Anda di halaman 1dari 139

LAPORAN PENDAHULUAN 13 (TIGA BELAS) DIAGOSA

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

Di Susun Oleh:

Hamimah

(202091098)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM

JAMBI TAHUN 2021


1
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu
(Maramis, 2015).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2015).
Menurut (Varcarolis, 2016), halusinasi dapat didefenisikan sebagai
terganggunya proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2007).
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku
psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan masa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung
oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
C. Manifestasi Klinis
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
3. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata.
4. Tidak dapat memusatkan perhatian.
5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya),
takut.
6. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung (Budi Anna Keliat, 2005).

D. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend,
M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri
sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku:
Data subjektif:
1. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam.
2. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir.
Data objektif :
1. Wajah tegang, merah.
2. Mondar-mandir.
3. Mata melotot rahang mengatup.
4. Tangan mengepal.
5. Keluar keringat banyak.
6. Mata merah
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di
sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau
emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di
lakukan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di
berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang
ada Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi
serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga
dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat
dengan
pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini
dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan
memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data
pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila
ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.
Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak
membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak
bertentangan.
F. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Gangguan Sensori Perseptual: Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

Ketidakefektifan koping Klien dan Keluarg

G. Asuhan Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No
Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis,
biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB,
BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi
pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
8. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
a. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
b. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
c. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
d. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
9. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
10. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
11. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
12. Aspek medic
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
13. Daftar masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
H. Analisa data

Data Subyektif Data Obyektif


 Klien mengatakan melihat  Tampak bicara dan ketawa sendiri.
atau mendengar sesuatu.  Mulut seperti bicara tapi tidak keluar suara.
Klien tidak mampu  Berhenti bicara seolah mendengar atau
mengenal tempat, waktu, melihat sesuatu. Gerakan mata yang cepat.
orang.  Tidak tahan terhadap kontak yang lama.
 Klien mengatakan merasa  Tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih
kesepian. saat bicara.
 Klien mengatakan tidak  Tidak ada kontak mata.
dapat berhubungan sosial.  Ekspresi wajah murung, sedih.
 Klien mengatakan tidak  Tampak larut dalam pikiran dan ingatannya
berguna. sendiri.
 Klien mengungkapkan  Kurang aktivitas.
takut.  Tidak komunikatif.
 Klien mengungkapkan apa  Wajah klien tampak tegang, merah.
yang dilihat dan didengar  Mata merah dan melotot.
mengancam dan
 Rahang mengatup.
membuatnya takut.
 Tangan mengepal.
 Mondar mandir.

I. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah:
Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
J. Intervensi

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Gangguan persepsi Setelah dilakukan tindakan keperawatan TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
sensori: halusinasi selama 3 x 24 jam klien mampu Klien
mengontrol halusinasi dengan kriteria 1. Bina hubungan saling percaya
hasil: 2. Adakan kontak sering dan singkat secara
 Klien dapat membina hubungan saling bertahap
percaya 3. Observasi tingkah laku klien terkait
 Klien dapat mengenal halusinasinya; halusinasinya
jenis, isi, waktu, dan frekuensi 4. Tanyakan keluhan yang dirasakan klien
halusinasi, respon terhadap halusinasi, 5. Jika klien tidak sedang berhalusinasi
dan tindakan yg sudah dilakukan klarifikasi tentang adanya pengalaman
 Klien dapat menyebutkan dan halusinasi, diskusikan dengan klien tentang
mempraktekan cara mengntrol halusinasinya meliputi :
halusinasi yaitu dengan menghardik, a. SP I
bercakap-cakap dengan orang lain,  Identifikasi jenis halusinasi Klien
terlibat/ melakukan kegiatan, dan  Identifikasi isi halusinasi Klien
minum obat  Identifikasi waktu halusinasi Klien
 Klien dapat dukungan keluarga dalam  Identifikasi frekuensi halusinasi
mengontrol halusinasinya Klien
 Klien dapat minum obat dengan  Identifikasi situasi yang
bantuan minimal menimbulkan halusinasi
 Mengungkapkan halusinasi sudah  Identifikasi respons Klien terhadap
hilang atau terkontrol halusinasi
 Ajarkan Klien menghardik halusinasi
 Anjurkan Klien memasukkan cara
menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian
b. SP II
 Evaluasi jadwal kegiatan harian
Klien
 Latih Klien mengendalikan
halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain
 Anjurkan Klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
c. SP III
 Evaluasi jadwal kegiatan harian
Klien
 Latih Klien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan Klien di rumah)
 Anjurkan Klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
d. SP IV
 Evaluasi jadwal kegiatan harian
Klien
 Berikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara
teratur
 Anjurkan Klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
 Beri pujian jika klien menggunakan
obat dengan benar.
e. Keluarga
 Diskusikan masalah yang dirasakn
keluarga dalam merawat Klien
 Jelaskan pengertian tanda dan gejala,
dan jenis halusinasi yang dialami
Klien serta proses terjadinya
 Jelaskan dan latih cara-cara merawat
Klien halusinasi
 Latih keluarga melakukan cara
merawat Klien halusinasi secara
langsung.
 Discharge planning : jadwal
aktivitas dan minum obat
DAFTAR PUSTAKA

Ann Isaacs, 2015. Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatri. Jakarta: EGC.

Keliat, B. A, 2015. Model Praktik Keperawatan Profesional jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, B. A, 2018. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.


Maramis, 2015. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga.

Stuart, G.W, 2017. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: Graha Ilmu.

Varcarolis, E.M., Carson, V.B. & Shoemaker, N.C., 2016. Foundation of


Psychitric Mental Health Nursing, edition 5, Saunders Elsevier, USA.
2
(HARGA DIRI RENDAH)

A. Pengertian

Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang


berharga dan tidak dapat bertanggung jawab pada kehidupannya sendiri
(Yoeddhas, 2010).
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dengan ideal diri
(Stuart, 2015).
Harga diri rendah adalah cenderung untuk memilih dirinya negative
dan merasa lebih rendah dari orang lain (Hamid Achir Yani, 2015).
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang lain,
harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang
kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan
pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran seks,
tuntutan peran kerja, harapan peran kultural.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi ketidak
percayaan orang tua tekanan dari kelompok sebaya, perubahan
dalam stuktural sosial.
2. Faktor Presipitasi
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupannya.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalaminya sebagai frustasi
c. Transisi Peran situasi adalah terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran dan kematian
d. Transisi peran sehat sakit akibat pergeseran dari keadaan sehat ke
sakit dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran
bentuk, penampilan, fungsi tubuh, perubahan fisik berhubungan
dengan tumbang normal moral dan prosedur medis keperawatan
C. Manifestasi Klinis
Menurut Suliswati, 2005 tanda dan gejala harga diri rendah yaitu:
1. Merasa dirinya lebih rendah dari orang lain
2. Mengkritik diri sendiri dan orang lain
3. Gangguan dalam berhubungan
4. Rasa diri penting yang berlebihan
5. Perasaan tidak mampu
6. Rasa bersalah
7. Pandangan hidup yang pesimis
8. Penolakan terhadap kemampuan personal
9. Menarik diri secara social
10. Khawatir dan menarik diri dari realitas
D. Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun
tidak mampu bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial:
menarik diri. Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang
tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi
seseorang dalam hubungan social.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien dengan harga diri rendah meliputi:
1. Farmakologi.
2. Terapi lain seperti terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi tingkah
laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi lingkungan, terapi aktivitas
kelompok yang tujuannya adalah memperbaiki perilaku klien dengan
harga diri rendah.
3. Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi (kembali memfungsikan)
dan perkembangan klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara
wajar dalam kehidupan bermasyarakat.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) penatalaksanaan pada klien
dengan gangguan konsep diri berfokus pada tingkat penilaian kognitif
terhadap kehidupan yang terdiri dari:
1. Persepsi
2. Kesadaran klien akan emosi dan perasaan
3. Menyadari masalah dan perubahan sikap
Prinsip asuhan keperawatan yang diberikan terlihat dari kemajuan
klien meningkatkan dari satu tingkat ke tingkat berikutnya yaitu:
1. Meluaskan kesadaran diri yaitu dengan meningkatkan hubungan
keterbukaan dan saling percaya.
2. Menyelidiki dan mengeksplorasi diri (self exploration) yaitu
membantu klien untuk menerima perasaan dan pikirannya.
3. Perencanaan realita (realita planing) membantu klien bahwa hanya saja
di yang dapat merubah bukan rang lain.
4. Tanggung jawab bertindak (comitment to action) membantu klien
melakukan tindakan yang perlu untuk merubah respon maladaptif dan
mempertahankan respon adaptif.
F. Pohon Masalah

Deficit Perawatan Diri

Gangguan Konsep diri: Harga diri rendah

Isolasi social: menarik diri

Penurunan motivasi diri

Gangguan citra tubuh

G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal
pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan,
TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses
pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat
makan kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC
serta membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik
dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi
dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan
kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medic
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
H. Analisa Data
Data Subjektif Data Objektif
 Adanya ungkapan yang  Kontak mata kurang, sering
menegatifkan diri menunduk
 Mengeluh tidak mampu  Mudah marah dan tersinggung
melakukan peran dan fungsi  Menarik diri
sebagaimana mestinya  Menghindar dari orang lain
 Ungkapan mengkritik diri
sendiri, mengejek dan
menyalahgunakan diri sendiri

I. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah
J. Intervensi
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Harga Diri Rendah Setelah 2x pertemuan, pasien mampu 1. SP 1
1. Mengidentifikasi kemampuan dan a. Identifikasi kemampuan positif
aspek positif yang dimiliki, yang dimiliki
2. Memiliki kemampuan yang b. Nilai kemampuan yang dapat
dapat digunakan, dilakukan saat ini
3. Memilih kegiatan yang c. Pilih kemampuan yang akan dilatih
sesuai kemamampuan d. Diskusikan dengan pasien beberapa
4. Melakukan kegiatan yang aktifitas yang dapat dilakukan dan
sudah dipiih dipilih sebagai kegiatan yang akan
5. Merencanakan kegiatan yang pasien lakukan sehari-hari
sudah e. Bantu pasien menetapkan aktifitas
mana yang dapat pasien lakukan
secara mandiri
f. Nilai kemampuan pertama yang telah
dipilih
g. Masukkan dalam jadwal kegiatan
pasien
2. SP 2
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
b. Pilih kemampuan kedua yang dapat
dilakukan
c. Latih kemampuan yang dipilih
d. Masukkan dalam jadwal kegiatan
pasien
3. SP 3
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1
& SP 2)
b. Memilih kemampuan ketiga yang
dapat dilakukan
c. Masukkan dalam jadwal kegiatan
pasien
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, Achir Yani. 2005. Buku Pedoman askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa
Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia

Stuart, G.W, 2005. Principles and Pratice of Psychiatric Nursing. Edition 7. St.
Louise: Mosby.

Stuart, G.W, & Sundeen. 1998. Principles and Pratice of Psychiatric Nursing. St.
Louise: Mosby.

Suliswati, S. Kep, M,=. Kes, dkk. 2005. Konsep dasar keperawatan


Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
3
ISOLASI SOSIAL

A. Pengertian
Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok
mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan
keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak
(Carpenito, 2008).
Isolasi social adalah suatu sikap individu menghindari diri dari
interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilanngan
hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi
perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan (Yosep, 2009).
Isolasi social adalah keadaan ketika seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya. (Keliat dan Akemat, 2010).
B. Penyebab
1. Faktor Predis Posisi
Beberapa faktor pendukung yang dapat menyebabkan isolasi sosial
adalah :
a. Faktor Perkembangan
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan
dari ibu / pengasuh kepada bayi akan memberikan rasa tidak aman
yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi
untuk mengembangkan gangguan tingkah laku. Sikap bermusuhan
/ hostilitas. Sikap mengancam dan menjelek – jelekkan anak.
Ekspresi emosi yang tinggi. Orang tua atau anggota keluarga sering
berteriak, marah untuk persoalan kecil / spele, sering menggunakan
kekerasan fisik untuk mengatasi masalah, selalu mengkritik,
mengkhayalkan,
anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya
tidak memberi pujian atas keberhasilan anak .
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan.
Contoh
: Individu yang berpenyakit kronis, terminal, menyandang cacat
atau lanjut usia. Demikianlah kebudayaan yang mengizinkan
seseorang untuk tidak keluar ruman (pingit) dapat menyebabkan
isolasi sosial.
d. Faktor biologi
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan
jiwa, insiden tertinggi skizofrenia di temukan pada keluarganya
yang anggota keluarga menderita skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh
faktor Internal maupun eksternal meliputi.
a. Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam
berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti :
perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat
dirumah sakit atau dipenjara .
b. Stressor Giokimic
Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta
traktus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia
c. Stressor biologic dan lingkungan sosial
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia
sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan, maupun
biologis.
d. Stressor psikologis
Kecemasan yang tertinggi akan menyebabkan menurunya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Ego
pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk
mengatasi stres. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius
antara hubungan ibu dan anak pada fase sinibiotik sehingga
perkembangan psikologis individu terhambat.

1) Hubungan ibu dan anak


Ibu dengan kecemasan tinggi akan mengkomunikasikan
kecemasannya pada anak, misalnya dengan tekanan suara yang
tinggi, hal ini membuat anak bingung, karena belum dapat
mengklasifikasikan dan mengartikan pasien tersebut.
2) Dependen versus Interdependen
Ibu yang sering membatasi kemandirian anak, dapat
menimbulkan konflik, di satu sisi anak ingin mengembangkan
kemandiriannya.
C. Manifestasi Klinis
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2. Menghidar dari orang lain (menyendiri)
3. Klien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya pada saat
makan.
4. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri.
5. Komunikasi kurang / tidak ada.
6. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain / perawat.
7. Tidak ada kontak mata: klienlebih sering menunduk.
8. Mengurung diri di kamar / tempat terpisah, klien kurang dalam
mobilitas.
9. Menolak berhubungan dengan orang lain.
10. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan
kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
D. Akibat
Perilaku isolasi social; menarik diri dapat beresiko terjadinya perubahan
persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi persepsi
sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau sensori yang
tidak sesuai dengan realita/ kenyataan seperti melihat bayangan atau
mendengarkan suara-suaran yang sebenarnya tidak ada. Menurut
(maramis, 1998) halusinasi adalah perencanaan tanpa adanya rangsangan
apapun dari panca indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam kedaan
terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional,
organik atau histerik.

E. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
2. Terapi fisik ECT (Elektro Compution Teraphy)
3. Terapi psikologi
4. Terapi social
5. Bila serangan pertama
a. Membangkitkan dan diagnosis
b. Pemeriksaan psikologi
c. Pemeriksaan kimia rutin, skrinning, roksikologi, VDRL dan uji
fungsi tiroid
d. Elektroensefologram (untuk menyingkirkan epilepsy logus
temperralit, neoplasma) (Buku saku psiatri, penerbit buku
kedokteran EGC)
F. Pohon Masalah

Gangguan sensori persepsi: Halusinasi

Isolasi Sosial

Gangguan sensori persepsi: Halusinasi

G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal
pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.

3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan,
TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental.
7. Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir,
isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
8. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan alat
makan kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC
serta membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
9. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik
dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi
dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

10. Masalah psikososial dan lingkungan


Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan
kesehatan.
11. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
12. Aspek medic
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
13. Daftar masalah keperawatan
a. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
b. Isolasi sosial
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
H. Analisa Data

Data Subjektif Data objektif


 Klien mengatakan tidak suka  Klien suka melamun
berada di rumah sakit jiwa.  Klien tampak sedih
 Klien mengatakan takut  Klien suka menyendiri.
dengan teman-temannya.

