Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK PERILAKU KEKERASAN DI


RUANG MERPATI RSJ PROVINSI PROVINSI JAWA BARAT (SESI:1)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Program Profesi Ners dalam Stase Keperawatan jiwa

Disusun oleh :
Willa Rizki Amalia 322089
Winia Noviyanti 322090
Yustika Ramadhan 322092
Indri Irmaniyanti 322072
Nawang Asih Komariyah 322093
Verawati Sanjaya 322088
Putri Hilda Octaviani 322080

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
PPNI JAWA BARAT
BANDUNG
2022
PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

A. Topik
TAK Stimulasi Persepsi : Perilaku Kekerasan Sesi 1
B. Latar Belakang
Berdasarkan hasil observasi selama bertugas, sebagian besar klien masuk RS karena
pasien memiliki riwayat perilaku kekerasan. Terdapat 10 orang pasien yang memiliki
kriteria pasien yang memiliki kritera pasien. Oleh karena itu perawat akan melakukan
Terapi Aktivitas Kelompok Perilaku Kekerasan agar pasien tidak mencederai diri sendiri
maupun orang lain.
C. Landasan Teori
1. Perilaku Kekerasan
a. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik keadaan diri sendiri
maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana
seseorang marah berespon terhadap perilaku stressor dengan gerakan motorik
yang tidak terkontrol (Yosep, 2009). Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik maupun
lingkungan dimana hal tersebut untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah
yang tidak konstruktif (Stuart & Sundeen, 2005).
Perilaku kekerasaan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara baik terhadap diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan (Fitria, 2010). Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk
perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang baik secara fisik maupun
psikologis (Depkes, RI, 2000).
b. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekrasan yaitu :
1) Faktor Psikologis
Psychoanalytical theory. Teori mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instinctual drives. Feud berpendapat bahwa perilaku
manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang
diekspresikan dengan seksualitas dan kedua insting kematian yang
diekspresikan dengan agresivitas.
Frustation-agression theory. Teori ini yang dikembangkan oleh pengikit Feud
ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu
tujuan mengalami hambatan maka timbul dorongan agresif yang apada
gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang
atau objek yang menyebabkan frustasi.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung
pentingnya peran dari perkembangan predisposisi. Ini menggunakan
pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme kping yng sifatnya
tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut :
a) Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak mampu
menyelesaikan secara efektif
b) Severe emotional deprivation yang berlebihan pada masa kanak-kanak
yang mungkin telah merusak hubungan saling percaya dan harga diri
c) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan
2) Faktor Social Budaya
Social Learning Theory , teori ini mengemukakan bahwa agresi tidak
berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui
observasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar
kemungkinan untuk terjadi. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan
eskpresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga
dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang
asertif
3) Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif
mempunyai dasar biologis. Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa
adanya pemberian stimulus elektris ringan ada hipotalamus ternyata
menimbulkan perilaku agresif. Rangsangan yang diberikan terutama pada
nukleus perifomiks hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing
mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis dll. Jika kerusakan
fungsi sistem limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk
pemikiran rasional) dan lobus temporal. Neurotransmiter yang sering
dikaitkan dengan perilaku agresif: serotonin, dopamin, norepineprine,
acetilkolin dan asam amino GABA. Faktor-faktor yang mendukung seperti
masa kanak-kanak yang mendukung, sering mengalami kegagalan, kehidupan
yang penuh tindakan agresif, dan lingkungan yang tidak kondusif (bising,
padat)
4) Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d) Ketidaksiaan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya ada saat
menghadapi rasa frustasi
f) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap
5) Tanda dan Gejala
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah:
a) Fisik: muka merah tegang, mata melotot/pandangan tajam, tangan
mengepal, rahang mengatup, postur tubuh kaku, jalan mondar-mandir.
b) Verbal: bicara kasar, suara tinggi membentak atau berteriak, mengancam
secara verbal atau fisik, mengumpat dengan kata-kata kotor, suara keras,
ketus.
c) Perilaku: melempar atau memukul benda/orang lain, menyerang orang
lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan, amuk/agresif,
emosi.
d) Emosi: tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam
dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
e) Intelektual: mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan,
sarkasme.
f) Spiritual: merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat
orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.
g) Sosial: menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran
h) Perhatian: Bolos, mencuri melarikan diri, penyimpangan seksual
6) Rentang respon
Menurut yosep (2007) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang
ekstrim dari marah arau ketakutan (panik)

Respon adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif danagresif


sampai kekerasan. Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa:

a) Asertif : individu dapat menggunakan amarah tanpa menyalahkan orang


lain dan memberikan ketenangan
b) Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak
dapat menemukan alternatif
c) Pasif: individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
d) Agresif: perilaku yang menyertai merah terdapat dorongan untuk
menuntut tetapi masih terkontrol.
Kekerasan:perasaan marah dapat bermusuhan yang kuat serta hilangnya
kontrol. Perilaku kekerasan merupakan suatu rantai emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut
merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari
individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin
menyampaikan pesan bahwa ia tidak setuju, tersinggung, merasa tidak
dianggap, Merasa tidak dituruti atau diremehkan. Spasi tentang respon
kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada
respon yang tidak normal (maladaptif).
7) Mekanisme koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:
a) Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah penduduk lain.
b) Proyeksi yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan atau keinginan
tidak baik.
c) Represif yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan
dengan melebihkan sikap atau perilaku yang berlawanan
d) Reaksi formasi, yaitu mencoba keinginan yang berbahaya bila dengan
melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
e) Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan
pada obyek yang berbahaya.
f) Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh orang yang
dianggap berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak ter
atasi, maka dapat menyebabkan seseorang harga diri rendah (HDR),
sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan
bergaul dengan orang lain tidak dapat di atasi maka akan muncul
Halusinasi berupa suara suara atau bayangan bayangan yang meminta
klien untuk melakukan kekerasan. Hal ini dapat Berdampak pada
kesehatan dirinya dan orang lain (resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan).
Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan
keluarga yang kurang baik dalam menghadapi kondisi klien dapat
mempengaruhi perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif). Hal
ini yang menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan
kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen
Terapeutik inefektif).
2. Terapi Aktivitas Kelempok
a. Pengertian
kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan
yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laura,
2001). Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang
harus ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti agresi, takut, kebencian,
kompetitif, kesamaan, ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik. Semua kondisi ini
akan mempengaruhi dinamika kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan
menerima umpan balik yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam
kelompok.
b. Tujuan Umum
Klien dapat mengendalikan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien.
c. Tujuan Khusus
Klien dapat mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukannya.
3. Kriteria Klien
Kriteria klien sebagai angggota yang mengikuti terapi aktivitas kelompok
adalah sebagai berikut:
a. Klien yang memiliki riwayat perilaku kekerasan namun sudah mampu
mengontrol
b. Klien yang mengikuti TAK ini tidak mengalami perilaku agresif atau mengamuk,
dalam keadaan tenang.
c. Klien dapat diajak kerja sama (kooperatif).
d. Klien tidak mengalami keluhan fisi
4. Proses Seleksi
Dari beberapa klien yang berada di ruangan merpati di lihat dari hasil
pengkajian mana saja klien yang mengalami RPK, kemuadian kita lihat mana saja
klien yang sudah dapat mengontrol emosi. Lalu yang sudah bisa mengontrol emosi
itu yang kita pilih.
5. Pengorganisasian
a. Leader, bertugas mengkoordinasi seluruh kegiatan, memimpin jalannya terapi
kelompok, dan memimpin diskusi.
b. Co leader, bertugas membantu leader mengkoordinasi kegiatan, mengingatkan
leader jika ada kegiatan yang menyimpang, membantu memimpin jalannya
kegiatan, dan mengganti leader jika berhalangan tugas.
c. Observer, bertugas mengobservasi persiapan dan pelaksanaan TAK dari awal
sampai akhir, mencatat semua aktivitas dalam terapi aktivitas kelompok,
mengobservasi perilaku klien
d. Fasilitator, bertugas memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok, memotivasi
anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan, membimbing kelompok
selama diskusi, membantu leader dalam melaksanakan kegiatan, dan
bertanggungjawab terhadap program antisipasi masalah
e. Peserta bertugas untuk mengikuti jalannya kegiatan
6. Tata Tertib
a. Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK
b. Peserta wajib hadir 10 menit sebelum acara dimulai
c. Peserta berpakaian rapi, bersih dan sudah mandi
d. Jika ingin mengajukan pertanyaan/menjawab dan izin ke toilet, peserta
mengangkat tangan kanandan berbiacra setelah dipersilahkan oleh pemimpin
e. Peserta yang mengacaukan jalannya acara dikeluarkan
f. Peserta dilarang keluar sebelum TAK selesai
g. Apabila waktu TAK sesuai kesepakatan habis, namun TAK belum selesai, maka
pemimpin akan meminta persetujuan angggota untuk memperpanjang waktu
kepada anggota.
7. Antisipasi
a. Penanganan klien yang tidak aktif saat terapi aktivitas kelompok
1) Memanggil nama klien
2) Memberi kesempatan pada klien tersebut untuk menjawab sapaan perawat
atau klien lain
b. Bila klien meninggalkan permainan tanpa pamit
1) Panggil nama klien
2) Tanya alasan klien meninggalkan permainan
3) Berikan penjelasan tentang tujuan permainan dan berikan penjelasan pada
klien bahwa klien dapat melaksanakan keperluannya setelah itu klien boleh
kembali lagi
c. Bila ada klien lain yang ingin ikut
1) Berikan penjelasan bahwa permainan ini ditujukan pada klien yang telah
dipilih
2) Katakan pada klien lain bahwa ada permainan lain yang mungkin dapat diikuti
oleh klien tersebut
3) Jika klien memaksa, beri kesempatan untuk masuk dengan tidak memberi
peran pada permainan tersebu
D. Sesi yang Digunakan
Terapi Stimulasi Persepsi terdiri dari 1 sesi yaitu
Sesi 1 : Mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
1. Tujuan
a) Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahannya
b) Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan saat marah (tanda dan gejala
marah).
c) Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (perilaku kekerasan)
d) Klien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan
2. Waktu dan Tempat
Hari/tanggal : Jumat, 25 November 2022
Jam : 12.00 WIB – 12.30 WIB
Tempat : Ruang Merpati
3. Setting

Keterangan
: Fasilitator

: Klien

: Leader

: Co Leader

: Observer

a. Terapis dan klien dapat duduk bersama dalam lingkaran


b. Ruangan nyaman dan tenang
4. Alat
a. Kertas hvs dan pulpen
b. Jadwal kegiatan klien
5. Pengorganisasian
a. Leader : Yustika Ramadhan
b. Co-leader : Putri Hilda Octaviani
c. Observer : Winia Noviyanti
d. Fasilitator : Verawati Sanjaya, Willa Rizki, Indri Irmaniyanti, Nawang
Asih
6. Metode
a. Dinamika kelompok
b. Diskusi dan Tanya jawab
c. Bermain peran/simulasi
7. Langkah Kegiatan
a. Persiapan
1) Memilih klien perilaku kekerasan yang sudah kooperatif
2) Mengingatkan kontrak pada klien, karena klien sudah diketahui melalui
proses seleksi
3) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b. Orientasi
1) Salam terapeutik
a) Salam dan terapis kepada klien
b) Perkenallkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama)
c) Menanyakan nama dan panggilan semua klien ( beri papan nama)
2) Evaluasi/ validasi
a) Menanyakan perasaan klien saat ini
b) Menanyakan masalah yang dirasakan
3) Kontrak (waktu, tempat dan topik)
4) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
5) Berdoa sebelum memulai kegiatan
6) Menjelaskan aturan main berikut
a) Jika ada klien yang meninggalkan kelompok harus minta izin kepada
terapis
b) Lama kegiatan 30 menit
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c. Tahap kerja
1) Mendiskusikan penyebab marah.
2) Tanyakan pengalaman tiap klien
3) Tulis di papan tulis/flipchart/whiteboard
4) Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan klien saat terpapar oleh
penyebab marah sebelum perilaku kekerasan terjadi
5) Tanyakan perasaan tiap klien saat terpapar oleh penyakit (tanda dan gejala)
6) Tulis di papan tulis/flipchart/whiteboard
7) Mendiskusikan perilaku kekerasan yang pernah dilakukan klien (verbal,
merusak lingkungan, mencederai/memukul orang lain, memukul diri
sendiri)
8) Tanyakan perilaku yang dilakukan saat marah
9) Tulis di papan tulis/flipchart/whiteboard
10) Membantu klien memilih salah satu jawaban perilaku kekerasan yang paling
sering dilakukan untuk diperagakan
11) Melakukan bermain peran/simulasi untuk perilaku kekerasan yang tidak
berbahaya (terapis sebagai sumber penyebab dan klien yang melakukan
perilaku kekerasan)
12) Menanyakan perasaan klien setelah selesai bermain peran/simulasi.
13) Mendiskusikan dampak/akibat perilaku kekerasan
14) Tanyakan akibat perilaku kekerasan
15) Tulis di papan tulis/flipchart/whiteboard
16) Memberikan reinforcement pada peran serta klien
17) Dalam menjalankan 1 sampai 8, upayakan semua klien terlibat
18) Beri kesimpulan penyebab, tanda dan gejala, perilaku kekerasan dan akibat
perilaku kekerasan
19) Menanyakan kesediaanklien untuk mempelajari cara baru yang sehat
menghadapi kemarahan.
d. Tahap terminasi
1) Evaluasi
a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
b) Memberikan reinfocement positif terhadap perilaku klien yang positif
2) Tindak lanjut
a) Menganjurkan klien menilai dan menhgevaluasi jika terjadi penyebab
marah, yaitu tanda dan gejala: Perilaku kekerasan yang terjadi; serta
akibat perilaku kekerasan
b) Menganjurkan klien mengingat penyebab; tanda dan gejala : perilaku
kekerasan dan akibatnya yang belum diceritakan
3) Kontrak yang akan datang
a) Menyepakati belajar cara baru yang sehat untuk mencegah perilaku
kekerasaan
b) Menyepakati waktu dan TAK berikutnya
4) Berdoa sebelum menutup kegiatan
E. Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung khususnya pada tahap klerja.
Aspke yang dilakukan evaluasi adalah kemampuan klien seseuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK simulasi persepsi perilaku kekerasan sesi. Kemampuan yang diharapkan
adalah mengetahui penyebab perilaku, mengenal tanda dan gejala, perilaku kekerasan
yang dilakukan dan akibat perilaku kekerasan, Formulir evaluasi sebagai berikut :

No Nama klien Penyebab PK Memberi tanggapan tentang

Tanda & gejala Perilaku Akibat


PK kekerasan PK

Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengetahui penyebab
perilaku kekerasan, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan, yang
dilakukan dan akibat perilaku kekerasan, beri tanda √ jika klien mampu dan tanda
× jika klien tidak mampu.
F. Dokumentasi.
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti sesi 1. TAK stimulasi persepsi perilaku
kekerasaan. Klien mampu menyebutkan penyebab perilaku kekerasaan (disalahkan dan
tidak diberi uang), mengani tanda dan gejala yang dirasakan (gregetan dan degdegan),
perilaku kekerasaan yang dilakukan (memukul meja). Akibat yang dirasakan (tangan
sakit dan dibawa ke rumah sakit jiwa). Anjurkan klien mengingat dan menyampaikan
jika semua dirasakan selama dirumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna dan Akeman. 2005. Keperawatan Jiwa : Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC
Farida Kusuma Wati, dkk. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai