Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS (TAK)

PERILAKU KEKERASAN

Trigger Case 1

Oleh :

Kelompok 3.2
1. Mifta Kumalasari 131811133
2. Theodora Putri R.M 131811133
3. Dony Megapratama 131811133049
4. Naylul Farohah 131811133

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
TERAPI AKTIVITAS (TAK) PERILAKU KEKERASAN

I. Landasan Teori

A. Perilaku Kekerasan

1. Definisi

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang


melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik
kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh
gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu
stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan dimana hal
tersebut untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak
konstruktif (Stuart & Sundeen, 2005).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI,
2000)

2. Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku


kekerasan yaitu :
a. Faktor psikologis

Psychoanalytical theory: teori ini mendukung bahwa perilaku


agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat
bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama
insting hidup yang di ekspresikan dengan seksualitas dan kedua
insting kematian yang di ekspresikan dengan agresivitas.
Frustation-aggresion theory: teori yang dikembangkan oleh
pengikut freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang
untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan
timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi
perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang
menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan
tindakan agrresif mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif,
mendukung pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau
pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia
mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak.
Beberapa contoh dari pengalaman tersebut:
1) Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak
mampu untuk menyelesaikan secara efektif.

2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan


pada masa kanak-kanak,atau seduction parental, yang
mungkin telah merusak hubungan saling percaya dan harga
diri.
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk
child abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga,
sehingga membentuk pola pertahanan atau koping.

b. Faktor soosial budaya

Social-Learning Theory: teory yang dikembangkan oleh


Bandura (1977) dalam Yosep (2009) ini mengemukakan bahwa
agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat
dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk
terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap kebangkitan
emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang
dipelajarinya. Pelajaran ini bisa internal atau eksternal.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya
norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang
dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu
individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.

c. Faktor biologis

Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan


agrsif mempunyai dasar biologis. Penelitian neurobiologi
mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan
pada hipotalamus bidatang ternyata menimbulkan perilaku agresif.
Rangsangan yang diberikan terutama pada nukleus periforniks
hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan
cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis dll. Jika kerusakan fungsi
sistem limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk
pemikiran rasional) dan lobus temporal.

Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku


agresif: serotonin, dopamin, norepineprine, acetilkolin dan asam
amino GABA.
Faktor-faktor yang mendukung:

1) Masa kanak-kanak yang mendukung

2) Sering mengalami kegagalan

3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif

4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)

3. Faktor Presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering


kali berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,
geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah
cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan
obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya
pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap

4. Tanda dan Gejala

Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku


kekerasan adalah sebagai berikut :
a. Fisik

1) Muka merah dan tegang

2) Mata melotot/ pandangan tajam

3) Tangan mengepal

4) Rahang mengatup

5) Postur tubuh kaku

6) Jalan mondar-mandir

b. Verbal

1) Bicara kasar

2) Suara tinggi, membentak atau berteriak

3) Mengancam secara verbal atau fisik

4) Mengumpat dengan kata-kata kotor


5) Suara keras

6) Ketus

c. Perilaku

1) Melempar atau memukul benda/orang lain

2) Menyerang orang lain

3) Melukai diri sendiri/orang lain

4) Merusak lingkungan

5) Amuk/agresif

d. Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu,


dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk,
ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan,


sarkasme.
f. Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat


orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli
dan kasar.
g. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,


sindiran.
h. Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.


5. Rentang Respon

Menurut Yosep (2007) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu


akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panik).

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 1. Rentang Respon

Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan


agresif sampai kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan
bahwa :
a. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan
orang lain dan memberikan ketenangan.
b. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan
tidak dapat menemukan alternatif.
c. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.

d. Agresif: perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan untuk


menuntut tetapi masih terkontrol.
e. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilangnya kontrol. Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang
emosi dan ungkapan kemarahan yang dimanivestasikan dalam
bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk
komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang
yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan
pesan bahwa ia ”tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap
merasa tidak dituruti atau diremehkan.” Rentang respon kemarahan
individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada respon
yang tidak normal (maladaptif).

6. Mekanisme Koping

Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:

a. Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.

b. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/


keinginan tidak baik.
c. Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap/ perilaku yang
berlawanan.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihkan sikap perilaku yang
berlawanan.
e. Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan
bermusuhan pada objek yang berbahaya.
f. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka
yang berkepanjangan dari seseorang karna ditinggal oleh orang
yang dianggap berpangaruh dalam hidupnya. Bila kondisi
tersebut tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang
harga diri rendah (HDR), sehingga sulit untuk bergaul dengan
orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain
tidak dapat diatasi maka akan muncul halusinasi berupa suara-
suara atau bayang-bayangan yang meminta klien untuk
melakukan kekerasan. Hal ini data berdampak pada
keselamatan dirinya dan orang lain (resiko mencederai diri,
orang lain dan lingkungan).
g. Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan,
dukungan keluarga yang kurang baik dalam mengahadapi
kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan klien
(koping keluarga tidak efektif). Hal ini yang menyebabkan
klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan kekambuhan
karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik
inefektif).