I. Diagnose Keperawatan
Isolasi Sosial
J. Intervensi
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Isolasi Sosial Setelah dilakukan tindakan keperawatan  SP 1
selama 3 x 24 jam Klien dapat berinteraksi  Bina hubungan saling percaya
dengan orang lain baik secara individu  Identifikasi penyebab isolasi sosial
maupun secara berkelompok dengan  SP 2
kriteria hasil :  Diskusikan bersama Klien keuntungan
 Klien dapat membina hubungan saling berinteraksi dengan orang lain dan
percaya. kerugian tidak berinteraksi dengan orang
 Dapat menyebutkan penyebab lain
isolasi sosial.  Ajarkan kepada Klien cara berkenalan
 Dapat menyebutkan keuntungan dengan satu orang
berhubungan dengan orang lain.  Anjurkan kepada Klien untuk
 Dapat menyebutkan kerugian tidak memasukan kegiatan berkenalan dengan
berhubungan dengan orang lain. orang lain dalam jadwal kegiatan harian
 Dapat berkenalan dan bercakap-cakap dirumah
dengan orang lain secara bertahap.  SP 3
 Terlibat dalam aktivitas sehari-hari  Evaluasi pelaksanaan dari jadwal
kegiatan harian Klien
 Beri kesempatan pada Klien
mempraktekan cara berkenalan dengan
dua orang
 Ajarkan Klien berbincang-bincang
dengan dua orang tetang topik tertentu
 Anjurkan kepada Klien untuk
memasukan kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam jadwal kegiatan
harian dirumah
 SP 4
 Evaluasi pelaksanaan dari jadwal
kegiatan harian Klien
 Jelaskan tentang obat yang diberikan
(Jenis, dosis, waktu, manfaat dan efek
samping obat)
 Anjurkan Klien memasukan kegiatan
bersosialisasi dalam jadwal kegiatan
harian dirumah
 Anjurkan Klien untuk bersosialisasi
dengan orang lain
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Keliat dan Akemat. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC

Maramis, W.F. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press.
Surabaya.

Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa Edisi revisi. Bandung: PT. refika Aditama
4
RESIKO BUNUH DIRI

A. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko
untuk menyakiti diri sendiri atau tindakan yang dapat mengancam jiwa
(Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009).
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk
mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk
mewujudkan hasratnya untuk mati. Perilaku bbunuh diri ini meliputi
isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan
kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri (Clinton, 1995 dalam Yosep,
2010).
B. Penyebab
1. Faktor predisposisi
Lima factor predisposisi yang penunjang pemahaman perilaku
destruktif diri sepanjang siklus kehidupan (Fitria, 2009):
a. Diagnosa Psikiatrik. Lebih dari 90% orang dewasa yang
mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri mempunyai ganggguan
jiwa (ganggan afektif, penyalagunaan zat, dan skizofrenia).
b. Sifat Kepribadian. Tiga kepribadian yang erat hubungannya
dengan risiko bunuh diri adalah antipasti, impulsive, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial. Diantaranya adalah pengalaman
kehilangan, kehilangan dukungan social, kejadian-kkejadian
negative dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan, atau bahkan
perceraian.
d. Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga yang pernah melakukan
bunuh diri merupakan faktor penting yang dpaat menyebabkan
seseorang melakukan tinfdakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia. Data menunjukkan bahwa pada klien dengan
risiko bunuh diri terdapat peningkatan zat-zat kimia yang terdapat
di dalam otak seperti serotonin, adrenalin, dan dopamine yang
dapat dilihat dengan EEG.

2. Faktor Presipitas
Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan
yang dialami oleh individu. Pencetusnya seringkali kejadian hidup
yang memalukan, melihat atau membaca melalui media tentang orang
yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri (Fitria,
2009).
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009):
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang
obat dosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah
dan mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).
D. Akibat
Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh
diri adalah mencederai diri dan lingkungan dengan tujuan mengakhiri
hidup. Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau ancaman
verbal untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian perlukaan
atau nyeri pada diri sendiri.
E. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar
pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah.
Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan,
kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis.
Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi
berhubungan erat dengan kriteria yang mencerminkan besarnya
kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau terluka sudah dapat
diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya hubungan
beratnyagangguan badaniah dengan gangguan psikologik. Penting sekali
dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk
pasien dengan depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat obat
terutama anti depresan dan psikoterapi.

F. Pohon Masalah

BUNUH DIRI
RISIKO BUNUH DIRI

ISOLASI SOSIAL

HARGA DIRI RENDAH KRONIS
(Fitria, 2009)
G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal
pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan,
TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses
pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat
makan kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC
serta membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik
dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi
dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan
kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

11. Aspek medic


Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
12. Daftar masalah keperawatan
a. Risiko bunuh diri.
b. Bunuh diri.
c. Isolasi sosial.
d. Harga diri rendah. (Fitria, 2009).
H. Analisa Data
No Data Masalah
DS: klien mengatakan tidak ada harapan hidup Resiko bunuh diri
lagi klien merasa tidak berguna lagi
1. klien selalu mengatakan tentang kematian dirinya
klien kadang menunjukkan secara verbal tentang
rencana bunuh diri
DO: klien tampak gelisah
klien tampak sedih
kontak mata kurang
klien nampak putus asa
I. Intervensi
No. Diagnosa Rencana Keperwatan
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Pasien Setelah 3x pertemuan 1. Sp 1 :


tetap aman pasien mampu  Identifikasi benda2 yang dapat
dan  mengidentifikasi membahayakan pasien.
selamat benda2 yang dapat  Amankan benda2 yang dapat
mampu mengendalikan membahayakan pasien.
dorongan bunuh diri  Lakukan kontrak treatment.
 pasien mampu  Ajarkan cara mengendalikan dorongan
1. Resiko bunuh diri mengidentifikasi aspek bunuh diri.
positif dan mampu 2. Sp 2 :
menghargai diri  Identifikasi aspek positif pasien.
sebagai individu yang  Dorong pasien untuk berpikir positif
berharga. terhadap diri
 pasien mampu  Dorong pasien untuk menghargai diri
mengidentifikasi pola sebagai individu yang berharga.
koping yang 3. Sp 3 :
konstruktif dan mampu  Identifikasi pola koping yang biasa
menerapkannya. diterapkan pasien.
 klien mampu membut  Nilai pola koping yang biasa dilakukan.
rencana masa depan  Identifikasi pola koping yang konstruktif.
yang realistis dan  Dorong pasien memilih pola koping yang
mampu melakukan konstruktif.
kegiatan.  Anjurkan pasien menerapkan pola koping
yang konstruktuif dalam kegiatan harian.
4. Sp 4 :
 Buat rencana masa depan yang realistis
bersama pasien.
 Identifikasi cara mencapai rencana masa
depan yang realistis.
 Beri dorongan pasien melakukan kegiatan
dalam rangka meraih masa depan.
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan


dan Strategi Pelaksanaan dan Tindakan Keperawatan (Lp& Sp). Jakarta:
Salemba Medika.

Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. refika Aditama


5
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO PERILAKU
KEKERASAN

A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau
amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Budi Ana Keliat,
2005).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan
untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan, contohnya:
pada masa anak-anak yang mendapat perilaku kekerasan cenderung
saat dewasa menjadi pelaku perilaku kekerasan
b. Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka
kekerasan yang diterima sehingga secara tidak langsung hal
tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar
c. Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti
terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
kekerasan adalah hal yang wajar
d. Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik,
lobus frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan
neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering
kali berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap
perkembangan keluarga.
C. Manifestasi Klinis
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku
kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
a. Tidak adekuat
b. Tidak aman dan nyaman
c. Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d. Tidak berdaya
e. Bermusuhan
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Terasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
D. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan
suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri,
orang lain dan lingkungan
E. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Obat anti psikosis : Phenotizin
b. Obat anti depresi : Amitriptyline
c. Obat anti ansietas : Diazepam, Bromozepam, Clobozam
d. Obat anti insomnia : Phneobarbital
2. Terapi modalitas
a. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian:
1) BHSP
2) Jangan memancing emosi klien
3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan
dengan keluarga
4) Beri kesempatan pasien mengemukakan pendapat
5) Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk
mengemukakan masalah yang dialami
b. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan
social atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran klien karena masalah sebagian orang
merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
c. Terapi music
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran klien.
F. Pohon Masalah

Resiko mencedrai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal
pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan,
TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses
pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat
makan kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC
serta membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik
dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi
dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan
kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medic
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
12. Daftar masalah keperawatan
a. Perilaku kekerasan
b. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi social
f. Berduka disfungsional
g. Penatalaksanaan regimen teurapeutik inefektif
h. Koping keluarga inefektif
H. Analisa Data
Data Subjektif Data Objektif
 Klien mengatakan ingin  Sikap tampak kaku dan
memukul orang lain tegang\
 Klien mengatakan ingin  Agresif, agitasi
membunuh  Mengamuk
 Klien mengatakan benci  Peningkatan aktivitas motorik
semua orang  Mengepalkan tinju
 Merusak benda disekitar
I. Intervensi

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Risiko Prilaku Selama perawatan diruangan, pasien BHSP
Kekerasan tidak memperlihatkan perilaku 1. SP I:
kekerasan, dengan criteria hasil:  Diskusikan penyebab, tanda dan
 Dapat membina hubungan saling gejala, bentuk dan akibat PK yang
percaya dilakukan pasien serta akibat PK
 Dapat mengidentifikasi  Latih pasien mencegah PK dengan
penyebab, tanda dan gejala, cara: fisik (tarik nafas dalam &
bentuk dan akibat PK yang sering memeukul bantal)
dilakukan  Masukkan dalam jadwal harian
 Dapat mendemonstrasikan cara
mengontrol PK dengan cara : 2. SP II:
 Fisik  Diskusikan jadwal harian
 Social dan verbal  Latih pasien mengntrol PK dengan
 Spiritual cara sosial
 Minum obat teratur
 Dapat menyebutkan dan  Latih pasien cara menolak dan
mendemonstrasikan cara meminta yang asertif
mencegah PK yang  Masukkan dalam jadwal kegiatan
sesuai harian
 Dapat memelih cara 3. SP III:
mengontrol PK yang efektif dan  Diskusikan jadwal harian
sesuai  Latih cara spiritual untuk mencegah
 Dapat melakukan cara yang PK
sudah dipilih untuk mengontrl PK  Masukkan dalam jadawal kegiatan
 Memasukan cara yang sudah harian
dipilih dalam kegitan harian  SP IV
 Mendapat dukungan dari keluarga  Diskusikan jadwal harian
untuk mengontrol PK  Diskusikan tentang manfaat obat dan
 Dapat terlibat dalam kegiatan kerugian jika tidak minum obat secara
diruangan teratur
 Masukkan dalam jadwal kegiatan
harian
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B. A, 2005. Model Praktik Keperawatan Profesional jiwa. Jakarta: EGC.

Purba, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial
dan Gangguan Jiwa. Meda: USU Press.

Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa Edisi 1. Jakarta: PT. refika Aditama.

Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa Edisi revisi. Bandung: PT. refika Aditama.
6
WAHAM

A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006).
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita
normal. (Stuart dan sundeen, 2004).
Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat
dibuktikan dalam kenyataan. (Stuart dan sundeen, 2004)
B. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Genetis: diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem
syaraf yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis: adanya gangguan pada konteks pre frontal dan
korteks limbic.
c. Neurotransmitter: abnormalitas pada dopamine, serotonin, dan
glutamat.
d. Virus: paparan virus influensa pada trimester III
e. Psikologis: ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik abnormal
c. adanya gejala pemicu
C. Klasifikasi Waham
1. Waham Agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan
diucapkjan secra berulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
2. Waham Kebesaran
Keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuan yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan.

3. Waham Somatik
Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang disampaikan
secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
4. Waham Curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok
yang berusaha merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan
secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
5. Waham Sisip Fikir
Klien yakin bahwa ada fikiran orang lain yang
disisipkan/dimasukkan kedalam fikiran yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan
6. Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang
disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
7. Waham Siar Fikir
Klien yakin bahwa ada orang lain mengetahui apa yang dia
butuhkan walaupun dia tidak menyatakan pada orang tersebut apa
yang dinyatakan secara berulang dan tidak sesuai kenyataan
D. Manifestasi Klinis
Menurut Azis (2003), tanda dan gejala yang dihasilkan atas
penggolongan waham, yaitu:
1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3. Curiga
4. Bermusuhan
5. Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
6. Takut, sangat waspada
7. Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
8. Ekspresi wajah tegang
9. Mudah tersinggung
E. Akibat
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri,
orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan
yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.

F. Pohon Masalah

Resiko tinggi melalukan tindak kekerasan

Gangguan isi pikir: waham kebesaran

Koping individu tidak efektif

G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal
pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.

4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan,
TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses
pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik
dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi
dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan
kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

11. Aspek medic


Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
12. Daftar masalah keperawatan
a. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Kerusakan komunikasi: verbal
c. Perubahan isi pikir: waham
d. Gangguan konsep diri: harga diri rendah.

