Anda di halaman 1dari 104

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN

DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI :


HALUSINASI

Di susun Oleh :
Aniq Rakhmatika S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADA

(STIKES BHAMADA )
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
Jalan. Cut Nyak Dhien No. 16 Kalisapu Slawi
2013/2014
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN
DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

A. Masalah utama
Perubahan sensori perseptual : halusinasi.

B. Proses terjadinya masalah


1. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada
individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi,

merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,


pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada ( Keliat & Akemat, 2010 ).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan
eksternal (dunia luar).Klien memberikan persepsi atau
pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata(Farida, 2010).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi
dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan
dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu
(Maramis, 2005).
Halusinasi adalah pengalaman sensorik tanpa rangsangan
eksternal terjadi pada keadaan kesadaran penuh yang
menggambarkan hilangnya kemampuan menilai realitas.
(Sunaryo, 2004).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori
yang salah (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli
mengenai halusinasi di atas, maka penulis mengambil
kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui
panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau
rangsangan yang nyata.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah
gangguan persepsi tanpa ada rangsangan dari luar ekternal.

Tanda dan Gejala:


a. Bicara, senyum, tertawa sendiri
b. Mengatakan mendengarkan suara, melihat, mengecap,
menghirup (mencium) dan merasa suatu yang tidak
nyata.
c. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata
e. Tidak dapat memusatkan perhatian atau konsentrasi.
f. Sikap curiga dan saling bermusuhan.
g. Pembicaraan kacau kadang tak masuk akal.
h. Menarik diri menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan.
j. Ketakutan.
k. Tidak mau melaksanakan asuhan mandiri: mandi, sikat
gigi, ganti pakaian, berhias yang rapi.
l. Mudah tersinggung, jengkel, marah.
m. Menyalahkan diri atau orang lain.
n. Muka marah kadang pucat.
o. Ekspresi wajah tegang.
p. Tekanan darah meningkat.

q. Nafas terengah-engah.
r. Nadi cepat
s. Banyak keringat.

2. Jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara
lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara,
teruatama suara suara orang, biasanya klien mendengar
suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam
bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar
kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis
dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau
feses. Kadang kadang terhidu bau harum.Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba (tactile)

Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak


enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan
sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.

e. Halusinasi pengecap (gustatory)


Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang
busuk, amis dan menjijikkan, merasa mengecap rasa
seperti rasa darah, urin atau feses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan
dicerna atau pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

3. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bila berada
intensitasnya dan keparahan (Stuart membagi halusinasi klien
mengendalikan dirinya semakin berat fase halusinasinya).Klien
semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan
halusinasinya lengkap tercantum dalam tabel.
Tabel 1 Fasetingkat Halusinasi (Stuart &Laraira, 2005)
Halusinasi
FASE 1

Karakteristik
Klien mengalami

Perilaku Klien
Tersenyum dan

Comforting
Ansietas
sebagai
halusinasi
menyenangk
an

perasaan seperti

tertawa tidak sesuai

ansietas, kesepian,

menggerekan bibir

rasa bersalah dan

tanpa suara

takut mencoba untuk

mengegerkan mata

befokus pada pikiran

yang cepat dan

menyengkan untuk

respon verbal yang

meredakan ansietas

lambat jika

individu mengenal

Sedang asik sendiri

bahwa pikiran-pikiran

meningkat tanda-

dan pengalaman

tanda sarat otonomi

sensor berada dalam


kondisi kesadaran jika
ansietas dapat
ditangani psikotik.
FASE II
Complementi
ng Ansietas
berat
halusinasi
memberatka
n

Pengalaman sensasi

Ansietas seperti

menjijikan dan

peningkatan denyut

menakutkan,klien

jantung pernafasan

mulai lepas kendali

dan tekanan darah,

dan mungkin

rentang perhatian

mencoba untuk

menyempit asik

mengambil jaraknya

dengan penglaman

dengan sumber yang

sensori dan

dipersepsikan klien

kehilangan

mungkin mengalami

kemampuan

pengamalan sensori

membedakan

dan menarik diri dari

halusinasi dan realita

orang lain, psikotik


ringan
FASE III
Controling

Klien berhenti

Kemampuan

menghentikan

dikendalikan

perlawanan terhadap

halusinasi akan lebih

Ansietas

halusinasi dan

berat
pengalamn
sensorsi
menjadi
berkuasa

ditakuti, kerusakan
berhubungan

menyerah pada
halusnasinya menjadi

dengan orang lain,

menarik, klien

rentang perhatian

mengalami

hanya beberapa

pengalaman kesepian

detik / menit adanya

jika sensori

tanda-tanda fisik

halusinasinya berhenti

ansietas berat

psikotik

berkeringat, tremor,
tidak mampu
memahami
peraturan.

FASE IV
Conquering
panik
Ansietas
panik
pengalaman
sensori
menaklukan

Pengalaman sensori

Perilaku tremor

menjadi mengancam

akibat panik, potensi

jika klien mengikuti

kuat suicida /

perintah halusinasi

nomicide aktifitas

berakhir dari

merefleksikan

beberapa jam / hari

halusinasi perilaku

jika intervensi

isi, seperti

terapeutif psikoti

kekerasan, agitas

berat.

menarik diri
katafonici, tidak
mampu merespon
terhadap
pemerintah, yang
komplek tidak
mampu berespon
lebih dari satu orang

4. Penyebab

Yang menjadi penyebab atau sebagai triger munculnya


halusinasi antara lain klien menarik diri dan harga diri rendah.
Akibat rendah diri dan kurangnya keterampilan berhubungan
sosial klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak
selanjutnya klien akan lebih terfokus pada dirinya. Stimulus
internal menjadi lebih dominan dibandingkan stimulus
eksternal. Klien lama kelamaan kehilangan kemampuan
membedakan stimulus internal dengan stumulus eksternal.
Kondisi ini memicu terjadinya halusinasi.
Tanda dan gejala :
a. Aspek fisik :

Makan dan minum kurang

Tidur kurang atau terganggu

Penampilan diri kurang

Keberanian kurang

b. Aspek emosi :

Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak


kecil

Merasa malu, bersalah

Mudah panik dan tiba-tiba marah

c. Aspek sosial

Duduk menyendiri

Selalu tunduk

Tampak melamun

Tidak peduli lingkungan

Menghindar dari orang lain

Tergantung dari orang lain

d. Aspek intelektual

Putus asa

Merasa sendiri, tidak ada sokongan

Kurang percaya diri

5. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat
beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
(Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C suatu keadaan
dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan
orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan
kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukkan
perilaku :
Tanda dan gejala :
1) Muka merah
2) Pandangan tajam

3) Otot tegang
4) Nada suara tinggi
5) Berdebat
6) Memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul
jika tidak senang.

C. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan Akibat

Halusinasi
Core Problem

Menarik diri

Penyebab

D. Masalah keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri

2. Data yang perlu dikaji

a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan


Data Subyektif :

Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

Klien suka membentak dan menyerang orang yang


mengusiknya jikasedang kesal atau marah.

Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa


lainnya.

Data Objektif :

Mata merah, wajah agak merah.

Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai:


berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.

Ekspresi marah saat membicarakan orang,


pandangan tajam.

Merusak dan melempar barang-barang.

b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi


Data Subjektif :

Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak


berhubungan dengan stimulus nyata

Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada


stimulus yang nyata

Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus

Klien merasa makan sesuatu

Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya

Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan


didengar

Klien ingin memukul/melempar barang-barang

Data Objektif :

Klien berbicara dan tertawa sendiri

Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu

Klien

berhenti

bicara

ditengah

kalimat

untuk

mendengarkan sesuatu

Disorientasi

c. Isolasi sosial : menarik diri


Data Subyektif :

Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa,


tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

Data Obyektif :

Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh


memilih

alternatif

tindakan,

ingin

mencederai

diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi sedih,


Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi
janin pada saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang
memperhatikan kebersihan

E. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
b. Isolasi sosial : menarik diri

F. Rencana Keperawatan
Diagnosa I

Perubahan sensori persepsi halusinasi

Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain


dan lingkungan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk
kelancaran hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan
prinsip komunikasi terapeutik dengan cara :
a Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non
verbal
b Perkenalkan diri dengan sopan

c Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan


yang disukai
d Jelaskan tujuan pertemuan
e Jujur dan menepati janji
f

Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa


adanya

g Berikan

perhatian

kepada

klien

dan

perhatian

kebutuhan dasar klien

2. Kliendapat mengenal halusinasinya


Tindakan :
1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya:
bicara dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke
kanan/ kedepan seolah-olah ada teman bicara
3 Bantu klien mengenal halusinasinya
a Tanyakan apakah ada suara yang didengar
b Apa yang dikatakan halusinasinya
c Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu ,
namun perawat sendiri tidak mendengarnya.
d Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
e Katakan bahwa perawat akan membantu klien

4 Diskusikan dengan klien :


a Situasi

yang

menimbulkan/tidak

menimbulkan

halusinasi
b Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi,
siang, sore, malam)
5 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan
klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :
1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan
jika terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
2 Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika
bermanfaat ber pujian
3 Diskusikan

cara

baru

untuk

memutus/mengontrol

timbulnya halusinasi:
a Katakan saya tidak mau dengar
b Menemui orang lain
c Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa
jika klien tampak bicara sendiri
4 Bantu

klien memilih

dan melatih cara memutus

halusinasinya secara bertahap


5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih

6 Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil


7 Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi
persepsi
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya
Tindakan :
1 Anjurkan

klien

untuk

memberitahu

keluarga

jika

mengalami halusinasi
2 Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada
saat kunjungan rumah):
a Gejala halusinasi yang dialami klien
b Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk
memutus halusinasi
c Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi
dirumah, diberi kegiatan, jangan biarkan sendiri,
makan bersama, bepergian bersama
d Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu
mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan
resiko mencederai diri atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :
1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis,
frekuensi dan manfaat minum obat
2 Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan
merasakan manfaatnya

3 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan


efek samping minum obat yang dirasakan
4 Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

Diagnosa II

: Isolasi sosial menarik diri

Tujuan umum : Klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi:


halusinasi
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1

Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik,

memperkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan


lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas
tentang topik, tempat dan waktu.
1.2

Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau

tidak menjawab.
1.3

Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara,

jangan terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti


pembicaraan klien.
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan :
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan
tanda-tandanya

2.2 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan


perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul
2.3 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri,
tanda-tanda serta penyebab yang muncul
2.4 Berikan

pujian

terhadap

kemampuan

klien

mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan
orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
1

Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan


berhubungan dengan orang lain
a Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan
prang lain
b Diskusikan

bersama

klien

tentang

manfaat

berhubungan dengan orang lain


c Berireinforcement
mengungkapkan

positif

terhadap

kemampuan

tentang

keuntungan

perasaan

berhubungan dengan orang lain


2

Kaji

pengetahuan

klien

tentang

kerugian

bila

tidak

berhubungan dengan orang lain


a Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan dengan orang lain
b Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain

c Beri

reinforcement

positif

terhadap

kemampuan

mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak


berhubungan dengan orang lain

4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial


Tindakan :
1

Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang


lain

Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang


lain melalui tahap :

KP

K P P lain

K P P lain K lain

K Kel/Klp/Masy

Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang


telah dicapai

Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan

Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien


dalam mengisi waktu

Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan

Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam


kegiatan ruangan

5. Klien

dapat

mengungkapkan

perasaannya

setelah

berhubungan dengan orang lain


Tindakan :
1

Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila


berhubungan dengan orang lain

Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat


berhubungan dengan orang lain

Beri

reinforcement

positif

atas

kemampuan

klien

mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan


oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan :
1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :

Salam, perkenalan diri

Jelaskan tujuan

Buat kontrak

Eksplorasi perasaan klien


2 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :

Perilaku menarik diri

Penyebab perilaku menarik diri

Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak


ditanggapi

Cara keluarga menghadapi klien menarik diri

3 Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan


kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain
4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian
menjenguk klien minimal satu kali seminggu
5 Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah
dicapai oleh keluarga

G. Daftar Pustaka
Keliat, B.A., Panjaitan, R.U. (2010). Manajemen Keperawatan Jiwa
Komunitas Desa Siaga: CMHN (Intermediate Course). Jakarta:
EGC
Maramis, W.F.(2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Ketujuh.
Surabaya : Airlangga Universitas Press
Stuart & Laraia.(2005). Principle and Practice of Psychiatric Nursing
Eighth Edition. Mosby-Year Book Inc, St. Louis-USA
Stuart, GW.( 2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Terjemahan dari
Pocket Guide to Psychiatric Nursing Alih bahasa Kapoh.
Jakarta: EGC
Yosep, Iyus. (2007). Keperawatan Jiwa.Bandung : Refika Aditama

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN


DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI
RENDAH

Di susun Oleh :
Aniq Rakhmatika S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADA

(STIKES BHAMADA )
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
Jalan. Cut Nyak Dhien No. 16 Kalisapu Slawi
2013/2014

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN


DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH

H. Masalah Utama
Harga diri rendah

I. Proses Terjadinya Masalah


6. Pengertian
Gangguan harga diri atau harga diri rendah adalah perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri dan merasa gagal
mencapaikeinginan (Sujono dan Teguh, 2009).
Harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu
mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri maupun
kemampuan diri (Carpenito, 1998).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa harga diri
rendah adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
denganmenganalisa kesesuaian antara perilaku dengan ideal diri berupa
perasaannegatif terhadap kemampuan diri.
Tanda dan gejala :

