Di Susun Oleh:
Hamimah
(202091098)
A. Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu
(Maramis, 2015).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2015).
Menurut (Varcarolis, 2016), halusinasi dapat didefenisikan sebagai
terganggunya proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2007).
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku
psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan masa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung
oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
C. Manifestasi Klinis
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
3. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata.
4. Tidak dapat memusatkan perhatian.
5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya),
takut.
6. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung (Budi Anna Keliat, 2005).
D. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend,
M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri
sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku:
Data subjektif:
1. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam.
2. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir.
Data objektif :
1. Wajah tegang, merah.
2. Mondar-mandir.
3. Mata melotot rahang mengatup.
4. Tangan mengepal.
5. Keluar keringat banyak.
6. Mata merah
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di
sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau
emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di
lakukan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di
berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang
ada Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi
serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga
dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat
dengan
pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini
dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan
memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data
pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila
ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.
Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak
membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak
bertentangan.
F. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Isolasi Sosial
G. Asuhan Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No
Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis,
biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB,
BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi
pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
8. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
a. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
b. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
c. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
d. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
9. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
10. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
11. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
12. Aspek medic
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
13. Daftar masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
H. Analisa data
I. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah:
Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
J. Intervensi
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Gangguan persepsi Setelah dilakukan tindakan keperawatan TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
sensori: halusinasi selama 3 x 24 jam klien mampu Klien
mengontrol halusinasi dengan kriteria 1. Bina hubungan saling percaya
hasil: 2. Adakan kontak sering dan singkat secara
Klien dapat membina hubungan saling bertahap
percaya 3. Observasi tingkah laku klien terkait
Klien dapat mengenal halusinasinya; halusinasinya
jenis, isi, waktu, dan frekuensi 4. Tanyakan keluhan yang dirasakan klien
halusinasi, respon terhadap halusinasi, 5. Jika klien tidak sedang berhalusinasi
dan tindakan yg sudah dilakukan klarifikasi tentang adanya pengalaman
Klien dapat menyebutkan dan halusinasi, diskusikan dengan klien tentang
mempraktekan cara mengntrol halusinasinya meliputi :
halusinasi yaitu dengan menghardik, a. SP I
bercakap-cakap dengan orang lain, Identifikasi jenis halusinasi Klien
terlibat/ melakukan kegiatan, dan Identifikasi isi halusinasi Klien
minum obat Identifikasi waktu halusinasi Klien
Klien dapat dukungan keluarga dalam Identifikasi frekuensi halusinasi
mengontrol halusinasinya Klien
Klien dapat minum obat dengan Identifikasi situasi yang
bantuan minimal menimbulkan halusinasi
Mengungkapkan halusinasi sudah Identifikasi respons Klien terhadap
hilang atau terkontrol halusinasi
Ajarkan Klien menghardik halusinasi
Anjurkan Klien memasukkan cara
menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian
b. SP II
Evaluasi jadwal kegiatan harian
Klien
Latih Klien mengendalikan
halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain
Anjurkan Klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
c. SP III
Evaluasi jadwal kegiatan harian
Klien
Latih Klien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan Klien di rumah)
Anjurkan Klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
d. SP IV
Evaluasi jadwal kegiatan harian
Klien
Berikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara
teratur
Anjurkan Klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
Beri pujian jika klien menggunakan
obat dengan benar.
e. Keluarga
Diskusikan masalah yang dirasakn
keluarga dalam merawat Klien
Jelaskan pengertian tanda dan gejala,
dan jenis halusinasi yang dialami
Klien serta proses terjadinya
Jelaskan dan latih cara-cara merawat
Klien halusinasi
Latih keluarga melakukan cara
merawat Klien halusinasi secara
langsung.
Discharge planning : jadwal
aktivitas dan minum obat
DAFTAR PUSTAKA
Stuart, G.W, 2017. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: Graha Ilmu.
A. Pengertian
G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal
pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan,
TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses
pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat
makan kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC
serta membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik
dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi
dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan
kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medic
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
H. Analisa Data
Data Subjektif Data Objektif
Adanya ungkapan yang Kontak mata kurang, sering
menegatifkan diri menunduk
Mengeluh tidak mampu Mudah marah dan tersinggung
melakukan peran dan fungsi Menarik diri
sebagaimana mestinya Menghindar dari orang lain
Ungkapan mengkritik diri
sendiri, mengejek dan
menyalahgunakan diri sendiri
I. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah
J. Intervensi
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Harga Diri Rendah Setelah 2x pertemuan, pasien mampu 1. SP 1
1. Mengidentifikasi kemampuan dan a. Identifikasi kemampuan positif
aspek positif yang dimiliki, yang dimiliki
2. Memiliki kemampuan yang b. Nilai kemampuan yang dapat
dapat digunakan, dilakukan saat ini
3. Memilih kegiatan yang c. Pilih kemampuan yang akan dilatih
sesuai kemamampuan d. Diskusikan dengan pasien beberapa
4. Melakukan kegiatan yang aktifitas yang dapat dilakukan dan
sudah dipiih dipilih sebagai kegiatan yang akan
5. Merencanakan kegiatan yang pasien lakukan sehari-hari
sudah e. Bantu pasien menetapkan aktifitas
mana yang dapat pasien lakukan
secara mandiri
f. Nilai kemampuan pertama yang telah
dipilih
g. Masukkan dalam jadwal kegiatan
pasien
2. SP 2
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
b. Pilih kemampuan kedua yang dapat
dilakukan
c. Latih kemampuan yang dipilih
d. Masukkan dalam jadwal kegiatan
pasien
3. SP 3
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1
& SP 2)
b. Memilih kemampuan ketiga yang
dapat dilakukan
c. Masukkan dalam jadwal kegiatan
pasien
DAFTAR PUSTAKA
Hamid, Achir Yani. 2005. Buku Pedoman askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa
Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Stuart, G.W, 2005. Principles and Pratice of Psychiatric Nursing. Edition 7. St.
Louise: Mosby.
Stuart, G.W, & Sundeen. 1998. Principles and Pratice of Psychiatric Nursing. St.
Louise: Mosby.
A. Pengertian
Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok
mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan
keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak
(Carpenito, 2008).
Isolasi social adalah suatu sikap individu menghindari diri dari
interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilanngan
hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi
perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan (Yosep, 2009).
Isolasi social adalah keadaan ketika seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya. (Keliat dan Akemat, 2010).
B. Penyebab
1. Faktor Predis Posisi
Beberapa faktor pendukung yang dapat menyebabkan isolasi sosial
adalah :
a. Faktor Perkembangan
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan
dari ibu / pengasuh kepada bayi akan memberikan rasa tidak aman
yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi
untuk mengembangkan gangguan tingkah laku. Sikap bermusuhan
/ hostilitas. Sikap mengancam dan menjelek – jelekkan anak.
Ekspresi emosi yang tinggi. Orang tua atau anggota keluarga sering
berteriak, marah untuk persoalan kecil / spele, sering menggunakan
kekerasan fisik untuk mengatasi masalah, selalu mengkritik,
mengkhayalkan,
anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya
tidak memberi pujian atas keberhasilan anak .
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan.
Contoh
: Individu yang berpenyakit kronis, terminal, menyandang cacat
atau lanjut usia. Demikianlah kebudayaan yang mengizinkan
seseorang untuk tidak keluar ruman (pingit) dapat menyebabkan
isolasi sosial.
d. Faktor biologi
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan
jiwa, insiden tertinggi skizofrenia di temukan pada keluarganya
yang anggota keluarga menderita skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh
faktor Internal maupun eksternal meliputi.
a. Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti :
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat
dirumah sakit atau dipenjara .
b. Stressor Giokimic
Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta
traktus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia
c. Stressor biologic dan lingkungan sosial
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia
sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan, maupun
biologis.
d. Stressor psikologis
Kecemasan yang tertinggi akan menyebabkan menurunya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Ego
pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk
mengatasi stres. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius
antara hubungan ibu dan anak pada fase sinibiotik sehingga
perkembangan psikologis individu terhambat.
E. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
2. Terapi fisik ECT (Elektro Compution Teraphy)
3. Terapi psikologi
4. Terapi social
5. Bila serangan pertama
a. Membangkitkan dan diagnosis
b. Pemeriksaan psikologi
c. Pemeriksaan kimia rutin, skrinning, roksikologi, VDRL dan uji
fungsi tiroid
d. Elektroensefologram (untuk menyingkirkan epilepsy logus
temperralit, neoplasma) (Buku saku psiatri, penerbit buku
kedokteran EGC)
F. Pohon Masalah
Isolasi Sosial
G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal
pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan,
TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental.
7. Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir,
isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
8. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan alat
makan kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC
serta membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
9. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik
dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi
dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
I. Diagnose Keperawatan
Isolasi Sosial
J. Intervensi
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Isolasi Sosial Setelah dilakukan tindakan keperawatan SP 1
selama 3 x 24 jam Klien dapat berinteraksi Bina hubungan saling percaya
dengan orang lain baik secara individu Identifikasi penyebab isolasi sosial
maupun secara berkelompok dengan SP 2
kriteria hasil : Diskusikan bersama Klien keuntungan
Klien dapat membina hubungan saling berinteraksi dengan orang lain dan
percaya. kerugian tidak berinteraksi dengan orang
Dapat menyebutkan penyebab lain
isolasi sosial. Ajarkan kepada Klien cara berkenalan
Dapat menyebutkan keuntungan dengan satu orang
berhubungan dengan orang lain. Anjurkan kepada Klien untuk
Dapat menyebutkan kerugian tidak memasukan kegiatan berkenalan dengan
berhubungan dengan orang lain. orang lain dalam jadwal kegiatan harian
Dapat berkenalan dan bercakap-cakap dirumah
dengan orang lain secara bertahap. SP 3
Terlibat dalam aktivitas sehari-hari Evaluasi pelaksanaan dari jadwal
kegiatan harian Klien
Beri kesempatan pada Klien
mempraktekan cara berkenalan dengan
dua orang
Ajarkan Klien berbincang-bincang
dengan dua orang tetang topik tertentu
Anjurkan kepada Klien untuk
memasukan kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam jadwal kegiatan
harian dirumah
SP 4
Evaluasi pelaksanaan dari jadwal
kegiatan harian Klien
Jelaskan tentang obat yang diberikan
(Jenis, dosis, waktu, manfaat dan efek
samping obat)
Anjurkan Klien memasukan kegiatan
bersosialisasi dalam jadwal kegiatan
harian dirumah
Anjurkan Klien untuk bersosialisasi
dengan orang lain
DAFTAR PUSTAKA
Keliat dan Akemat. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC
Maramis, W.F. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press.
Surabaya.
Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa Edisi revisi. Bandung: PT. refika Aditama
4
RESIKO BUNUH DIRI
A. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko
untuk menyakiti diri sendiri atau tindakan yang dapat mengancam jiwa
(Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009).
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk
mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk
mewujudkan hasratnya untuk mati. Perilaku bbunuh diri ini meliputi
isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan
kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri (Clinton, 1995 dalam Yosep,
2010).
B. Penyebab
1. Faktor predisposisi
Lima factor predisposisi yang penunjang pemahaman perilaku
destruktif diri sepanjang siklus kehidupan (Fitria, 2009):
a. Diagnosa Psikiatrik. Lebih dari 90% orang dewasa yang
mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri mempunyai ganggguan
jiwa (ganggan afektif, penyalagunaan zat, dan skizofrenia).
b. Sifat Kepribadian. Tiga kepribadian yang erat hubungannya
dengan risiko bunuh diri adalah antipasti, impulsive, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial. Diantaranya adalah pengalaman
kehilangan, kehilangan dukungan social, kejadian-kkejadian
negative dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan, atau bahkan
perceraian.
d. Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga yang pernah melakukan
bunuh diri merupakan faktor penting yang dpaat menyebabkan
seseorang melakukan tinfdakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia. Data menunjukkan bahwa pada klien dengan
risiko bunuh diri terdapat peningkatan zat-zat kimia yang terdapat
di dalam otak seperti serotonin, adrenalin, dan dopamine yang
dapat dilihat dengan EEG.
2. Faktor Presipitas
Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan
yang dialami oleh individu. Pencetusnya seringkali kejadian hidup
yang memalukan, melihat atau membaca melalui media tentang orang
yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri (Fitria,
2009).
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009):
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang
obat dosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah
dan mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).
D. Akibat
Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh
diri adalah mencederai diri dan lingkungan dengan tujuan mengakhiri
hidup. Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau ancaman
verbal untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian perlukaan
atau nyeri pada diri sendiri.
E. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar
pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah.
Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan,
kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis.
Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi
berhubungan erat dengan kriteria yang mencerminkan besarnya
kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau terluka sudah dapat
diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya hubungan
beratnyagangguan badaniah dengan gangguan psikologik. Penting sekali
dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk
pasien dengan depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat obat
terutama anti depresan dan psikoterapi.
F. Pohon Masalah
BUNUH DIRI
RISIKO BUNUH DIRI
↑
ISOLASI SOSIAL
↑
HARGA DIRI RENDAH KRONIS
(Fitria, 2009)
G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal
pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan,
TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses
pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat
makan kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC
serta membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik
dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi
dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan
kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau
amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Budi Ana Keliat,
2005).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan
untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan, contohnya:
pada masa anak-anak yang mendapat perilaku kekerasan cenderung
saat dewasa menjadi pelaku perilaku kekerasan
b. Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka
kekerasan yang diterima sehingga secara tidak langsung hal
tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar
c. Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti
terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
kekerasan adalah hal yang wajar
d. Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik,
lobus frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan
neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering
kali berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap
perkembangan keluarga.
C. Manifestasi Klinis
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
a. Tidak adekuat
b. Tidak aman dan nyaman
c. Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d. Tidak berdaya
e. Bermusuhan
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Terasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
D. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan
suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri,
orang lain dan lingkungan
E. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Obat anti psikosis : Phenotizin
b. Obat anti depresi : Amitriptyline
c. Obat anti ansietas : Diazepam, Bromozepam, Clobozam
d. Obat anti insomnia : Phneobarbital
2. Terapi modalitas
a. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian:
1) BHSP
2) Jangan memancing emosi klien
3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan
dengan keluarga
4) Beri kesempatan pasien mengemukakan pendapat
5) Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk
mengemukakan masalah yang dialami
b. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan
social atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran klien karena masalah sebagian orang
merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
c. Terapi music
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran klien.
F. Pohon Masalah
Perilaku kekerasan
G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal
pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan,
TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses
pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat
makan kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC
serta membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik
dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi
dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan
kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medic
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
12. Daftar masalah keperawatan
a. Perilaku kekerasan
b. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi social
f. Berduka disfungsional
g. Penatalaksanaan regimen teurapeutik inefektif
h. Koping keluarga inefektif
H. Analisa Data
Data Subjektif Data Objektif
Klien mengatakan ingin Sikap tampak kaku dan
memukul orang lain tegang\
Klien mengatakan ingin Agresif, agitasi
membunuh Mengamuk
Klien mengatakan benci Peningkatan aktivitas motorik
semua orang Mengepalkan tinju
Merusak benda disekitar
I. Intervensi
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Risiko Prilaku Selama perawatan diruangan, pasien BHSP
Kekerasan tidak memperlihatkan perilaku 1. SP I:
kekerasan, dengan criteria hasil: Diskusikan penyebab, tanda dan
Dapat membina hubungan saling gejala, bentuk dan akibat PK yang
percaya dilakukan pasien serta akibat PK
Dapat mengidentifikasi Latih pasien mencegah PK dengan
penyebab, tanda dan gejala, cara: fisik (tarik nafas dalam &
bentuk dan akibat PK yang sering memeukul bantal)
dilakukan Masukkan dalam jadwal harian
Dapat mendemonstrasikan cara
mengontrol PK dengan cara : 2. SP II:
Fisik Diskusikan jadwal harian
Social dan verbal Latih pasien mengntrol PK dengan
Spiritual cara sosial
Minum obat teratur
Dapat menyebutkan dan Latih pasien cara menolak dan
mendemonstrasikan cara meminta yang asertif
mencegah PK yang Masukkan dalam jadwal kegiatan
sesuai harian
Dapat memelih cara 3. SP III:
mengontrol PK yang efektif dan Diskusikan jadwal harian
sesuai Latih cara spiritual untuk mencegah
Dapat melakukan cara yang PK
sudah dipilih untuk mengontrl PK Masukkan dalam jadawal kegiatan
Memasukan cara yang sudah harian
dipilih dalam kegitan harian SP IV
Mendapat dukungan dari keluarga Diskusikan jadwal harian
untuk mengontrol PK Diskusikan tentang manfaat obat dan
Dapat terlibat dalam kegiatan kerugian jika tidak minum obat secara
diruangan teratur
Masukkan dalam jadwal kegiatan
harian
DAFTAR PUSTAKA
Purba, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial
dan Gangguan Jiwa. Meda: USU Press.
Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa Edisi revisi. Bandung: PT. refika Aditama.
6
WAHAM
A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006).
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita
normal. (Stuart dan sundeen, 2004).
Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat
dibuktikan dalam kenyataan. (Stuart dan sundeen, 2004)
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Genetis: diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem
syaraf yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis: adanya gangguan pada konteks pre frontal dan
korteks limbic.
c. Neurotransmitter: abnormalitas pada dopamine, serotonin, dan
glutamat.
d. Virus: paparan virus influensa pada trimester III
e. Psikologis: ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik abnormal
c. adanya gejala pemicu
C. Klasifikasi Waham
1. Waham Agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan
diucapkjan secra berulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
2. Waham Kebesaran
Keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuan yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan.
3. Waham Somatik
Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang disampaikan
secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
4. Waham Curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok
yang berusaha merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan
secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
5. Waham Sisip Fikir
Klien yakin bahwa ada fikiran orang lain yang
disisipkan/dimasukkan kedalam fikiran yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan
6. Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
7. Waham Siar Fikir
Klien yakin bahwa ada orang lain mengetahui apa yang dia
butuhkan walaupun dia tidak menyatakan pada orang tersebut apa
yang dinyatakan secara berulang dan tidak sesuai kenyataan
D. Manifestasi Klinis
Menurut Azis (2003), tanda dan gejala yang dihasilkan atas
penggolongan waham, yaitu:
1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3. Curiga
4. Bermusuhan
5. Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
6. Takut, sangat waspada
7. Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
8. Ekspresi wajah tegang
9. Mudah tersinggung
E. Akibat
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri,
orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan
yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.
F. Pohon Masalah
G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal
pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan,
TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses
pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik
dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi
dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan
kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
H. Analisa Data
Data Subjektif Perubahan proses pikir : waham
klien mengatakan hal-hal yang tidak sesuai kenyataan
a. Klien mengatakan berulang kali
Data Objektif :
b. Klien tampak binggung
I. Intervensi
Dx Perencanaan
Keperawat
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
an
Gangguan TUM: …………. 1. Bina hubungan saling
Proses ………………… Setelah … x interaksi klien: percaya dengan klien:
Pikir : ………………… 2. Beri salam
Mau menerima kehadiran
Waham TUK: 3. Perkenalkan diri, tanyakan nama
perawat di sampingnya.
Klien dapat serta nama panggilan yang
Menyatakan mau menerima
membina hubungan disukai.
bantuan perawat
saling percaya 4. Jelaskan tujuan interaksi
Tidak menunjukkan tanda-
dengan perawat 5. Yakinkan dia dalam keadaan aman
tanda curiga
dan perawat siap menolong dan
mendampinginya
6. Yakinkan bahwa kerahasiaan klien
akan tetap terjaga
7. Tunjukkan sikap terbuka dan jujur
8. Perhatikan keb dasar dan beri
bantuan u/ memenuhinya
Klien dapat 1. Bantu klien untuk mengungkapkan
mengidentifikasi Klien menceritrakan ide-ide dan perasaan dan fikirannya.
perasaan yang perasaan yang muncul secara 2. Diskusikan dengan klien
muncul secara berulang dalam fikirannya. pengalaman yang dialami selama ini
berulang dalam (Setelah 2 X interaksi) termasuk hubungan dengan orang
pikiran klien. yang berarti, lingkungan kerja,
sekolah, dsb.
3. Dengarkan pernyataan klien dengan
empati tanpa mendukung /
menentang pernyataan wahamnya.
Klien dapat 1. Bantu klien untuk mengidentifikasi
mengidentifikasi Klien dpt menyebutkan kejadian- kebutuhan yang tidak terpenuhi serta
stressor/pencetus kejadian sesuai dengan urutan kejadian yang menjadi factor
wahamnya. waktu serta harapan/kebutuhan- pencetus
(Triggers Factor) nya yg tdk terpenuhi seperti : 2. Diskusikan dengan klien tentang
Harga diri, rasa aman dsb. kejadian-kejadian transmatik yang
(2 X interaksi) menimbulkan rasa takut, anxietas
maupun perasaan tidak dihargai.
3. Diskusikan dengan klien cara-cara
mengatasi situasi tersebut.
4. Diskusikan dengan klien apakah ada
halusinasi yang meningkatkan
fikiran / perasaan yang terkait
wahamnya.
5. Hubungkan kejadian-kejadian
tersebut dengan wahamnya.
Klien dapat 1. Bantu klien mengidentifikasi
mengidentifikasi Klien dapat membedakan keyakinannya yang salah tentang
wahamnya pengalaman nyata dengan situasi yang nyata (bila klien sudah
pengalaman wahamnya. siap)
(3x interaksi) 2. Diskusikan dengan klien
pengalaman wahamnya tanpa
berargumentasi
3. Katakan kepada klien akan keraguan
perawat terhadap pernyataan klien
4. Diskusikan dengan klien respon
perasaan terhadap wahamnya
5. Diskusikan frekuensi, intensitas dan
durasi terjadinya waham
6. Bantu klien membedakan situasi
nyata dengan situasi yang
dipersepsikan salah oleh klien
Klien dapat 1. Diskusikan dengan klien
mengidentifikasi Klien dapat menjelaskan gangguan pengalaman-pengalaman yang tidak
konsekuensi dari fungsi hidup sehari-hari yang menguntungkan sebagai akibat dari
wahamnya (2x diakibatkan ide-ide / fikirannya wahamnya seperti :
interaksi) yang tidak sesuai dengan 2. Hambatan dalam berinteraksi dg
kenyataan seperti : orang lain
Hubungan dengan orang lain 3. Perubahan dalam prestasi kerja /
Pekerjaan sekolah
Sekolah 4. Ajak klien melihat bahwa waham
Klien dan keluarga Klien dapat menggunakan 1. Klien dengan kesadaran sendiri mau
dapat obat dengan benar termasuk : mentaati program terapi medik
menggunakan obat Nama dan orangnya 2. Jelaskan dengan klien / keluarga
dengan benar Jenis obat pentingnya obat bagi kesehatan klien
Dosis 3. Diskusikan dengan klien jenis obat,
Cara penggunaan obat cara penggunaannya, side efek obat
A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri (Depkes, 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah,
2004).
Deficit perawatan diri pada pasien dengan gagguan jiwa merupakan
deficit peraatan diri yang terjadi akibat adanya perubahan proses
pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri
menurun (Keliat dan akemat 2007).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis.
B. Penyebab
1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi
personal hygiene adalah:
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya
pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga
kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain- lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya
C. Manifestasi Klinis
1. Fisik:
a. Badan bau, pakaian kotor
b. Rambut dan kulit kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut yang bau
e. Penampilan tidak rapi
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif
b. Menarik diri, isolasi diri
c. Merasa tak berdaya, rendah diri, dan merasa hina
3. Social
a. nteraksi kurang
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berprilaku sesuai norma
d. Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK disembarang tempat ,
gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri
D. Akibat
Dampak yang ditimbulkan dengan keadaan defisit perawatan diri
seperti pasien dikucilkan di dalam keluarga atau masyarkat sehingga
terjadi isolasi sosial dan bahkan kehilangan kemampuan dan motivasi
dalam melakukan perawatan terhadap tubuhnya.
E. Penatalaksanaan
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
a. Bina hubungan saling percaya
b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan
c. Kuatkan kemampuan klien merawat diri
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri
a. Bantu klien merawat diri
b. Ajarkan keterampilan secara bertahap
c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
F. Pohon Masalah
Isolasi social
G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal
pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan,
TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses
pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat
makan kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC
serta membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik
dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi
dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan
kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
A. Pengertian
Kecemasan adalahperasaan takut yang tidak jelas dan tidak di dukung
oleh situasi. Gangguan kecemasan adalah sekelompokkondisi yang
member gambaran penting tentang ansietas yang berlebihanyang disertai
respon perilaku, emosional dan fisiologis individu yang mengalami
gangguan ansietas. (Videback, 2008).
Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar
karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai respon (penyebab
tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu). Perasaan takut dan tidak
menentu sebagai sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan tentang
bahaya akan datang memperkuat individu mengambil tindakan
menghadapi ancaman.
Kejadian dalam hidup seperti menghadapi tuntutan, persaingan, serta
bencana dapat membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologis.
Salah satu contoh dampak psikologis adalah timbulnya kecemasan atau
ansietas. (AH. Yusuf,2015)
B. Penyebab
Menurut (Savitri Ramaiah, 2003: 11) ada beberapa faktor ynag
menunjukkan reaksi kecemasan, diantaranya yaitu:
1. Lingkungan atau sekitar tempat tinngal mempengaruhi cara berpikir
individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini di sebabkan
karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu
dengan keluarga, sahabat, ataupun rekan kerja. Sehingga individu
tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya.
2. Emosi yang ditekan, kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu
menemukan jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan
personal ini, terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi
dalam jangka waktu yang sangat lam.
3. Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan.
Stesor
G. Askep
1. Pengkajian keperawatan
a. Pengkajian keperawatan pada pasien dengan ansietas menurut
(Stuart, 2007) yaitu:
1) Initial: Ansietas lebih rentan terjadi pada wanita daripada laki-
laki, karna wanita lebih mudah stress daripada pria.
2) Umur: Todler (lansia).
3) Pekerjaan: Pekerja yang mempunyai tingkat stress yang besar.
4) Pendidikan: Orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang
rendah lebih rentan mengalami stress.
b. Alasan masuk
Sesuwai dengn aal klienketika pertama kali masuk kerumah
sakit.
c. Faktor predisposisi
1) Dalam pandangan dalam pisokonalitis, ansietas adalah kognitif
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian: id dan
superego.
2) Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari
perasaaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan
interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan yang
menimbulkan kerentanan tertentu.
3) Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk
frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu keputusan
individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
4) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas
biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan ansietas juga
tumpang tindih antara gangguan ansietas dengandepresi.
d. Fisik
1) Tanda vital:
a. TD: Meningkat, palpitasi, berdebar-debar bahkan sampai
pingsan.
b. N : Menurun
c. S : Normal (36 °-37,5°C), ada juga yang mengalai
hipotermi, tergantung respon individu dalam menangani
ansietasnya.
d. P : Pernafasan, nafas pendek, dada sesak, nafas dangkal,
rasa tercekik terengah-engah.
2) Ukur: TB dan BB – normal (tergantung klien)
3) Keluhan fisik: Refleks, terkejut, mata berkedip-kedip,
insomnia, lambat dan kaki goyang.
Selain itu juga dapat dikaji tentang respon fisiologis terhadap
ansietas (Stuart, 2007):
1) B1: Nafas cepat, sewsak nafas, tekanan pada dada, nafas
dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, terengah-engah.
2) B2: Palpasi, jantung berdebar-debar, tekanan darah eningkat,
rasa ingin pingsan, pingsan TD -, denyut nadi -.
3) B3: Refleks +, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia,
tremor, rigiditas gelisah, wajah tegang.
4) B4: Tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.
5) B5: Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak
nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual nyeri ulu hati.
6) B6: Lemah.
e. Pisikososial
Konsep diri:
1) Gambaran diri:
Wajah tegang, mata berkedip-kedip, tremor, gelisah, keringat
berlebih.
2) Identitas diri:
Gangguan ini menyerang wanita daripada pria serta terjadi pada
seseorang yang bekerja dngan stesor yang berat.
3) Peran:
Menarik diri dan menghindar dalam keluarga/ kelompok/
masyarakat.
4) Ideal diri:
Berkurangnya toleransi terhadap sters, dan kecendrungan kearah
lokus eksternal dari keyakinan kontrol.
5) Harga diri:
Klien merasa hargadirinya rendah, akibat ketakutan yang tidak
rasional terhadap objek, aktivitas atau kejadian tertentu.
Hubungan sosial:
1) Orang yang berarti:
Keluarga
2) Peran dalam kegiatan kelompok/ masyaraat:
Kurang berperan dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
serata menarik diri dan menghindari keluarga/ kelopok/
masyarakat.
3) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: +
Spiritual:
1) Nialai dan kegiatan
2) Kegiatan ibadah
f. Status mental
1) Penampilan:
Padaorang yang mengalami ansietas berat dan panic, biasanya
penampilan nya tidak rapi.
2) Pembicaraan:
Bicara cepat dan banyak, gagap dan kadang-kadang keras.
3) Aktivitas motoric:
Lesu, tegang, gelisah, dan tremor.
4) Alam perasaan:
Sedih, putus asa, ketakutan dan kekhawatiran.
5) Afek:
labil
6) Interaksi selama wawancara:
Tidak kooperatif, mudah tersinggng dan mudah curiiga, kontak
mata kurang.
7) Persepsi:
Berhalusinasi, lapang persepsi sangat sepi dan tidak mampu
menyelesaikan masalah.
8) Proses pikir:
Presevarsi
9) Isi pikir:
Obsesi, pobia dan depersonalisasi
10) Tingkat kesadaran:
Bingung dan tidak bisa berorientasi terhadap waktu, tempat dan
orang (ansietas berat)
11) Memory:
Pada klien yang mengalami OCD (Obsesive Complusif
Disorder) akan terjadi gangguan daya ingat saat ini dan bahkan
sampai gangguan daya ingat jangka pendek.
12) Tingkat konsentrasi dan
berhitung: Tidak mampu
berkonsentrasi
13) Kemampuan penilaian:
Gangguan kemampuan penilaian ringan
14) Daya titik diri:
Menyalahkan hal-hal diluar dirinya (menyalahkan orang lain/
lingkungn yang menyebabkan konndisi saat ini).
g. Kebutuhan persiapan pulang
1) Kemampuan klien memenuhi/ menyediakan kebutuhan makan,
keamanan, tempat tinggal, dan perawatan.
2) Kegiatan hidup sehari-hari
3) Kurang mandiri tergantung tingkat ansietas
4) Perawatan diri
5) Nutrisi
6) Tidur
h. Mekanisme koping
Adaptif (ansietas ringan) dan mala datif (ansietas sedang, berat
dan panic). Menurut (Stuart, 2007). Individu menggunakann
berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya, ketidak
mampuan mengatasi ansietas secara kognitif merupakan penyebab
utama terjadinya perilaku patologis. Ansietas ringan sering
ditanggulangi tampa pemikiran yang sadar, sedangkan ansietas
yang berat dan sedangmemiliki dua mekanisme kopinng:
1) Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari
dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi tuntunan stress
secara realistis.
2) Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas
ringan dan sedangg. Tetapi karena mekanisme tersebut
berlangsung secara relative pada tingkat tidak sadar dan
mencakup penipuan diri dandistorsi realitas, mekanisme ini
dapat menjadi repon maladaptif terhadap stres.
a. Masalah/ sikososial dan Lingkungan4
1) Masalah dengan dukungan kelompok: klien kurang berperan
dalamkegiatan kelompok atau masyarakat serta menarik diri
danmenghindar dalam keluarga/ kelompok/ masyarakat.
2) Masalah berhubungan dengan lingkungan: lingkungan
dengantingkat stressor yang tinggi akan memicu timbulnya
ansietas.
3) Masalah dengan pendidikan: seseorang yang pernah gagal
dalammenempuh pendidikan, tidak ada biaya untuk
melanjutkan jenjang pendidikan berikutnya.
4) Masalah dengan pekerjaan: mengalami PHK, target kerja tidak
tercapai.
5) Masalah dengan perumahan: pasien kehilangan tempat
tinggalnyakarena bencana alam, pengusuran dan kebakaran.
6) Masalah ekonomi: pasien tidak mempunyai kemampuan
finansialdalam mencukupi kebutuhannya sehari-hari dan
keluarganya.
7) Masalah dengan pelayanan kesehatan: kurang percaya dengan
petugas kesehatan.
b. pengetahuan kurang
Pasien kurang mempunyai pengetahuan tentang faktor
presipitasi, koping, obat-obatan dan masalah lain tentang ansietas.
c. Aspek medik
Dignosa medik:
1) Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistic
terhadap dua atau lebih hal yang dipersepsi sebagai ancaman
perasaan ini menyebabkan individu tidak mampu istirahat
dengan tenang (inability to relax).
2) Terdapat paling sedikit 6 dari 4 gejala-gejala berikut:
a) Ketegangan otot atau rasa gemetar.
b) Otot tegang/ kaku/ pegel linuc.
c) Tidak bisa diamd.
d) Mudah menjadi lelah
Hiperaktivitas Otonomik:
A. Pengertian
Kondisi subjektif ketika individu melihat keterbatasan atau ketiadaan
alternatif atau pilihan pribadi yang tersedia dan tidak dapat memobilisasi
energi untuk kepentingan individu (Wilkinson & Ahern, 2011).
Keputusasaan berkaitan dengan kehilangan harapan, ketidakmampuan,
keraguan, duka cita, apati, kesedihan, depresi, dan bunuh diri (Cotton dan
RRange 1996).
Seseorang yang tidak memiliki harapan tidak melihat adanya
kemungkinan untuk memperbaiki kehidupannya dan tidak menemukan
solusi untuk permasalahannya, dan ia percaya bahwa baik dirinya atau
siapapun tidak akan bisa membantunya. Keputusasaan berkaitan dengan
kehilangan harapan, ketidakmampuan, keraguan. Duka cita, apati,
kesedihan, depresi, dan bunuh diri. (Cotton dan Range, 1996).
Menurut (Pharris, Resnick, dan ABlum, 1997), mengemukakan bahwa
keputusasaan merupakan kondisi yang dapat menguras energi.
Keputusasaan merupakan status emosional yang berkepanjangan dan
bersifat subyektif yang muncul saat individu tidak melihat adanya
alternatif lain atau pilihan pribadi untuk mengatasi masalah yang muncul
atau untuk mencapai apa yang diiginkan serta tidak dapat mengerahkan
energinya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
B. Penyebab
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon keputusasaan
adalah:
a. Faktor Genetic:
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap
optimis dalam menghadapi suatu permasalahan.
b. Kesehatan Jasmani:
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur,
cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih
tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan
fisik.
c. Kesehatan Mental:
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak
berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram,
biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi masalah dan
mengalami keputusasaan.
d. Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif
terhadap stress yang dihadapi.
2. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan
keputusasaan adalah:
1) Faktor kehilangan
2) Kegagalan yang terus menerus
3) Faktor Lingkungan
4) Orang terdekat ( keluarga )
5) Status kesehatan ( penyakit yang diderita dan dapat
mengancam jiwa)
6) Adanya tekanan hidup
7) Kurangnya iman
C. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala menurut, Keliat (2006) adalah:
1. Ungkapan klien tentang situasi kehidupan tanpa harapan dan terasa
hampa (“saya tidak dapat melakukan”)
2. Sering mengeluh dan Nampak murung.
3. Nampak kurang bicara atau tidak mau berbicara sama sekali
4. Menunjukkan kesedihan, afek datar atau tumpul.
5. Menarik diri dari lingkungan.
6. Kontak mata kurang.
7. Mengangkat bahu tanda masa bodoh.
8. Nampak selalu murung atau blue mood.
9. Menunjukkan gejala fisik kecemasan (takikardia, takipneu)
10. Menurun atau tidak adanya selera makan
11. Peningkatan waktu tidur.
12. Penurunan keterlibatan dalam perawatan.
13. Bersikap pasif dalam menerima perawatan.
14. Penurunan keterlibatan atau perhatian pada orang lain yang bermakna.
D. Akibat
Akibat yang ditimbulkan dari terjadinya keputusasaan yaitu:
1. Stress
2. Depresi
3. Galau
4. Sakit: diawali dengan makan tidak teratur, tidsk terlalu larut, beban
pikiran yang berlebihan
5. Pola hidup yang tidak teratur
6. Lelah, lesu, lemah: disebabkan karna faktor psikis
7. Hilang kesempatan yang ada, karena ketika kesempatan itu datang
ia sibuk dengan rasa putus asa yang ada.
8. Trauma: tidak lagi memiliki keberanian dan kemampuan untuk
melakukan hal yang sama karena takut mengalami rasa putus asa
untuk yang kedua kalinya
9. Gila: akibat jangka panjang yang ditimbulkan pada sebagian orang
10. Kematian: beberapa mengakhiri hidup dengan cara bun8h diri
dan tidak hanya karena sakit yang berkepanjangan namun juga
karena faktor pisikis yang berlebihan
E. Penatalaksanaan
1. Pisiko farmaka
2. Pisico trapi
3. Trapi pisikososial
4. Trapi pisicoreligius
5. rehabilitasi
F. Pohon Masalah
Ketidak berdayaan
keputusasaan
Hargadiri rendah
G. Askep
1. Data yang perlu dikaji
a. Kaji dan dokumentasikan kemungkinan bunuh diri
b. Pantau afek dan kemampuan membuat keputusan
c. Pantau nutrisi: Asupan
2. Penentuan diagnosa keperawatan
a. Batasan Karakteristik (NANDA)
Menurut Rosernberg dan Smith, 2010 dalam buku NANDA
adapun batasan karakteristiknya yaitu:
1) Menutup mata
2) Penurunan pengaruh
3) Penurunan nafsu makan
4) Penurunan respons terhadap rangsangan
5) Penurunan verbalisasi
6) Kurangnya keterlibatan dalam perawatan
7) Kepasifan
8) Mengangkat bahu dalam menanggapi pembicaraan
9) Gangguan pola tidur
10) Berpaling dari pembicaraan
11) Isyarat verbal (Mengucapkan sesuatu yang pesimis, “aku
tidak bisa,” mendesah)
b. Tanda mayor (Lynda Jual Carpenito)
Mengungkapkan atau mengekspresikan sikap apatis yang
mendalam, berlebihan, dan berkepanjangan dalam merespon situasi
yang dirasakan sebagai hal yang mustahil isyarat verbal tentang
kesedihan.
1) Fisiologis :
a) respon terhadap stimulus melambat
b) tidak ada energi
c) tidur bertambah
2) Emosional :
a) individu yang putus asa sering sekali kesulitan
mengungkapkan perasaannya tapi dapat merasakan
b) tidak mampu memperoleh nasib baik, keberuntungan dan
pertolongan tuhan
c) tidak memiliki makna atau tujuan dalam hidup
d) hampa dan letih
e) perasaan kehilangan dan tidak memiliki apa-apa
f) Tidak berdaya, tidak mampu dan terperangkap.
3) Individu memperlihatkan :
a) Sikap pasif dan kurangnya keterlibatan dalam perawatan
b) Penurunan verbalisasi
c) Penurunan afek
d) Kurangnya ambisi, inisiatif, serta minat.
e) Ketidakmampuan mencapai sesuatu
f) Hubungan interpersonal yang terganggu
g) Proses pikir yang lambat
h) Kurangnya tanggung jawab terhadap keputusan dan
kehidupannya sendiri.
4) Kognitif :
a) Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah dan
kemampuan membuat keputusan
b) Mengurusi masalah yang telah lalu dan yang akan datang
bukan masalah yang dihadapi saat ini
c) Penurunan fleksibilitas dalam proses pikir
d) Kaku ( memikirkan semuanya atau tidak sama sekali )
e) Tidak punya kemampuan berimagenasi atau berharap
f) Tidak dapat mengidentifikasi atau mencapai target dan
tujuan yang ditetapkan
g) Tidak dapat membuat perencanaan, mengatur serta
membuat keputusan
h) Tidak dapat mengenali sumber harapan.
i) Adanya pikiran untuk membunuh diri.
c. Tanda Minor (Lynda Jual Carpenito)
1) Fisiologis
a) Anoreksia
b) BB menurun
2) Emosional
a) Individu marasa putus asa terhadap diri sendiri dan orang
lain
b) Merasa berada diujung tanduk
c) Tegang
d) Muak ( merasa ia tidak bisa)
e) Kehilangan kepuasan terhadap peran dan hubungan yang ia
jalani
f) Rapuh
3) Individu memperlihatkan
a) Kontak mata yang kurang mengalihkan pandangan dari
pembicara
b) Penurunan motivasi
c) Keluh kesah
d) Kemunduran
e) Sikap pasrah
f) Depresi
4) Kognitif
Penuruna kemampuan untuk menyatukan informasi yang
diterima
a) Hilangnya persepsi waktu tentang mas lalu , masa sekarang
, masa datang
b) Bingung
c) Ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif
d) Distorsi proses pikir dan asosiasi
e) Penilaia
EFEKTIF”
A. Pengertian
Koping tidak efektif (infeffective coping) merupakan ketidakmampuan
untuk membentuk penilaian yang valid terhadap penyebab stress, pilihan yang
tidak memadai dari terhadap penyebab stress, pilihan yang tidak memadai dari
respons praktik, dan/atau ketidakmampuan untuk menggunakan sumber daya
yang tersedia (Nanda, 2014).
Koping tidak efektif adalah keadaan dimana seseorang mengalami, atau
berisiko mengalami, ketidakmampuan dalam mengelola lingkungan internal atau
lingkungan stress secara mendalam karena sumber daya yang tidak cukup (fisik,
psikologis, perilaku, dan/atau kognitif).
B. Jenis Prilaku Koping
Lazarus dan Folkam dalam Carpenito-Moyet (2009) dalam Sutejo 2018 membagi
perilaku koping ke dalam dua jenis, yaitu:
1. Fokus Masalah (Problem-Focused)
Perilaku ini merupakan upaya individu dalam meningkatkan situasi melalui
perubahan maupun tindakan, seperti berbicara kepada atasan mengenai
kenaikan gaji.
2. Focus emosi (emotion-focused)
Focus emosi mengacu pada tindakan atau pikiran untuk menenangkan
kesedihan atau duka cita.
C. Tanda dan Gejala
Mayor
Subjektif
1. Mengeluh tidak mampu mengatasi situasi kehidupan
2. Ketidakmampuan meminta bantuan
3. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
Objektif
1. Keletihan
2. Sering sakit
3. Perubahan pola
tidur Minor
Subjektif
1. Perubahan konsentrasi
2. Perubahan
komunikasi Objektif
1. Pasif
2. Tidak mampu mengikuti informasi/edukasi
3. Perilaku destruktif
Krisis maturasi, dukungan social tidak adekuat, kurang percaya diri dalam menyelesaikan masalah
F. Tujuan Asuhan Keperawatan
1. Kognitif, Klien mampu :
a. Mengetahui perubahan kondisi kesehatan dan kemampuannya
mengatasi perubahan
b. Mengetahui pengertian, tanda dan gejala, penyebab serta akibat dari
ketidakefektifan koping
c. Mengetahui cara mengatasi ketidakefektifan koping
2. Psikomotor , klien mampu :
a. Mengatasi masalah secara bertahap
b. Menggunakan sumber daya/system pendukung dalam mengatasi
masalah
3. Afektif, klien mampu:
a. Merasakan manfaat latihan yang dilakukan
b. Mengembangkan koping yang efektif
c. Merasakan manfaat system pendukung
F. Tindakan Keperawatan
Tindakan pada klien
1. Tindakan keperawatan ners
a. Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan koping
b. Jelaskan proses terjadinya ketidakefektifan koping
c. Diskusikan koping (upya/cara) mengatasi masalah pada masa lalu.
1) Koping (upaya) yang berhail dan yang tidak berhasil. Berikan
pujian
2) Pemanfaatan sumber daya/system pendukung dalam mengatasi
masalah
2. Latihan menggunakan upaya menyelesaikan masalah saat ini dengan
menggunakan cara lama yang berhasil dan/atau cara baru.
a. Buat daftar masalah yang dihadapi
b. Buat daftar cara (lama yang baru) yang akan digunakan
c. Pilih, latihan, dan jadwalkan cara yang akan digunakan untuk masalah
yang dihadapi
d. Evaluasi hasil jika berhasil dibudayakan, jika kurang berhasil dipilih
cara lain pada daftar cara
e. Lakukan cara c dan d pada semua maslaah secara bertahap
3. Latihan dengan menggunakan system pendukung yang
teredia:
a. Buat daftar system pendukung yang tersedia
b. Pilih, latihan jadwalkan system pendukung yang akan membantu
penyelesaian masalah.
c. Evaluasi hasil jika berhasil dibudayakan, jika tidak berhasil, pilih
system pendukung lain nya.
G. Diagnosa Keperawatan
Koping tidak efektif (infeffective coping)
DAFTAR PUSTAKA
Keliat Budi Anna, dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa. Buku Kedokteran. EGC.
Jakarta
Sutejo, 2018. Keperawatan Jiwa. Pustaka Baru Press.Yogyakarta
11
A. Pengertian
Persepsi individu bahwa tindakannya sendiri tidak akan
mempengaruhi hasil secara bermakna; suatu kurang kontrol terhadap
situasi tertentu atau kejadian baru yang dirasakan (Townsend, 1998).
Kondisi ketika individu atau kelompok merasakan kurangnya
kontrol personal terhadap sejumlah kejadian atau situasi tertentu yang
mempengaruhi pandangan, tujuan dan gaya hidup (Carpenito, 2009).
Ketidakberdayaan adalah perasaan yang dialami semua orang
dalam derajat yang berbeda pada situasi yang berlainan.
Stephenson (1979) dalam Carpenito (2009) menggambarkan dua
jenis ketidak- berdayaan, yaitu;
1. Ketidakberdayaan situasional
Ketidakberdayaan yang muncul pada sebuah peristiwa spesifik dan
mungkin berlangsung singkat.
2. Ketidakberdayaan dasar (trait powerlessness)
Ketidakberdayaan yang bersifat menyebar, mempengaruhi pandangan,
tujuan, gaya hidup, dan hubungan.
Secara klinis, diagnosis keperawatan ketidakberdayaan mungkin lebih
bermanfaat jika digunakan untuk menggambarkan individu yang
mengalami ketidakberdayaan dasar dibandingkan ketidakberdayaan
situasional.
B. Tanda dan Gejala
Batasan karakteristik menurut Carpenito (2009), yaitu:
1. Mayor (harus ada)
Memperlihatkan atau menutupi (marah, apatis) ekspresi ketidakpuasan
atas ketidakmampuan mengontrol situasi (mis, pekerjaan, penyakit,
prognosis, perawatan, tingkat penyembuhan) yang mengganggu
pandangan, tujuan, dan gaya hidup.
Core problem:
Ketidakberdayaan
Efek:
Harga diri
rendah
E. Data Yang Perlu Dikaji
Data Masalah
keperawatan
Subjektif: Harga diri rendah
a. Mengatakan secara verbal ketidakmampuan
mengendalikan atau mempengaruhi situasi.
b. Mengatakan tidak dapat menghasilkan sesuatu.
c. Mengatakan ketidakmampuan perawatan
diri. Objektif:
a. Tidak berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan saat kesempatan diberikan.
b. Segan mengekspresikan perasaan yang
sebenarnya.
c. Apatis,pasif.
d. Ekspresi muka murung.
e. Bicara dan gerakan lambat.
f. Nafsu makan tidak ada atau berlebihan.
g. Tidur berlebihan.
h. Menghindari orang lain.
F. Diagnosis Keperawatan
Harga diri rendah berhubungan dengan ketidakberdayaan.
G. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Tujuan
a. Tujuan umum:
Pasien mampu menyelesaikan masalah-masalah dengan cara-cara
yang efektif untuk mengontrol situasi kehidupannya, dengan
demikian menurunkan perasaan ketidakberdayaan.
b. Tujuan khusus:
Klien berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan
dengan perawatannya sendiri dalam 5 hari.
2. Intervensi:
a. Biarkan pasien mengambil sebanyak mungkin tanggung jawab
untuk praktik-praktik perawatan dirinya sendiri.
Rasional: memberikan pasien pilihan-pilihan akan meningkatkan
perasaan mampu mengontrol pada pasien.
Contoh:
1) Libatkan pasien dalam menetapkan tujuan-tujuan perawatan
dirinya yang ingin dicapai.
2) Biarkan pasien menetapkan sendiri jadwal aktivitas perawatan
dirinya.
3) Berikan pasien privasi sesuai kebutuhan yang ditentukan.
4) Berikan umpan balik positif untuk keputusan yang dibuat.
Hargai hak pasien dalam membuat keputusan-keputusan
tersebut secara mandiri, dan menahan diri dari usaha-usaha
untuk mempengaruhinya terhadap hal-hal yang kelihatannya
lebih logis.
b. Lakukan pendekatan yang hangat, menerima pasien apa adanya
dan bersifat empati.
c. Mawas diri dan cepat mengendalikan perasaan dan reaksi diri
perawat sendiri (misalnya: rasa marah, frustasi dan simpati).
d. Dukung aktivitas secara bartahap, tingkatkan sejalan dengan
mobilisasi energi pasien.
e. Sediakan waktu untuk berdiskusi dan bina hubungan yang sifatnya
supportif.
f. Beri waktu untuk pasien berespons.
g. Tunjukkan respons emosional dan menerima pasien.
h. Gunakan teknik komunikasi terapeutik terbuka, eksplorasi,
klarifikasi.
i. Berikan program yang nyata dan terstruktur.
j. Tetapkan tujuan yang realistik, relevan dengan kebutuhan dan
minat pasien, fokuskan pada aktivitas positif.
k. Bantu pasien mengidentifikasi area-area situasi kehidupannya yang
tidak berada dalam kemampuannya untuk mengontrol.
l. Dorong untuk menyatakan secara verbal perasaan-perasaannya
yang berhubungan dengan ketidakmampuan.
m. Kaji keterampilan sosial dukungan dan minat pasien.
n. Tinjau sumber-sumber sosial potensial yang ada.
o. Diskusikan tentang masalah yang dihadapi pasien tanpa
memintanya untuk menyimpulkan.
p. Identifikasi pemikiran yang negatif dan bantu untuk
menurunkannya melalui interupsi atau substitusi.
q. Bantu pasien untuk meningkatkan pemikiran yang positif.
r. Bantu pasien untuk menyadari nilai yang dimilikinya atau
perilakunya dan perubahan yang terjadi.
s. Evaluasi ketepatan persepsi, logika dan kesimpulan yang
dibuat pasien.
t. Motivasi keluarga untuk berperan aktif dalam membantu pasien
menurunkan perasaan tidak berdaya.
u. Libatkan keluarga untuk mendukung respons emosional adaptif
pasien.
v. Dukung dan libatkan keluarga dalam terapi kelompok yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
A. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri (Keliat, 2006).
Harga diri rendah situasional adalah suatu keadaan ketika individu yang
sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif
mengenai diri dalam berespon terhadap suatu kejadian (kehilangan,
perubahan).
B. Etiologi
C. Manefestasi Klinis
d. Penurunan produkrivitas.
1) Produktivitas menurun
2) Perilaku destruktif pada diri sendiri
3) Perilaku destruktif pada orang lain
4) Penyalahgunaan zat
5) Menarik diri dari hubungan sosial
6) Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
7) Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)
8) Tampak mudah tersinggung/mudah marah
D. Mekanisme Koping
E. Fase-fase Kehilangan
1. Deniel (Penolakan)
Tindakan keperawatan:
a. Memberikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
b. Jelaskan kepada klien bahwa sikapnya itu wajar terjadi pada orang
yang mengalami kehilangan
c. Mendukung kebutuhan emosi tanpa memperkuat penyangkalan
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan.
Individu menunjukkan perasaan marah pada diri
sendiri atau kepada orang yang berada di lingkungannya. Reaksi
fisik yang terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, susah
tidur, tangan mengepal mau memukul, agresif.
Tindakan keperawatan:
3. Bargaining (Tawar-menawar)
Individu yang telah mampu mengekspresikan rasa marah akan
kehilangannya, maka orang tersebut akan maju ke tahap tawar menawar
dengan memohon kemurahan Tuhan, individu ingin menunda
kehilangan dengan berkata “seandainya saya hati-hati” atau “kalau saja
kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa”
Tindakan keperawatan:
4. Depresi
Tindakan keperawatan:
Tindakan keperawatan:
1. Tujuan
d. Klien mampu menyadari hubungan yang positif antara harga diri dan
kesehatan fisik
2. Tindakan Keperawatan
G. Pohon Masalah
Core problem
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
H. Komplikasi
1. Isolasi sosial
2. Perilaku kekerasan
3. Halusinasi pendengaran dan halusinasi penglihatan
4. Waham
I. Penatalaksanaan
1. Terapi medis
Pemberian terapi medis pada kasus harga diri rendah juga tidak
digolongkan sendiri dan lebih mengarah kepada pemberian obat
golongan antidepresan, karena fungsi dari obat anti depresan adalah
memblok pengambilan kembali neurotransmitter norepineprin dan
serotonin, meningkatkan konsentrasinya pada sinaps dan mengkoreksi
defisit yang diperkirakan menyebabkan alam perasaan melankolis. Hal
ini sesuai dengan masalah neurotransmitter yang dihadapi oleh klien
dengan harga
diri rendah yaitu adanya penurunan neurotransmitter seperti serotonin,
norepineprin.
Terdapat banyak jenis antidepresan tetapi pada kasus harga diri rendah
kali ini pemberian obat yang dapat diberikan lebih banyak dalam jenis
Tricyclic Anti Depresan (TCA) : Amitriptiline, Imipramine, desipramine,
notriptilin, sesuai dengan fungsi dari obatnya yaitu untuk meningkatkan
reuptake seorotonin dan norepinefrin sehingga meningkatkan motivasi
klien dan sesuai dengan indikasinya yaitu pengobatan yang diberikan
pada klien dengan depresi tetapi juga mengalami skizofrenia sehingga
mempunyai efek pengobatan yang saling meningkatkan.
2. Terapi keperawatan
Tujuan:
a. Terapi generalis:
TAKS Prinsip
tindakan:
1) Sesi 1 : Membantu klien meningkatkan kemampuan
memperkenalkan diri
2) Sesi 2 : Membantu klien berkenalan dengan anggota kelompok
3) Sesi 3 : Membantu klien untuk mampu bercakap-cakap dengan
anggota kelompok
4) Sesi 4 : Membantu klien untuk mampu menyampaikan topik
pembicaraan tertentu dengan anggota kelompok
5) Sesi 5 : Bantu klien untuk mampu menyampaikan dan
membicarakan masalah pribadi dengan orang lain
6) Sesi 6 : Bantu klien untuk mempu bekerja sama dalam permainan
sosialisasi kelompok
7) Sesi 7 : Bantu klien untuk mamu menyampaikan pendapat
tentang manfaat kegiatan kelompok yang telah dilakukan
b. Logo terapi
Prinsip tindakan:
1) Sesi 1 : Mengenal masalah
2) Sesi 2 : Mengajukan pertanyaan pada diri sendiri
3) Sesi 3 : Melihat dan merenungkan pengalaman yang bermakna
4) Sesi 4 : Mengungkap makna dalam kondisi kritis
5) Sesi 5 : Evaluasi dan terminasi
1. Pengkajian
3. Tujuan umum
Klien memilih konsep diri yang positif
Tindakan keperawatan
2. Klien dapat Klien dapat mengidentifikasi Diskusikan dengan klien tentang : aspek
mengidentifikasi aspek kemampuan dan aspek positif yang positif yang dimiliki klien, keluarga,
positif dan kemampuan dimiliki yaitu: aspek positif dan lingkungan, kemampuan yang dimiliki klien.
yang dimiliki kemampuan yang dimiliki klien, Bersama klien buat daftar tentang : aspek
aspek positif keluarga, aspek positif positif klien, keluarga, lingkungan,
lingkungan klien. kemampuan yang dimiliki klien.
Beri pujian yang realistis, hindarkan memberi
penilaian negatif
3. Klien dapat menilai Klien menyebutkan kemampuan Diskusikan dengan klien kemampuan
kemampuan yang yang dapat dilaksanakan. yang dapat dilaksanakan.
dimiliki untuk Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
dilaksanakan pelaksanaannya.
4. Klien dapat Klien membuat rencana kegiatan Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat
merencanakan kegiatan harian. dilakukan setiap hari sesuai kemampuan klien,
sesuai dengan meliputi: kegiatan mandiri, kegiatan dengan
kemampuan yang bantuan keluarga, tingkatkan kegiatan sesuai
dimiliki kondisi klien.
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang
dapat klien lakukan.
5. Klien dapat Klien melakukan kegiatan Anjurkan klien untuk melaksanakan kegiatan
melakukan kegiatan sesuai jadual yang dibuat yang telah direncanakan,
sesuai dengan rencana Pantau kegiatan yang dilaksanakan klien,
yang dibuat
Beri pujian atas usaha yang dilakukan klien.
Diskusikan kemungkinan pelaksanaan kegiatan
setelah pulang.
6. Klien dapat Klien memanfaatkan sistem Beri pendidikan kesehatan pada keluarga
memanfaatkan system pendukung yang ada di keluarga tentang cara merawat klien dengan harga
pendukung yang ada diri rendah.
Bantu keluarga memberikan dukungan selama
klien di rawat, bantu keluarga menyiapkan
lingkungan di rumah
Daftar Pustaka
Stuart & Laraia, (2005). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
13
A. Pengertian
Citra tubuh adalah kumpulan dan sikap individu yang disadari dan
tidak diadari terhadap tubuhnya terhadap tubuhnya termasuk persepsi
masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fugsi, penampilan,
da potensi tubuh (Stuart Laraia, 2005).
Citra tubuh adalah sikap individu yang disadari atau tidak disadari
terhadap tubuhnya termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan
sekarang tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi. Citra tubuh
merupakan sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara sadar maupun
tidak sadar, meliputi performance, potensi tubuh, fungsi tubuh serta
persepsi dan perasaan tentang ukuran tubuh dan bentuk tubuh (Sunaryo,
2014).
Gangguan citra tubuh adalah keadaan dimana seseorang
mengalami atau beresiko mengalami gangguan dalam penerapan diri
seseorang (Carpenito-Moyet, 2009).
Usia Perkembangan
tubuh Obyektif:
keinginan Objekif
K. Mekanisme koping
1. Konstruktif
2. Berfokus pada masalah: negosiasi, konfontasi dan meminta
nasehat/saran.
3. Berfokus pada kognitif: perbandingan yang positif, penggantian
rewards, antisipasi.
4. Destruktif
5. Berfokus pada emosi: denial, proyeksi, represi, kompetensi, isolasi.
L. Pohon Masalah
Persoalan presepsi