H. Analisa Data
Data Subjektif Perubahan proses pikir : waham
klien mengatakan hal-hal yang tidak sesuai kenyataan
a. Klien mengatakan berulang kali

Data Objektif :
b. Klien tampak binggung
I. Intervensi
Dx Perencanaan
Keperawat
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
an
Gangguan TUM: …………. 1. Bina hubungan saling
Proses ………………… Setelah … x interaksi klien: percaya dengan klien:
Pikir : ………………… 2. Beri salam
 Mau menerima kehadiran
Waham TUK: 3. Perkenalkan diri, tanyakan nama
perawat di sampingnya.
 Klien dapat serta nama panggilan yang
 Menyatakan mau menerima
membina hubungan disukai.
bantuan perawat
saling percaya 4. Jelaskan tujuan interaksi
 Tidak menunjukkan tanda-
dengan perawat 5. Yakinkan dia dalam keadaan aman
tanda curiga
dan perawat siap menolong dan
mendampinginya
6. Yakinkan bahwa kerahasiaan klien
akan tetap terjaga
7. Tunjukkan sikap terbuka dan jujur
8. Perhatikan keb dasar dan beri
bantuan u/ memenuhinya
 Klien dapat 1. Bantu klien untuk mengungkapkan
mengidentifikasi Klien menceritrakan ide-ide dan perasaan dan fikirannya.
perasaan yang perasaan yang muncul secara 2. Diskusikan dengan klien
muncul secara berulang dalam fikirannya. pengalaman yang dialami selama ini
berulang dalam (Setelah 2 X interaksi) termasuk hubungan dengan orang
pikiran klien. yang berarti, lingkungan kerja,
sekolah, dsb.
3. Dengarkan pernyataan klien dengan
empati tanpa mendukung /
menentang pernyataan wahamnya.
 Klien dapat 1. Bantu klien untuk mengidentifikasi
mengidentifikasi Klien dpt menyebutkan kejadian- kebutuhan yang tidak terpenuhi serta
stressor/pencetus kejadian sesuai dengan urutan kejadian yang menjadi factor
wahamnya. waktu serta harapan/kebutuhan- pencetus
(Triggers Factor) nya yg tdk terpenuhi seperti : 2. Diskusikan dengan klien tentang
Harga diri, rasa aman dsb. kejadian-kejadian transmatik yang
(2 X interaksi) menimbulkan rasa takut, anxietas
maupun perasaan tidak dihargai.
3. Diskusikan dengan klien cara-cara
mengatasi situasi tersebut.
4. Diskusikan dengan klien apakah ada
halusinasi yang meningkatkan
fikiran / perasaan yang terkait
wahamnya.
5. Hubungkan kejadian-kejadian
tersebut dengan wahamnya.
 Klien dapat 1. Bantu klien mengidentifikasi
mengidentifikasi Klien dapat membedakan keyakinannya yang salah tentang
wahamnya pengalaman nyata dengan situasi yang nyata (bila klien sudah
pengalaman wahamnya. siap)
(3x interaksi) 2. Diskusikan dengan klien
pengalaman wahamnya tanpa
berargumentasi
3. Katakan kepada klien akan keraguan
perawat terhadap pernyataan klien
4. Diskusikan dengan klien respon
perasaan terhadap wahamnya
5. Diskusikan frekuensi, intensitas dan
durasi terjadinya waham
6. Bantu klien membedakan situasi
nyata dengan situasi yang
dipersepsikan salah oleh klien
 Klien dapat 1. Diskusikan dengan klien
mengidentifikasi Klien dapat menjelaskan gangguan pengalaman-pengalaman yang tidak
konsekuensi dari fungsi hidup sehari-hari yang menguntungkan sebagai akibat dari
wahamnya (2x diakibatkan ide-ide / fikirannya wahamnya seperti :
interaksi) yang tidak sesuai dengan 2. Hambatan dalam berinteraksi dg
kenyataan seperti : orang lain
 Hubungan dengan orang lain 3. Perubahan dalam prestasi kerja /
 Pekerjaan sekolah
 Sekolah 4. Ajak klien melihat bahwa waham

 o Prestasi, dsb tersebut adalah masalah yang


membutuhkan bantuan dari orang
lain
5. Diskusikan dengan klien
orang/tempat ia minta bantuan
apabila wahamnya timbul / sulit
dikendalikan.
 Klien melakukan 1. Motivasi klien memilih dan
teknik distraksi Klien dapat melakukan melakukan aktivitas yang
sbg cara aktivitas yang konstruktif membutuhkan perhatian dan
menghentikan yang dapat mengalihkan ketrampilan fisik
pikiran yg terpusat fokus klien dari wahamnya, 2. Bicara dengan klien topik-topik
pada wahamnya sesuai dengan minatnya (3X yang nyata
interaksi) 3. Diskusikan hobi/aktivitas yang
disukainya
4. Ikut sertakan klien dalam aktivitas
fisik yang membutuhkan perhatian
sebagai pengisi waktu luang
5. Bertanggung jawab secara personal
dalam mempertahankan /
meningkatkan kesehatan dan
pemulihannya
6. Beri penghargaan bagi setiap upaya
klien yang positif
 Klien dapat  Keluarga dapat menjelaskan 1. Diskusikan dengan keluarga tentang
dukungan keluarga tentang pentingnya cara-cara :
merawat klien di rumah a. Pengertian waham
 Keluarga dapat menjelaskan b. Penyebab
cara-cara merawat klien di c. Gejala
rumah. d. Cara merawat
 (4X pertemuan) e. Follow up dan obat

 Klien dan keluarga  Klien dapat menggunakan 1. Klien dengan kesadaran sendiri mau
dapat obat dengan benar termasuk : mentaati program terapi medik
menggunakan obat  Nama dan orangnya 2. Jelaskan dengan klien / keluarga
dengan benar  Jenis obat pentingnya obat bagi kesehatan klien
 Dosis 3. Diskusikan dengan klien jenis obat,
 Cara penggunaan obat cara penggunaannya, side efek obat

 Waktu serta kapan dia harus minta

 Side efek dan tindakan yang pertolongan apabila terjadi sesuatu

harus dilakukan bila terjadi yang tidak diinginkan sebagai

efek samping obat dampak pemakaian obat


 (3X interaksi) 4. Jelaskan kepada klien / keluarga
bahwa pemberhentian / perubahan
dosis harus sepengetahuan dan saran
dari dokter yang merawat.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul., A. Aziz. (2003). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:


EGC.
Keliat, Budi Anna. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Sundeen & Stuart. (2004). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
7
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri (Depkes, 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah,
2004).
Deficit perawatan diri pada pasien dengan gagguan jiwa merupakan
deficit peraatan diri yang terjadi akibat adanya perubahan proses
pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri
menurun (Keliat dan akemat 2007).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis.
B. Penyebab
1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi
personal hygiene adalah:
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya
pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga
kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain- lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya
C. Manifestasi Klinis
1. Fisik:
a. Badan bau, pakaian kotor
b. Rambut dan kulit kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut yang bau
e. Penampilan tidak rapi
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif
b. Menarik diri, isolasi diri
c. Merasa tak berdaya, rendah diri, dan merasa hina
3. Social
a. nteraksi kurang
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berprilaku sesuai norma
d. Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK disembarang tempat ,
gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri
D. Akibat
Dampak yang ditimbulkan dengan keadaan defisit perawatan diri
seperti pasien dikucilkan di dalam keluarga atau masyarkat sehingga
terjadi isolasi sosial dan bahkan kehilangan kemampuan dan motivasi
dalam melakukan perawatan terhadap tubuhnya.
E. Penatalaksanaan
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
a. Bina hubungan saling percaya
b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan
c. Kuatkan kemampuan klien merawat diri
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri
a. Bantu klien merawat diri
b. Ajarkan keterampilan secara bertahap
c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari

3. Ciptakan lingkungan yang mendukung


a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk melakukan
perawatan diri
b. Dekatkan peralatan agar mudah dijangkau oleh klien
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman

F. Pohon Masalah

Defisit Perawatan Diri

Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

Isolasi social

Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan

G. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal
pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.

4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan,
TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses
pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat
makan kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC
serta membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik
dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi
dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan
kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.

11. Aspek medic


Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
12. Daftar masalah keperawatan
a. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
b. Isolasi Sosial
c. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan,
BAB/BAK
H. Analisa Data
Data Subjektif Data Objektif
 Klien mengatakan  Ketidak mampuan mandi atau
dirinya malas mandi membersihkan diri ditandai dengan
karena airnya rambut kotor, gigi kotor, kulit
dingin,atau di RS berdaki, dan berbau serta kuku
tidak tersedia alat panjang dan kotor.
mandi.  Ketidak mampuan
berpakaian atau berhias
 Klien mengatakan ditandai dengan rambut acak-
dirinya malas acakan, pakaian kotor dan tidak
berdandan. rapi, pakaian tidak sesuai tidak
 Klien mengatakan bercukur (laki-laki) atau tidak
ingin disuapi makan berdandan (wanita).
 Klien mengatakan  Ketidak mampuan makan secara
jarang memberiskan mandiri ditandai dengan ketidak
alat kelaminya setelah mampuan mengambil makan
BAK maupun BAB. sendiri, makan berceceran, dan
makan tidak pada tempatnya.
 Ketidak mampuan BAB atau BAK
secara mandiri ditandai BAK atau
BAB tidak pada tempatnya, tidak
membersihkan diri dengan baik
setelah BAB atau BAK.
I. Intervensi
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Defisit Perawatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
Diri selama 3 x hari, klien dapat mandiri 1. Pasien
melakukan perawatan diri dengan  Menjelaskan pentingnya kebersihan dan
kriteria: kerapian diri
 Dapat menjelaskan pentingnya  Mendiskusikan ciri-ciri badan bersih dan
kebersihan dan kerapian rapi
 Menyebutkan ciri-ciri badan yang  Menjelaskan manfaat bsdsn bersih dan rapi
bersih dan rapi dan kerugian jika jika badan tidak bersih
 Dapat menyebutkan manfaat badan dan tidak rapi
bersih dan rapi  Mengajarkan cara menjaga kebersihan dan
 Dapat menyebutkan kerugian kerapian diri
badan badan yang tidak bersih dan  Memberikan kesempatan pada
tidak rapi pasien untuk mendemonstrasikan cara
menjaga kebersihan dan kerapian diri
 Dapat mempraktikan cara  Menganjurkan pasien memasukan cara
melakukan cara perawatan diri menjaga kebersihan dan kerapian kedalam
dengan benar jadwal kegiatan harian
 Badan bersih dan rapi
 Badan tidak bau 2. Keluarga
 Dapat melakukan aktifitas  Mendiskusikan kesulitan yang dirasakan
perawatan diri secara mandiri keluarga dalam merawat pasien dengan
masalah deficit perawatan diri
 Menjelaskan ciri-ciri pasien yang
mengalami masalah deficit perawatan diri
dan jenis deficit perawatan diri yang sering
dialami oleh pasien dan proses terjadinya
 Menjelaskan cara –cara merawat pasien
deficit perawatan diri
 Melatih keluarga mempraktekan cara
merawat pasien dengan deficit perawatan
diri
 Membantu keluarga membuat jadwal
aktifitas perawatan diri bagi pasien
dirumah termasuk minum obat (discharge
planning)
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (2000). Keperawatan Jiwa Teori dan


Tindakan Keperawatan. Jakarta : Depkes RI.
Potter. PA & Perry, AG, (2005). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan Konsep,Proses dan Praktik, edisi 4. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A, dan Akemat, (2007). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta : EGC.
Nurjannah, (2004). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Salemba Medika
8
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

PADA PASIEN DENGAN “KECEMASAN”

A. Pengertian
Kecemasan adalahperasaan takut yang tidak jelas dan tidak di dukung
oleh situasi. Gangguan kecemasan adalah sekelompokkondisi yang
member gambaran penting tentang ansietas yang berlebihanyang disertai
respon perilaku, emosional dan fisiologis individu yang mengalami
gangguan ansietas. (Videback, 2008).
Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar
karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai respon (penyebab
tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu). Perasaan takut dan tidak
menentu sebagai sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan tentang
bahaya akan datang memperkuat individu mengambil tindakan
menghadapi ancaman.
Kejadian dalam hidup seperti menghadapi tuntutan, persaingan, serta
bencana dapat membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologis.
Salah satu contoh dampak psikologis adalah timbulnya kecemasan atau
ansietas. (AH. Yusuf,2015)
B. Penyebab
Menurut (Savitri Ramaiah, 2003: 11) ada beberapa faktor ynag
menunjukkan reaksi kecemasan, diantaranya yaitu:
1. Lingkungan atau sekitar tempat tinngal mempengaruhi cara berpikir
individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini di sebabkan
karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu
dengan keluarga, sahabat, ataupun rekan kerja. Sehingga individu
tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya.
2. Emosi yang ditekan, kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu
menemukan jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan
personal ini, terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi
dalam jangka waktu yang sangat lam.
3. Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan.

Memnurut (Zakiah Daradjat dan Kholi Lur Romchman, 2010: 167)


mengemukakan beberapa penyebab dari kecemasan yaitu:
1. Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang
mengancam dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut,
karena sumbernya terlihat jelas didaam pikiran.
2. Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal
yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani.
3. Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk.
Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak
berhubungan dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan
takut yang mempengaruhi kesehatan kepribadian penderitanya.
Menurut (Stuart dan Sundeen, 1998: 177) Beberapa teori penyebab
kecemasan pada individu antara lain:
1. Teori psikoanalatik
Terjadi karna adanya konflik yang terjadi antara emosinal elemen
kepribadian, yaitu id dan super ego. Id mewakili insting, super ego
mewakili hati nurani, sedangkan ego berperan menengahi konflik yang
terjadi antara dua elemen yang bertentangan. Timbulnya kecemasn
merupakan upaya peningkatan ego dan bahaya.
2. Teori interpersonal
Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap adanaya penolakan
dan tidaka adanya penerimaan interpersonal.
3. Teori perilaku (Bevarior)
Kecemasan merupakan prodk frustasi yaiti segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan.
4. Teori prespektif
Keluarga Kajian keluaraga menunjukkan pola interaksi yang
terjadi dalam keluarga. Kecemasan enunjukkan adanya pola interaksi
yang maladaptive dalam system keluarga.
5. Teori perspektif biologis
Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor
khususnya yang Mengatur kecamasan (Stuart dan Sundeen, 1998:
177).
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala kecemasan yang di tunjukkan atau di temukan oleh
seseorang bervariasi tergantung dari beratnya atatu tingkatan yang
dirasakan oleh individu tersebut (Hawari, 2004). Keluhan yang sering
dikemukakan oleh seseorang saat mengalami kecemasan secara umum
(Hawari, 2004), antara lain adaalh sebagai berikut:
1. Cemas, kawatir, firasat buruk, takut akan pikirannyasendiri, mudah
tersinggung,
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3. Takutsendiriaan, takut pada keramaian, dan banyak orang.
4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5. Gangguan kosentrasi daya ingat.
6. Gejala somatikrasa sakit pada oto dan tulang, berdebar-debar, sesak
nafas,
7. Gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan perkemihan, tangan
terasa dngin dan lembab, dan lain sebagainya (Eko prabowo, 2014:
D. Akibat
Dapat berasal dari sumber internal dan eksternal dapat diklasifikasikan
dalam dua jenis.
1. Ancaman terhadap integitas seseorang meliputi ketidakmampuan
fisiologis yang akan terjadi atau menurunkan kapasitas untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Pada ancaman ini stressor yang
berasal dari sumber eksternal adalah faktor-Faktor-faktor yang dapat
menyebabakan gangguan fisik (misal: infeksi virus dan polusi udara).
Sedangkan yang enjadi sumber internalanya adalah kegagalan
mekanisme fisisologi tubuh (misalnya: sitem jantung , sistem imun
pengaturan suhu dan perubahan fisologis selama kehamilan).
2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan
indetitas, harga diri dan fungsi social yang teringretisasi seseorang.
Ancaman yang berasal dari sumber internal berupa gangguan
hubungan interpersonal di rumah tempat kerja atau menerima pesan
baru (Eko prabowo, 2014).
E. Penatalaksanaan
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap
pencegahan dan terapi memrlukan suatu metode pendekatan yang bersifat
holistik, yaitu mencakup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik,
psikososial dan psikoreligius. Selengkapnya seperti pada uraian berikut.
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengancara:
a. Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meminum minuman keras.
f. Terapi psikolofarmaka.
2. Terapi psikofarmaka
Merupakan pengobatan untuk cemas dengan memaki obat obtan
yang berhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal
penghanatr saraf). Disusunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi
psikofarmaka yang serig di pakai adalah obat anticemas (anxiolytic),
yaitu seperti diazepam, klobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone
HCL, meprobramate dan alprazolam.
3. Terapi somatic.
Gejala atau keluhan fisik (somatic) sering dijumpai sebagai gejala
ikutan atau akibat dari kecemasan yang berkepanjangan. Untuk
menghilangkan keluhan-keluhan somatic (fisik) itu dapat diberikan
obat-oabatn yang ditujukan pada organ pada tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antar lain:
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa
dan diberika keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi reedukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi
diri bila diulang bahwa ketdak mampuan mengatasi kecemasan.
c. Psikoterapi rekontruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali
(rekontruksi) kepribadian yang teah menglami goncangan akibat
stresor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien,
yaitu kemampuan untuk berfikir secara rasonal, konsentrasi dan
daya ingkat.
e. Psikoterapi psikodinamik, untuk menganalisa dan menguraikan
proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa
seseorang tidak mampu menghadapi stresor psikososial sehingga
mengalami kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan,
agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor
krluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubunganya
dengan ekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem
kehidupan yang merupakan stresor psikososial.
F. Pohon Masalah

Resiko mencedrai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Gangguan perilaku: kecemasan Core problem

Koping individu tak efektif

Stesor

G. Askep
1. Pengkajian keperawatan
a. Pengkajian keperawatan pada pasien dengan ansietas menurut
(Stuart, 2007) yaitu:
1) Initial: Ansietas lebih rentan terjadi pada wanita daripada laki-
laki, karna wanita lebih mudah stress daripada pria.
2) Umur: Todler (lansia).
3) Pekerjaan: Pekerja yang mempunyai tingkat stress yang besar.
4) Pendidikan: Orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang
rendah lebih rentan mengalami stress.
b. Alasan masuk
Sesuwai dengn aal klienketika pertama kali masuk kerumah
sakit.
c. Faktor predisposisi
1) Dalam pandangan dalam pisokonalitis, ansietas adalah kognitif
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian: id dan
superego.
2) Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari
perasaaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan
interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan yang
menimbulkan kerentanan tertentu.
3) Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk
frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu keputusan
individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
4) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas
biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan ansietas juga
tumpang tindih antara gangguan ansietas dengandepresi.
d. Fisik
1) Tanda vital:
a. TD: Meningkat, palpitasi, berdebar-debar bahkan sampai
pingsan.
b. N : Menurun
c. S : Normal (36 °-37,5°C), ada juga yang mengalai
hipotermi, tergantung respon individu dalam menangani
ansietasnya.
d. P : Pernafasan, nafas pendek, dada sesak, nafas dangkal,
rasa tercekik terengah-engah.
2) Ukur: TB dan BB – normal (tergantung klien)
3) Keluhan fisik: Refleks, terkejut, mata berkedip-kedip,
insomnia, lambat dan kaki goyang.
Selain itu juga dapat dikaji tentang respon fisiologis terhadap
ansietas (Stuart, 2007):
1) B1: Nafas cepat, sewsak nafas, tekanan pada dada, nafas
dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, terengah-engah.
2) B2: Palpasi, jantung berdebar-debar, tekanan darah eningkat,
rasa ingin pingsan, pingsan TD -, denyut nadi -.
3) B3: Refleks +, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia,
tremor, rigiditas gelisah, wajah tegang.
4) B4: Tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.
5) B5: Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak
nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual nyeri ulu hati.
6) B6: Lemah.
e. Pisikososial
Konsep diri:
1) Gambaran diri:
Wajah tegang, mata berkedip-kedip, tremor, gelisah, keringat
berlebih.
2) Identitas diri:
Gangguan ini menyerang wanita daripada pria serta terjadi pada
seseorang yang bekerja dngan stesor yang berat.
3) Peran:
Menarik diri dan menghindar dalam keluarga/ kelompok/
masyarakat.
4) Ideal diri:
Berkurangnya toleransi terhadap sters, dan kecendrungan kearah
lokus eksternal dari keyakinan kontrol.
5) Harga diri:
Klien merasa hargadirinya rendah, akibat ketakutan yang tidak
rasional terhadap objek, aktivitas atau kejadian tertentu.
Hubungan sosial:
1) Orang yang berarti:
Keluarga
2) Peran dalam kegiatan kelompok/ masyaraat:
Kurang berperan dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
serata menarik diri dan menghindari keluarga/ kelopok/
masyarakat.
3) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: +
Spiritual:
1) Nialai dan kegiatan
2) Kegiatan ibadah
f. Status mental
1) Penampilan:
Padaorang yang mengalami ansietas berat dan panic, biasanya
penampilan nya tidak rapi.
2) Pembicaraan:
Bicara cepat dan banyak, gagap dan kadang-kadang keras.
3) Aktivitas motoric:
Lesu, tegang, gelisah, dan tremor.
4) Alam perasaan:
Sedih, putus asa, ketakutan dan kekhawatiran.
5) Afek:
labil
6) Interaksi selama wawancara:
Tidak kooperatif, mudah tersinggng dan mudah curiiga, kontak
mata kurang.
7) Persepsi:
Berhalusinasi, lapang persepsi sangat sepi dan tidak mampu
menyelesaikan masalah.
8) Proses pikir:
Presevarsi
9) Isi pikir:
Obsesi, pobia dan depersonalisasi
10) Tingkat kesadaran:
Bingung dan tidak bisa berorientasi terhadap waktu, tempat dan
orang (ansietas berat)
11) Memory:
Pada klien yang mengalami OCD (Obsesive Complusif
Disorder) akan terjadi gangguan daya ingat saat ini dan bahkan
sampai gangguan daya ingat jangka pendek.
12) Tingkat konsentrasi dan
berhitung: Tidak mampu
berkonsentrasi
13) Kemampuan penilaian:
Gangguan kemampuan penilaian ringan
14) Daya titik diri:
Menyalahkan hal-hal diluar dirinya (menyalahkan orang lain/
lingkungn yang menyebabkan konndisi saat ini).
g. Kebutuhan persiapan pulang
1) Kemampuan klien memenuhi/ menyediakan kebutuhan makan,
keamanan, tempat tinggal, dan perawatan.
2) Kegiatan hidup sehari-hari
3) Kurang mandiri tergantung tingkat ansietas
4) Perawatan diri
5) Nutrisi
6) Tidur
h. Mekanisme koping
Adaptif (ansietas ringan) dan mala datif (ansietas sedang, berat
dan panic). Menurut (Stuart, 2007). Individu menggunakann
berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya, ketidak
mampuan mengatasi ansietas secara kognitif merupakan penyebab
utama terjadinya perilaku patologis. Ansietas ringan sering
ditanggulangi tampa pemikiran yang sadar, sedangkan ansietas
yang berat dan sedangmemiliki dua mekanisme kopinng:
1) Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari
dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi tuntunan stress
secara realistis.
2) Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas
ringan dan sedangg. Tetapi karena mekanisme tersebut
berlangsung secara relative pada tingkat tidak sadar dan
mencakup penipuan diri dandistorsi realitas, mekanisme ini
dapat menjadi repon maladaptif terhadap stres.
a. Masalah/ sikososial dan Lingkungan4
1) Masalah dengan dukungan kelompok: klien kurang berperan
dalamkegiatan kelompok atau masyarakat serta menarik diri
danmenghindar dalam keluarga/ kelompok/ masyarakat.
2) Masalah berhubungan dengan lingkungan: lingkungan
dengantingkat stressor yang tinggi akan memicu timbulnya
ansietas.
3) Masalah dengan pendidikan: seseorang yang pernah gagal
dalammenempuh pendidikan, tidak ada biaya untuk
melanjutkan jenjang pendidikan berikutnya.
4) Masalah dengan pekerjaan: mengalami PHK, target kerja tidak
tercapai.
5) Masalah dengan perumahan: pasien kehilangan tempat
tinggalnyakarena bencana alam, pengusuran dan kebakaran.
6) Masalah ekonomi: pasien tidak mempunyai kemampuan
finansialdalam mencukupi kebutuhannya sehari-hari dan
keluarganya.
7) Masalah dengan pelayanan kesehatan: kurang percaya dengan
petugas kesehatan.
b. pengetahuan kurang
Pasien kurang mempunyai pengetahuan tentang faktor
presipitasi, koping, obat-obatan dan masalah lain tentang ansietas.
c. Aspek medik
Dignosa medik:
1) Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistic
terhadap dua atau lebih hal yang dipersepsi sebagai ancaman
perasaan ini menyebabkan individu tidak mampu istirahat
dengan tenang (inability to relax).
2) Terdapat paling sedikit 6 dari 4 gejala-gejala berikut:
a) Ketegangan otot atau rasa gemetar.
b) Otot tegang/ kaku/ pegel linuc.
c) Tidak bisa diamd.
d) Mudah menjadi lelah
Hiperaktivitas Otonomik:

a) Nafas pendek/ terasa berat.


b) Gantung berdebar-debar.
c) Telapak tangan basah dingin.
d) Mulut kering.
e) Kepala pusing, rasa melayang.
f) Mual, mencret, perut tidak enak.
g) Muka panas/ badan menggigil.
h) Buang air kecil lebih sering.
i) Sukar menelan/ rasa tersumbat.
Kewaspadaan berlebihan dan penangkapan berkuranga:
a) Perasaan jadi peka/ mudah ngilu.
b) Mudah terkejut/ kaget.
c) Sulit konsentrasi pikiran.
d) Sukar tidur.
e) Mudah tersinggung.
3) Hendaknya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi
dalam gejala: penurunan kemampuan bekerja, hubungan social,
dan melakukan kegiatan rutin.
2. Masalah keperawatan
a) Ansietas
b) Harga iri rendah
c) Gangguan citra tubuh
d) Koping individu infektif
e) Kurangnya pengetahuan
3. Diagnosa keperawatan
Ansietas
Masalah dan data yang perlu dikaji
Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji
Ansietas DS:
 Paien menganggap dirinya
mudah gelisah dan tidak
berdaya.
 Pasien mengatakan takut
dan cemas.
 Pasien mengtakan susah
tidur.
DO:
 Pasien terlihat sering
melamun dan murung.
 Pasien cenderung
menyalahkan orang lain.
4. Implementasi
Implementasi merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap Perencanaan.
Fokus intervensi pada pasien dengan respons ansietas menurut
tingkatannya, yaitu :
1. Intervensi dalam ansietas tingkat berat dan panik.
2. Prioritas tertinggi dari tujuan keperawatan harus ditunjukkan untuk
menurunkan ansietas tingkat berat atau panik pasien dan intervensi
keperawatan yang berhubungan harus suportif dan protektif.
3. Intervensi dalam ansietas tingkat sedang
4. Saat ansietas pasien menurun sampai tingkat ringan atau sedang
perawat dapat mengimplementasikan intervensi keperawatan re
edukatif atau berorientasi pada pikiran.
5. Itervensi ini melibatkan pasien dalam proses pemecahan masalah.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi ini harus dilakukan terus-
menerus pada respons ansietas pasien terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan. Hal-hal yang perlu dievaluasi meliputi :
a. Apakah ancaman terhadap integritas fisik atau sistem diri pasien
berkurang dalam sifat, jumlah asal atau waktunya.
b. Apakah perilaku pasien mencerminkan ansietas tingkat ringan atau
tingkat yang lebih berat.
c. Apakah sumber koping pasien telah dikaji dan dikerahkan dengan
adekuat.
d. Apakah pasien mengenali ansietasnya sendiri dan mempunyai
pandangan terhadap perasaan tersebut.
e. Apakah pasien menggunakan respon koping adaptif.
f. Sudahkan pasien belajar strategi adaptif baru untuk mengurangi
kecemasan.
g. Apakah pasien menggunakan ansietas ringan untuk meningkatkan
pertumbuhan dan perubahan personal.
Daftar Pustaka
Asmadi, 2008. Konsep Dasar keperawatan, Jakarta: EGC
Carpenito-Moyet, L. J, 2007. Buku Saku Diagnose Keperawatan, edisi 10.
Jakarta: EGC
Dirjen Surya, Harman Ade, 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Erna Chayani, 2016. Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan Ansietas.
Hawari, Dadang, 2008. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: FK
Univeritas Indonesia.
Nanda Internasional, 2012. Diagnosa Keperawatan 2012-2014. EGC: Jakarta.
Nurijinaya Muhammad Toba, 2012 laporan pendahuluan Ansietas Jiwa.
9
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

PADA PASIEN DENGAN “KEPUTUSASAAN”

A. Pengertian
Kondisi subjektif ketika individu melihat keterbatasan atau ketiadaan
alternatif atau pilihan pribadi yang tersedia dan tidak dapat memobilisasi
energi untuk kepentingan individu (Wilkinson & Ahern, 2011).
Keputusasaan berkaitan dengan kehilangan harapan, ketidakmampuan,
keraguan, duka cita, apati, kesedihan, depresi, dan bunuh diri (Cotton dan
RRange 1996).
Seseorang yang tidak memiliki harapan tidak melihat adanya
kemungkinan untuk memperbaiki kehidupannya dan tidak menemukan
solusi untuk permasalahannya, dan ia percaya bahwa baik dirinya atau
siapapun tidak akan bisa membantunya. Keputusasaan berkaitan dengan
kehilangan harapan, ketidakmampuan, keraguan. Duka cita, apati,
kesedihan, depresi, dan bunuh diri. (Cotton dan Range, 1996).
Menurut (Pharris, Resnick, dan ABlum, 1997), mengemukakan bahwa
keputusasaan merupakan kondisi yang dapat menguras energi.
Keputusasaan merupakan status emosional yang berkepanjangan dan
bersifat subyektif yang muncul saat individu tidak melihat adanya
alternatif lain atau pilihan pribadi untuk mengatasi masalah yang muncul
atau untuk mencapai apa yang diiginkan serta tidak dapat mengerahkan
energinya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
B. Penyebab
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon keputusasaan
adalah:
a. Faktor Genetic:
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap
optimis dalam menghadapi suatu permasalahan.
b. Kesehatan Jasmani:
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur,
cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih
tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan
fisik.

c. Kesehatan Mental:
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak
berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram,
biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi masalah dan
mengalami keputusasaan.
d. Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif
terhadap stress yang dihadapi.
2. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan
keputusasaan adalah:
1) Faktor kehilangan
2) Kegagalan yang terus menerus
3) Faktor Lingkungan
4) Orang terdekat ( keluarga )
5) Status kesehatan ( penyakit yang diderita dan dapat
mengancam jiwa)
6) Adanya tekanan hidup
7) Kurangnya iman
C. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala menurut, Keliat (2006) adalah:
1. Ungkapan klien tentang situasi kehidupan tanpa harapan dan terasa
hampa (“saya tidak dapat melakukan”)
2. Sering mengeluh dan Nampak murung.
3. Nampak kurang bicara atau tidak mau berbicara sama sekali
4. Menunjukkan kesedihan, afek datar atau tumpul.
5. Menarik diri dari lingkungan.
6. Kontak mata kurang.
7. Mengangkat bahu tanda masa bodoh.
8. Nampak selalu murung atau blue mood.
9. Menunjukkan gejala fisik kecemasan (takikardia, takipneu)
10. Menurun atau tidak adanya selera makan
11. Peningkatan waktu tidur.
12. Penurunan keterlibatan dalam perawatan.
13. Bersikap pasif dalam menerima perawatan.
14. Penurunan keterlibatan atau perhatian pada orang lain yang bermakna.
D. Akibat
Akibat yang ditimbulkan dari terjadinya keputusasaan yaitu:
1. Stress
2. Depresi
3. Galau
4. Sakit: diawali dengan makan tidak teratur, tidsk terlalu larut, beban
pikiran yang berlebihan
5. Pola hidup yang tidak teratur
6. Lelah, lesu, lemah: disebabkan karna faktor psikis
7. Hilang kesempatan yang ada, karena ketika kesempatan itu datang
ia sibuk dengan rasa putus asa yang ada.
8. Trauma: tidak lagi memiliki keberanian dan kemampuan untuk
melakukan hal yang sama karena takut mengalami rasa putus asa
untuk yang kedua kalinya
9. Gila: akibat jangka panjang yang ditimbulkan pada sebagian orang
10. Kematian: beberapa mengakhiri hidup dengan cara bun8h diri
dan tidak hanya karena sakit yang berkepanjangan namun juga
karena faktor pisikis yang berlebihan
E. Penatalaksanaan
1. Pisiko farmaka
2. Pisico trapi
3. Trapi pisikososial
4. Trapi pisicoreligius
5. rehabilitasi
F. Pohon Masalah

