Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN DENAN

MASALAH HALUSINASI

OLEH :
NAMA MAHASISWA : NI KADEK TRISNAYANTI
NIM : 2019012429

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AN NUUR
TA 2020/2021

LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. Pengertian
Persepsi adalah proses diterimanya rangsangan sampai rangsang tersebut
disadari dan dimengerti penginderaan atau sensasi. Gangguan persepsi : ketidak
mampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber
internal (pikiran, perasaan) dan stimulus eksternal ( Dermawan, Deden, Rusdi 2013 ).
Halusinasi adalah gerakan penyerapan ( persepsi ) panca indera tanpa ada
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem 6 panca indera terjadi pada
saat kesadaran individu penuh atau baik ( Dermawan, Deden, Rusdi 2013 ).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indera
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indera tanpa stimulus eksteren : persepsi palsu (Prabowo, 2014).
B. Jenis Halusinasi
Menurut (Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
1. Halusinasi Pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara terutama suara-suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi Penglihatan (visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometric, gambar kartun atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi Penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang-kadang terhidu bau haram.
Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi Peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
5. Halusinasi Pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi Sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakn fungsi tubuh seperti darah mengalir
melali vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
7. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
C. Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart da Laraia, 2001) :
1. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat,
diam dan asyik.
2. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien
mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori da kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
3. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan
dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah orang
lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.
4. Cosquering
Terjadi pada panic pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien
mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik
diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu
berespon lebih dari 1orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
D. Faktor Predisposisi
Menurut (Yosep dalam Prabowo, 2014) faktor predisposisi yang menyebabkan
halusinasi adalah :
1. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
3. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
akan dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivitasnya neurotransmitter otak.
4. Faktor Psikoplogis
Tipe kepribadian lemah dan tidak langsung tanggung jawab, mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adaptif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa
depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam hayal.
5. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa
faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit
ini.
E. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sundeen yang dikutip oleh Jallo dalam (Prabowo, 2014)
faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran baik otak yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menganggap stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2. Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stress.
F. Tanda dan Gejala
Menurut Hamid yang dikutip oleh Jallo dan Keliat dikutip oleh Syahbana dalam
(Prabowo, 2014), perilaku pasien yangberkaitan dengan halusinasi adalah sebagai
berikut :
a. Bicara, senyum dan ketawa sendiri
b. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat dan respon verbal
yang lambat
c. Menarik diri dari orang lain dan berusaha untuk menghindari diri dari rang lain
d. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak nyata
e. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
f. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik dan
berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya
g. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan) dan takut
h. Sulit berhubungan dengan orang lain
i. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah
j. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
k. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton
G. Penyebab
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik, stress
berat yang mengancam ego yang lemah, isolasi sosial menarik diri (Townsed, M.C,
1998). Menurut Carpetino, L.J, 1999 isolasi sosial merupakan keadaan dimana
individu atau kelompok megalamai atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk
meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat
kontak. Sedangkan menurut Rawlins, R.P dan Heacock, P.E 1998, isolasi sosial
menarik diri merupakan usaha menghindari dari interaksi dan berhubungan dengan
orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai
kesempatan dlam berpikir, berperasaan, berprestasi atau selalu dalam kegagalan.
Isolasi sosial menarik diri sering ditunjukkan adanya perilaku (Carpentino, L.J
1998) :
Data subjektif :
1. Mengungkapkan perasaan kesepian atau penolakan
2. Melaporkan dengan ketidaknyamanan konyak dengan situasi sosial
3. Mengungkapkan perasaan tak berguna

Data objektif :

1. Tidak tahan terhadap kontak yang lama


2. Tidak komunikatif
3. Kontak mata buruk
4. Tampak larut dalam pikiran dan ingatan sendiri
5. Kurang aktivitas
6. Wajah tampak murung dan sedih
7. Kegagalan berinteraksi dengan orang lain
H. Akibat
Adanya gangguan persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A 20016). Menurut Townsed, M.C
suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri mupun orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri
dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :

Data subjektif :

1. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam


2. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir.