Mengkritik diri sendiri

Parasaan tidak mampu

Pandangan hidup yang pesismis

Penurunan produktifitas

Penolakan terhadap kemampuan diri

7. Penyebab
Koping individu tidak efektif.

Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu


tidak efektif, koping merupakan respon pertahanan individu
terhadap suatu masalah.Jika koping itu tidak efektif maka
individu tidak bisa mencapai harga dirinya dalam mencapai
suatu perilaku.
Tanda gejala

Ansietas

Tidak mampu menemukan peran yang diharapkan

Ketidakmampuan menemukan kebutuhan dasar

8. Akibat
Penyebab :Menarik diri.
Mekanisme terjadinya masalah : harga diri merupakan
penilaian seseorang terhadap dirinya, individu dengan harga
diri rendah akan merasa tidak mampu, tidak berdaya, pesimis
dalam menghadapi kehidupan, dan tidak percaya pada diri
sendiri. Untuk menutupi rasa tidak mampu, individu akan
banyak diam, menyendiri, tidak berkomunikasi, dan menarik
diri dari kehidupan sosial.
Tanda gejala

Apatis, ekspresi sedih

Komunikasi kurang atau tidak ada

Tidak ada kontan mata, klien sering menunduk

Klien kurang mobilisasi

Menghindar dari orang lain (menyendiri)

Menolak berhubungan dengan orang lain

Tidak melakukan kegiatan sehari-hari

Posisi janin saat tidur

J. Pohon Masalah

Resiko isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

Koping individu tidak efektif

K. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan :

a. Resiko isolasi sosial: menarik diri


b. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
c. Koping individu tidak efektif.
2. Data yang perlu dikaji :
a. Resiko isolasi sosial: menarik diri
Data subyektif :
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang
hanya dijawab dengan singkat, ya atau tidak.
Data obyektif :
Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri
dikamar, banyak diam, kontak mata kurang (menunduk),
menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan diri
kurang, posisi menekur.

b. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah


Data subyektif :
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak
tahu

apa-apa,

bodoh,

mengkritik

diri

sendiri,

mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.


Data obyektif :
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh
memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin
mengakhiri hidup.
c. Koping individu tidak efektif
Data subjektif :

Klien mengatakan putus asa dan tak berdaya, tidak


bahagia, tak ada harapan
Data objektif :
Klien tampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat
mengontrol impuls

L. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
2. Koping individu tidak efektif

M. RencanaKeperawatan
Diagnosa 1

: Harga diri rendah

Tujuan Umum

: Klien memiliki konsep diri yang positif.

Tujuan Khusus

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.


Tindakan :
Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
komunikasi teraupetik.
1.1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
1.2. Perkenalkan diri dengan sopan.
1.3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama oanggilan yang
disukai klien.

1.4. Jelaskan tujuan pertemuan.


1.5. Jujur dan menepati janji.
1.6. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
1.7. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
dasar klien.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
Tindakan :
2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien buat daftarnya.
2.2. Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian
negatif.
2.3. Utamakan memberikan pujian realistik pada kemampuan
dan aspek positif klien.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Tindakan :
3.1. Diskusikan

dengan

klien

kemampuan

yang

masih

digunakan selama sakit.


3.2. Diskusikan

kemapuan

yang

dapat

dilanjutkan

pengunaannya di rumah sakit.


3.3. Berikan pujian.
4. Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai
dengan kemampuanyang dimiliki.

Tindakan:
4.1. Meminta klien untuk memilih suatu kegiatan yang mau
dilakukan di rumah sakit.
4.2. Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
4.3. Beri pujian atas keberhasilan klien.
4.4. Diskusikan jadual kegiatan harian atas kegiatan yang
telah dilatih.
5. Klien dapat melakukan tindakan sesuai dengan kondisi sakit
dan kemampuannya.
Tindakan:
5.1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang
telah direncanakan.
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien.
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
6.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien denganharga diri rendah.
6.2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien
dirawat.
6.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
6.4. Jelaskan cara pelaksanaan jadual kegiatan klien di rumah.
6.5. Anjurkan memberi pujian pada klien setiap berhasil.

Diagnosa 2

: Koping individu tidak efektif

Tujuan umum

: Klien mengunakan koping yang adaptif.

Tujuan khusus

1. Merespon kesadaran diri dengan cara :


1.1.

Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan.

1.2.

Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang

dimilikinya.
1.3.

Memaksimalkan

partisipasi

klien

dalam

hubungan

terapeutik.
2. Menyelidiki diri dengan cara :
2.1.

Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya.

2.2.

Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan

hubungannya dengan orang lain melalui keterbukaan.


2.3.

Berespon secara empati dan menekankan bahwa

kekuatan untuk berubah ada pada klien.


3. Mengevaluasi diri dengan cara :
a. Membantu klien menerima perasaan dan pikiran.
b. Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif
terhadap masalahnya.
4. Membuat perencanaan yang realistik.
4.1. Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan
masalah.

4.2. Membantu

klien

menkonseptualisasikan

tujuan

yang

realistik.
5. Bertanggung jawab dalam bertindak.
5.1.

Membantu klien untuk melakukan tindakan yang

penting

untuk

merubah

respon

maladaptif

dan

mempertahankan respon koping yang adaptif.


6. Mengobservasi tingkat depresi.
6.1. Mengamati perilaku klien.
6.2. Bersama klien membahas perasaannya.
7. Membantu klien mengurangi rasa bersalah.
7.1.

Menghargai perasaan klien.

7.2.

Mengidentifikasi

dukungan

yang

positif

dengan

mengaitkan terhadap kenyataan.


7.3.

Memberikan

kesempatan

untuk

menangis

dan

mengungkapkan perasaannya.
7.4.

Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul.

N. DaftarPustaka
Sujono R & Teguh,P, 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Edisi pertama,Cetakan
pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN


DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

Di susun Oleh :
Aniq Rakhmatika S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADA

(STIKES BHAMADA )
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
Jalan. Cut Nyak Dhien No. 16 Kalisapu Slawi
2013/2014
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN
DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

O. Masalah Utama
Isolasi Sosial: Menarik diri

P. Proses Terjadinya Masalah


9. Pengertian
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari
interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dari orang
lain (Rawlins, 1993).
Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang
mengalami ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan
dengan orang lain atau dengan lingkungan di sekitarnya
secara wajar dan hidup dalam khayalan sendiri yang tidak
realistik. Pada pasien dengan perilaku menarik diri sering
melakukan kegiatan yang ditujukan untuk mencapai pemuasan
diri, dimana pasien melakukan usaha untuk melindungi diri
sehingga ia jadi positif dan berkepribadian kaku, pasien
menarik diri juga melakukan pembatasan (isolasi diri),
termasuk juga kehidupan emosionalnya,semakin sering pasien
menarik diri, semakin banyak kesulitan yang dialani dalam
mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan
orang lain (Budi Anna Keliat, dkk, 1997).
Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan individu
tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut
salah, pesimis, putus asa, menghindar dari orang lain, tidak
mampu merumuskan keinginan dan merasa tertekan. Keadaan
ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi
dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai
berdiam diri sendiri, kegiatan sehari-hari hampir terabaikan.
Tanda dan Gejala:
a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
b. Menghindar dari orang lain (menyendiri).

c. Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap


dengan klien lain/perawat.
d. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
e. Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
f. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan
atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
g. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
h. Posisi janin saat tidur.

10. Penyebab
Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga
diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri
dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan Gejala:
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit (rambut botak karena terapi).
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri
sendiri).
c. Gangguan hubungan sosial (menarik diri).
d. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan).
e. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya

11. Akibat
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya terjadinya
resiko perubahan sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi ini merupakan salah
satu orientasi realitas yang maladaptive, dimana halusinasi adalah persepsi
klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien
menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/rangsangan eksternal.
Tanda dan Gejala :
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
c. Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata.
d. Tidak dapat memusatkan perhatian.
e. Curiga,

bermusuhan,

merusak

(diri

lingkungannya), takut.
f. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung.
.

Pohon Masalah
Halusinasi

( Akibat )

Isolasi Sosial
( Core Problem )

Harga Diri Rendah

( Penyebab)

sendiri,

orang

lain

dan

D. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


1.

Masalah Keperawatan
a. Harga Diri Rendah
b. Isolasi Sosial (Menarik Diri)
c. Halusinasi

2.

Data yang perlu dikaji


a. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data subyektif:

Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apaapa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.

Data obyektif:

Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih


alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

b. Isolasi Sosial : menarik diri


Data Subyektif:
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
Data Obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
c. Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi

Data Subjektif:

Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan


dengan stimulus nyata

Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata

Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus

Klien merasa makan sesuatu

Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya

Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar

Klien ingin memukul/melempar barang-barang

Data Objektif:

Klien berbicara dan tertawa sendiri

Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu

Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan


sesuatu

E.

F.

Disorientasi
Diagnosa Keperawatan

1.

Isolasi Sosial (Menarik Diri)

2.

Harga Diri Rendah.

Rencana Keperawatan

DiagnosaI

: Isolasi sosial menarik diri

Tujuan umum : Klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi:


halusinasi
Tujuan khusus :
7. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.4

Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik,

memperkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan


lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas
tentang topik, tempat dan waktu.
1.5

Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau

tidak menjawab.
1.6

Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara,

jangan terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti


pembicaraan klien.
8. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan :
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan
tanda-tandanya
2.2 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul
2.3 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri,
tanda-tanda serta penyebab yang muncul
2.4 Berikan

pujian

terhadap

mengungkapkan perasaannya

kemampuan

klien

9. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan


orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
3

Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan


berhubungan dengan orang lain
a Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan
prang lain
b Diskusikan

bersama

klien

tentang

manfaat

berhubungan dengan orang lain


c Berireinforcement
mengungkapkan

positif

terhadap

kemampuan

tentang

keuntungan

perasaan

berhubungan dengan orang lain


4

Kaji

pengetahuan

klien

tentang

kerugian

bila

tidak

berhubungan dengan orang lain


d Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan dengan orang lain
e Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
f

Beri

reinforcement

positif

terhadap

kemampuan

mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak


berhubungan dengan orang lain
10.

Klien dapat melaksanakan hubungan sosial

Tindakan :

Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang


lain

Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang


lain melalui tahap :

10

KP

K P P lain

K P P lain K lain

K Kel/Klp/Masy

Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang


telah dicapai

11

Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan

12

Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien


dalam mengisi waktu

13

Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan

14

Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam


kegiatan ruangan

11.

Klien

dapat

mengungkapkan

perasaannya

setelah

berhubungan dengan orang lain


Tindakan :
4

Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila


berhubungan dengan orang lain

Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat


berhubungan dengan orang lain

Beri

reinforcement

positif

atas

kemampuan

klien

mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan


oranglain
12.

Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau

keluarga
Tindakan :
6 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :

Salam, perkenalan diri

Jelaskan tujuan

Buat kontrak

Eksplorasi perasaan klien


7 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :

Perilaku menarik diri

Penyebab perilaku menarik diri

Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak


ditanggapi

Cara keluarga menghadapi klien menarik diri

8 Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan


kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain
9 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian
menjenguk klien minimal satu kali seminggu

10 Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah


dicapai oleh keluarga

Diagnosa II

: Harga diri rendah

Tujuan Umum : Klien memiliki konsep diri yang positif.


Tujuan Khusus :
7. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
komunikasi teraupetik.
1.8. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
1.9. Perkenalkan diri dengan sopan.
1.10.

Tanyakan nama lengkap klien dan nama oanggilan

yang disukai klien.


1.11.

Jelaskan tujuan pertemuan.

1.12.

Jujur dan menepati janji.

1.13.

Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa

adanya.
1.14.

Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan

dasar klien.
8. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki

Tindakan :
2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien buat daftarnya.
2.2. Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian
negatif.
2.3. Utamakan memberikan pujian realistik pada kemampuan
dan aspek positif klien.
9. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Tindakan :
3.1. Diskusikan

dengan

klien

kemampuan

yang

masih

digunakan selama sakit.


3.2. Diskusikan

kemapuan

yang

dapat

dilanjutkan

pengunaannya di rumah sakit.


3.3. Berikan pujian.
10.

Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan

sesuai dengan kemampuanyang dimiliki.


Tindakan:
4.1. Meminta klien untuk memilih suatu kegiatan yang mau
dilakukan di rumah sakit.
4.2. Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
4.3. Beri pujian atas keberhasilan klien.
4.4. Diskusikan jadual kegiatan harian atas kegiatan yang
telah dilatih.

11.

Klien dapat melakukan tindakan sesuai dengan kondisi

sakit dan kemampuannya.


Tindakan:
5.1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang
telah direncanakan.
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien.
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
12.

Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

6.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara


merawat klien denganharga diri rendah.
6.2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien
dirawat.
6.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
6.4. Jelaskan cara pelaksanaan jadual kegiatan klien di rumah.
6.5. Anjurkan memberi pujian pada klien setiap berhasil.

G.

Daftar Pustaka
Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa.Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia :
Lipincott-Raven Publisher. 1998
Budi Anna Keliat. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta :
FIK UI. 1999

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN


DENGAN PERILAKU KEKERASAN

Di susun Oleh :
Aniq Rakhmatika S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADA

(STIKES BHAMADA )
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
Jalan. Cut Nyak Dhien No. 16 Kalisapu Slawi
2013/2014
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN
DENGAN PERILAKU KEKERASAN

Q. Masalah Utama

Perilaku kekerasan

R. Proses Terjadinya Masalah


12. Pengertian
Menurut Yosep ( 2007 ) perilaku kekerasan atau agresi
adalah sikap atau perilakukasar atau kata-kata yang
menggambarkan perilaku amuk, permusuhan dan
potensiuntuk merusak secara fisik.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimanaseseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik padadirinya sendiri atau
orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang
tidakterkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2010 ).
Perilaku kekerasan atau agresifmerupakan suatu bentuk
perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secra
fisikmaupun psikologis (Riyadi dan Purwanto, 2009).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa perilakukekerasan adalah suatu tindakan
kekerasan atau kata-kata kasar yangmenggambarkan perilaku
amuk, permusuhan dan potensi untuk merusak
secarafisik.maupun psikologis yang dapat membahayakan diri
sendiri, orang lain maupunlingkungan.
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu
mengalami perilaku yang dapat membahayakan secara fisik
baik pada diri sendiri maupun orang lain.
Tandadangejala:
a. Mukamerah

b. Pandangantajam
c. Otottegang
d. Berdebat
e. Kadangmemaksakehendak
f. Merusaklingkungan
g. Mengatupkan rahang dengan kuat
h. Mengepalkan tangan
i. Jalan mondar-mandir
j. Bicara kasar
k. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
l. Mengancam secara verbal atau fisik
m. Melempar atau memukul benda atua orang lain
n. Merusak barang atau benda
o. Tidak

memiliki

kemampuan

mencegah

atau

mengendalikan perilaku kekerasan

13. Penyebab

Perilakukekerasanbisadisebabkanadanyagangguanhargadiri
:Hargadirirendah. Hargadirirendahadalahkeadaanperasaan
yang negative
terhadapdirisendirihilangkepercayaandirimerasagagalmencapa
ikeinginan,

gangguaninidapatsituasionalmaupunkronik.Bilakondisiiniberlan
gsungterustanpa control
makaakandapatmenimbulkanperilakukekerasan.
Tandadan gejala
a. Mengejekdanmengkritikdirisendiri
b. Merendahkanataumengurangimartabatdirisendiri
c. Rasa bersalahataukhawatir
d. Menunda dan ragu dalam mengambil keputusan
e. Gangguan berhubungan, menarik diri dari kehidupan
sosial
f. Menarikdiridarirealitas
g. Mencederaidiri

(akibatdarihargadiri

rendahdisertaiharapan

yang

yang
suram,

mungkinklienakanmengakirikehidupannya
h. Merusakataumelukai orang lain

14. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan
tindakan-tindakan berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun
lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan
perabot, membakar rumah dll. Sehingga klien dengan perilaku
kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan
lingkungan. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
perilaku yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri

sendiri maupun oleh orang lain, kondisi ini biasanya akibat dari
mekanisme koping dari marah yang menimbulkan perilaku
kekerasan
Tandadangejala
a. Sedih
b. Marah
c. Putus asa
d. Tidak berdaya
e. Memeberikan isyarat verbal maupun non verbal

S. PohonMasalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Akibat

PerilakuKekerasan
Masalah Utama

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah

T. MasalahKeperawatanDan Data Yang PerluDikaji


1. MasalahKeperawatan:
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perilakukekerasan

Penyebab

c. Gangguan harga diri : harga diri rendah


2. Data YangPerluDikaji
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data subjektif

Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin


membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.

Data objektif

Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang,


melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.

b. Perilakukekerasan
Data Subjektif

Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.

Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya


jika sedang kesal atau marah.

Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

Data Objektif

Mata merah, wajah agak merah.

Nada suaratinggidankeras, bicaramenguasai.

Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.

Merusak dan melempar barang barang.

c. Gangguan harga diri : harga diri rendah

Data subyektif

Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apaapa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.

Data objektif

Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh


memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri /
ingin mengakhiri hidup.

U. Diagnosa Keperawatan
b. Perilaku Kekerasan
c. Harga Diri Rendah

V. Rencana Keperawatan
Diagnosa 1

: Perilaku kekerasan

Tujuan Umum

Tujuan Khusus

Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.


Tindakan :
1.1.

Beri salam/ panggil nama

1.2.

Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan

1.3.

Jelaskan maksud hubungan interaksi

1.4.

Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat

1.5.

Beri rasa aman dan sikap empati

1.6.

Lakukan kontak singkat tetapi sering

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.


Tindakan :
2.1.

Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.

2.2.

Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.

2.3.

Dengarkan

ungkapan

rasa

marah

dan

perasaan

bermusuhan klien dengansikap tenang.


3. Klien

dapat

mengidentifikasi

tanda

dan

gejala

perilaku

kekerasan.
Tindakan :
a. Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami saat
jengkel/marah.
b. Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
c. Simpulkan bersama klien tandadan gejala jengkel / kesal
yang dialamiklien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Tindakan:
4.1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan(verbal, pada orang lain dan pada diri sendiri).

4.2. Bantu

klien

bermain

peran

sesuai

dengan

perilaku

kekerasan yang biasa dilakukan.


4.3. Bicarakan

dengan

klien

apakah

dengan

cara

yang

dilakukan masalahnya selesai.


5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
5.1. Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan.
5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang
digunakan.
5.3. Tanyakan kepada klien apakah ingin mempelajari cara
baru yang sehat.
6. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah
perilaku kekerasan
6.1. Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
6.2. Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien.
6.3. Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan
untuk mencegahperilaku kekerasan yaitu tarik nafas
dalam dan pukul kasur atau bantal.
6.4. Diskusikan cara melakukan tarik napas dalam dengan
klien.
6.5. Beri contoh kepada klien tentang cara tarik napas dalam.
6.6. Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan
sebanyak 5(lima) kali.

6.7. Beri

pujian

positif

atas

kemampuan

klien

mendemonstrasikan caramenarik napas dalam.


6.8. Tanyakan perasaan klien setelah selesai.
6.9. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah
dipelajari saat marahatau jengkel.
7. Klien dapat mendemonstrasikan cara verbal untuk mencegah
perilaku kekerasan
Tindakan:
7.1. Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
7.2. Beri contoh bicara yang baik (meminta dengan baik,
menolak denganbaik, mengungkapkan perasaan dengan
baik)
7.3. Minta klien mengulang sendiri.
7.4. Beri pujian atas keberhasilan pasien.
7.5. Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara
bicara yang dapatdilatih di ruangan misalnya meminta
obat, baju dan lain-lain, menolakajakan merokok, tidur
tidak pada waktunya, menceritakan kekesalankepada
perawat.
7.6. Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah
dipelajari.
7.7. Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang
baik denganmengisi jadwal kegiatan.
7.8. Validasi kemampuan pasien klien dalam melaksanakan
latihan.

7.9. Beri pujian atas keberhasilan klien.


8. Klien dapat mendemonstarikan cara spiritual untuk mencegah
perikaukekerasan
Tindakan :
8.1. Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah
dilakukan.
8.2. Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat dilakukan
di ruang rawat.
8.3. Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan dilakukan.
8.4. Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang
dipilih.
8.5 Beri pujian atas keberhasilan klien
8.6 Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan
kegiatan ibadah.
8.7 Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan
mengisi jadwalkegiatan harian.
8.8 Beri pujian atas keberhasilan klien.
8.9 Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan
kegiatan ibadah.
8.10 Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah.
8.11 Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan
mengisi jadwalkegiatan harian (self evaluation)
9. Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk
mencegahperilaku kekerasan.

Tindakan:
9.1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat
secara teratur
9.2. Diskusikan tentang proses minum obat
9.3. Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan
mengisi jadwalkegiatan harian.
10.

Klien dapat mengikuti TAK: stimulasi persepsi pencegahan

perikau kekerasan.
Tindakan :
10.1.

Anjurkan klien untuk ikut TAK: stimulasi persepsi

pencegahan perilakukekerasan
10.2.

Diskusikan dengan klien tentang jadwal TAK

10.3.

Klien mengevaluasi pelaksanaan TAK dengan mengisi

jadwal kegiatanharian
11.

Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan

cara pencegahanperilaku kekerasan.


Tindakan:
11.1.

Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien

sesuai denganyang telah dilakukan keluarga terhadap klin


selama ini.
11.2.

Jelaskan

keuntungan

peran

serta

keluarga

dalam

merawat klien
11.3.

Jelaskan cara-cara merawat klien.

11.4.

Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien

11.5.

Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah

melakukandemonstrasi
11.6.

Anjurkan

keluarga

mempraktekkannya

pada

klien

selama di rumah sakitdan melanjutkannya setelah pulang


ke rumah.

Diagnosa 2

: Harga diri rendah

Tujuan Umum

: Klien memiliki konsep diri yang positif.

Tujuan Khusus

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.


Tindakan :
Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
komunikasi teraupetik.
1.15. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non
verbal
1.16.

Perkenalkan diri dengan sopan.

1.17.

Tanyakan nama lengkap klien dan nama oanggilan

yang disukai klien.


1.18.

Jelaskan tujuan pertemuan.

1.19.

Jujur dan menepati janji.

1.20.

Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa

adanya.

1.21.

Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan

dasar klien.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
Tindakan :
2.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
klien buat daftarnya.
2.2. Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian
negatif.
2.3. Utamakan memberikan pujian realistik pada kemampuan
dan aspek positif klien.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Tindakan :
3.1. Diskusikan

dengan

klien

kemampuan

yang

masih

digunakan selama sakit.


3.2. Diskusikan

kemapuan

yang

dapat

dilanjutkan

pengunaannya di rumah sakit.


3.3. Berikan pujian.
4. Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai
dengan kemampuanyang dimiliki.
Tindakan:
4.1. Meminta klien untuk memilih suatu kegiatan yang mau
dilakukan di rumah sakit.
4.2. Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.

4.3. Beri pujian atas keberhasilan klien.


4.4. Diskusikan jadual kegiatan harian atas kegiatan yang
telah dilatih.
5. Klien dapat melakukan tindakan sesuai dengan kondisi sakit
dan kemampuannya.
Tindakan:
5.1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang
telah direncanakan.
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien.
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
6.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien denganharga diri rendah.
6.2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien
dirawat.
6.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
6.4. Jelaskan cara pelaksanaan jadual kegiatan klien di rumah.
6.5. Anjurkan memberi pujian pada klien setiap berhasil.

W. DaftarPustaka
KusumawatidanHartono .2010 . Buku Ajar KeperawatanJiwa .Jakarta
:SalembaMedika

Riyadi, Sujono dan Purwanto, Teguh 2009, Asuhan Keperawatan Jiwa (Edisi1),
Cetakan pertama, Yogyakarta : Graha Ilmu
Yosep, Iyus. 2007. KeperawatanJiwa. Bandung :RefikaAditama

LAPORAN PENDAHULUAN & STRATEGI PELAKSANAAN


PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI

Di susun Oleh :
Aniq Rakhmatika S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADA

(STIKES BHAMADA )
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
Jalan. Cut Nyak Dhien No. 16 Kalisapu Slawi
2013/2014

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN

RESIKO BUNUH DIRI

A. MASALAH UTAMA
Resiko bunuh diri

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien
untuk mengakhiri kehidupannya. (Maris, Berman, Silverman, dan Bongar
(2000).
Bunuh diri merupakan tindakan agresif yang langsung ditunjukan terhadap
dirinya sendiri untuk maksud mengakhiri kehidupannya.(David A. Tomb.
2003).
2. Penyebab
a. Faktor Predisposis
1) Diagnosa medis; gangguan jiwa
Diagnosa medis gangguan jiwa yang beresiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan afektif, penyalahgunaan zat dan schizophrenia.
2) Sifat Kepribadian
Sifat kepribadian yang meningkatkan resiko bunuh diri yaitu suka
bermusuhan, implusif, kepribadian anti sosial dan depresif.
3) Lingkungan Psikososial

Individu yang mengalami kehilangan dengan proses berduka yang


berkepanjangan akibat perpisahan atau bercerai, kehilangan barnag
kehilangan

dukungan

sosial

merupakan

faktor

penting

yang

mempengaruhi individu untuk melalukan tindakan bunuh diri.


4) Riwayat Keluarga
Keluarga yang pernah melakukan bunuh diri dan konflik yang terjadi
dalam keluarga merupaka faktor penting untuk melakukan bunuh diri.
5) Faktor Biokimia
Menurunnya neurotansmiter serotonin, opiat dan dopamin dapat
menimbulkan perilaku destruktif diri
b. Faktor presipitasi
Stresor pencetus bunuh diri terjadi karena stres berlebihan yang
dialami individu. Faktor pencetus seringkali berupa peristiwa kehidupan
yang memalukan seperti masalah hubungan interpersonal, dipermalukan
didepan umum, kehilanhan pekerjaan, ancaman penahanan dan dapat juga
pengaruh media yang menampilkan peristiwa bunuh diri.
3. Tanda gejala
Pemarah, emosional, depresi, putus asa, tidak berdaya, memberika isyarat
verbal maupun non verbal
4. Akibat
Resiko bunuh diri mengakibatkan petunjuk gejala antara lain : Keputusasaan,
menyalahkan diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga, alam perasaan
tertekan, agitasi dan gelisah, insomnia yang menetap, penurunan berat badan,
berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan social, pikiran dan
rencana bunuh diri, percobaan atau ancaman verbal.

C. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan

Resiko bunuh diri

Harga diri rendah

D. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


1. Masalah keperawatan
a. Resiko bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri.

b. Koping tidak efektif


DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.
c. Menarik diri

DS

: menyatakan minder, suka menyendiri

DO

: nampak murung, tidak berkomunikasi dengan orang lain

2. Data Yang Dikaji


a. Pengkajian Tingkat Resiko Bunuh Diri
Perilaku atau gejala

Intensitas Risiko
Rendah

Sedang

Tinggi

Cemas

Rendah

Sedang

Tinggi atau panik

Depresi

Rendah

Sedang

Berat

Isolasi: menarik diri Perasaan


yang

depresi Perasaan

samar,

tidak berdaya,

manarik diri.

tidak Tidak berdaya, putus


putus

asa, asa,

menarik diri.

manarik

diri,

pada

diri

protes
sendiri.

Fungsi sehari-hari

Umumnya baik pada Baik


semua

pada

beberapa Tidak baik pada semua

aktivitas aktivitas

aktivitas

Sumber-sumber

Beberapa

Sedikit

Kurang

Strategi koping

Umumnya

Sebagian konstruktif

Sebagian

konstruktif

destruktif.

Orang penting/ dekat Beberapa

Sedikit atau hanya satu Tidak ada

Pelayanan

Ya,

psikiatri Tidak, sikap positif

yang lalu
Pola hidup

Stabil

Pemakai alkohol dan Tidak sering


obat

besar

umumnya Bersikap

negatif

memuaskan

terhadap pertolongan.

Sedang

Tidak stabil

Sering

Terus menerus

Percobaan bunuh diri Tidak, atau yg tidak Dari tidak s.d. cara yg Dari
sebelumnya

fatal

Disorientasi

dan Tidak ada

tidak

sampai

agak fatal

berbagai cara yg fatal.

Sedikit

Jelas atau ada

disorganisasi

Bermusuhan

Tidak

tahu

atau Beberapa

Jelas atau ada

sedikit
Rencana bunuh diri

Samara,

kadang- Sering

dipikirkan Sering

dan

konstan

kadang ada fikiran, kadang-kadang ada ide dipikirkan dgn rencana


tidak ada rencana

untuk merencanakan.

yg spesifik.

b. Pengkajian Faktor Resiko Bunuh Diri


1) Jenis kelamin: resiko meningkat pada pria
2) Usia: lebih tua, masalah semakin banyak
3) Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup sendiri
merupakan masalah
4) Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan percobaan
bunuh diri / penyalahgunaan zat
5) Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan orang yang
dicintai, pengangguran, mendapat malu di lingkungan social
6) Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian introvert/menutup diri
7) Lain lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih
beresiko mengalami perilaku bunuh diri

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1

: Resiko bunuh diri

Diagnosa 2

: Gangguan konsep diri: harga diri rendah

Diagnosa 3

: Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

F. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa 1

: Resiko bunuh diri

Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri


Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
a. Perkenalkan diri dengan klien
b. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
c. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
d. Bersifat hangat dan bersahabat.
e. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
2. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :
a. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet,
gunting, tali, kaca, dan lain lain).
b. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.

c. Awasi klien secara ketat setiap saat.


3. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
a. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
b. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
c. Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.
d. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian,
dan lain lain.
e. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan
keinginan untuk hidup.
4. Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
a. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
b. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
c. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar
sesama,

keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).

5. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif


Tindakan:
a. Ajarkan

untuk

mengidentifikasi

pengalaman

pengalaman

yang

menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit,


menulis surat dll.)

b. Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.
c. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai
suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai
pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang
efektif
Diagnosa 2

: Gangguan konsep diri: harga diri rendah

Tujuan umum : Klien tidak melakukan kekerasan


Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat
dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
c. Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan
keluarga

Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan yang
dimiliki
Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan.
b. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
c. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
Diagnosa 3

: Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Tujuan umum : Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus

1. Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya


2. Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
3. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
Tindakan :
a. Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
b. Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang positif
c. Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
d. Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
e. Merencanakan yang dapat pasien lakukan
4. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik
Tindakan :
a. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
b. Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara penyelesian
masalah
c. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik

DAFTAR PUSTAKA

Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan


Riyadi, Sujono; Purwanto Teguh. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha Ilmu
Media, 2009.
Stuart, Gail W. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC, 2006.

LAPORAN PENDAHULUAN & STRATEGI PELAKSANAAN


PADA PASIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

Di susun Oleh :
Aniq Rakhmatika, S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADA

(STIKES BHAMADA )
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
Jalan. Cut Nyak Dhien No. 16 Kalisapu Slawi
2013/2014

LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Masalah umum
Deficit Perawatan diri : mandi / hygiene

B. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien di nyatakan terganggu
keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000 ).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Potter. Perry (2005). Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikis, kurang perawatan diri adalahkondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).

C. Jenis - jenis Perawatan Diri


1. Kurang perawatan diri : Mandi / Kebersihan
2. Kurang perawatan diri : (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktifitas mandi / kebersihan diri.
3. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.
4. Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan
untuk menunjukkan aktifitas berdandan sendiri.

5. Kurang perawatan diri : Makan


6. Kurang perawatan diri ( makan ) adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukkan aktifitas makan.
7. Kurang perawatan diri : Toileting
8. Kurang perawatan diri ( Toileting ) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktifitas toileting sendiri ( Nurjannah : 2004,
79 ).
D. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) penyebab kurang perawatan diri adalah
sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Menurut Depkes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1. Factor predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis

yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan

perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidak pedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.

d. Social
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan
diri.
2. Factor presipitasi
Yang merupakan factor presipitasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah atau lemah
yang di alami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri.
Menurut DepKes (2000: 59) Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah :
1. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.

2. Praktik social
Pada anak-anak selalu di manja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pola personal hygiene.

3. Status social ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlikan uang untuk
menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengatahuan yang baik
dapat meningkatkankesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes
mellitus, ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak dapat di mandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri
seperti penggunaan sabun, shampoo, dan lain-lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu/ sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan
perlu bantuan untuk melakukannya.

E. Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene


1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang di derita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering
terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut,
infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial

Masalah social yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan


kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan di cintai dan mencintai, kebutuhan harga
diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi social.

F. Tanda dan Gejala


Menurut Depkes (2000: 20) tanda dan gejala klien dengan deficit perawatan diri
adalah :
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor.
b. Rambut dan kulit kotor.
c. Kuku panjang dan kotor.
d. Gigi kotor di sertai mulut bau.
e. Penampilan tidak rapi.
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif.
b. Menarik diri.
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Social
a. Interaksi kurang.
b. Kegiatan kurang.

c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma.


d. Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi
dan mandi tidak mampu mandiri.

G. Mekanisme sebab akibat


Penyebab
Isolasi social : menarik diri
Pengertian : perilakumenarik diri adalah suatu usaha menghindari interaksi dengan
orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak
menyadari kesempatan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain yang
di manifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup membagi pengalaman dengan orang lain ( budi anna keliat, 1998).
Tanda dan gejala

Apatis

Afek tumpul

Menghindar dari orang lain

Klien tampak memisahkan diri dengan orang lain

Komunikasi kurang

Kontak mata kurang

Berdiam diri

Kurang mobilitas

Batasan karakteristik menurut Towsend, isolasi social : menarik diri di buktikan


dengan :

Menyendiri dalam ruangan

Sedih

Berpikir tentang sesuatu

Melakukan pengulangan tindakan yang tidak bermakna

Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian kepada orang lain.

H. Akibat
Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri :
1. Klien merasa dirinya lemah
2. Malas untuk beraktifitas
3. Klien merasa tidak berdaya

I. Masalah keperawatan dan data yang perlu di kaji


1. Deficit perawatan diri
Data subyektif

Pasien merasa lemah.

Malas untuk beraktifitas.

Merasa tidak berdaya.

Data obyektif

Rambut kotor, acak-acakan

Badan dan pakaian kotor dan bau

Mulut dan gigi bau

Kulit kusam dan kotor

Kuku panjang dan tidak terawatt

2. Isolasi social : menarik diri


Data obyektif

Tidak meperdulikan lingkungan

Kegiatan menurun, mobilitas kurang

Klien tampak diam, melamun dan menyendiri

Menghindar dari orang lain

Komunikasi kurang

Kontak mata kurang

Data subyektif
Klien mengatakan lebih suka sendiri daripada berhubungan dengan orang lain.

J. Pohon Masalah

Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

Deficit perawatan diri : Hygiene

Isolasi social : menarik diri

K. Diagnose Keperawatan
Menurut DepKes (2000: 32) diagnose keperawatan yang muncul pada pasien
deficit perawatan diri yaitu :
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Deficit perawatan diri
3. Isolasi social

L. Fokus intervensi
Diagnosa keperawatan: penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Tujuan umum
Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan kebersihan
diri
Tujuan khusus
TUK I : klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Criteria evaluasi

Dalam berinteraksi klien menunjukkan tanda tanfda percaya pada perawat :


1. Wajah cerah, tersenyum
2. Mau berkenalan
3. Ada kontak mata
4. Menerima kehadiran perawat
5. Bersedia menceritakan keadaannya

Intervensi
1. Berikan salam setiap berinteraksi
2. Perkenalkan nama, nama panggilan perawatdan tujuan perawat berkenalan
3. Tanyakan nama dan nama panggilan kesukaan klien
4. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap berinteraksi
5. Tanyakan perasaan dari masalah yang di hadapi klien
6. Buat kontrak interaksi yang jelas
7. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati
8. Penuhi kebutuhan dasar klien
TUK II : Klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri
Criteria evaluasi
Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu pada waktu 2 kali pertemuan,
mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah
penyakit dank lien dapat meningkatkan cara merawat diri.

Intervensi
1. Bina hubunga saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
2. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan
pengertian tentang arti bersih dan tanda tanda bersih
3. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri
4. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap
hal yang berhubungan dengan kebersihan diri
5. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara
kebersihan diri
6. Beri reinforcement positif setslah klien mampu mengungkapkanarti kebersihan
diri
7. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi 2 kali pagi dan
sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur),
keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.
TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat
Criteria evaluasi
Klien berusah untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun dan di
siram pakai air sampai bersih, mengganti pakaian bersih sehari hari, dan merapikan
penampilan.

Intervensi
1. Motivasi klien untuk mandi

2. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan


cara memelihara kebersihan diri yang benar
3. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari
4. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut
5. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan
kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi
6. Bekerja sam dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti
odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.
TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri
Criteria evaluasi
Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kbersihan diri secara rutin
dan teratur tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap hari,
penampilan bersih dan rapi.
Intervensi
Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk
mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri
Criteria evaluasi
Keluarga selalu mengingatkan hal hal yang berhubungan dengan kebersihan diri,
keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien dalam menjaga kebersihan diri,
dan keluarga membantu dan membimbing klien dalam menjaga kebersihan diri
Intervensi
1. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga
kebersihan diri

2. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang telah di lakukan klien


selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah di alami di
RS.
3. Anjurkan keluarga untuk memutuskan member stimulasi terhadap kemajuan
yang telah di alami di RS
4. Jelaskan pada keluarga tantang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga
kebersihan diri klien
5. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri
6. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan
diri
7. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang di lakukan misalnya :
mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.
TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.
Kriteria evaluasi
Keluarga selalu mengingatkan halhal yang berhubungan dengan kebersihan diri,
keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien dalam menjaga kebersihan diri,
dan keluarga membantu dan membimbing klien dalam menjaga kebersihan diri.
Intervensi
1. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga
kebersihan diri.
2. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien
selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di
RS.
3. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan
yang telah dialami di RS.

4. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga
kebersihan diri klien.
5. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
6. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan
diri.
7. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya:
mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta. EGC
DepKes. 2000. Standar Pedoman Perawatan Jiwa.
Kaplan Sadoch. 1998. Synopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurjannah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan pada Gangguan Jiwa.
Yogyakarta : Momedia
Perry, potter. 2005. Buku ajar fundamental keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S.Kep. M 2004. Seres kopino dan adaptasir toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 1998. Buku saku keperawatan jiwa edisi 3. Jakarta : EGC

Santoso, Budi. 2005. Panduan diagnose keperawatan Nanda, 2005 2006. Jakarta : prima
medika
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC
Tarwoto dan wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.
Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada perawatan psikiatri
edisi 3. Jakarta. EGC

LAPORAN PENDAHULUAN & STRATEGI PELAKSANAAN


PADA PASIEN DENGAN WAHAM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Di susun Oleh :
Aniq Rakhmatika, S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADA

(STIKES BHAMADA )
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
Jalan. Cut Nyak Dhien No. 16 Kalisapu Slawi
2013/2014

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN


DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI :
HALUSINASI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Di susun Oleh :
Aniq Rakhmatika S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADA

(STIKES BHAMADA )
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
Jalan. Cut Nyak Dhien No. 16 Kalisapu Slawi
2013/2014

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN


DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI
RENDAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Di susun Oleh :
Aniq Rakhmatika S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADA

(STIKES BHAMADA )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


Jalan. Cut Nyak Dhien No. 16 Kalisapu Slawi
2013/2014

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN


DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Di susun Oleh :
Aniq Rakhmatika S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADA

(STIKES BHAMADA )
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
Jalan. Cut Nyak Dhien No. 16 Kalisapu Slawi
2013/2014

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN


DENGAN PERILAKU KEKERASAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Di susun Oleh :
Aniq Rakhmatika S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADA

(STIKES BHAMADA )
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
Jalan. Cut Nyak Dhien No. 16 Kalisapu Slawi
2013/2014

LAPORAN PENDAHULUAN & STRATEGI PELAKSANAAN


PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Di susun Oleh :
Aniq Rakhmatika S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADA

(STIKES BHAMADA )
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
Jalan. Cut Nyak Dhien No. 16 Kalisapu Slawi
2013/2014

LAPORAN PENDAHULUAN & STRATEGI PELAKSANAAN


PADA PASIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Di susun Oleh :
Aniq Rakhmatika, S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI MANDALA HUSADA

(STIKES BHAMADA )
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
Jalan. Cut Nyak Dhien No. 16 Kalisapu Slawi
2013/2014

Anda mungkin juga menyukai