentak-sentak, ataksia, kejang, pusing, ansietas,
lemas, insomnia.
b.Takikardi, aritmia, palpitasi, hipotensi, hipertensi.
c. Pandangan kabur, mulut kering, nyeri epigastrik, mual, muntah,
kram abdomen, diare, hepatitis, ikterus.
d. Retensi urine, perubahan libido, disfungsi erelsi, respon
nonorgasme, leucopenia, terombositopenia, ruam, urtikria.
Kontraindikasi: Glaukoma, penyakit hati, penyakit
kardiovaskuler, hipertensi, eilepsy, kehamilan atau menyusui.

4. Anti Manik
Jenis: Lithoid, klonopin, lamictal
Mekanisme kerja : Menghambat pelepasan scrotonin dan
mengurangi sensitivitas reseptor dopamin.
Efek samping : Sakit kepala, tremor, gelisah, kehilangan memori,
suara tidak jelas, otot lemas, hilang koordinasi, letargi, stupor.
Kontraindikasi: Hipersensitiv, penyakit ginjal, penyakit
kardiovaskuler, gangguan kejang, dehidrasi, hipotiroidisme, hamil atau
menyusui.

5. Anti Parkinson
Jenis: Levodova, Trihexipenidyl (THP)
Mekanisme kerja : Meningkatkan reseptor dopamin, untuk mengatasi
gejala parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik.
Menurunkan ansietas, iritabilitas.
Efek samping : Sakit kepala, mual, muntah dan hipotensi.
BAB III
A. SAP
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

1. Pokok Bahasan : Perawatan klien gangguan jiwa di rumah


2. Sub Pokok Bahasan : Perawatan klien gangguan jiwa dengan resiko
perilaku kekerasan
3. Sasaran : Klien/Keluarga klien
4. Waktu : Jam 15.00 WIB
5. Hari/tanggal : Rabu, 31 Agustus 2022
6. Tempat : Rumah Klien
7. Penceramah : Ferdinan Yanto Malo

I. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan, keluarga diharapkan dapat
mengerti tentang perawatan pada perilaku kekerasan.
2. Tujuan khusus
Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit, keluarga diharapkan
mampu:
a. Mengetahui tentang tanda dan gejala perilaku kekerasan.
b. Mengetahui tentang penyebab perilaku kekerasan.
c. Mengetahui akibat dari perilaku kekerasan.
d. Mengetahui penanganan dan perawatan pasien dengan perilaku
kekerasan.

II. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab / diskus
III. Media :
1. Leaflet
2. Visual gambar

IV. Materi (terlampir)


Kegiatan
No Tahap Waktu
Pengampu Pasien atau Keluarga
1 Pembukaan 5 menit 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam
2. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan
3. Menjelaskan tujuan 3. Menyimak hal-hal
umum dan tujuan yang penting
Khusus

2 Penyajian 10 1. Menjelaskan materi 1. Menyimak dan


menit tentang pengertian mencatan
perilaku kekerasan, penjelasan yang
tanda dan gejala, disampaikan
penyebab, akibat dan penceramah
penanganan perilaku
kekerasan.
2. Memberi kesempatan 2. Menanyakan hal
pada keluarga untuk yang kurang jelas
bertanya.
3. Menjawab pertanyaan 3. Menyimak jawaban
dari keluarga. penceramah.

3 Penutup 5 menit 1. Memberikan 1. Menjawab


pertanyaan lisan pada pertanyaan dari
keluarga sesuai pengampu.
dengan TUK.
2. Menyimpulkan 2. Mendengarkan
Kegiatan penjelasan

VI. Evaluasi
1.Apa yang dimaksud dengan perilaku kekerasan?
2.Apa saja tanda dan gejala perilaku kekerasan?
3.Apa yang menyebabkan terjadinya perilaku kekerasan?
4.Apa akibat dari perilaku kekerasan?
5.Bagaimana penanganan pasien dengan perilaku kekerasan?

MATERI
A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah keadaan seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan bahkan dapat melukai diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan.

B. TANDA DAN GEJALA


1. Wajah tampak merah.
2. Pandangan tajam.
3. Otot tegang.
4. Nada suara tinggi.
5. Berdebat.
6. Tampak memaksakan kehendak.
7. Merampas makanan.
8. Memukul jika tidak senang.
C. PENYEBAB
1. Psikologis
 Kegagalan yang dialami
 Masa kanak tidak menyenangkan yaitu: perasaan ditolak, dihina,
dianiaya atau sanksi penganiayaan.
2. Perilaku, sering melihat perilaku kekerasan dirumah atau diluar rumah.
3. Budaya tertutup dan membalas secara diam dan kontrol sosial yang
tidak pasti terhadap perilaku kekerasan.

D. AKIBAT
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti
menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll.

E. PENANGANAN
1. Medis
 Psikofarmaka/Obat
 ECT
2. Non medis
a. Mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan gejala yang dirasakan,
perilaku kekerasan, akibat.
b. Mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama (latihan
napas dalam)
c. Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan
cara fisik kedua (pukul kasur dan bantal).
d. Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
sosial/verbal (menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik)
e. Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
spiritual (latihan beribadah dan berdoa), buat jadwal latihan
ibadah/berdoa.
f. Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan
obat (bantu pasien minum obat secara teratur)

F. PENANGANAN DI RUMAH
1. Memberikan perhatian dan rasa kasih sayang dan penghargaan sosial
kepada pasien.
2. Mengawasi kepatuhan dalam minum obat.
3. Bantu untuk selalu berinteraksi dengan lingkungan.
4. Beri kegiatan yang positif untuk mengisi waktu dirumah.
5. Jangan biarkan menyendiri, libatkan dalam kegiatan sehari-hari.
6. Memberikan pujian jika melakukan hal yang positif.
7. Jangan mengkritik jika melakukan kesalahan.
8. Menjauhkan pasien dari pengalaman atau keadaan yang menyebabkan
merasa tidak berdaya dan tidak berarti.
9. Rutin memeriksakan kondisi kesehatan pasien.

Anda mungkin juga menyukai