Data objektif :

1. Wajah tegang, merah


2. Mondar-mandir
3. Mata melotot rahang mengatup
4. Tangan mengepal
5. Keluar keringat banyak
6. Mata merah
I. Pohon Masalah
Pohon masalah pada klien halusinasi menurut Prabowo, 2014 :
Resiko periilaku kekerasan effect

Perubahan persepsi core problem


sensori : halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri cause

J. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Data yang Perlu DIkaji
a. Alasan masuk RS
Umumnya klien halusinasi dibawa ke rumah sakit karena keluarga merasa
tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang
dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan
perawatan.
b. Faktor prediposisi
c. Faktor pretipitasi
d. Pemeriksaan fisik
1. Status mental
2. Mekanisme koping
3. Masalah psikososial dan lingkungan
2. Pada proses pengkajian, data penting yang perlu di dapatkan adalah :
a. Jenis Halusinasi
1. Halusinasi pendengaran
Data subjektif : mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara
yang mengajak bercakap-cakap, mendengar suara
menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
Data objektif : bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
menyedengkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga.

2. Halusinasi penglihatan
Data subjektif : melihat bayangan, sinar, berbentuk geometris, bentuk
karton, melihat hantu atau monster.
Data objektif : menunjuk-nunjuk kea rah tertentu, ketakutan pada
sesuatu yang tidak jelas.
3. Halusinasi penghidu
Data subjektif : membaui bau-bauan seperti bau darah, urun atau feses,
kadang-kadang bau itu menyenangkan.
Data objektif : menghidu seperti sedang membau-baui bauu-bauan
tertentu,menutup hidung.
4. Halusinasi peraba
Data subjektif : mengatakan ada serangga di permukaan kulit, merasa
seperti tesengat listrik.
Data objektf : menggaruk-garuk permukaaan kulit
5. Halusinasi pengecap
Data subjektif : merasakan rasa seperti darah, urine atau feses.
Data objektif : sering meludah, muntah
b. Isu Halusinasi
Data tentang isu halusinasi dapat diketahui dari hasil pengkajian tentang
jenis halusinasi, misalnya melihat sapi yang sedang mengamuk, padahal
sesungguhnya adalah pamannya yang sedang bekerja di lading. Bisa juga
mendengar suara yang menyuruh untuk melakukan sesuatu, sedangkan
sesungguhnya hal tersebut tidak ada.
c. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya
halusinasi yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi ?, frekuensi
terjadinya apakah terus-menerus atau hanya sekali-kali saja ?, situasi
terjadinya apakah kalau sendiri atau setelah terjadi kejadian tertentu. Hal ini
dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya
halusinasi, sehingga pasein tidak larut dengan halusinasinya. Dengan
mengetahui frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
d. Respons Halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu uncul.
Perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan saat
halusinasi timbul. Perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan
atau dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat dapat juga menanyakan kepada
keluarga atau orang terdekat dengan pasien. Selain itu dapat juga dengan
mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi timbul. Kecermatan perawat
akan meningkatkan kualitas asuhan terhadap pasien dengan gangguan ini.
K. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan b.d halusinasi pendengaran
2. Gangguan persepsi sensori : halusinasi b.d menarik diri
3. Isolasi sosial : menarik diri b.d harga diri rendah
4. Defisit perawatan diri b.d isolasi social
L. Intervensi Keperawatan
Dalam rencana keperawatan yang akan dilakukan pada klien dengan gangguan
persepsi sensori halusinasi memiliki tujuan yaitu klien mampu mengelola dan
meningkatkan respon, perilaku pada perubahan persepsi terhadap stimulus (SLKI,
2019) dan kriteria hasil:
1. Perilaku halusinasi klien: menurun (1) – meningkat (5)
2. Verbalisasi panca indera klien merasakan sesuatu: menurun (1) – meningkat (5)
3. Distorsi sensori klien: menurun (1) – meningkat (5)
4. Perilaku melamun: menurun (1) – meningkat (5)
5. Perilaku mondar-mandir klien: menurun (1) – meningkat (5)
6. Konsentrasi klien terhadap sesuatu: meningkat (1) – menurun (5)
7. Orientasi terhadap lingkungan: meningkat (1) – menurun (5)
Dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI, 2018), tindakan
yang dapat dilakukan pada klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi antara
lain:
a. Observasi
1. Monitor perilaku yang mengindikasi halusinasi
2. Monitor sesuai aktivitas sehari-hari
3. Monitor isi, frekuensi, waktu halusinasi
b. Teraupetik
1. Ciptakan lingkungan yang aman
2. Diskusikan respons terhadap munculnya halusinasi
3. Hindarkan perdebatan tentang halusinasi
4. Bantu klien membuat jadwal aktivitas
c. Edukasi
1. Berikan informasi tentang halusinasi
2. Anjurkan memonitor sendiri terjadinya halusinasi
3. Anjurkan bercakap-cakap dengan orang lain yang dipercaya
4. Ajarkan klien mengontrol halusinasi
5. Jelaskan tentang aktivitas terjadwal
6. Anjurkan melakukan aktivitas terjadwal
7. Berikan dukungan dan umpan balik korektif terhadap halusinasi
d. Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan anti ansietas
2. Libatkan keluarga dalam mengontrol halusinasi klien
3. Libatkan keluarga dalam membuat aktivitas terjadwal
M. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan
mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan
keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat serta bukan atas petunjuk
tenaga kesehatan yang lain. Sedangkan tindakan kolaborasi adalah tindakan
keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau
petugas kesehatan lain.
N. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan penilaian dari hasil implementasi keperawatan yang
berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8, Jakarta : EGC