Ketidak berdayaan

keputusasaan

Hargadiri rendah
G. Askep
1. Data yang perlu dikaji
a. Kaji dan dokumentasikan kemungkinan bunuh diri
b. Pantau afek dan kemampuan membuat keputusan
c. Pantau nutrisi: Asupan
2. Penentuan diagnosa keperawatan
a. Batasan Karakteristik (NANDA)
Menurut Rosernberg dan Smith, 2010 dalam buku NANDA
adapun batasan karakteristiknya yaitu:
1) Menutup mata
2) Penurunan pengaruh
3) Penurunan nafsu makan
4) Penurunan respons terhadap rangsangan
5) Penurunan verbalisasi
6) Kurangnya keterlibatan dalam perawatan
7) Kepasifan
8) Mengangkat bahu dalam menanggapi pembicaraan
9) Gangguan pola tidur
10) Berpaling dari pembicaraan
11) Isyarat verbal (Mengucapkan sesuatu yang pesimis, “aku
tidak bisa,” mendesah)
b. Tanda mayor (Lynda Jual Carpenito)
Mengungkapkan atau mengekspresikan sikap apatis yang
mendalam, berlebihan, dan berkepanjangan dalam merespon situasi
yang dirasakan sebagai hal yang mustahil isyarat verbal tentang
kesedihan.
1) Fisiologis :
a) respon terhadap stimulus melambat
b) tidak ada energi
c) tidur bertambah
2) Emosional :
a) individu yang putus asa sering sekali kesulitan
mengungkapkan perasaannya tapi dapat merasakan
b) tidak mampu memperoleh nasib baik, keberuntungan dan
pertolongan tuhan
c) tidak memiliki makna atau tujuan dalam hidup
d) hampa dan letih
e) perasaan kehilangan dan tidak memiliki apa-apa
f) Tidak berdaya, tidak mampu dan terperangkap.
3) Individu memperlihatkan :
a) Sikap pasif dan kurangnya keterlibatan dalam perawatan
b) Penurunan verbalisasi
c) Penurunan afek
d) Kurangnya ambisi, inisiatif, serta minat.
e) Ketidakmampuan mencapai sesuatu
f) Hubungan interpersonal yang terganggu
g) Proses pikir yang lambat
h) Kurangnya tanggung jawab terhadap keputusan dan
kehidupannya sendiri.
4) Kognitif :
a) Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah dan
kemampuan membuat keputusan
b) Mengurusi masalah yang telah lalu dan yang akan datang
bukan masalah yang dihadapi saat ini
c) Penurunan fleksibilitas dalam proses pikir
d) Kaku ( memikirkan semuanya atau tidak sama sekali )
e) Tidak punya kemampuan berimagenasi atau berharap
f) Tidak dapat mengidentifikasi atau mencapai target dan
tujuan yang ditetapkan
g) Tidak dapat membuat perencanaan, mengatur serta
membuat keputusan
h) Tidak dapat mengenali sumber harapan.
i) Adanya pikiran untuk membunuh diri.
c. Tanda Minor (Lynda Jual Carpenito)
1) Fisiologis
a) Anoreksia
b) BB menurun
2) Emosional
a) Individu marasa putus asa terhadap diri sendiri dan orang
lain
b) Merasa berada diujung tanduk
c) Tegang
d) Muak ( merasa ia tidak bisa)
e) Kehilangan kepuasan terhadap peran dan hubungan yang ia
jalani
f) Rapuh
3) Individu memperlihatkan
a) Kontak mata yang kurang mengalihkan pandangan dari
pembicara
b) Penurunan motivasi
c) Keluh kesah
d) Kemunduran
e) Sikap pasrah
f) Depresi
4) Kognitif
Penuruna kemampuan untuk menyatukan informasi yang
diterima
a) Hilangnya persepsi waktu tentang mas lalu , masa sekarang
, masa datang
b) Bingung
c) Ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif
d) Distorsi proses pikir dan asosiasi
e) Penilaia

3. Rencana Tindakan Keperawatan


a. Tujuan Keperawatan Pada Pasien
1) Tujuan Umum
Klien mampu mengekspresikan harapan positif tentang
masadepan, mengekspresikan tujuandan arti kehidupan.
2) Tujuan Khusus : Klien mampu
a) Membina hubungan saling percaya
b) Mengenal masalah keputusasaannya
c) Berpartisipasi dalam aktivitas
d) Menggunakan keluarga sebagai system pendukung
4. Tindakan Keperawatan Pada Pasien
a. Bina hubungan saling percaya
1) Ucapkan salam
2) Perkenalkan diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai
3) Jelaskan tujuan pertemuan
4) Dengarkan klien dengan penuh perhatiane) Bantu klien penuhi
kebutuhan dasarnya.
b. Klien mengenal masalah keputusasaannya
1) Beri kesempatan bagi klien mengungkapkan perasaan sedih/
kesendirian/ keputusasaannya.
2) Tetapkan adanya perbedaan antara cara pandang klien terhadap
kondisinya dengancara pandang perawat terhadap kondisi
klien.
3) Bantu klien mengidentifikasi tingkah laku yang mendukung
putus asa : pembicaraan abnormal/ negative, menghindari
interaksi dengan kurangnya partisipasidalam aktivitas.
4) Diskusikan dengan klien cara yang biasa dilakukan untuk
mengatasi masalah, tanyakan manfaat dari cara yang
digunakan.
5) Dukung klien untuk menggunakan koping efektif yang selama
ini digunakan olehklien.
6) Beri alternative penyelesaian masalah atau solusi.
7) Bantu klien mengidentifikasi keuntungan dan kerugian dari tiap
alternative.
8) Identifikasi kemungkinan klien untuk bunuh diri (putus asa
adalah factor risikoterbesar dalam ide untuk bunuh diri):
tanyakan tentang rencana, metode dan cara bunuh diri.
c. Klien berpartisipasi dalam aktivitas
1) Identifikasi aspek positif dari dunia klien (“keluarga anda
menelepon RS setiaphari untuk menanyakan keadaanmu?”
2) Dorong klien untuk berpikir yang menyenangkan dan melawan
rasa putus asa.
3) Dukung klien untuk mengungkapkan pengalaman yang
mendukung pikiran dan perasaan yang positif.
4) Berikan penghargaan yang sungguh-sungguh terhadap usaha
klien dalam mencapaitujuan, memulai perawatan diri, dan
berpartisipasi dalam aktivitas. Diri: sebutkan nama dan
panggilan yang disukai.
5. Tindakan keperawatan pada keluarga
Klien menggunakan keluarga sebagai sistem pendukung
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga:
1) Ucapkan salam
2) Perkenalkan diri: sebutkan nama dan panggilan yang disukai
3) Tanyakan nama keluarga, panggilan yang diisukai dan
hubungan dengan klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Buat kontrak pertemuan
b. Identifikasi masalah yang dialami keluarga terkait kondisi
keputusasaan klien
c. Diskusikan upaya yang telah dilakukan keluarga untuk membantu
klien atasi masalah dan bagaimana hasilnya
d. Tanyakan harapan keluarga untuk membantu klien atasi masalahnya
e. Diskusikan dengan keluarga tentang keputusasaan:
1) Arti, penyebab, tanda-tanda, akibat lanjut bila tidak diatasi
2) Psikofarmaka yang diperoleh klien: manfaat, dosis, efek
samping, akibat bila tidak patuh minum obat
3) Cara keluarga merawat klien
DAFTAR PUSTAKA

Kliat, B. A, DKK. (2006) Proses Keerawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC


Wilikinson, J.M & Ahern, N.R. (2011). Perentice Hall Nursing Diagnosis
Handbook: NANDA Diagnosis, NIC Intervencion, NOC
Outcom. Terj Esti Wahyuningsih & Dwi Widiarti: EGC
Cotoon, C., Range, M. (1996). Suciliadity, Hoplessness, and atitudes touwrad
life and death inclinical And nonclinical adolecents.
10

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

PADA PASIEN DENGAN “KOPING TIDAK

EFEKTIF”

A. Pengertian
Koping tidak efektif (infeffective coping) merupakan ketidakmampuan
untuk membentuk penilaian yang valid terhadap penyebab stress, pilihan yang
tidak memadai dari terhadap penyebab stress, pilihan yang tidak memadai dari
respons praktik, dan/atau ketidakmampuan untuk menggunakan sumber daya
yang tersedia (Nanda, 2014).
Koping tidak efektif adalah keadaan dimana seseorang mengalami, atau
berisiko mengalami, ketidakmampuan dalam mengelola lingkungan internal atau
lingkungan stress secara mendalam karena sumber daya yang tidak cukup (fisik,
psikologis, perilaku, dan/atau kognitif).
B. Jenis Prilaku Koping
Lazarus dan Folkam dalam Carpenito-Moyet (2009) dalam Sutejo 2018 membagi
perilaku koping ke dalam dua jenis, yaitu:
1. Fokus Masalah (Problem-Focused)
Perilaku ini merupakan upaya individu dalam meningkatkan situasi melalui
perubahan maupun tindakan, seperti berbicara kepada atasan mengenai
kenaikan gaji.
2. Focus emosi (emotion-focused)
Focus emosi mengacu pada tindakan atau pikiran untuk menenangkan
kesedihan atau duka cita.
C. Tanda dan Gejala
Mayor
Subjektif
1. Mengeluh tidak mampu mengatasi situasi kehidupan
2. Ketidakmampuan meminta bantuan
3. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan

Objektif
1. Keletihan
2. Sering sakit
3. Perubahan pola
tidur Minor
Subjektif
1. Perubahan konsentrasi
2. Perubahan
komunikasi Objektif
1. Pasif
2. Tidak mampu mengikuti informasi/edukasi
3. Perilaku destruktif

D. Kondisi Klinis Terkait


1. Penyakit kronis yang kompleks
2. Korban bencana (kondisi kritis)
E. Pohon Masalah

Harga Diri Rendah

Koping individu tidak


efektif

Krisis maturasi, dukungan social tidak adekuat, kurang percaya diri dalam menyelesaikan masalah
F. Tujuan Asuhan Keperawatan
1. Kognitif, Klien mampu :
a. Mengetahui perubahan kondisi kesehatan dan kemampuannya
mengatasi perubahan
b. Mengetahui pengertian, tanda dan gejala, penyebab serta akibat dari
ketidakefektifan koping
c. Mengetahui cara mengatasi ketidakefektifan koping
2. Psikomotor , klien mampu :
a. Mengatasi masalah secara bertahap
b. Menggunakan sumber daya/system pendukung dalam mengatasi
masalah
3. Afektif, klien mampu:
a. Merasakan manfaat latihan yang dilakukan
b. Mengembangkan koping yang efektif
c. Merasakan manfaat system pendukung
F. Tindakan Keperawatan
Tindakan pada klien
1. Tindakan keperawatan ners
a. Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan koping
b. Jelaskan proses terjadinya ketidakefektifan koping
c. Diskusikan koping (upya/cara) mengatasi masalah pada masa lalu.
1) Koping (upaya) yang berhail dan yang tidak berhasil. Berikan
pujian
2) Pemanfaatan sumber daya/system pendukung dalam mengatasi
masalah
2. Latihan menggunakan upaya menyelesaikan masalah saat ini dengan
menggunakan cara lama yang berhasil dan/atau cara baru.
a. Buat daftar masalah yang dihadapi
b. Buat daftar cara (lama yang baru) yang akan digunakan
c. Pilih, latihan, dan jadwalkan cara yang akan digunakan untuk masalah
yang dihadapi
d. Evaluasi hasil jika berhasil dibudayakan, jika kurang berhasil dipilih
cara lain pada daftar cara
e. Lakukan cara c dan d pada semua maslaah secara bertahap
3. Latihan dengan menggunakan system pendukung yang
teredia:
a. Buat daftar system pendukung yang tersedia
b. Pilih, latihan jadwalkan system pendukung yang akan membantu
penyelesaian masalah.
c. Evaluasi hasil jika berhasil dibudayakan, jika tidak berhasil, pilih
system pendukung lain nya.
G. Diagnosa Keperawatan
Koping tidak efektif (infeffective coping)
DAFTAR PUSTAKA

Keliat Budi Anna, dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa. Buku Kedokteran. EGC.
Jakarta
Sutejo, 2018. Keperawatan Jiwa. Pustaka Baru Press.Yogyakarta
11

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

PADA PASIEN DENGAN “KETIDKBERDAYAAN”

A. Pengertian
Persepsi individu bahwa tindakannya sendiri tidak akan
mempengaruhi hasil secara bermakna; suatu kurang kontrol terhadap
situasi tertentu atau kejadian baru yang dirasakan (Townsend, 1998).
Kondisi ketika individu atau kelompok merasakan kurangnya
kontrol personal terhadap sejumlah kejadian atau situasi tertentu yang
mempengaruhi pandangan, tujuan dan gaya hidup (Carpenito, 2009).
Ketidakberdayaan adalah perasaan yang dialami semua orang
dalam derajat yang berbeda pada situasi yang berlainan.
Stephenson (1979) dalam Carpenito (2009) menggambarkan dua
jenis ketidak- berdayaan, yaitu;
1. Ketidakberdayaan situasional
Ketidakberdayaan yang muncul pada sebuah peristiwa spesifik dan
mungkin berlangsung singkat.
2. Ketidakberdayaan dasar (trait powerlessness)
Ketidakberdayaan yang bersifat menyebar, mempengaruhi pandangan,
tujuan, gaya hidup, dan hubungan.
Secara klinis, diagnosis keperawatan ketidakberdayaan mungkin lebih
bermanfaat jika digunakan untuk menggambarkan individu yang
mengalami ketidakberdayaan dasar dibandingkan ketidakberdayaan
situasional.
B. Tanda dan Gejala
Batasan karakteristik menurut Carpenito (2009), yaitu:
1. Mayor (harus ada)
Memperlihatkan atau menutupi (marah, apatis) ekspresi ketidakpuasan
atas ketidakmampuan mengontrol situasi (mis, pekerjaan, penyakit,
prognosis, perawatan, tingkat penyembuhan) yang mengganggu
pandangan, tujuan, dan gaya hidup.

