DI SUSUN OLEH :
ANGGIE INDAH SARI
18009
I. Tujuan
1. Tujuan Umum
Pasien dapat mengendalikan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
2. Tujuan Khusus
a) Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b) Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
c) Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan
d) Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
B. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan yaitu :
a. Faktor Psikologis
Psychoanalytical theory : teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa
perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang
di eskpresikan dengan seksualitas dan kedua insting kematian yang di
ekspresikan dengan agresifitas.
Frustation-aggresion theory : teori yang dikembangkan oleh
pengikut Freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk
mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan
agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang
untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir
semua orang yang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku
agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif,
mendukung pentingnya peran dari perkembangan predisposisi atau
pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu
memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak.
Beberapa contoh dari pengalaman tersebut :
1) Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak mampu
untuk menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprivitation atau rejeksi yang berlebihan pada
masa kanak-kanak atau seduction parental, yang mungkin telah
merusak hubungan saling percaya dan harga diri,
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child
abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga
membentuk pola pertahanan atau koping.
b. Faktor Sosial Budaya
Social-Learning theory : teori yang dikembangkan oleh Bandura
(1997) dalam Yosep (2009) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda
dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi
atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin
besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap
kebangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang
dipelajarinya, pelajaran ini bisa internal atau eksternal.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya
norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat
diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu
untuk mengekspresikan marah dengan cara yang agresif.
c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif
mempunyai dasar biologis.
Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus binatang ternyata menimbulkan
perilaku agresif. Rangsangan yang diberikan terutama pada nukleus
periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan
cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis, dll. Jika kerusakan fungsi sistem
limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional)
dan lobus temporal,
Neurotransmiter yang sering dikatkan dengan perulaku agresif :
serotonin, dopamin, norepineprine, acetilkolin dan asam amino GABA.
Faktor-faktor yang mendukung :
1) Masa kanak-kanak yang mendukung
2) Sering mengalami kegagalan
3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif
4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)
C. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitang dengan (Yosep, 2009) :
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap.
E. Rentang Respon
Menurut Yosep (2007) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang
ekstrim dari marah atau ketakutan (panik).
Respon adaptif Respon maladaptif
Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif sampai
kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa :
b. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan dapat
menemukan alternatif
F. Mekanisme Koping
III. Pengorganisasian
Waktu Pelaksanaan
1. Pembukaan : 3 menit
2. Inti : 5 menit
3, Penutup : 3 menit
Tempat : Kalimalang
IV. Metode
Komunikasi terapeutik
Estafet bola dengan menggunakan musik
V. Setting Tempat
Co Leader Leader
Keluarga Keluarga
pasien pasien
Pasien
VI. Media dan Alat
1. Persiapan
2. Orientasi
2) Perkenalkan nama
2) Menjelaskan prosedur
c. Kontrak yang akan datang : 1) Menyepakati belajar cara baru yang sehat
untuk mencegah perilaku kekerasan
Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pad catatan proses
keperawatan tiap klien.