Dermawan, Deden & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa : Konsep Kerja Asuhan Keperawatan
Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing

Prabowo, Eko. 2014. Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuhu Medika.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
STRATIGE PELAKSANAAN (SP)

Masalah utama : Halusinasi Pendengaran

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Klien sering menyendiri
b. Klien sering tertawa dan tersenyum sendiri
c. Klien mengatakan sering mendengar…….
2. Diagnosa Keperawatan
Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Tindakan keperawatan untuk klien
Tujuan tindakan untuk klien :
a. Klien mengenali halusinasi yang dialaminya
b. Klien dapat mengontrol halusinasinya
c. Klien mengikuti program pengobatan secara optimal

Strategi Pelaksanaan (SP) 1

Pasien : Membantu klien mengenal halusinasi, menjelaskan cara mengontrol halusinasi,


mengajarkan klien mengontrol halusinasi dengan menghardik halusinasi.

ORIENTASI :

“Selamat pagi, Perkenalkan nama saya Ni Kadek Trisnayanti dari ANNUR, senang
dipanggil nilan. Nama anda siapa? Senang dipanggil apa?“.

”Bagaimana perasaan X hari ini? Apa keluhan X saat ini?”

”Baiklah bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini X dengar,
tetapi tidak tampak wujudnya? Dimana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama?
Bagaimana kalau 30 menit?”
KERJA :
”Apakah X dengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara itu?”
”Apakah terus menenerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan X paling sering mendengar
suara itu? Berapa kali sehari X alami? Pada keadaan aoa suaru itu terdengar? Apakah pada
waktu sendiri?”.
”Apa yang X rasakan pada saat mendengar suara itu? Apa yang X lakukan saat mendengar
suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar
cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?”.
”X, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul, pertama dengan menghardik
suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan
aktivitas atau kegiatan yang sudah terjadwal dan keempat dengan minum obat secara
teratur”.
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik. Caranya adalah
saat suara-suara itu muncul langsung X bilang, pergi saya tidak mau dengar, saya tidak mau
dengar! Kamu suara palsu! Begitu di ulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi.
Coba X peragakan! Nah begitu, bagus! Coba lagi ya! Ya bagus X sudah bisa”.
TERMINASI :
“Bagaimana perasaan X setelah memeragakan latihan tadi? Kalau suara-suara itu muncul
lagi, silahkan coba suara tersebut. Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam
berapa latihannya? (anda masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan hari klien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Pukul berapa X? Bagaimana kalau
dua jam lagi? Dimana tempatnya?. Baiklah, sampai jumpa”.

Strategi Pelaksanaan (SP) 2

Pasien : Melatih klien mengontrol halusinasi degan bercakap-cakap dengan orang lain

ORIENTASI :

“Selamat pagi, X! Bagaimana perasaan X hari ini? Apakah suara-suaranya masih muncul?
Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih? Berkurangkah suara-suaranya? Bagus!
Sesuai janji kita tadi, saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latih selama 20 menit. Mau dimana? Disini?”.
KERJA :
”Cara kedua untuk mencegah atau mengontrol halusinasi adalah dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain. Jadi kalau X mulai mendengar suara-suara, langsung saja cari
teman untuk diajak mengobrol. Minta temen untuk mengobrol dengan X. Contohnya begini,
tolong saya mulai dengar suara-suara, ayo ngobrol dengan saya atau kalau ada orang
dirumah, misalnya kakak X, katakan kakak ayo ngobrol dengan X, X sedang dengar suara-
suara, begitu X. Coba X lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali
lag! Bagus! Nah, latihan terus ya X! Disini X bisa mengajak perawat atau klien lain untuk
bercakap-cakap”.
TERMINASI :
“Bagaimana perasaan X setelah latihan ini? Jadi, sudah ada berapa cara yang X pelajari
untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau X mengalami
halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian X, mau jam
berapa latihan bercakap-cakap? Nah, nanti lakukan secara teratur sewaktu-waktu suaru itu
muncul! Besok pagi saya akan kesini lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga, yaitu
melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10 pagi? Mau
dimana? Sampai besok ya. Selamat pagi!”.

Strategi Pelaksanaan (SP) 3

Pasien : Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas terjadwal.

ORIENTASI :

“Selamat pagi X! Bagaimana perasaan X hari ini? Apakah suara-suaranya masih muncul?
Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih? Bagaimana hasilnya? Bagus!”.

”Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah atau
mengontrol halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal”. Mau dimana kita bicara? Baik,
kita duduk di ruang tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.

KERJA :
”Apa saja yang biasa X lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam berikutnya apa?”.
(Terus kaji hingga didapatkan kegiatannya sampai malam). ”Wah banyak sekali
kegiatannya! Mari kita laytih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut)! Bagus sekali
jika X bisa lakukan!”. ” Kegiatan ini dapat X lakukan untuk mencegah suara tersebut
muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan”.
TERMINASI :
“Bagaimana perasaan X setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk mencegah atau
mengontrol suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan tiga cara yang telah kita latih untuk
mencegah suara-suara? Bagus sekali! Mari kta masukkan dalam jadwal kegiatanharian X.
Coba lakukan sesuai jadwal ya!” (Perawat dapat melatih aktivitas yang lain pada
pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam).

”Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang
baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12? Dirung makan ya!
Sampai jumpa!”.

Strategi Pelaksanaan (SP) 4

Pasien : Melatih minumobat secara teratur

ORIENTASI :

“Selamat siang X! Bagaimana perasaan X siang ini? Apakah suara-suaranya masih


muncul? Apakah jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan? Apakah pagi tadi sudah minum
obat? Baik, hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang X minum. Kita akan
diskusikan selama 20 menit sambil menunggu makan siang. Disini saja ya X?”

KERJA :
”X, adakah bedanya setelah minum obat secara teratur? Apakah suara-suara berkurang
atau hilang? Minum obat sangat penting agar suara-suara yang X dengar dang menggangu
selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang X minum? (Perawat menyiapkan
obat klien). Ini yang warna orange (Chlorpromazine, CPZ) gunanya untuk menghilangkan
suara-suara. Obat yang berwarna putih (Tpyhexilpendil, THP) gunanya agar X merasa
rileks dan tidak kaku, sedangkan yang merah jambu (Haloperidol, HPL) berfungsi untuk
menenangkan pikiran dan menghilangkan suara-suara. Semua obat ini diminum tiga kali
sehari, setiap pukul 7 pagi, 1 siang dan 7 malam. Kalau suara-suara sudah hilang obanya
tidak boleh dihentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, X akan
kambuh dan sulit sembuh seperti keadaan semula. Kalau obat habis, X bisa minta kedokter
untuk mendapatkan obat lagi. X juga harus teliti saat minum obat-obatan ini. Pastikan
obatnya benar, artinya X harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya X.
Jangan keliru dengan obat lain, baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada
waktunya, dengan cara yang benar, yaitu di minum sesudah makan dan tepat jamnya. X
juga harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan X juga harus cukup minum 10
gelas perhari.”
TERMINASI :
“Bagaimana perasaan X setelah kita bercakap-cakap mengenai obat? Sudah berapa cara
yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus! (Jika jawaban benar).
Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan X! Jangan lupa pada
waktunya minta obat pada perawat atau keluarga kalau dirumah. Nah, makanan sudah
datang!”.

”Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat empat cara mencegah suara yang telah kita
bicarakan. Mau pukul bearapa? Bagaimana kalau pukul 10 pagi? Sampai jumpa. Selamat
pagi!”.

2. Tindakan Keperawatan Pada Keluarga


Tindakan keperawatan dengan pendekata strategis pelaksaan pada klien dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut :

Strategi Pelaksanaan (SP) 1

Keluarga : Pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang


dialami anggota keluarganya (klien), tanda dan gejala halusinasi dan cara-
cara merawat klien halusinasi.

ORIENTASI :

“Selamat pagi, bapak/ibu! Saya Trisna perawat yang merawat anak bapak/ibu.”

”Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini? Apa pendapat bapak/ibu tentang anak bapak/ibu?
Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang bapak/ibu hadapi dalam merawat
X.”

KERJA :
”Apa yang bapak/ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat X? Apa yang bapak/ibu
lakukan?”. ” Ya, gejala yang dialami oleh anak bapak/ibu itu dinamakan halusinasi, yaitu
mendengar atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada atau tidak nyata. Tanda-
tandanya bicara dan tertawa sendiri, atau marah-marah tanpa sebab.”
”Jadi kalau anak bapak/ibu mengatakan mendegar suara-suara atau batyang-bayangan,
sebenarnya suara maupun bayangan itu tidak ada”. ” Untuk itu kita diharapkan dapat
membantunya dengan beberapa cara. Ada beberapa cara untuk membantu anak bapak/ibu
agar dapat mengendalikan halusinasi. Pertama, dihadapan anak bapak/ibu jangan
membantah halusinasi atau menyokongnya, katakan saja bapak/ibu percaya bahwa X
memang mendengar suara atau melihat bayangan, tetapi bapak/ibu sendiri tidak mendengar
atau melihatnya”.
”Kedua, jangan biarkan X melamun dan sendiri, karena kalau melamun halusinasi akan
muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap dengannya, buat kegiatan keluarga
seperti makan bersama, sholat bersama-sama. Tentang kegiatan, saya telah melatih anak
bapak/ibu untuk membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong bapak/ibu pantau
pelaksanaannya dan berikan pujian jika dia melaksanakannya!”.
”Ketiga, bantu anak bapak/ibu minum obat secara teratur, jangan menghentikan obat tanpa
konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih X untuk minum obat secara
teratur, jadi bapak/ibu dapat mengingatka kembali. Obatnya ada 3 macam, ini yang orange
namanya CPZ gunanya untuk menenangkan pikiran, minum 3 kali sehari pada pukul 7 pagi,
1 siang dan 7 malam. Yang putih namanya THP gunanya membuat rileks, waktu minumnya
sama dengan CPZ. Yang biru namanya HP gunannya menghilangkan suara-suara, waktu
minumnya sama dengan CPZ. Obat perlu selalu dimunum untuk mencegah kekambuan”.
”Terakhir bila tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi X dengan cara
menepuk punggung X, kemudiah suruhlah X menghardik suara tersebut. X sudah saya
ajarkan cara menghardik halusinasi”. Sekarang mari kita latihan memutus halusinasi X,
sambil menepuk punggung X, katakan X sedang apa kamu? Kamu ingatkan apa yang
diajarkan perawat bila suara-suara itu datang? Ya, usir dan katakan stop pada suara itu.
Tutup telinga kamu dan katakan pada suara itu ”Saya tidak mau dengar, jangan ganggu
saya, stop tinggalkan saya, ucapkan berulang-ulang X”. ”Sekarang coba bapak/ibu
praktikkan cara yang baru saja saya ajarkan”. ”Ya, bagus pak/ibu”.
TERMINASI :
“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita berdiskusi dan memerlukan latihan
memutuskan halusinasi X?”. Sekarang coba bapak/ibu sebutkan tiga cara merawat X.
”Bagus sekali pak/bu. Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk mempraktikkan
cara memutus halusinasi X”. Pukul berapa kita bertemu?. Baik, sampai jumpa. Selamat
pagi”.
Strategi Pelaksanaan (SP) 3

Keluarga : Melatih keluarga praktik merawat klien langsung dihadapan klien.

ORIENTASI :

“Selamat pagi, bagaimana perasaan bapk/ibu pagi ini? Apakah bapak/ibu masih ingat
bagaimana cara memutuskan halusinasi X? Bagus!. Sesuai dengan perjanjian kita, selama
20 menit ini kita akan mempraktikan cara memutus halusinasi langsung kepada X, mari kita
temui X”.

KERJA :
”Selamat pagi X, bapak/ibu X sangat ingin membantu X mengendalikan suara-suara yang
sering X dengar. Untuk itu pagi bapak/ibu X akan mempraktikan cara memutus suara-suara
yang X dengar. X nanti kalau sedang mendengar suara-suara bicara atau tersenyum-senyum
sendiri, maka bapak/ibu akan mengingatkan seperti ini. Sekarang, coba bapak/ibu
peragakan cara memutus halusinasi yang sedang X alami seperti yang sudah kita pelajari
sebelumnya. Tepuk punggung X lalu suruh X mengusir suara dengan menutup telinga dan
menghardik suara tersebut. Bagus sekali! Bagaimana X? Senang dibantu bapak/ibu? Nah
bapak/ibu ingin melihat jadwal harian X (klien memperlihatkan dan dorongan orang tua
memberikan pujian) baiklah, sekarang saya dan orang tua X ke ruang perawat dulu”.
TERMINASI :
“Bagaimana perasaan bpak/ibu setelah diperaktikkan cara memutus halusinasi langsung
kepada X?. Diingat-ingat pelajari hari ini ya pak/bu. Bapak/ibu dapat melakukan cara itu
bila X mengalami halusinasi”. ”Bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk
membicarakan tentang jadwal kegiatan harian X. Jam berapa bapk/ibu dapat datang?
Tepatnya disini ya. Sampai jumpa”.
Strategi Pelaksanaan (SP) 3

Keluarga : Jelaskan perawatan selanjutnya

ORIENTASI :

“Selamat pagi pak/bu, karena program kunjungan saya mau berakhir, sesuai janji kita
sekarang bertemu untuk membicarakan jadwal X. Nah sekarang kita bicaraka jadwal X.
Mari kita duduk diruang tamu!. Berapa lama bapak/ibu ada waktu? Bagaimana 30 menit?”.

KERJA :
”Ini jadwal kegiatan X yang telah disusun, jadwal ini dapat dilanjutkan, coba bapak/ibu
lihat mungkinkah dilakukan? Siapa yang kira-kira akan memotivasi dan mengingatkan?.
Jadwal yang telah dibuat tolong dilanjutkan, baik jadwal aktivitas maupun jadwal minum
obatnya”.
”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh X,
misalnya kalau X terus menerus mendengar suara-suara yang terus mengganggu dan
tidak memperhatikan perbaikan, menolak minum obat atau memperhatikan perilaku
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera bawa ke rumah sakit untuk
dilakukan pemeriksaan ulang dan diberikan tindakan”.
TERMINASI :
“Bagaimana bapak/ibu? Ada yang ditanyakan? Coba bapa/ibu sebutkan cara-cara merawat
X! Bagus ini jadwalnya sampai jumpa”.

Anda mungkin juga menyukai