2. Minor (mungkin ada)


a. Apatis dan pasif
b. Ansietas dan depresi
c. Marah dan perilaku kekerasan
d. Perilaku buruk dan kebergantungan yang tidak memuaskan orang
lain.
e. Gelisahan dan cenderung menarik diri.
Tanda dan gejala (batasan karakteristik) (Townsend, 1998):
1. Ekspresi verbal dari tidak adanya kontrol atau pengaruh atau situasi,
hasil atau perawatan diri.
2. Tidak berpartisipasi dalam perawatan atau pengambilan keputusan saat
kesempatan diberikan.
3. Mengekspresikan keragu-raguan yang berkenaan dengan pelaksanaan
peran.
4. Segan mengekspresikan perasaan sebenarnya, takut diasingkan dari
pengasuh.
5. Apatis dan pasif
6. Ketergantungan pada orang lain yang dapat menghasilkan lekas
tersinggung, kebencian, marah, dan rasa bersalah.
C. Etiologi
1. Kemungkinan etiologi:
a. Disfungi proses berduka
b. Kurangnya umpan balik positif.
c. Umpan balik negatif yang konsisten.
2. Faktor yang berhubungan:
Patofisiologis
Setiap proses penyakit, baik akut maupun kronis, dapat menyebabkan
ketidakberdayaan atau berperan menyebabkan ketidakberdayaan.
Beberapa sumber umum antara lain:
a. Berhubungan dengan ketidakmampuan berkomunikasi, sekunder
akibat CVA, trauma servikal, infark miokard, nyeri.
b. Berhubungan dengan ketidakmampuan menjalani tanggung jawab
peran, sekunder akibat pembedahan, trauma, artritis.
c. Berhubungan dengan proses penyakit yang melemahkan, sekunder
akibat sklerosis multipel, kanker terminal.
d. Berhubungan dengan penyalahgunaan zat.
e. Berhubungan dengan distorsi kognitif, sekunder akibat
depresi. Situasional (Personal Lingkungan):
a. Berhubungan dengan perubahan status kuratif menjadi paliatif.
b. Berhubungan dengan perasaan kehilangan kontrol dan pembatasan
gaya hidup, sekunder akibat (sebutkan).
c. Berhubungan dengan pola makan yang berlebihan.
d. Berhubungan dengan karakteristik personal yang sangat
mengontrol nilai (mis, lokus kontrol internal).
e. Berhubungan dengan pengaruh pembatasan rumah sakit atau
lembaga.
f. Berhubungan dengan gaya hidup berupa ketidakmampuan
(helplessness).
g. Berhubungan dengan rasa takut akiat penolakan (ketidaksetujuan).
h. Berhubungan dengan kebutuhan dependen yang tidak terpenuhi.
i. Berhubungan dengan umpan balik negatif yang terus-menerus.
j. Berhubungan dengan hubungan abusive jangka panjang.
k. Berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.
l. Berhubungan dengan mekanisme koping yang tidak
adekuat. Maturasional:
a. Anak remaja: berhubungan dengan masalah pengasuhan anak.
b. Dewasa: berhubungan dengan peristiwa kehilangan lebih dari satu
kali, sekunder akibat penuaan (mis, pensiun, defisit sensori, defisit
motorik, uang, orang terdekat.
D. Pohon Masalah
Causa: Disfungi proses berduka.
Kurangnya umpan balik positif. Umpan balik negatif yang

Core problem:
Ketidakberdayaan

Efek:
Harga diri
rendah
E. Data Yang Perlu Dikaji
Data Masalah
keperawatan
Subjektif: Harga diri rendah
a. Mengatakan secara verbal ketidakmampuan
mengendalikan atau mempengaruhi situasi.
b. Mengatakan tidak dapat menghasilkan sesuatu.
c. Mengatakan ketidakmampuan perawatan
diri. Objektif:
a. Tidak berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan saat kesempatan diberikan.
b. Segan mengekspresikan perasaan yang
sebenarnya.
c. Apatis,pasif.
d. Ekspresi muka murung.
e. Bicara dan gerakan lambat.
f. Nafsu makan tidak ada atau berlebihan.
g. Tidur berlebihan.
h. Menghindari orang lain.

F. Diagnosis Keperawatan
Harga diri rendah berhubungan dengan ketidakberdayaan.
G. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Tujuan
a. Tujuan umum:
Pasien mampu menyelesaikan masalah-masalah dengan cara-cara
yang efektif untuk mengontrol situasi kehidupannya, dengan
demikian menurunkan perasaan ketidakberdayaan.
b. Tujuan khusus:
Klien berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan
dengan perawatannya sendiri dalam 5 hari.
2. Intervensi:
a. Biarkan pasien mengambil sebanyak mungkin tanggung jawab
untuk praktik-praktik perawatan dirinya sendiri.
Rasional: memberikan pasien pilihan-pilihan akan meningkatkan
perasaan mampu mengontrol pada pasien.
Contoh:
1) Libatkan pasien dalam menetapkan tujuan-tujuan perawatan
dirinya yang ingin dicapai.
2) Biarkan pasien menetapkan sendiri jadwal aktivitas perawatan
dirinya.
3) Berikan pasien privasi sesuai kebutuhan yang ditentukan.
4) Berikan umpan balik positif untuk keputusan yang dibuat.
Hargai hak pasien dalam membuat keputusan-keputusan
tersebut secara mandiri, dan menahan diri dari usaha-usaha
untuk mempengaruhinya terhadap hal-hal yang kelihatannya
lebih logis.
b. Lakukan pendekatan yang hangat, menerima pasien apa adanya
dan bersifat empati.
c. Mawas diri dan cepat mengendalikan perasaan dan reaksi diri
perawat sendiri (misalnya: rasa marah, frustasi dan simpati).
d. Dukung aktivitas secara bartahap, tingkatkan sejalan dengan
mobilisasi energi pasien.
e. Sediakan waktu untuk berdiskusi dan bina hubungan yang sifatnya
supportif.
f. Beri waktu untuk pasien berespons.
g. Tunjukkan respons emosional dan menerima pasien.
h. Gunakan teknik komunikasi terapeutik terbuka, eksplorasi,
klarifikasi.
i. Berikan program yang nyata dan terstruktur.
j. Tetapkan tujuan yang realistik, relevan dengan kebutuhan dan
minat pasien, fokuskan pada aktivitas positif.
k. Bantu pasien mengidentifikasi area-area situasi kehidupannya yang
tidak berada dalam kemampuannya untuk mengontrol.
l. Dorong untuk menyatakan secara verbal perasaan-perasaannya
yang berhubungan dengan ketidakmampuan.
m. Kaji keterampilan sosial dukungan dan minat pasien.
n. Tinjau sumber-sumber sosial potensial yang ada.
o. Diskusikan tentang masalah yang dihadapi pasien tanpa
memintanya untuk menyimpulkan.
p. Identifikasi pemikiran yang negatif dan bantu untuk
menurunkannya melalui interupsi atau substitusi.
q. Bantu pasien untuk meningkatkan pemikiran yang positif.
r. Bantu pasien untuk menyadari nilai yang dimilikinya atau
perilakunya dan perubahan yang terjadi.
s. Evaluasi ketepatan persepsi, logika dan kesimpulan yang
dibuat pasien.
t. Motivasi keluarga untuk berperan aktif dalam membantu pasien
menurunkan perasaan tidak berdaya.
u. Libatkan keluarga untuk mendukung respons emosional adaptif
pasien.
v. Dukung dan libatkan keluarga dalam terapi kelompok yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Angreni. 2010. Askep Gangguan Alam Perasaan Depresi. Diambil dari


http://anggreniniluhputu.blogspot.com/2010/12/askep-gangguan-
alam-perasaandepresi.html pada 04 Januari 2021.
Carpenito, L.J. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik
Klinis. Ed.9. Jakarta: EGC.
Townsend, M.C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada
Keperawatan Psikiatri. Ed.3. Jakarta: EGC.
12

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

PADA PASIEN DENGAN

“HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL”

A. Pengertian

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri (Keliat, 2006).

Harga diri rendah adalah semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan


yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi
hubungannya dengan orang lain. Harga diri tidak terbentuk waktu lahir,
tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya
sendiri, dengan orang terdekat dan dengan realitas dunia (Stuart & Gail,
2006).

Harga diri rendah dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap


diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri
rendah dapat terjadi secara situasional(trauma) atau kronis (kritik diri yang
telah berlangsung lama) dapat diekspresikan secara langsung atau tidak
langsung (Stuart & Sundeen, 2006).

Harga diri rendah situasional adalah suatu keadaan ketika individu yang
sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif
mengenai diri dalam berespon terhadap suatu kejadian (kehilangan,
perubahan).

Harga diri rendah situasional adalah evaluasi diri negatif yang


berkembang sebagai respons terhadap hilangnya atau berubahnya
perawatan diri seseorang yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif
(NANDA, 2005).
Harga diri rendah situasional yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba,
misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus
hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi (korban perkosaan,
dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba) (Dalami dkk, 2009).

B. Etiologi

1. Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya pemeriksaan fisik yang


sembarangan pemasangan yang tidak sopan (pengukuran pubis,
pemasangan kateler pemeriksaan perincal).
2. Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat / sakit / penyakit.
3. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya
berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagi tindakan
tanpa persetujuan.
Harga diri rendah biasanya terjadi karena adanya kritik dari
diri sendiri dan orang lain, yang menimbulkan penurunan
produktifitas berkepanjangan, yang dapat menimbulkan gangguan
dalam berhubungan dengan orang lain dan dapat menimbulkan
perasaan ketidakmampuan dari dalam tubuh, selalu merasa bersalah
terhadap orang lain, selalu berperasaan negatif tentang tubuhnya
sendiri.
Klien yang mempunyai gangguan harga diri rendah akan
mengisolasi diri dari orang lain dan akan muncul perilaku menarik
diri, gangguan sensori persepsi halusinasi bisa juga mengakibatkan
adanya waham.
a. Faktor predisposisi

1) Faktor yang mempengaruhi harga diri: penolakan orangtua,


harapan orangtua tidak realistis, sekolah ditolak, pekerjaan.

2) Faktor yang mempengaruhi performa peran: stereotip peran


gender, tuntutan peran kerja, harapan peran budaya
3) Faktor yg mempengaruhi indentitas pribadi: ketidakpercayaan
orangtua, tekanan dari kelompok sebaya dan perubahan
struktur sosial.
b. Faktor presipitasi

1) Ketegangan peran oleh stress yang berhubungan dengan


frustasi yang dialami dalam peran/posisi, halusinasi
pendengaran dan penglihatan, kebingungan
tentangseksualitasdiri sendiri, kesulitan membedakan diri
sendiri dari orang lain, gangguan citra tubuh, mengalami dunia
seperti dalam mimpi.

C. Manefestasi Klinis

1. Mengungkapkan rasa malu/bersalah

2. Mengungkapkan menjelek-jelekkan diri

3. Mengungkapkan hal-hal yang negatif tentang diri


(misalnya, ketidakberdayaan dan ketidakbergunaan)
4. Kejadian menyalahkan diri secara episodik terhadap
permasalahan hidup yang sebelumnya mempunyai
evaluasi diri positif
5. Kesulitan dalam membuat keputusan
Keliat (2009) mengemukakan beberapa tanda dan
gejala harga diri rendah adalah:

a. Mengkritik diri sendiri.

b. Perasaan tidak mampu.

c. Pandangan hidup yang pesimis.

d. Penurunan produkrivitas.

e. Penolakan terhadap kemampuan diri


Tanda dan gejala yang dapat dikaji:

1) Perasaan malu pada diri sendiri akibat penyakit dan akibat


terhadap tindakan penyakit. Misalnya malu dan sedih karena
rambut menjadi rontok (botak) karena pengobatan akibat
penyakit kronis seperti kanker.
2) Rasa bersalah terhadap diri sendiri misalnya ini terjadi jika
saya tidak kerumah sakit menyalahkan dan mengejek diri
sendiri.
3) Merendahkan martabat. Mis: saya tidak bisa, saya tidak
mampu, saya memang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
4) Gangguan hubungan sosial. Mis: menarik diri, klien tidak
mau bertemu orang lain, lebih suka menyendiri.
5) Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan yang
suram mungkin memilih alternatif tindakan.
6) Mencederai diri akibat harga diri rendah disertai dgn harapan
yg suram mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
7) Mudaah tersinggung atau marah yang berlebihan.
8) Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri.
9) Keluhan fisik
10) Penolakan terhadap kemampuan personal
Menurut Carpenito, L.J (1998: 352); Keliat, B.A (1994:20); perilaku
yang berhubungan dengan harga diri rendah antara lain:
a. Data subjektif:

1) Mengkritik diri sendiri atau orang lain


2) Perasaan dirinya sangat penting yang berlebih-lebihan
3) Perasaan tidak mampu
4) Rasa bersalah
5) Sikap negatif pada diri sendiri
6) Sikap pesimis pada kehidupan
7) Keluhan sakit fisik
8) Pandangan hidup yang terpolarisasi
9) Menolak kemampuan diri sendiri
10) Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
11) Perasaan cemas dan takut
12) Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik
positif
13) Mengungkapkan kegagalan pribadi
14) Ketidak mampuan menentukan tujuan
b. Data objektif:

1) Produktivitas menurun
2) Perilaku destruktif pada diri sendiri
3) Perilaku destruktif pada orang lain
4) Penyalahgunaan zat
5) Menarik diri dari hubungan sosial
6) Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
7) Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)
8) Tampak mudah tersinggung/mudah marah

D. Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang ditujukan untuk


penatalaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan ego yang digunakan untuk melindungi diri
(Stuart, 2006).

Mekanisme koping terdiri dari pertahanan koping jangka pendek atau


jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk
melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan.
1. Pertahanan jangka pendek

a. Aktivitas yang memberikan pelarian sementara dari krisis identitas


diri (misalnya konser musik, menonton televisi secara obsesif).
b. Aktivitas yang memberikan identitas pengganti sementara (misalnya
ikut serta dalam klub sosial, agama, politik, kelompok, gerakan, atau
geng).
c. Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan
diri yang tidak menentu (misal: olahraga yang kompetitif, prestasi
akademik, kontes untuk mendapatkan popularitas).
d. Aktivitas yang merupakan upaya jangka pendek untuk membuat
identitas di luar dari hidup yang tidak bermakna saat ini (misalnya:
penyalahgunaan obat).
2. Pertahanan jangka panjang mencakup berikut ini Stuart ( 2006 ) :

a. Penutupan identitas adalah adopsi identitas prematur yang


diinginkan oleh orang terdekat tanpa memperhatikan keinginan,
aspirasi, atau potensi diri individu.

b. Identitas negatif adalah asumsi identitas yang tidak sesuai dengan


nilai dan harapan yang diterima masyarakat.

e. Mekanisme pertahanan ego termasuk penggunaan fantasi, “disosiasi,


isolasi, proyeksi, pengalihan (displacement), Splitting, berbalik
marah terhadap terhadap diri sendiri, dan amuk.

E. Fase-fase Kehilangan

1. Deniel (Penolakan)

Fase ini merupakan reaksi individu terhadap kehilangan/individu


tidak percaya. Menolak atau tidak menerima kehilangan yang terjadi.
Pernyataan yang sering diucapkan adalah “saya tidak percaya” seseorang
yang mengalami kehilangan karea kematian orang yang berarti baginya,
tetapmmerasa bahwa orang tersebut masih hidup. Dia mungkin
mengalami halusinasi, melihat orang yang meninggal tersebut berada
ditempat yang biasa digunakan atau mendengar suaranya

Tindakan keperawatan:
a. Memberikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
b. Jelaskan kepada klien bahwa sikapnya itu wajar terjadi pada orang
yang mengalami kehilangan
c. Mendukung kebutuhan emosi tanpa memperkuat penyangkalan

d. Beri dukungan kepada klien secara non verbal seperti : memegang


tangan, menepuk bahu atau merangkul klien
e. Menawarkan diri untuk tetap bersama klien tanpa mendiskusikan
alasan untuk mengatasi.
f. Memberi jawaban yang jujur terhadap pertanyaan klien tentang
sakit, pengobatan dan kematian tanpa membantah klien
g. Memperhatikan kebutuhan dasar klien
2. Anger (Marah)

Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan.
Individu menunjukkan perasaan marah pada diri
sendiri atau kepada orang yang berada di lingkungannya. Reaksi
fisik yang terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat, susah
tidur, tangan mengepal mau memukul, agresif.

Tindakan keperawatan:

a. Memberi kesempatan pada klien untuk mengungkapkan


kemarahannya secara verbal tanpa melawan
kemarahannya.
b. Jelaskan kepada keluarga bahwa kemarahan klien sebenarnya
tidak ditujukan kepada mereka.
c. Jangan mengambil hati kemarahan yang dilontarkan klien.

d. Motivasi klien untuk membicarakan perasaan marahnya.

e. Bantu klien menguatkan sistem pendukung dari orang lain.

f. Ajarkan teknik asertif.

3. Bargaining (Tawar-menawar)
Individu yang telah mampu mengekspresikan rasa marah akan
kehilangannya, maka orang tersebut akan maju ke tahap tawar menawar
dengan memohon kemurahan Tuhan, individu ingin menunda
kehilangan dengan berkata “seandainya saya hati-hati” atau “kalau saja
kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa”

Tindakan keperawatan:

a. Membantu klien mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan


takutnya.
b. Jelaskan pada klien tentang sesuatu tindakan yang nyata.

c. Berikan informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan.

4. Depresi

Individu berada dalam suasana berkabung, karena kehilangan


merupakan keadaan nyata, individu sering menunjukkan sikap menarik
diri, tidak mau berbicara atau putus asa dan mungkin sering menangis.

Tindakan keperawatan:

a. Mengidentifikasi tingkat depresi dan risiko merusak diri.

b. Membantu klien mengurangi rasa bersalah.

c. Mengidentifikasi hal positif yang masih dimiliki untuk


meningkatkan harga diri klien.

d. Beri kesempatan klien untuk menangis dan mengungkapkan perasaan.


5. Acceptance (Penerimaan)
Pada fase individu menerima kenyataan kehilangan, misalnya: ya,
akhirnya saya harus dioperasi, apa yang harus saya lakukan agar saya
cepat sembuh, tanggung jawab mulai timbul dan usaha untuk
pemulihan dapat lebih normal.

Secara bertahap perhatiannya beralih pada objek yang baru, dan


pikiran yang selalu terpusat pada objek atau orang yang hilang akan
mulai berkurang atau hilang. Jadi individu yang masuk pada fase
penerimaan atau damai, maka ia dapat mengakhiri proses berduka dan
mengatasi perasaan kehilangannya secara tuntas:

Tindakan keperawatan:

a. Sediakan waktu bagi keluarga untuk mengunjungi klien secara teratur.


b. Membantu dalam mendiskusikan rencana masa datang.

c. Membantu keluarga dan teman klien untuk bisa mengerti penyebab


kematian.
F. Intervensi Generalis Pada Pasien

1. Tujuan

a. Klien mampu meningkatkan kesadaran tentang hubungan positif


antara harga diri dan pemecahan masalah yang efektif

b. Klien mampu melakukan keterampilan positif untuk meningkatkan


harga diri

c. Klien mampu melakukan pemecahan masalah dan melakukan umpan


balik yang efektif

d. Klien mampu menyadari hubungan yang positif antara harga diri dan
kesehatan fisik

2. Tindakan Keperawatan

a. Mendiskusikan harga diri rendah : penyebab, proses terjadinya


masalah, tanda dan gejala dan akibat
b. Membantu pasien mengembangkan pola pikir positif

c. Membantu mengembangkan kembali harga diri positif melalui melalui


kegiatan positif

G. Pohon Masalah

Perubahan persepsi sensori: halusinasi audiotorik

Isolasi sosial: menarik diri

Core problem
Gangguan konsep diri: harga diri rendah

Koping individu tidak efektif

H. Komplikasi
1. Isolasi sosial
2. Perilaku kekerasan
3. Halusinasi pendengaran dan halusinasi penglihatan
4. Waham

I. Penatalaksanaan

1. Terapi medis

Pemberian terapi medis pada kasus harga diri rendah juga tidak
digolongkan sendiri dan lebih mengarah kepada pemberian obat
golongan antidepresan, karena fungsi dari obat anti depresan adalah
memblok pengambilan kembali neurotransmitter norepineprin dan
serotonin, meningkatkan konsentrasinya pada sinaps dan mengkoreksi
defisit yang diperkirakan menyebabkan alam perasaan melankolis. Hal
ini sesuai dengan masalah neurotransmitter yang dihadapi oleh klien
dengan harga
diri rendah yaitu adanya penurunan neurotransmitter seperti serotonin,
norepineprin.

Terdapat banyak jenis antidepresan tetapi pada kasus harga diri rendah
kali ini pemberian obat yang dapat diberikan lebih banyak dalam jenis
Tricyclic Anti Depresan (TCA) : Amitriptiline, Imipramine, desipramine,
notriptilin, sesuai dengan fungsi dari obatnya yaitu untuk meningkatkan
reuptake seorotonin dan norepinefrin sehingga meningkatkan motivasi
klien dan sesuai dengan indikasinya yaitu pengobatan yang diberikan
pada klien dengan depresi tetapi juga mengalami skizofrenia sehingga
mempunyai efek pengobatan yang saling meningkatkan.

2. Terapi keperawatan

Tindakan keperawatan pada klien:

Tujuan:

a. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimiliki
b. Kien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan

c. Klien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan

d. Klien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih sesuai kemampuan


e. Klien dapat merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya
3. Terapi generalis
Prinsip tindakan :
a. Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien.
b. Bantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan
c. Bantu klien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
d. Latih kemampuan yang dipilih klien
e. Beri pujian yang wajar terhadap keberhasilan klien
f. Bantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih
g. Evaluasi kemampuan pasien sesuai jadwal kegiatan harian
h. Latih kemampuan kedua
i. Motivasi klien memasukkan kemampuan kedua kedalam jadwal
harian
4. Terapi Kognitif
Prinsip tindakan:
a. Sesi I : Mengungkapkan pikiran otomatis
b. Sesi II : Mengungkapkan alasan
c. Sesi III : Tanggapan terhadap pikiran otomatis
d. Sesi IV : Menuliskan pikiran otomatis
e. Sesi V : Penyelesaian masalah
f. Sesi VI : Manfaat tanggapan
g. Sesi VII : Mengungkapkan hasil
h. Sesi VIII : Catatan harian
i. Sesi IX : Support system
5. Tindakan keperawatan pada keluarga Tujuan:
a. Keluarga dapat membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang
dimiliki
b. Keluarga memfasilitasi aktifitas pasien yang sesuai kemampuan

c. Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan sesuai


dengan latihan yang dilakukan
d. Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan
pasien
6. Terapi generalis
Prinsip tindakan:
a. Menjelaskan tanda-tanda dan cara merawat klien harga diri rendah

b. Menjelaskan cara-cara merawat klien dengan HDR

c. Mendemonstrasikan dihadapan keluarga cara merawat klien dengan


HDR
d. Memberikan kesempatan kepada keluarga mempraktekkan cara
merawat klien dengan HDR seperti yang telah di demonstrasikan
perawat sebelumnya
8. Triangle terapi
Prinsip tindakan:
a. Sesi I : Mengenali dan mengekspresikan perasaan

b. Sesi II : Menerima orang lain (klien)

c. Sesi III : Penyelesaian masalah

d. Sesi IV : Mengungkapkan hasil


9. Tindakan keperawatan untuk kelompok

a. Terapi generalis:
TAKS Prinsip
tindakan:
1) Sesi 1 : Membantu klien meningkatkan kemampuan
memperkenalkan diri
2) Sesi 2 : Membantu klien berkenalan dengan anggota kelompok
3) Sesi 3 : Membantu klien untuk mampu bercakap-cakap dengan
anggota kelompok
4) Sesi 4 : Membantu klien untuk mampu menyampaikan topik
pembicaraan tertentu dengan anggota kelompok
5) Sesi 5 : Bantu klien untuk mampu menyampaikan dan
membicarakan masalah pribadi dengan orang lain
6) Sesi 6 : Bantu klien untuk mempu bekerja sama dalam permainan
sosialisasi kelompok
7) Sesi 7 : Bantu klien untuk mamu menyampaikan pendapat
tentang manfaat kegiatan kelompok yang telah dilakukan
b. Logo terapi
Prinsip tindakan:
1) Sesi 1 : Mengenal masalah
2) Sesi 2 : Mengajukan pertanyaan pada diri sendiri
3) Sesi 3 : Melihat dan merenungkan pengalaman yang bermakna
4) Sesi 4 : Mengungkap makna dalam kondisi kritis
5) Sesi 5 : Evaluasi dan terminasi

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian

Beberapa faktor yg harus dikaji adalah faktor predisposisi dan faktor


presipitasi (Stuart & Laraia, 2005)
a. Faktor predisposisi yg harus dikaji adalah penolakan orangtua, harapan
orangtua yg tidak realistis, kegagalan yag berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain
dan ideal diri tidak realistis. Sedangkan yg paling sering terjadi adalah
gangguang dalam mencapai tugas perkembangan sehingga individu tidak
dapat hubungan interpersonal yg sehat. Seperti kurangnya perhatian dan
stimulasi pada masa bayi, kurang komunikasi antara orangtua dan anak,
penganiayaan pada masa kanak-kanak
b. Faktor presipitasi yg harus dikaji adalah ketegangan peran stres yg
berlebihan berhubungan dgn frustasi yg dialami individu dlm peran spt
konflik peran yg tidak jelas, menurunnya kestabilan keluarga, terjadinya
perpisahan dgn orangtua yg berarti (perceraian,kematian), ansietas berat
yg berkepanjangan dan tidak dapat diatasi(kegagalan dlm berhubungan),
malu pada saat berhubungan dgn orang lain. Secara objektif dapat dilihat
perilaku klien yg khas dan berhubungan dgn harga diri rendah, keracunan
identitas dan depersonalisasi. Perilaku perasaan malu terhadap diri
sendiri akibat penyakit dan terhadap tindakan penyakit, rasa percaya
kurang, merendahkan martabat diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, mencederai diri sendiri akibat harga diri rendah, sukar
mengambil keputusan dan mempunyai harapan yang suram.
c. Tanda dan gejala

1) Perasaan malu pada diri sendiri.

2) Rasa bersalah terhadap diri sendiri


3) Merendahkan martabat.

4) Gangguan hubungan sosial.

5) Percaya diri kurang..

6) Mencederai diri akibat harga diri rendah disertai dgn harapan yg


suram mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
7) Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan.

d. Mekanisme koping pada gangguan konsep diri, mekanisme koping


dapat dibagi 2 yaitu koping jangka pendek dan koping jangka panjang
(Stuart & Laraia, 2005):
1) Koping jangka pendek (Suliswati,2005) membagi menjadi 4
kategori, yaitu: aktivitas yg memeberi pelarian sementara dari krisis
(pemakaian obat), aktivitas yg memebri kehidupan (memenuhi
kebutuhan hidup dgn kerja), aktivitas yg memberi kesempatan
mengganti identitas sementara (memiliki kelompok
tertentu/pengikut kelompok tertentu), aktivitas yg memberikan
kekuatan/dukungan sementara terhadap konsep diri (aktivitas yg
kompetisi, kontes, prestasi,akademik)
2) Koping jangka panjang adalah penutupan identitas prematur yg
diinginkan oleh orang yg penting bagi individu tanpa
memperhatikan keinginan aspirasi dan potensi dari individu tersebut
dan identitas negatif dgn mengasumsi identitas yg tidak wajar untuj
dapat diterima oleh nilai dan harapan masyarakat.
e. Sumber koping merupakan suatu evauasi terhadap pilhan koping dan
strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stres dan ansietas dgn
menggunakan sumber koping yg ada di lingkungannya. Sumber koping
tersebut dujadikan sebagai modal untuk menyelesaikan masalah.
Dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu sesorang
mengintegrasikan pengalaman yg menimbulkan stress dan mengadopsi
strategi koping yg efektif. Menurut Towsend ( 1998 ) pada pasien dengan
gangguan harga diri rendah akan ditemukan batasan karakteristik :
1) Kurang kontak mata
2) Ungkapan yang mengaktifkan diri
3) Ekspresi rasa malu
4) Mengevaluasi diri sebagai individu yang tidak mampu untuk
menghadapi berbagai peristiwa.
5) Menolak umpan balik yang positif dan melebih-lebihkan umpan balik
yang negatif tentang dirinya.
6) Ragu-ragu untuk mencoba hal-hal yang baru
7) Hipersensitif terhadap kritik, mudah tersinggung dengan pembicaraan
orang lain.
8)
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah

3. Tujuan umum
Klien memilih konsep diri yang positif
Tindakan keperawatan

No Tujuan Khusus Kriteria Intervensi


1. Klien dapat membina Klien dapat menunjukan ekspresi  Bina hubungan saling percaya dengan
hubungan saling wajah bersahabat, menunjukan rasa menggunakan prinsip komunikasi
percaya dengan senang, ada kontak mata, mau terapeutik, yaitu sapa klien dengan ramah
perawat berjabat tangan, mau menyebutkan baik verbal maupun non verbal,
nama, mau menjawab salam, klien  Perkenalkan diri dengan sopan, tanyakan nama
mau duduk berdampinga dengan lengkap dan nama panggilan yang disukai
perawat, mau mengutarakan klien,
masalah yang dihadapi  Jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati
janji,
 Tunjukkan sikap empati dan menerima
klien apa adanya.
 Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar
klien.

2. Klien dapat Klien dapat mengidentifikasi  Diskusikan dengan klien tentang : aspek
mengidentifikasi aspek kemampuan dan aspek positif yang positif yang dimiliki klien, keluarga,
positif dan kemampuan dimiliki yaitu: aspek positif dan lingkungan, kemampuan yang dimiliki klien.
yang dimiliki kemampuan yang dimiliki klien,  Bersama klien buat daftar tentang : aspek
aspek positif keluarga, aspek positif positif klien, keluarga, lingkungan,
lingkungan klien. kemampuan yang dimiliki klien.
 Beri pujian yang realistis, hindarkan memberi
penilaian negatif
3. Klien dapat menilai Klien menyebutkan kemampuan  Diskusikan dengan klien kemampuan
kemampuan yang yang dapat dilaksanakan. yang dapat dilaksanakan.
dimiliki untuk  Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
dilaksanakan pelaksanaannya.
4. Klien dapat Klien membuat rencana kegiatan  Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat
merencanakan kegiatan harian. dilakukan setiap hari sesuai kemampuan klien,
sesuai dengan meliputi: kegiatan mandiri, kegiatan dengan
kemampuan yang bantuan keluarga, tingkatkan kegiatan sesuai
dimiliki kondisi klien.
 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang
dapat klien lakukan.
5. Klien dapat Klien melakukan kegiatan  Anjurkan klien untuk melaksanakan kegiatan
melakukan kegiatan sesuai jadual yang dibuat yang telah direncanakan,
sesuai dengan rencana  Pantau kegiatan yang dilaksanakan klien,
yang dibuat
 Beri pujian atas usaha yang dilakukan klien.
 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan kegiatan
setelah pulang.
6. Klien dapat Klien memanfaatkan sistem  Beri pendidikan kesehatan pada keluarga
memanfaatkan system pendukung yang ada di keluarga tentang cara merawat klien dengan harga
pendukung yang ada diri rendah.
 Bantu keluarga memberikan dukungan selama
klien di rawat, bantu keluarga menyiapkan
lingkungan di rumah
Daftar Pustaka

Dalami, dkk, (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa.


Jogjakarta : Trans Info Media

Carpenito, LJ, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, edisi 6 . Jakarta :


EGC.
Nanda Internasional, 2005. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Keliat, Budi Anna. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
EGC. Keliat, Budi Anna. (2009). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: EGC. Sundeen & Stuart. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa.
Jakarta: EGC.
Stuart, G.W, (2006). Principles and Pratice of Psychiatric Nursing. Edition 7. St.
Louise: Mosby.

Stuart & Laraia, (2005). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
13

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN

JIWA PADA PASIEN DENGAN

“GANGUAN CITRA TUBUH”

A. Pengertian
Citra tubuh adalah kumpulan dan sikap individu yang disadari dan
tidak diadari terhadap tubuhnya terhadap tubuhnya termasuk persepsi
masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fugsi, penampilan,
da potensi tubuh (Stuart Laraia, 2005).
Citra tubuh adalah sikap individu yang disadari atau tidak disadari
terhadap tubuhnya termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan
sekarang tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi. Citra tubuh
merupakan sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara sadar maupun
tidak sadar, meliputi performance, potensi tubuh, fungsi tubuh serta
persepsi dan perasaan tentang ukuran tubuh dan bentuk tubuh (Sunaryo,
2014).
Gangguan citra tubuh adalah keadaan dimana seseorang
mengalami atau beresiko mengalami gangguan dalam penerapan diri
seseorang (Carpenito-Moyet, 2009).

B. Perkembangan Citra Tubuh Positif

Usia Perkembangan

Lahir hingga 1 tahun a. Belajar untuk menoleransi frustasi kecil


b. Belajar untuk percaya
1-3 tahun a. Belajar menyukai tubuh
b. Mempelajari penguasaan
 Keterampilan motoric
 Kemampuan bahasa
 Pelatihan usus (Bowel training)
3-6 tahun a. Belajar inisiatif
b. Belajar mengenal sex typing (anak menyadari
gendernya dan berperan sesuai dengan nilai dan atribut
tersebut)
c. Mengidentifikasi dengan parenting model (keluarga)
d. Meningkatkan keterampilan (motorik, bahasa)
6-12 tahun a. Mengembangkan ketekunan (sense of industry)
b. Memiliki identifikasi peran seks yang jelas
c. Mempelajari interaksi rekan
d. Mengembangkan keterampilan akademik

Remaja a. Menetapkan identitas diri dan peran seksual


b. Menggunakan pemikiran abstrak
c. Mengembangkan sistem nilai pribadi

C. Tanda dan Gejala


1. Mayor
Subyektif:
- Tidak mau mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh
- Perasaan negative tentang

tubuh Obyektif:

- Fungsi / dan struktur tubuh berubah


- Kehilangan bagian tubuh
- Menghindari melihat dan / atau menyentuh tubuh
- Menyembunyikan bagian tubuh
2. Minor
Subyetif:
- Pandangan pada tubuh berubah (missal : penampilan, struktur,
fungsi),
- Mengungkapkan perubahan gaya hidup
- Mengungkapkan perasaan tentang perubahan tubuh (missal:
penampilan, struktur, fungsi) , perubahan atau kehilangan
- Menolak mengakui perubahan

keinginan Objekif

- Focus berlebih pada perubahan tubuh


- Kemampuan tubuh beradaptasi dengan lingkungan berubah
- Hubugan social berubah
- Respon non verbal pada perubahan dan persepsi tubuh
- Focus pada penampilan dan kekuatan masa lalu
D. Penyebab Gangguan Citra Tubuh
1. Kerusakan atau kehilangan bagian tubuh (anatomi dan fungsi
2. Perubahan ukuran, bentuk, penampilan tubuh (akibat pertumbuhan dan
perkembangan atau penyakit)
3. Tindakan pembedahan
Selain itu gangguan citra tubuh juga dapat disebabkan oleh penyakit,
seperti Splenomegali, yaitu pembesaran organ limpa terus-menerus,
sehingga menagkibatkan pembesaran abdomen kuadran kiri klien. Kondisi
seperti ini membuat pasien tidak puas dengan kondisi tubuhnya.
E. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi dari gangguan citra tubuh diuraikan sebagai berikut:
1. Biologis
Penyakit genetik dalam keluarga, pertumbuhan dan perkembangan
masa bayi, anak dan remaja, anoreksia, bulimia, atau berat badan
kurang atau berlebih dari berat badan ideal, perubahan fisiologi pada
kehamilan kehamilan dan penuaan, penuaan, pembedahan pembedahan
elektif elektif dan operasi, operasi, trauma, penyakit atau gangguan
organ dan fungsi tubuh lain : Stroke, Kusta, Asthma dan lain-lain,
pengobatan atau kemoterapi, penyalahgunaan penyalahgunaan obat
atau zat : cocaine, Amphetamine, Halusinogen dan lain-lain.
2. Psikologis
Gangguan kemampuan verbal, konflik dengan nilai masyarakat,
pengalaman pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan,
menyenangkan, ideal diri tidak realistis.
3. Sosial budaya
Pendidikan masih rendah, masalah dalam pekerjaan, nilai budaya
bertentangan bertentangan dengan nilai individu, individu, pengalaman
pengalaman sosial yang tidak menyenangkan, kegagalan peran sosial.
F. Faktor Presipitasi
1. Trauma
2. Persoalan persepsi
3. Penyakit, kelainan hormonal
4. Operasi atau pembedahahan
5. Perubahan masa pertumbuhan dan perkembangan : maturasi
6. Perubahan fisiologis tubuh: kehamilan, penuaan.
7. Prosedur medis dan keperawatan : efek pengobatan : radioterapi,
kemoterapi
G. Komponen Citra Tubuh
1. Realitas Tubuh
2. Ideal Tubuh
3. Perwujudan Tubuh
H. Stressor yang dapat menyebabkan ganguan citra tubuh
1. Perubahan ukuran tubuh: Berat badan yang turun akibat penyakit
2. Perubahan bentuk tubuh: Tindakan invasive, seperti operasi, suntikan
daerah pemasangan infuse.
3. Perubahan struktur: Sama dengan perubahan brntuk tubuh disertai
dengan pemasangan alat di dalam tubuh.
4. Perubahan fungsi: Berbagai penyakit yang dapat merubah system tubuh.
5. Keterbatasan: Gerak, makan, kegiatan.
6. Makan dan objek yang sering kontak: Penampilan dan dandan
berubah, pemasangan alat pada tubuh klien (infuse, fraksi, respitor,
suntuk, pemeriksaan tanda vital, dan lain-lain).
I. Respon klien terhadap ganguan citra tubuh
1. Respon terhadap kelainan bentuk atau keterbatasan dapat berupa ;
a. Respon penyesuaian
Menunjukan rasa sedih dan duka cita (rasa syok, kesangsian,
pengingkaran, keamarahan, rasa bersalah ataupun penerimaan).
b. Respon Mal-adatif
Lanjutan terhadap penyangkalan yang berhubungan dengan
kelainan bentuk atau keterbatasan yang terjadi pada diri sendiri.
Prilaku yang bersifat merusak, berbicara tentang perasaan tidak
berharga ataupun perubahan kemampuan dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan
c. Respon terhadap pola kebebasan- ketergantungan dapat berupa:
1) Respon Penyesuaian
Tanggung jawab terhadap rasa keperdulian (membuat) dalam
mengembangkan prilaku kepedulian yang baru terhadap diri
sendiri menggunkan sumber daya yang ada, interaksi yang
saling mendukung dengan keluarga.
2) Respon Mal-adatif
Menujukan rasa tanggung jawab akan rasa kepeduian terhadap
yang lain yang terus-menerus bergantung dengan atau dengan
keras menolak bantuan.
3) Respon terhadap sosialisasi dan komunikasi dapat berupa :
4) Respon penyesuaian pemelihara pada pola umum, kebutuhan
komunikasi dan menerima tawaran bantuan dan bertindak tidak
sebagai pendukung bagi yang lain.
5) Respon Mal-adatif
Mengisolasikan diri memperlihatkan sifat dengan kedangkalan
kepercyaan diri dan tidak mampu menyatakan rasa (menjadi
diri sendiri, dendam, malu, frustasi, tertekan).
J. Sumber koping
Setiap orang mempunyai kelebihan personal sebagai sumber koping,
meliputi:
1. Aktifitas olahraga dan aktifitas lain diluar rumah
2. Hobi dan kerajinan tangan
3. Seni ekspresif
4. Kesehatan dan keperawatan diri
5. Perkerjaan atau posisi
6. Bakat tertentu
7. Kecerdasan hak
8. Imajinasi dan aktifitas
9. Hubungan interpersonal dengan orang lain
10. Support dari keluarga, teman dan masyarakat dan jaringan social
11. Keyakinan diri yang positif

K. Mekanisme koping
1. Konstruktif
2. Berfokus pada masalah: negosiasi, konfontasi dan meminta
nasehat/saran.
3. Berfokus pada kognitif: perbandingan yang positif, penggantian
rewards, antisipasi.
4. Destruktif
5. Berfokus pada emosi: denial, proyeksi, represi, kompetensi, isolasi.
L. Pohon Masalah

Harga diri rendah

Gangguan Citra Tubuh

Persoalan presepsi

A. Teori Asuhan Keperawatan


1. Diagnosa Keperawatan
Gangguan citra tubuh

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

Gangguan Citra Tubuh

Perubahan bentuk, ukuran, fungsi, serta


kehilangan anggota tubuh
2. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
Hal-hal yang perlu dikaji pada klien dengan ganguan citra tubuuh yaitu:
1) Data Subjektif
a) Pengungkapan penolakan terhadap :
- Perubhan bentuk tubuh saat ini
- Anggota tubuh menjadi tidak berfungsi
- Interaksi dengan orang lain
b) Mengungkapkan perasaan tidak berdaya, tidak berharga,
keputusan
c) Mengungkapkan keinginan terlalu tinggi terhadap bagian
tubuh yang tergangu
d) Sering mengulang-ulang mengatakan kehilangan yang
terjadi
e) Merasa asing terhadap bangina tubuh yang hilang
2) Data Objektif
a) Perubahan dan kehilangan anggota tubuh baik struktur,
bentuk dan fungsi
b) Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang
terganggu
c) Menolak bagian tubuh
d) Menolak menyentuh bagian tubuh
e) Aktifitas social menurun
Tanda dan gejala Gangguan Citra Tubuh yang dapat ditemukan melalui
observasi sebagai berikut:
a) Penurunan produktivitas
b) Menyembunyikan baggian tubuh yang cacat, bekas operasi
c) Pasien tidak berani menatap lawan bicara dan lebih banyak
menundukkan kepala saat berinteraksi
d) Bicara lambat dengan nada suara lemah
b. Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan :
a. Klien dapat berorientasi terhadap realita secara bertahap
b. Klien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitar
c. Klien menggunakan obat dengan prinsip enam benar
d. Klien dapat mengidentifikasi citra tubuhnya
e. Klien dapat mengidentifikasi potensi (aspek positif) dirinya
f. Klien dapat mengetahui cara-cara untuk meningkatkan citra tubuh
g. Klien dapat melakukan cara-cara untuk meningkatkan citra tubuh
h. Klien dapat berinteraksi dengan orang lain tanpa terganggu
i. Tindakan keperawatan untuk klien
a. Membina hubungan saling percaya
Sebelum memulai pengkajian pada klien dengan waham, harus
membina saling percaya terlebih dahulu agar klien merasa aman
dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan yang harus sodara lakukan
dalam rangka membina hubungan agar sling percaya adalah
1) Mengucapkan salam terapeutik, perkenalan diri
2) Berjabat tangan
3) Jelaskan tujuan interaksi
4) Menciptakan lingkungan yang tenang
5) Membuat kontrak yang jelas pada setiap pertemuan ( topik,
tempat, dan waktu)
b. Jangan membantah dan mendukung klien
c. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman
d. Observasi pengaruh citra tubuh terhadap aktifitas sehari-hari
e. Diskusikan kebutuhan psikologis yang terpengaruhi karna dapat
menimbulkan kecemasan, rasa takut dan marah
f. Jika klien terus menerus membicarakan citra tubuhnya,
mendengarkan tanpa member dukungan atau menyangkal sampai
klien berhenti membicarakannya
g. Memberikan punjian bila penampilan dan orientasi klien sesuai
dengan realitas
h. Diskusikan dengan klien kemampuan realitas yang dimilikinya
pada saat yang lalu dan saat ini
i. Anjurkan klien untuk melakukan aktifitas sesuai kemampuan yang
dimiliki dirinya
j. Tindakan aktifitas yang dapat memenihi kebutuhan fisik dan
emosional klien
k. Berbicara dalam kontek realita
l. Memberikan pujian yang sesuai
m. Menjelaskan klien tentang program pengobatannya (manfaat, dosis
obat, jenis dan efek samping obat yang diminum serta cara
meminum obat yang benar)
n. Diskusikan akibat yang terjadi bila klien berhenti meminum obat
tanpa konsultasi
j. Tindakan keperawatan pada individu
a. Tujuan :
1) Pasien dapat mengidentifikasi citra tubuhnya
2) Pasien yang meingkatkan penerimaan terhadap citra tubuhnya
3) Pasien mengidentifikasi potensi (aspek positif) dirinya
4) Pasien dapat mengetahui cara untuk meningkatkan citra
tubuhnya
5) Pasien dapat melakukan cara-cara untuk meningkatkan citra
tubuh
6) Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain tanpa terganggu
b. Tindakan Keperawatan
1) Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya ; dulu dan
saat ini, perasaan tentang citra tubuhnya dan harapan citra
tubuhnya saat ini
2) Motovasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara
bertahap, bantu pasien menyentuh bagian tersebut
3) Diskusikan potensi bagian tubuh yang lain
4) Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bangian tubuh yang
terganggu
5) Ajarkan pasien meningkatkan citra tubuh dengan cara :
a) Gunakan proteksi, wig, kosmetik atau yan lainnya sesegera
mungkin, gunakan pakaian yang baru
b) Motivasi pasien untuk melakukan aktifitas yang mengarah
pada pembentukan tubuh yang ideal
6) Lakukan interaksi secara bertahap dengan cara :
a) Susun jadwal kegiatan sehari-hari
b) Dorong melakukan aktifitas sehari-hari dan terlibat dalam
aktifitas keluarga dan social
c) Dorong untuk mengunjungi teman atau orang lain yang
berarti/mempunyai peran penting baginya
d) Beri pujian terhadap keberhasilan pasien melakukan
interaksi
k. Tindakan keperawatan keluarga
a. Tujuan :
a. Keluarga dapat mengenal masalah ganguan citra tubuh
b. Keluarga mengetahui cara mengatasi masalah gangguan citra
tubuh
c. Keluarga mampu merawat pasien gangguan citra tubuh
d. Keluarga mampu mengevaluasi kemampuan pasien dan
memberikan pujian atas keberhasilannya
b. Tindakan Keperawatan
1) Jelaskan dengan keluarga tentang ganguan citra tubuh yang
terjadi pada pasien
2) Jelaskan kepada keluarga cara mengatasi masalah gangguan
citra tubuh
3) Ajarkan kepada keluarga cara merawat pasien :
a) Menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan pasien
dirumah
b) Menyedikan fasilitas interaksi dirumah
c) Melaksanaakan kegiatan dirumah dan social
d) Memberikan pujian atas kegiatan yang telah dilakukan
pasien
4) Bersama keluarga susun tindakan yang akan dilakukan
keluarga dalam ganguan citra tubuh
5) Beripujian realities terhadap keberhasilan keluarga
l. Evaluasi
Hasil atau kemampuan yang diharpkan pada pasien dengan ganguan
citra tubuh telah dilakukan intervensi adalah:
a) Pasien mampu mengidentifikasi citra tubuh pada potensi tubuh
yang lain
b) Pasien mampu melakukan cara untuk mengatasi gangguan citra
tubuhnya
c) Pasien mampu berinteraksi dengan keluarga dan social
Hasil atau kemampuan yang diharapkan pada keluarga setelah
dilakukannya untervensi adalah:
- Keluarga mampu mengevaluasi perkembangan pasien
- Keluarga mampu mengenal maslah ganguan citra tubuh
- Keluarga mampu merawat klien ganguan citra tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda Nic-Noc. Yogyakarta: Mediaction

Sunaryo (2014). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC

Sutejo, 2018. Keperawatan Jiwa. Pustaka Baru Press. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai