Anda di halaman 1dari 22

A.

Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang
dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren:
persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai
halusinasi di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa halusinasi
adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada
stimulus atau rangsangan yang nyata.

B. Jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau
menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhirup
bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

C. Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
a. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian,
rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan
mata yang cepat, diam dan asyik.
b. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan.
Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak
dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan
tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan
tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik
dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realita.
c. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar
berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat
menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks
dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat
membahayakan.

D. Tanda dan Gejala


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum
atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain,
gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga
keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa
yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis
berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999) :
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

E. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

F. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor
dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan
(Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

G. Penyebab
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik,
sterss berat yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik
diri (Townsend, M.C, 1998). Menurut Carpetino, L.J (1998) isolasi sosial
merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan
dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak. Sedangkan
menurut Rawlins, R.P dan Heacock, P.E (1998), isolasi sosial menarik diri
merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang
lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai
kesempatan dalam berpikir, berperasaan. Berprestasi, atau selalu dalam
kegagalan.
Isolasi sosial menarik diri sering ditunjukkan adanya perilaku
(Carpentino, L.J 1998) :
Data subjektif :
a. Mengungkapkan perasaan kesepian atau penolakan
b. Melaporkan dengan ketidaknyamanan konyak dengan situasi sosial
c. Mengungkapkan perasaan tak berguna
Data objektif :
a. Tidak tahan terhadap kontak yang lama
b. Tidak komunikatif
c. Kontak mata buruk
d. Tampak larut dalam pikiran dan ingatan sendiri
e. Kurang aktivitas
f. Wajah tampak murung dan sedih
g. Kegagalan berinteraksi dengan orang lain

H. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006).
Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan
sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri
sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri
sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data objektif :
a. Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan
secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa
pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik
atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di
lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,
misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di
berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang
ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga
dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat
dengan pasien.
d. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini
dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan
dan memilih kegiatan yang sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data
pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila
ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri
dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di
beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan
pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.

A. MASALAH DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


Masalah
No Data Subyektif Data Obyektif
Keperawatan
1. Masalah utama : Klien mengatakan Tampak bicara dan
gangguan persepsi melihat atau ketawa sendiri.
sensori halusinasi mendengar sesuatu. Mulut seperti bicara
Klien tidak mampu tapi tidak keluar suara.
mengenal tempat, Berhenti bicara seolah
waktu, orang. mendengar atau
melihat sesuatu.
Gerakan mata yang
cepat.

2. Isolasi sosial : Klien mengatakan Tidak tahan terhadap


menarik diri merasa kesepian. kontak yang lama.
Klien mengatakan tidak Tidak konsentrasi dan
dapat berhubungan pikiran mudah beralih
sosial. saat bicara.
Klien mengatakan tidak Tidak ada kontak
berguna. mata.
Ekspresi wajah
murung, sedih.
Tampak larut dalam
pikiran dan
ingatannya sendiri.
Kurang aktivitas.
Tidak komunikatif.

3. Resiko mencederai Klien mengungkapkan Wajah klien tampak


diri sendiri dan takut. tegang, merah.
orang lain Klien mengungkapkan Mata merah dan
apa yang dilihat dan melotot.
didengar mengancam Rahang mengatup.
dan membuatnya takut. Tangan mengepal.
Mondar mandir.

B. POHON MASALAH

Resiko mencederai diri sendiri,


Orang lain dan lingkungan Akibat

Core
Problem
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi

Isolasi sosial menarik diri


Cause
Gambar Pohon Masalah (Keliat, B.A, 2006)

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut
adalah :
1. Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
2. Isolasi sosial: Menarik Diri
3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
D. FOKUS INTERVENSI
Menurut Rasmun (2001) tujuan utama, tujuan khusus, dan rencana
tindakan dari diagnosa utama : resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan berhubungan dengan halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Tujuan umum
Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.
2. Tujuan khusus
a. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1) Kriteria evaluasi:
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak
mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab
salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau
mengutarakan masalah yang dihadapi.
2) Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan :
a) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.
b) Perkenalkan diri dengan sopan.
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien.
d) Jelaskan tujuan pertemuan.
e) Jujur dan menepati janji.
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar
hubungan interaksi selanjutnya.
b. TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi
1) Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi
timbulnya halusinasi.
b) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
2) Intervensi
a) Adakan sering dan singkat secara bertahap.
Rasional :
Kontak sering dan singkat selain upaya membina hubungan saling
percaya juga dapat memutuskan halusinasinya.
b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya.
Bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke
kanan seolah-olah ada teman bicara.
Rasional:
Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan
perawat dalam melakukan intervensi.
c) Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara :
a.a Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan
apakah ada suara yang di dengar.
a.b Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.
a.c Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu,
namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada
sahabat tanpa menuduh/menghakimi).
a.d Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain yang sama
seperti dia.
a.e Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
Rasional :
Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindari
faktor timbulnya halusinasi.
d) Diskusikan dengan klien tentang :
a.a Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
a.b Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore
dan malam atau jika sendiri, jengkel, sedih)
Rasional :
Dengan mengetahui waktu, isi dan frekuensi munculnya
halusinasi mempermudah tindakan keperawatan yang akan
dilakukan perawat.
e) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah, takut, sedih, tenang) beri kesempatan
mengungkapkan perasaan.
Rasional :
Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi pada klien.
c. TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
1) Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya
dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya.
b) Klien dapat menyebutkan cara baru.
c) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang
telah didiskusikan dengan klien.
d) Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk
mengendalikan halusinasi.
e) Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.
2) Intervensi
a) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-
lain)
Rasional :
Upaya untuk memutus siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak
berlanjut.
b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat
beri pujian.
Rasional :
Reinforcement dapat mneingkatkan harga diri klien.
c) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi :
a.a Katakan : “Saya tidak mau dengar kau” pada saat halusinasi
muncul.
a.b Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota
keluarga yang lain untuk bercakap-cakap atau mengatakan
halusinasi yang didengar.
a.c Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat
muncul.
a.d Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara sendiri.
Rasional:
Memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol halusinasi.
d) Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk
memutus halusinasi secara bertahap, misalnya dengan :
a.a Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca al-Qur’an.
a.b Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.
a.c Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat (pengajian,
gotong royong).
a.d Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika masih muda).
a.e Mencari teman untuk ngobrol.
Rasional :
Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk
mencoba memilih salah satu cara untuk mengendalikan
halusinasi dan dapat meningkatkan harga diri klien.
e) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.
Evaluasi : hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
Rasional :
Memberi kesempatan kepada klien untuk mencoba cara yang telah
dipilih.
f) Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok,
orientasi realita dan stimulasi persepsi.
Rasional :
Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interprestasi
realitas akibat halusinasi.

d. TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol


halusinasinya.
1) Kriteria evaluasi
a) Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.
b) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan
untuk mengendalikan halusinasi.
2) Intervensi
a) Membina hubungan saling percaya dengan menyebutkan
nama, tujuan pertemuan dengan sopan dan ramah.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar
hubungan interaksi selanjutnya.
b) Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada keluarga.
Untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol
halusinasinya.
c) Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung tenang :
a.a Pengertian halusinasi
a.b Gejala halusinasi yang dialami klien.
a.c Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi.
a.d Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di rumah,
misalnya : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan
bersama, bepergian bersama.
a.e Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai
diri, orang lain dan lingkungan.
Rasional :
Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang halusinasi
dan menambah pengetahuan keluarga cara merawat anggota
keluarga yang mempunyai masalah halusinasi.

e. TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.


1) Kriteria evaluasi
a) Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan
efek samping obat.
b) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
c) Klien mendapat informasi tentang efek dan efek samping obat.
d) Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa
konsutasi.
e) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.
2) Intervensi
a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan
frekuensi serta manfaat minum obat.
Rasional :
Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat
diharapkan klien melaksanakan program pengobatan.
b) Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan
merasakan manfaatnya.
Rasional :
Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.
c) Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat dan
efek samping obat yang dirasakan.
Rasional :
Dengan mengetahui efek samping klien akan tahu apa yang harus
dilakukan setelah minum obat.
d) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan
dokter.
Rasional :
Program pengobatan dapat berjalan dengan lancar.
e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar
dosis, benar obat, benar waktunya, benar caranya, benar
pasiennya).
Rasional :
Dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka kemandirian
klien untuk pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap.

STRATEGI PELAKSANAAN

SP 1.
Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol
halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama:
menghardik halusinasi.
ORIENTASI:
”Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa keperawatan UNDIP yang akan merawat
bapak Nama Saya nurhakim yudhi wibowo, senang dipanggil yudi. Nama bapak
siapa?Bapak Senang dipanggil apa”
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini
bapak dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu?
Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit”

KERJA:
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara
itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling
sering D dengar suara? Berapa kali sehari bapak alami? Pada keadaan apa
suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”

TERMINASI:
”Bagaimana perasaan D setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu
muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?
SP 2.
Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua: bercakap-
cakap dengan orang lain .

Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?
Berkurangkan suara-suaranya Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara
kedua untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini saja?

Kerja:
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar suara-
suara, langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol.
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara
yang bapak pelajari untuk mencegah suara-suara itu?

SP 3.
Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:
melaksanakan aktivitas terjadwal

Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ?
Bagaimana hasilnya ? Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara
yang ketiga untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau
di mana kita bicara? Baik kita duduk di ruang tamu. Berapa lama kita bicara?
Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”

Kerja:
“Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam
berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam).

Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk
mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih
untuk mencegah suara-suara.
SP 4.
Melatih pasien menggunakan obat secara teratur

Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ?
Apakah jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum
obat? Baik. Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang bapak
minum. Kita akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu makan siang. Di sini
saja ya bapak?”

Kerja:
“bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang bapak
dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang
bapak minum ? (Perawat menyiapkan obat pasien) Ini yang warna orange (CPZ)
3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk
menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (THP)3 kali sehari jam nya sama
gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali
sehari jam nya sama gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau suara-suara
sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan
dokter, sebab kalau putus obat, bapak akan kambuh dan sulit untuk
mengembalikan ke keadaan semula.

Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah
berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan!
Bagus! (jika jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada
jadwal kegiatan bapak Jangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat
atau pada keluarga kalau di rumah

TINDAKAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA

SP 1.
Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara merawat pasien
halusinasi.

ORIENTASI:
“Selamat pagi Bapak/Ibu!”“Saya yudi perawat yang merawat Bapak”
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Apa pendapat Ibu tentang Bapak?”
“Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang Bapak alami dan
bantuan apa yang Ibu bisa berikan.”
“Kita mau diskusi di mana? Bagaimana kalau di ruang tamu? Berapa lama
waktu Ibu? Bagaimana kalau 30 menit”
KERJA:
“Apa yang Ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat bapak Apa yang Ibu
lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh Bapak itu dinamakan halusinasi, yaitu mendengar
atau melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya.
”Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri,atau marah-marah tanpa sebab”
“Jadi kalau anak Bapak/Ibu mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya
suara itu tidak ada.”
“Kalau Bapak mengatakan melihat bayangan-bayangan, sebenarnya bayangan
itu tidak ada.”
”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada
beberapa cara untuk membantu ibu agar bisa mengendalikan halusinasi. Cara-
cara tersebut antara lain: Pertama, dihadapan Bapak, jangan membantah
halusinasi atau menyokongnya. Katakan saja Ibu percaya bahwa anak tersebut
memang mendengar suara atau melihat bayangan, tetapi Ibu sendiri tidak
mendengar atau melihatnya”.
”Kedua, jangan biarkan Bapak melamun dan sendiri, karena kalau melamun
halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap
dengannya. Buat kegiatan keluarga seperti makan bersama, sholat bersama-
sama. Tentang kegiatan, saya telah melatih Bapak untuk membuat jadwal
kegiatan sehari-hari.

TERMINASI:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita berdiskusi dan latihan memutuskan
halusinasi Bapak?”
“Sekarang coba Ibu sebutkan kembali tiga cara merawat bapak?”

SP 2.
Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung dihadapan pasien

ORIENTASI:
“Selamat pagi”
“Bagaimana perasaan Ibu pagi ini?”
”Apakah Ibu masih ingat bagaimana cara memutus halusinasi Bapak yang
sedang mengalami halusinasi?Bagus!”
” Sesuai dengan perjanjian kita, selama 20 menit ini kita akan mempraktekkan
cara memutus halusinasi langsung dihadapan Bapak”.
”mari kita datangi bapak”

KERJA:
”Selamat pagi pak” ”pak, istri bapak sangat ingin membantu bapak
mengendalikan suara-suara yang sering bapak dengar. Untuk itu pagi ini istri
bapak datang untuk mempraktekkan cara memutus suara-suara yang bapak
dengar. pak nanti kalau sedang dengar suara-suara bicara atau tersenyum-
senyum sendiri, maka Ibu akan mengingatkan seperti ini” ”Sekarang, coba ibu
peragakan cara memutus halusinasi yang sedang bapak alami seperti yang sudah
kita pelajari sebelumnya. Tepuk punggung bapak lalu suruh bapak mengusir
suara dengan menutup telinga dan menghardik suara tersebut” (saudara
mengobservasi apa yang dilakukan keluarga terhadap pasien)Bagus sekali!
Bagaimana pak? Senang dibantu Ibu? Nah Bapak/Ibu ingin melihat jadwal
harian bapak.

TERMINASI:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah mempraktekkan cara memutus halusinasi
langsung dihadapan Bapak?”
”Dingat-ingat pelajaran kita hari ini ya Bu. ibu dapat melakukan cara itu bila
Bapak mengalami halusinas”.

SP 3.
Menjelaskan perawatan lanjutan

ORIENTASI
“Selamat pagi Bu, sesuai dengan janji kita kemarin dan sekarang ketemu untuk
membicarakan jadual bapak selama dirumah”
“Nah sekarang kita bicarakan jadwal bapak di rumah? Mari kita duduk di ruang
tamu!”
“Berapa lama Ibu ada waktu? Bagaimana kalau 30 menit?”

KERJA
“Ini jadwal kegiatan bapak yang telah disusun. Jadwal ini dapat dilanjutkan.
Coba Ibu lihat mungkinkah dilakukan. Siapa yang kira-kira akan memotivasi dan
mengingatkan?” Bu jadwal yang telah dibuat tolong dilanjutkan, baik jadwal
aktivitas maupun jadwal minum obatnya”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan
oleh bapak selama di rumah.Misalnya kalau bapak terus menerus mendengar
suara-suara yang mengganggu dan tidak memperlihatkan
perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan
orang lain. Jika hal ini terjadi segera bawa kerumah sakit untuk dilakukan
pemeriksaan ulang dan di berikan tindakan”

TERMINASI
“Bagaimana Ibu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan cara-cara
merawat bapak Bagus(jika ada yang lupa segera diingatkan oleh perawat. Ini
jadwalnya. Sampai jumpa”
DAFTAR PUSTAKA

Boyd, M.A & Nihart, M.A, 1998. Psychiatric Nuersing cotemporary Practice,
Edisi 9th. Philadelphis: Lippincott Raven Publisrs,.

Carpenito, L.J, 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi


8, Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. 1997. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Kusuma, W.1997. Dari A sampai Z Kedaruratan Psiciatric dalam Praktek,


Edisi I. Jakarta: Profesional Books.

Anda mungkin juga menyukai