Anda di halaman 1dari 16

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

PERILAKU KEKERASAN

disusun oleh :

1. Sukmara Aji Falah


2. Rizki
3. Tiara
4. Sultan
5. Risa

PRODI DIII KEPERAWATAN

STIKes MUHAMMADIYAH CIAMIS

1
1. Latar Belakang

Berdasarkan hasil observasi selama bertugas di Bangsal Srikandi Rumah Sakit


Jiwa Ghrasia, sebagian besar klien masuk RS Ghrasia karena pasien memiliki riwayat
melakukan perilaku kekerasan. Terdapat 14 orang pasien yang memiliki kriteria perilaku
kekerasan Oleh karena itu, perawat akan melakukan “Terapi Aktivitas Kelompok
Perilaku Kekerasan (TAK PK)” agar Klien tidak menciderai diri sendiri maupun orang
lain.

2. Pengertian/ Landasan Teori

a. Defenisi Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan


yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon
terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2009).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan


yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan dimana hal tersebut untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah
yang tidak konstruktif (Stuart & Sundeen, 2005).

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan


tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan (Fitria, 2010).

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000)

b. Klasifikasi Perilaku Kekerasan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan yaitu :

2
1) Faktor psikologis

Psychoanalytical theory: teori ini mendukung bahwa perilaku agresif


merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku
manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang di ekspresikan
dengan seksualitas dan kedua insting kematian yang di ekspresikan dengan
agresivitas.

Frustation-aggresion theory: teori yang dikembangkan oleh pengikut freud


ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan
memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang
menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan tindakan agrresif
mempunyai riwayat perilaku agresif.

Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung


pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman hidup. Ini
menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping
yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut:
1) Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak mampu untuk
menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa kanak-
kanak,atau seduction parental, yang mungkin telah merusak hubungan saling
percaya dan harga diri.
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau
mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola
pertahanan atau koping.

2) Faktor soosial budaya


Social-Learning Theory: teory yang dikembangkan oleh Bandura (1977)
dalam Yosep (2009) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan
respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi,

3
dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan
untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap kebangkitan emosionalnya
secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Pelajaran ini bisa internal
atau eksternal.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat
membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak
dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah
dengan cara yang asertif.
3) Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agrsif mempunyai
dasar biologis.
Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus
elektris ringan pada hipotalamus bidatang ternyata menimbulkan perilaku agresif.
Rangsangan yang diberikan terutama pada nukleus periforniks hipotalamus dapat
menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya,
mendesis dll. Jika kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan perilaku),
lobus frontal (untuk pemikiran rasional) dan lobus temporal.
Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif: serotonin,
dopamin, norepineprine, acetilkolin dan asam amino GABA.
Faktor-faktor yang mendukung:
1) Masa kanak-kanak yang mendukung
2) Sering mengalami kegagalan
3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif
4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)
4) Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal
dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.

4
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap.
5) Tanda dan Gejala
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut :
a. Fisik
1. Muka merah dan tegang
2. Mata melotot/ pandangan tajam
3. Tangan mengepal
4. Rahang mengatup
5. Postur tubuh kaku
6. Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1. Bicara kasar
2. Suara tinggi, membentak atau berteriak
3. Mengancam secara verbal atau fisik
4. Mengumpat dengan kata-kata kotor
5. Suara keras
6. Ketus
c. Perilaku
1. Melempar atau memukul benda/orang lain
2. Menyerang orang lain
3. Melukai diri sendiri/orang lain
4. Merusak lingkungan

5
5. Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel,
tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan
menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
6) Rentang Respon
Menurut Yosep (2007) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang
ekstrim dari marah atau ketakutan (panik).

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 1. Rentang Respon

Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif sampai
kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa :
a. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang
lain dan memberikan ketenangan.
b. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak
dapat menemukan alternatif.

6
c. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
d. Agresif : perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan untuk menuntut
tetapi masih terkontrol.
e. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat sertahilangnya
kontrol. Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanivestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut
merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari
individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan
pesan bahwa ia ”tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak
dituruti atau diremehkan.” Rentang respon kemarahan individu dimulai dari
respon normal (asertif) sampai pada respon yang tidak normal (maladaptif).

7) Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:
a. Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
b. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak
baik.
c. Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan
dengan melebihkan sikap/ perilaku yang berlawanan.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
e. Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan pada
objek yang berbahaya.
f. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang dianggap
berpangaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka
dapat menyebabkan seseorang harga diri rendah (HDR), sehingga sulit
untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan
orang lain tidak dapat diatasi maka akan muncul halusinasi berupa suara-
suara atau bayang-bayangan yang meminta klien untuk melakukan
kekerasan. Hal ini data berdampak pada keselamatan dirinya dan orang
lain (resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan).

7
Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang
baik dalam mengahadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan klien (koping
keluarga tidak efektif). Hal ini yang menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau
menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik
inefektif). 

3. Metode Terapi Aktifitas Kelompok

Metode yang digunakan pada therapy aktifitas kelompok (TAK) ini adalah metode

1. Diskusi dan tanya jawab.


2. Melengkapi jadwal harian.
Kegiatan TAK menggunakan sistem Sesi yang dibagi menjadi lima sesi, setiap sesi
memiliki tujuan khusus yang berbeda. Pada TAK kali ini adalah melanjutkan kegiatan
TAK kali ini untuk sesi pertama yaitu tentang mengenal dan mengontrol perilaku
kekerasan.

4. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok


a. Tujuan Umum
1. Klien mampu mengontrol Amarah dan Hasrat Kekerasan nya
2. Klien mampu mencegah keinginan yang berbahaya
 
b. Tujuan Khusus (Tujuan Sesi 1: Mengenal dan mengontrol Perilaku Kekerasani)

1. Klien dapat merubah perilaku yang destruktif dan Maladaftif


2. Klien menyadari tindakan yang merugikan
3. Klien mengenal situasi perasaan yang memicu perilaku kekerasan
4. Klien mengenal perasaannya saat timbul impulsiftas
5. Klien mengetahui cara mengontrol impulsiftas destruktif
6. Klien dapat memahami dan memperagakan cara menahan dan menghilangkan dorongan
tindakan kekerasan

c. Tujuan Hari ini


8
Klien mampu mencegah, dan mengontrol diri untuk tidak melakukan tindakan yang
bebahaya dengan cara membayangkan dampak rugi dari tindakan kekerasan dan melakukan
Beberapa Tehnik Pencegahan dan Pelampiasan yang aman.

5. Kriteria Anggota
Klien sebagai anggota yang mengikuti therapy aktifitas kelompok ini adalah:
a.   Klien yang mengikuti TAK ini tidak mengalami perilaku agresif atau mengamuk,
dalam keadaan tenang.
b.      Klien dapat diajak kerjasama (cooperative).
 
6. Waktu, Tempat dan strategi Pelaksanaan
Terapi Aktifitas Kelompok ini dilaksanakan pada:
Hari, Tanggal          : Selasa , 23 April 2022
Waktu                     : Pukul 09.00 WIB s.d selesai
Tempat                    : STIKes Muhammadiyah Ciamis.
Strategi :

 Menjelaskan cara, tata tertib dan pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok


 Klien dapat mengenal dan mengontrol perilaku destruktif dan Maladaftif
 Pengambilan kesimpulan
 Evaluasi
7. Nama Klien dan Ruangan
Klien yang mengikuti kegiatan berjumlah 4 orang.
Adapun nama-nama klien yang akan mengikuti TAK serta pasien sebagai cadangan yaitu:
Klien peserta TAK:
a.       Ny. Wati
b Tn. Rojak
c. Tn. Asep
d.       Ny. Een

 
8. Media dan Alat

9
TAK kali ini menggunakan alat atau media seperti:

a. Spidol dan whiteboard / papan tulis.


b. tata tertib TAK
c. Materi tentang halusinasi
d. Kursi atau tempat duduk.
e. Tape recorder untuk game jika ada.
 
9. Susunan Pelaksana
Yang bertugas dalam TAK kali ini disesuaikan dengan petugas setiap Sesi yang telah
disepakati. Sebagai berikut:
A.       Leader        : Sultan
B.      Co. Leader  : Rizki
C.       Fasilitator 1 : Sukmara Aji
D.      Fasilitator 2 : Risa
E.      Observer     : Tiara
 
10. Uraian Tugas Pelaksana
a. Leader
     Tugas:

 Memimpin jalannya therapy aktifitas kelompok.


 Merencanakan, mengontrol, dan mengatur jalannya therapy.
 Menyampaikan materi sesuai tujuan TAK.
 Memimpin diskusi kelompok.
b. Co. Leader
     Tugas:

 Membuka acara.
 Mendampingi Leader.
 Mengambil alih posisi leader jika leader bloking.
 Menyerahkan kembali posisi kepada leader.
 Menutup acara diskusi.
10
c. Fasilitator
            Tugas:

 Ikut serta dalam kegiatan kelompok.


 Memberikan stimulus dan motivator pada anggota kelompok untuk aktif
mengikuti jalannya therapy.
d. Observer
            Tugas:

 Mencatat serta mengamati respon klien (dicatat pada format yang tersedia).
 Mengawasi jalannya aktifitas kelompok dari mulai persiapan, proses, hingga
penutupan.
 
11. Mekanisme Kegiatan
1.      Persiapan
a.       Mengingatkan kontrak pada klien .
b.      Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2.      Orientasi
a.       Salam tarapeutik
                                                            1.      Salam dari terapis kepada klien.
                                                            2.      Terapis dan klien memakai papan nama.
b.      Evaluasi / validasi
                                           Menanyakan perasaan klien saat ini.
c.       Kontrak
Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan di laksanakan, yaitu mengenal
penyebab perilaku kekerasan

Aturan Main :

 Terapis menjelaskan jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus
minta izin kepada terapis.

11
 Lama kegiatan 30 menit
 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
3.      Tahap kerja

a. Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu mengenal penyebab perilaku
kekerasan, waktu terjadinya, dan perasaan klien saat terjadi.
b. Terapis meminta klien menceritakan penyebab, kapan terjadinya, situasi yang
membuat terjadi, dan perasaan klien saat terjadi perilaku kekerasan. Mulai dari klien
dari sebelah kanan secara berurutan sampai semua klien mendapat giliran.
c. Beri pujian pada klien yang melakukan dengan baik.
d. Simpulkan isi, waktu, situasi terjadi, dan perasaan klien
4. Game
5.     Tahap terminasi.
a.       Evalusi

1. Terapis menanyakan perasan klien setelah mengikuti TAK.


2. Terapis menanyakan jumlah cara mengontrol perilaku kekerasan yang sudah
dipelajari.
3. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b.      Tindak lanjut
Terapis meminta klien untuk melaporkan isi, waktu, situasi, dan perasaan jika
terjadi emosi.

12. Evalusi
Evaluasi
Evalusi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek
yang dievaluasi adalah kemampuan mengontrol perilaku kekerasan Sesi 1,
kemampuan klien yang diharapkan adalah menyebutkan isi, waktu, situasi, dan
mengontrol emosi dengan cara teknik relaksasi
12
 
12. Setting Tempat
 
1.      Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2.      Ruangan nyaman dan tenang.

Leader Co. Leader

Klien Klien

Fasilitator Fasilitator

Klien Klien

Observer

13. Tata Tertib dan Program Antisipasi


a. Tata Tertib
1)      Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK.
2)      Peserta wajib hadir 5 menit sebelum acara dimulai.
3)      Peserta berpakaian rapih, bersih dan sudah mandi.
4)      Tidak diperkenankan makan, minum, merokok selama kegiatan (TAK) berlangsung.
5)      Jika ingin mengajukan/menjawab pertanyaan, peserta mengangkat tangan kanan dan
berbicara setelah dipersilahkan oleh pemimpin.
6)      Peserta yang mengacaukan jalannya acara akan dikeluarkan.
7)      Peserta dilarang keluar sebelum acara TAK selesai.
8)      Apabila waktu TAK sesuai kesepakatan telah habis, namun Tak belum selesai, maka
pemimpin akan meminta persetujuan anggota untuk memperpanjang waktu TAK
kepada anggota.

b. Program Antisipasi

13
Ada beberapa langkah yanga dapat diambil dalam mengantisipasi kemungkinan yang akan
terjadi pada pelaksanaan TAK. Langkah-langkah yang diambil dalam program antisipasi
masalah adalah:
1)      Apabila ada klien yang telah bersedia untuk mengikuti TAK, namun pada saat
pelaksanaan TAK tidak bersedia, maka langkah yang diambil adalah: mempersiapkan
klien cadangan yang telah diseleksi sesuai dengan kriteria dan telah disepakati oleh
anggota kelompok lainnya.
2)     Apabila dalam pelaksanaan ada anggota kelompok yang tidak mentaati tata tertib
yang telah disepakati, maka berdasarkan kesepakatan ditegur terlebih dahulu dan bila
masih tidak cooperative maka dikeluarkan dari kegiatan.
3)     Bila ada anggota kelompok yang melakukan kekerasan, leader memberitahukan
kepada anggota TAK bahwa perilaku kekerasan tidak boleh dilakukan.
A. Evaluasi Akhir
1. Mampu memahami cara memperkenalkan diri di depan orang lain dengan baik.
2. Mampu mengontrol perilaku kekerasan dengan cara:
A. Tarik Nafas dalam
B. Memukul kasur
3. Mampu berbicara verbal atau bicara dengan baik dengan teman atau orang
Lain yang mereka temui
4. Mampu menceritakan kegiatan spiritual mereka ketika marah seperti
Beribadah, bagi agama Islam Sholat, berdoa dan sholawatan, jika beragama
Kristen beribadah yang diadakan di yayasan dan berdoa.
5. Mampu menceritakan perasaannya setelah melakukan TAK
6. Mampu mengikuti peraturan kegiatan
7. Mampu menyebutkan manfaat dari TAK.

 
15. Penutup
Demikian proposal ini kami buat, atas perhatian dan dukungan serta partisipasinya dalam
kegiatan ini kami ucapkan terimakasih.

14
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Dr. Budi Anna, S.Kp, M.App.Sc, & Akemat S.Kp, M.Kep. (2004). Keperawatan Jiwa
Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

https://upsoul.wordpress.com/kesehatan/proposal-tak-prilaku kekerasan/

http://nurse-edy-poltekkes.blogspot.com/2013/06/proposal-terapi-aktivitas-kelompok-tak.html

15
16

Anda mungkin juga menyukai