B. Terapi Aktivitas Kelompok

1. Pengertian

Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu


dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama
(Stuart & Laraia, 2001). Anggota kelompok mungkin datang dari
berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan
keadaannya, seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif, kesamaan,
ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik. Semua kondisi ini akan
mempengaruhi dinamika kelompok, ketika anggota kelompok memberi
dan menerima umpan balik yang berarti dalam berbagai interaksi yang
terjadi dalam kelompok.
Terapi Aktivitas kelompok adalah terapi modalitas yang dilakukan
perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah
keperawatan yang sama. Terapi aktivitas kelompok (TAK) Stimulasi
persepsi umum adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai
stimulus dan terkait dengan pengalaman dan atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok

2. Tujuan

Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan


dengan orang lain serta mengubah prtilaku ynag destruktif dan
maladaptif. Kekuatan kelompok ada pada konstribusi dari setiap
anggota dan pemimpin dalam mencapai tujuannya.
Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagai pengalaman dan
saling membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan
masalah. Kelompok merupakan laboratorium tempat mencoba dan
menemukan hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan
perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa memiliki diakui, dan
dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain.
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui
dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi
persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok adalah membuat sadar diri
peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau
ketiganya.
Terapi aktivitas kelompok dibagi sesuai dengan kebutuhan yaitu,
stimulasi sensoris, orientasi realita, dan sosialisasi. Terapi aktivitas
kelompok dibagi empat yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi
kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi
aktivitas stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.

3. Peserta

1. Kriteria

1) Klien dengan riwayat perilaku kekerasan.

2) Klien yang mengikuti TAK ini tidak mengalami perilaku


agresif atau mengamuk, dalam keadaan tenang.
3) Klien dapat diajak kerjasama (cooperative)

4) Klien dengan Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan


ke 1 dan 2
2. Proses Seleksi

1) Berdasarkan informasi dan diskusi dengan perawat


mengenai perilaku klien sehari- hari
2) Hasil diskusi kelompok

3) Berdasarkan asuhan keperawatan

4) Adanya kesepakatan dengan klien


4. Pengorganisasian

1. Waktu

a. Hari/ tanggal : Kamis, 28 Januari 2021

b. Jam : 09.00-09.30 WIB

c. Acara :

1) Pembukaan

2) Perkenalan pada klien

3) Perkenalan TAK

4) Penutup

d. Tempat: RS Jiwa Menur Surabaya

e. Jumlah pasien : -

2. Tim Terapis

a. Leader

Tugas Leader:

1) Mengkoordinasi seluruh kegiatan.

2) Memimpin jalannya terapi kelompok.

3) Memimpin diskusi.

4) Kontrak waktu

5) Menyimpulkan hasil kegiatan

6) Menutup acara

b. Co Leader

Tugas Co Leader:

1) Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan.

2) Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang


menyimpang.
3) Membantu memimpin jalannya kegiatan.

4) Menggantikan leader jika terhalang tugas.

c. Fasilitator

Tugas fasilitator:

1) Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok.

2) Memotivasi anggota dalm ekspresi perasaan setelah


kegiatan.
3) Mengatur posisi kelompok dalm lingkungan untuk
melaksanakan kegiatan.
4) Membimbing kelompok selama permainan diskusi.

5) Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan.

6) Bertanggung jawab terhadap program antisispasi


masalah.
d. Observer

Tugas observer:

1) Membantu klien meluruskan dan menjelaskan tugas


yang harus dilakukan
2) Mendampingi peserta TAK

3) Memotivasi klien untuk aktif dalam kelompok

4) Menjadi contoh bagi klien selama kegiatan

e. Anggota

Tugas Anggota:

1) Menjalankan dan mengikuti kegiatan terapi


3. Metode dan media

a. Metode

1. Diskusi

2. Permainan

b. Setting

1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.

2. Ruangan nyaman dan tenang.

Keterangan :

: Leader
: Co-leader + Observer
: Fasilitator

: Klien
: Observer
TERAPI PERILAKU KEKERASAN

Sesi 1: Mengenal Perilaku Kekerasan yang Biasa Dilakukan


Tujuan :
1. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahannya.

2. Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan saat marah (tanda dan gejala
marah).
3. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (perilaku
kekerasan).
4. Klien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan

Setting :

1. Terapis dan klien duduk bersama secara melingkar

2. Tempat nyaman dan tenang.

Alat :

1. Papan tulis / flipchart/ whiteboard

2. Kapur/ spidol

3. Buku catatan dan pulpen

4. Jadwal kegiatan klien

Metode :

1. Diskusi dan Tanya jawab

2. Bermain Peran / simulasi

3. Dinamika kelompok

Langkah Kegiatan :

1. Persiapan

a. Memilih klien perilaku kekerasan yang sudah kooperatif

b. Membuat kontak dengan klien


c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

2. Orientasi

a. Salam terapeutik

1) Salam dari terapis kepada klien

2) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama).

b. Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama

c. Evaluasi

1) Menanyakan perasaan klien saat ini

2) Menanyakan masalah yang dirasakan

d. Kontak

1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal perilaku kekerasan yang


biasa dilakukan.
2) Menjelaskan aturan main berikut:

 Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin
kepada terapis.
 Lama kegiatan 30 menit

 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai

3. Tahap kerja

a. Mendiskusikan penyebab marah.

1) Tanyakan pengalaman tiap klien

2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard

b. Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan klien saat terpapar oleh
penyebab marah sebelum perilaku kekerasan terjadi.
1) Tanyakan perasaan tiap klien saat terpapar oleh penyebab (tanda dan
gejala)
2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard
c. Mendiskusikan perilaku kekerasan yang pernah dilakukan klien (verbal,
merusak lingkungan, mencederai/memukul orang lain, memukul diri
sendiri)
1) Tanyakan perilaku yang dilakukan saat marah.

2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard.

d. Membantu klien memilih salah satu perilaku kekerasan yang paling sering
dilakukan untuk diperagakan
e. Melakukan bermain eran/ simulasi untuk perilaku kekerasan yang tidak
berbahaya (terapis sebagai sumber penyebab dan klien yang melakukan
perilaku kekerasan).
f. Menanyakan perasaan klien setelah selesai bermain peran /simulasi.

g. Mendiskusikan dampak/akibat perilaku kekerasan

1) Tanyakan akibat perilaku kekerasan.

2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard.

h. Memberikan reinforcement pada peran serta klien.

i. Dalam menjalankan a sampai h, upayakan semua klien terlibat.

j. Beri kesimpulan penyebab; tanda dan gejala; perilaku kekerasan dan


akibat perilaku kekerasan.
k. Menanyakan kesediaan klien untuk memepelajari cara baru yang sehat
menghadapi kemarahan.

4. Tahap terminasi

a. Evaluasi

1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.

2) Memberikan reinforcement positif terhadap perilaku klien yang


positif.
b. Tindak lanjut

1) Menganjurkan klien menilai dan mengevaluasi jika terjadi penyebab


marah, yaitu tanda dan gejala; perilaku kekerasan yang terjadi; serta
akibat perilaku kekerasan.
2) Menganjurkan klien mengingat penyebab ; tanda dan gejala; perilaku
kekerasan dan akibatnya yang belum diceritakan.
c. Kontrak yang akan datang

1) Menyepakati belajar cara baru yang sehat untuk mencegah perilaku


kekerasan.
2) Menyepakati waktu dan TAK berikutnya.

5. Evaluasi

Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 1, kemampun yang
diharapkan adalah mengetahui penyebab perilaku, mengenal tanda dan gejala,
perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat perilaku kekerasan. Formlir
evaluasi sebagai berikut.
Sesi 1: TAK

Stimulasi persepsi perilaku kekerasan

Kemampuan psikologis

Memberi tanggapan tentang


No Nama Klien Penyebab PK Tanda& Gejala Perilaku Akibat

PK Kekerasan PK
1.
2.
3.
4.
5.
Petunjuk:

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien

2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengetahui penyebab


perilakuk kekerasan, tanda dan gejala dirasakan, perilaku kekerasan yang
dilakukan dan akibat perilaku kekerasan. Beri tanda √ jika klienmampu dan
tanda x jika klien tidak mampu.

Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan


proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti sesi 1. TAK stimulasi
persepsi perilaku kekerasan. Klien mampu menyebutkan penyebab perilaku
kekerasannya (disalahkan dan tidak diberi uang), mengenal tanda dan gejala yang
dirasakan (“geregetan” dan “deg-degan”), perilaku kekerasan yang dilakukan
(memukul meja), akibat yang dirasakan (tangan sakit dan dibawa ke rumah sakit
jiwa). Anjurkan klien mengingat dan menyampaikan jika semua dirasakan selama
dirumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Amimi, R. dkk. (2018) . Analisis Tanda dan Gejala Resiko Perilaku Kekerasan
Pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa. 3(1), Hal 65 –
74
Arisandi, W. and Sunarmi ( 2018 ). Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
berhubungan dengan kemampuan pasien dalam mengontrol perilaku
kekerasan. Jurnal Keperawatan dan Kebidanan Aisyiyah. 14 (1) : 83-90

Keliat, B. A., & Pawirowiyono, A. (2014). Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas


Kelompok. Jakarta: EGC
Wibowo, F., & Hartoyo, M. (2012). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok:
Stimulasi Persepsi Sesi I-III Terhadap Kemampuan Mengenal Dan
Mengontrol Perilaku Kekerasan Pada Pasien Perilaku Kekerasan Di
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Karya Ilmiah.
Yusuf, Ah, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai