Anda di halaman 1dari 11

PROPOSAL

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK PADA PERILAKU KEKERASAN

Mata Kuliah Keperawatan Jiwa yang Di Ampuh Oleh :


Ns. Nur Fajariyah, M. Kep

DI SUSUN OLEH :
ANGGIE INDAH SARI
18009

AKADEMI KEPERAWATAN RSP TNI AU


JAKARTA
2020
Judul : Terapi Aktivitas Kelompok Pada Pasien Perilaku Kekerasan
Pelaksanaan
Hari/tgl : Jumat/07 Agustus 2020
Jam : 09.10 WIB
Tempat : Kalimalang
Sasaran :
Klien : Ny. R

I. Tujuan
1. Tujuan Umum
Pasien dapat mengendalikan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
2. Tujuan Khusus
a) Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b) Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
c) Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan
d) Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan

II. Landasan Teori


A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah
berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol
(Yosep, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain, maupun lingkungan (Fitria, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain, maupun lingkungan dimana hal tersebut untuk mengungkapkan perasaan
kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart & Sundeen, 2005).
Perilaku kekerasaan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000).

B. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan yaitu :
a. Faktor Psikologis
Psychoanalytical theory : teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa
perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang
di eskpresikan dengan seksualitas dan kedua insting kematian yang di
ekspresikan dengan agresifitas.
Frustation-aggresion theory : teori yang dikembangkan oleh
pengikut Freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk
mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan
agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang
untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir
semua orang yang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku
agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif,
mendukung pentingnya peran dari perkembangan predisposisi atau
pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu
memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak.
Beberapa contoh dari pengalaman tersebut :
1) Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak mampu
untuk menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprivitation atau rejeksi yang berlebihan pada
masa kanak-kanak atau seduction parental, yang mungkin telah
merusak hubungan saling percaya dan harga diri,
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child
abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga
membentuk pola pertahanan atau koping.
b. Faktor Sosial Budaya
Social-Learning theory : teori yang dikembangkan oleh Bandura
(1997) dalam Yosep (2009) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda
dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi
atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin
besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap
kebangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang
dipelajarinya, pelajaran ini bisa internal atau eksternal.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya
norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat
diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu
untuk mengekspresikan marah dengan cara yang agresif.
c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif
mempunyai dasar biologis.
Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus binatang ternyata menimbulkan
perilaku agresif. Rangsangan yang diberikan terutama pada nukleus
periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan
cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis, dll. Jika kerusakan fungsi sistem
limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional)
dan lobus temporal,
Neurotransmiter yang sering dikatkan dengan perulaku agresif :
serotonin, dopamin, norepineprine, acetilkolin dan asam amino GABA.
Faktor-faktor yang mendukung :
1) Masa kanak-kanak yang mendukung
2) Sering mengalami kegagalan
3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif
4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)
C. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitang dengan (Yosep, 2009) :
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap.

D. Tanda dan Gejala


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut :
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

E. Rentang Respon
Menurut Yosep (2007) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang
ekstrim dari marah atau ketakutan (panik).
Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 1. Rentang Respon

Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif sampai
kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa :

a. Asertif : individu dapat dapat mengungkapkan marah tanpa


menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan

b. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan dapat
menemukan alternatif

c. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya

d. Agresif : perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan untuk


menuntut tetapi masih terkontrol

e. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya


kontrol. Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi
dan ungkapan kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk
fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi
dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang
mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan
bahwa ia “tidak setuju”, tersinggung, merasa tidak dianggap,
merasa tidak dituruti atau diremehkan. Rentang respon
kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif)
sampai pada respon yang tidaki normal (maladaptif).

F. Mekanisme Koping

Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah :

a. Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain


b. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/keinginan tidak
baik

c. Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan


dengan melebihkan sikap/perilaku yang berlawanan

d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila


diekspresikan

e. Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan pada


objek yang berbahaya

f. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang


berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh orang yang dianggap
berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka
dapat menyebabkan seseorang harga diri rendah (HDR), sehingga sulit
untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan
orang lain tidak dapat diatasi dengan orang lain maka akan muncul
halusinasi berupa suara-suara atau bayangan yang meminta klien untuk
melakukan kekerasan. Hal ini akan berdampak pada keselamatan dirinya
dan orang lain (resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan).

Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang


kurang baik dalam menghadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan
klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini yang menyebabkan klien sering
masuk RS atau menumbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak
maksimal (regimen terapeutik inefetktif).

III. Pengorganisasian

Hari/Tanggal : Jumat, 07 Agustus 2020

Waktu Pelaksanaan

1. Pembukaan : 3 menit

2. Inti : 5 menit

3, Penutup : 3 menit

Tempat : Kalimalang
IV. Metode

 Komunikasi terapeutik
 Estafet bola dengan menggunakan musik

V. Setting Tempat

a. Perawat dan klien duduk berhadapan dan berdampingan

b. Ruangan yang nyaman dan tenang

Co Leader Leader

Keluarga Keluarga
pasien pasien

Pasien
VI. Media dan Alat

a. Buku catatan dan pulpen

b. Jadwal kegiatan klien

VII. Langkah Kegiatan

1. Persiapan

a. Memilih klien sesuai dengan indikasi

b. Membuat kontrak dengan klien


c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi

a. Memberi salam terapeutik : 1) Salam dari perawat kepada klien

2) Perkenalkan nama

3) Menanyakan nama dan panggilan

b. Evaluasi/validasi : 1) Menanyakan perasaan klien saat ini

2) Menanyakan masalah yang dihadapi

c. Kontrak : 1) Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu


mengalihkan perilaku kekerasan dengan
sasaran objek atau benda empuk

2) Menjelaskan prosedur

3. Kerja : Perawat membacakan aturan permainan :

 Bola pertama akan berada pada leader


sebelum permainan dimulai
 Kemudian co leader memainkan musik.
Lalu bola dioper searah dengan jarum
jam
 Apabila bola berhenti pada pasien, maka
pasien harus menyebutkan namanya,
tempat tinggal dan setelah itu memukul
bantal
 Perawat memberikan pujian kepada
klien atas perannya dalam bermain
stimulasi dan memotivasi klien untuk
meningkatkan kemampuannya dalam
berlatih cara mengontrol perilaku
kekerasan
 Menanyakan kepada klien untuk
mempelajari cara baru yang sehat untuk
menghadapi kemarahan
4. Terminasi

a. Evaluasi : 1) Perawat menanyakan perasaan klien setelah


mengikuti terapi aktivitas kelompok

2) Memberikan reinforcement positif terhadap


perilaku klien yang positif

b. Rencana tindak lanjut : 1) Menganjurkan klien menilai dan


mengevaluasi jika terjadi penyebab marah,
yaitu tanda dan gejala

2) Menganjurkan klien mengingat penyebab;


tanda dan gejala

c. Kontrak yang akan datang : 1) Menyepakati belajar cara baru yang sehat
untuk mencegah perilaku kekerasan

2) Menyepakati waktu dan TAK selanjutnya

VII. Evaluasi dan Dokumentasi

Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.

Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pad catatan proses
keperawatan tiap klien.

Anda mungkin juga menyukai