Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan
pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air
terjun.
 Jenis katarak yang paling sering ditemukan adalah katarak senilis dan katarak senilis ini
merupakan Proses Degeneratif (Kemunduran ).Perubahan Yang Terjadi Bersamaan Dengan
Presbiopi, Tetapi Disamping Itu Juga Menjadi Kuning Warnanya Dankeruh,Yang Akan
Mengganggu Pembiasan Cahaya.Walaupun Disebut Katarak Senilis Tetapi Perubahan Tadi
Dapat Terjadi Pada Umur Pertengahan, Pada Umur 70 Tahun Sebagian Individu Telah
Mengalami Perubahan Lensa Walau Mungkin Hanya Menyebabkan Sedikit Gangguan
Penglihatan.

B.  Rumusan Masalah
       Adapun Rumusan Masalah Pada Makalah Ini Adalah:
      1. Apa Yang Di Maksud Dengan Katarak?
      2. Apa Saja Etiologinya?
      3. Bagaimana Klasifikasinya?
      4. Bagaimana Penatalaksanaannya?
      5. Bagaimana Asuhan Keperawatannya?

3. Tujuan
    a. Tujuan Umum
     Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit katarak
   b. Tujuan khusus
    1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan Katarak
    2. Untuk mengetahui apa saja etiologinya.
    3. Untuk mengetahui klasifikasinya.
    4. Untuk mengetahui penatalaksanaanya.
BAB II
PEMBAHASAN
a. Konsep Dasar Teori
1. Anatomi Fisiologi  
Anatomi Mata
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar.  Lensa
mengandung tiga komponen anatomis.  Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer
ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. 
Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan .  Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan poterior
nukleus.  Opasitaspada kapsul poterior merupakan bentuk aktarak yang paling
bermakna seperti kristal salju.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi.  Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memaenjang dari
badan silier ke sekitar daerah di luar lensa.  Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina.  Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang
tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.  Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang
menderita katarak. Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian
trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang
normal.  Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi
sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin anti oksidan yang
kurang dalam jangka waktu yang lama.
b. Pengertian Katarak
Katarak merupakan keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa
di dalam kapsul lensa (Sidarta Ilyas, 1998)
Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul
lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65
tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi
akibat proses penuaan dapat timbul pada saat kelahiran (katarak congenital). Dapat juga
berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid
jangka panjang, penyakit sistemis seperti diabetes mellitus atau hipoparatiroidisme,
pemejanan radiasi, pemajanan yang lama sinar mata hari (sinar ultra violet), atau kelainan
mata lain seperti uveitis anterior. (Brunner & suddart, 2001)
c. Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia
seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi,
katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.
Penyebab katarak lainnya meliputi:
a. Faktor keturunan.
b. Cacat bawaan sejak lahir.
c. Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
d. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
e. Gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)
f. Gangguan pertumbuhan,
g. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
h. Rokok dan Alkohol
i. Operasi mata sebelumnya.
j. Trauma (kecelakaan) pada mata.
k. Faktor-faktor lainya yang belum diketahui
d. Patofisiologi
Lensa mata mengandung tiga komponen anatomis: nucleus, korteks dan kapsul.
Nukleus mengalami perubahan warna coklat kekuningan seiring dengan bertambahnya
usia. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri dianterior dan posterior nukleus.
Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Salah satu
teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai infulks air kedalam
lensa proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar.
Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peranan dalam melindungi lensa
dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada
pada kebanyakan pasien menderita katarak.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjangdari badan silier sekitar
daerah di luar lensa, misalnya, dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan kogulasi, sehingga mengabutkan
pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.
Jumlah enzim akan menurun denga bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes, namun sebenarnya
merupakan konsekwensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak
berkembang secara kronik dan “matang” ketika orang memasuki dekadeke tujuh. Katarak
dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat
menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering
yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan,
alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka
waktu lama.
b. Manifestasi Klinis
Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif
(seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat asap
dan pupil mata seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang
pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif
(-). Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat
menimbulkan komplikasi berupa glaukoma dan uveitis.
Gejala umum gangguan katarak meliputi :
1.    Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek
2.    Peka terhadap sinar atau cahaya
3.    Dapat melihat dobel pada satu mata
4.    Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca
5.    Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu
c. Klasifikasi
   Katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
1. Katarak perkembangan (developmenta) dan degeneratif.
2. Katarak kongenital, juvenil, dan senil.
3. Katarak komplikata.
4. Katarak traumatik.
    Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam :
  katarak kongenital, katarak yang terlihat pada usia di bawah 1 tahun
• Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir, dan
terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Biasanya kelainan ini
tidak meluas mengenai seluruh lensa
• Letak kekeruhan sangat tergantung pada saat terjadinya gangguan metabolisme
serat lensa
• Katarak kongenital yang terjadi sejak perkembangan serat lensa terlihat segera
setelah bayi Iahir sampai berusia 1 tahun
• Katarak ini terjadi karena gangguan metabolisme serat-serat lensa pada saat
pembentukan serat lensa akibat infeksi virus atau gangguan metabolisme jaringan
lensa pada saat bayi masih di dalam kandungan, dan gangguan metabolisme
oksigen
• Pada bayi dengan katarak kongenital akan terlihat bercak putih di depan pupil yang
disebut sebagai leukokoria (pupil berwarna putih).
• Setiap bayi dengan leukokoria sebaiknya dipikirkan diagnosis bandingnya seperti
retinoblastorrma, endoftalmitis, fibroplasi retrolental, hiperplastik vitreus primer,
dan miopia tinggi di samping katarak sendiri
• Katarak kongenital merupakan katarak perkembangan sehingga sel-sel atau serat
lensa masih muda dan berkonsistensi cair.
• Umumnya tindakan bedah dilakukan dengan disisio lentis atau ekstraksi linear.
• Tindakan bedah biasanya dilakukan pada usia 2 bulah untuk mencegah ambliopia
eks-anopsia.
• Pasca bedah pasien memerlukan koreksi untuk kelainan refraksi matanya yang
telah menjadi afakia
  katarak juvenil, katarak yang terlihat pada usia di atas 1 tahun dan di bawah 40 tahun
• Katarak juvenil yang terlihat setelah usia 1 tahun  lanjutan katarak kongenital
yang makin nyata,
• Penyulit penyakit lain, katarak komplikata, yang dapat terjadi akibat penyakit
lokal pada satu mata, seperti akibat uveitis anterior. glaukoma, ablasi retina,
miopia tinggi, ftisis bulbi, yang mengenai satu mata, penyakit sistemik, seperti
diabetes, hipoparatiroid, dan akibat trauma tumpul.
• Biasanya katarak juvenil ini merupakan katarak yang didapat dan banyak
dipengaruhi oleh beberapa faktor
  katarak presenil, yaltu katarak sesudah usia 30 - 40  tahun
o Katarak senil biasanya mulai pada usia 50 tahun, kecuali bila disertai dengan
penyakit lainnya seperti diabetes melitus yang akan terjadi lebih cepat.
o Kedua mata dapat terlihat dengan derajat kekeruhan yang sama ataupun berbeda.
o Proses degenerasi pada lensa dapat terlihat pada beberapa stadium katarak senil.
o Pada katarak senil akan terjadi degenerasi lensa secara perlahan-lahan.
o Tajam penglihatan akan menurun secara berangsur-angsur.
o Katarak senil merupakan katarak yang terjadi akibat terjadinya degenerasi serat
lensa karena proses penuaan
  katarak senil, yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun
  Stadium insipien,
• di mana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi lensa.
• Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur.
• Pasien akan mengeluh gangguan penglihatan seperti melihat ganda dengan satu
matanya.
• Pada stadium ini., proses degenerasi belum menyerap cairan mata ke dalam lensa
sehingga akan terlihat bilik mata depan dengan kedalaman yang normal, iris dalam
posisi biasa disertai dengan kekeruhan ringan pada lensa.
• Tajam penglihatan pasien belum terganggu.
  Stadium imatur,
 Lensa yang degeneratif mulai menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa
menjadi cembung.
 Terjadi pembengkakan lensa yang disebut sebagai katarak intumesen. P
 Terjadi miopisasi akibat lensa mata menjadi cembung  pasien menyatakan tidak
perlu kacamata sewaktu membaca dekat.
 Akibat lensa yang bengkak, iris terdorong ke depan, bilik mata dangkal dan sudut
bilik mata akan sempit atau tertutup.
 Pada stadium ini dapat terjadi glaukoma sekunder.
 Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test akan terlihat bayangan iris
pada lensa. Uji bayangan iris positif
  Stadium matur
• Merupakan proses degenerasi lanjut lensa.
• Terjadi kekeruhan seluruh lensa.
• Tekanan cairan di dalam lensa sudah dalam keadaan seimbang dengan cairan dalam
mata sehingga ukuran lensa akan menjadi normal kembali.
• Pada pemeriksaan terlihat iris dalam posisi normal, bilik mata depan normal, sudut
bilik mata depan terbuka normal, uji bayangan iris negatif.
• Tajam penglihatan sangat menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar positif
  Stadium hipermatur
• terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa dapat mencair sehingga
nukleus lensa tenggelam dalam korteks lensa (katarak Morgagni).
• Pada stadium ini jadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun
korteks yang cair keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan.
• Pada stadium matur akan terlihat lensa yang lebih kecil daripada normal, yang akan
mengakibatkan iris tremulans, dan bilik mata depan terbuka.
• Pada uji bayangan iris terlihat positif walaupun seluruh lensa telah keruh sehingga
stadium ini disebut uji bayangan iris pseudopositif.
• Akibat bahan lensa keluar dari kapsul, maka akan timbul reaksi jaringan uvea
berupa uveitis.
• Bahan lensa ini juga dapat menutup jalan keluar cairan bilik mata sehingga timbul
glaukoma fakolitik.
  Katarak komplikata, terjadi sebagai akibat langsung dari penyakit intraokuler,
misalnya akibat uveitis, glaukoma, retinitis pigmentossa & ablatio retinae. Biasanya
bersifat unilateral & prognosis tidak sebaik katarak senilis.
• Katarak komplikata terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh
faktor fisik atau kimiawi sehingga terjadi gangguan kejernihan lensa.
• Katarak komplikata dapat terjadi akibat iridosiklitis, koroiditis, miopia tinggi,
ablasio retina, dan glaukoma.
• Katarak komplikata dapat terjadi akibat kelainan sistemik yang akan mengenai
kedua mata atau kelainan lokal yang akan mengenai satu mata
  Katarak Trauma: Katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata
b. Pemeriksaan Diagnostik
1.      Keratometri
2.      Pemeriksaan lampu slit
3.      Oftalmoskopis
4.      A-scan ultrasound (echography)
5.      Hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila
dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000
sel/mm3, pasien ini merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi
dan implantasi IOL.
8. Penatalaksanaan
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke
titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya
konservatif. Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut
untuk bekerja ataupun keamanan.  Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan
yang terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang
mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat
perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau sarf optikus, seperti
diabetes dan glaukoma.
Ada 2 macam teknik pembedahan :
1.    Ekstraksi katarak intrakapsuler Adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu
kesatuan.
2.    Ekstraksi katarak ekstrakapsuler Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai
sampai 98 % pembedahan katarak.  Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata
selama pembedahan.

9. Pengobatan
Satu-satunya adalah dengan cara pembedahan ,yaitu lensa yang telah keruh
diangkat dan sekaligus ditanam lensa intraokuler sehingga pasca operasi tidak perlu lagi
memakai kaca mata khusus (kaca mata aphakia). Setelah operasi harus dijaga jangan
sampai terjadi infeksi.
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa
sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperi
glaukoma dan uveitis. Teknik yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak
ekstrakapsular, dimana isi lensa dikeluarkan melalui pemecahan atau perobekan kapsul
lensa anterior sehingga korteks dan nukleus lensa dapat dikeluarkan melalui robekan
tersebut. Namun dengan tekhnik ini dapat timbul penyulit katarak sekunder. Dengan
tekhnik ekstraksi katarak intrakapsuler tidak terjadi katarak sekunder karenaseluruh lensa
bersama kapsul dikeluarkan, dapat dilakukan pada yang matur dan zonula zinn telah rapuh,
namun tidak boleh dilakukan pada pasien berusia kurang dari 40 tahun, katarak imatur,
yang masih memiliki zonula zinn. Dapat pula dilakukan tekhnik ekstrakapsuler dengan
fakoemulsifikasi yaitu fragmentasi nukleus lensa dengan gelombang ultrasonik, sehingga
hanya diperlukan insisi kecil, dimana komplikasi pasca operasi lebih sedikit dan
rehabilitasi penglihatan pasien meningkat.
10.  Komplikasi
Ambliopia sensori, penyulit yg terjadi berupa visus tdk akan mencapai 5/5. Komplikasi
yang terjadi yaitu nistagmus dan strabismus.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
3.1.1. Identitas Klien
       Nama                          : Ny. W
       Umur                          : 50 th
      Jenis Kelamin              : Perempuan
       Agama                        :  islam
       Status Perkawinan     :  kawin
       Suku Bangsa              :  Indonesia
       Pendidikan                 : SMA
       Pekerjaan                    : swasta
       Tgl masuk RS             : 01 Januari 2012
       No. Register               : 15665

Penanggung Jawab
       Nama                          : Tn. F 
       Umur                          : 56 th
       Pekerjaan                    : swasta
       Alamat                       : Hibrida 10

3.1.2. Keluhan utama           


Klien mengalami penglihatan kabur. Klien mengalami penglihatan kabur, kesulitan melihat dari
jarak jauh ataupun dekat.
3.1.3. Riwayat Kesehatan
  Riwayat kesehatan Sekarang

Pasien datang kerumah sakit dengan keluhan pusing dan penglihatannya kabur, penglihatan kabur
dirasakan sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu. Penglihatan kabur/tidak jelas dan seperti ada kabut serta
terkadang pasien merasa silau saat melihat cahaya. Klien juga mengalami kesulitan melihat pada jarak
jauh atau dekat, pandangan ganda, susah melihat pada malam hari. Setelah dilakukan pengkajian pupil
berwarna putih dan ada dilatasi pupil, nucleus pada lensa menjadi coklat kuning, lensa menjadi opak,
retina sulit dilihat, terdapat gangguan keseimbangan pada susunan sel lensa oleh factor fisik dan kimiawi
sehingga kejernihan lensa berkurang.klien disarankan oleh dokter untuk dilakukan tindakan pembedahan
atau dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di mana pasien melakukan aktivitas
sehari-hari.klien jg mengalami hiperglikemia karena panyakit diabetis yang dideritanya.
  Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus, didiagnosis sejak kurang lebih  1 tahun yang lalu.
  Riwayat Penyakit Keluarga

Ada dari keluarga pasien yang menderita penyakit Diabetes Melitus /gejala-gejala yang sama seperti
yang diderita oleh pasien saat ini.

3.1.4. Pemeriksaan Fisik


a.    Pola fungsi kesehatan
1)      Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan :
Keuarga klien takut akan penyakit yang diderita klien, dan berharap agar bisa cepat sembuh
Penggunaan tembakau (bungkus/hari, pipa, cerutu, berapa lama, kapan berheti) : tidak menggunakan
tembakau
Alkohol : tidak mengkonsmsi alkohol
Alergi (obat-obatan, makanan, plster dll) : makanan
2)      Pola nutrisi dan metabolisme
Diet/suplemen khusus : tidak ada
Nafsu makan : menurun
Penurunan sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis : mual muntah
Fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turun) : turun
Kesulitan menelan (disfagia) : disfagia
Gigi : Lengkap
Frekuensi makan : 1-2x sehari
Jenis makanan : nasi, sayur, buah-buahan
Pantangan/alergi : ikan
3)      Pola eliminasi
BAB :
Frekuensi : lebih dari 3x sehari
Warna : kuning
Waktu : tidak teratur
Konsistensi : cair
Kesulitan (diare, konstipasi, inkontinensia) : inkontinensia
BAK :
Frekuensi : lebih dari 8x perhari jika dalam keadaan kejang
Kesulitan : inkotinensia
4)      Pola aktivitas dan latihan
Kekuatan otot : penurunan kekuatan/tonus otot secara menyeluruh
Kemampuan ROM : ada keterbatasan rentang gerak
Keluhan saat beraktivitas : mudah lelah, dan lemas saat berktivitas
5)      Pola istirahat dan tidur
Lama tidur : 4-6 jam sehari
Waktu : malam
6)      Pola kognitif dan persepsi
Status mental : penurunan kesadaran
Bicara : aphasia ekspresif
Kemampuan memahami : tidak
Tingkt ansietas : berat
Penglihatan : pandangan kabur
Ketidaknyamanan/nyeri : nyeri kronik
7)      Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan klien tentang masalah kesehatan ini : klien merasa malu dan minder
8)      Pola peran hubungan
Pekerjaan : swasta
Sistem pendukung : keluarga
9)      Pola koping dan toleransi aktivitas
Hal yang dilakukan saat ada masalah : cerita dengan orang terdekat atau keluarga
Penggunaan obat untuk menghilangkan stress : ada
Keadaan emosi dalam sehari-hari : tegang
10)  Keyakinan dan kepercayaan
Agama : islam
Pengaruh agama dalam kehidupan : segala sesuatu dalam kehidupannya diserahkan pada agamanya
1.      Pemeriksaan fisik
1)      Keadaan umum : tampak gelisah dan bingung
Penampilan umum : bersih dan rapi
Kliean tampak sehat/sakit/sakit berat : sakit
Kesadaran :
BB : 50 kg
TB  : 155 cm
2)      Tanda-tanda vital
TD : 150/ 110mmHg
ND : 90 x/i
RR :22 1x/i
S     : 36,5 derajat celcius
3)      Kulit
Warna kulit : tidak sianosis
Kelembapan : kering
Turgor kulit : elastic berkurang
Ada/tidaknya oedema :  ada oedema
4)      Kepala :
Inspeksi : rambut bersih
Palpasi :tidak Ada benjolan
5)      Mata
Inspeksi : kekeruhan, berkabut atau opak pada lensa mata. Pada inspeksi visual katarak Nampak abu-
abu atau putih susu. Pada inspeksi pada lampu senter, tidak timbul refeksi merah.
Fungsi penglihatan : gangguan penglihatan
Ukuran pupil : pupil dilatasi
Konjungtiva : anemis
Sklera : putih
6)      Telinga
            Fungsi pendengaran :tidak ada  gangguan pendengaran
Kebersihan : bersih
Sekret : tidak ada
7)      Hidung dan sinus
Fungsi penciuman : baik
Pembegkakan : tidak ada                                                        Perdarahan : tidak ada
Kebersihan : bersih                                                                  sekret : tidak ada
8)      Mulut dan tenggokan
Membran mukosa : kering                                                       kebesihan mulut : bersih
Keadaan gigi : lengkap
Tanda radang : Lidah
Trismus :tidak ada
Kesulitan menelan : tidak ada, disfagia tidak ada
9)      Leher
Trakea : simetris
Kelenjar limfe : ada
Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
10)  Thorak/paru
Inspeksi : dada simetris dan tidak  menggunakan otot bantu pernafasan
Perkusi :tidak  ada massa, dengan tidak adanya peningkatan produksi mukus
Auskulktasi : pernafasan stridor (ngorok)
11)  Jantung
Inspeksi : iktus kordis terlihat
12)  Abdomen
Inspeksi : simetris
Auskultasi : peristaltik usus
Palpasi : tidak ada benjolan atau massa, tidak ada ascites
13)  Ekstremitas
Ekstremitas atas : pergerakan  normal
Ekstremitas bawah : pergerakan  normal
ROM :
Kekuatan otot : penurunan kekuatan tonus otot
14)  Neurologis
Kesadaran (GCS) :
Status mental : penurunan kesadaran
Motorik : kejang
Sensorik : gangguan pada sistem penglihatan,mata kabur ,pengelihatan silau dan gangguanpendengaran
Refleks fisiologis : mengalami penurunan terhadap respon stimulus

3.2. Analisa Data


No Data Etiologi Masalah
1 DS: perdarahan intra Resio tinggi terhadap
-klien mengatakan pusing dan okuler(dikoreksi cidera  
penglihatannya kabur, penglihatan kabur dengan dilator pupil)
dirasakan sejak kurang lebih 1 tahun
yang lalu.
-klien mengatakan bahwa dokter
menyarakan untuk dilakukan
tindakan yaitu dikoreksi dengan dilator
pupil.
DO:
- Pupil berwarna putih dan ada dilatasi
pupil
-nucleus pada lensa menjadi coklat
kuning, lensa menjadi opak, retina sulit
dilihat
2 DS: bedah pengangkatan Resiko tinggi terhadap
-klien mengatakan kesulitan melihat katarak infeksi
pada jarak jauh atau dekat, pandangan
ganda, susah melihat pada malam hari.
-klien mengatakan bahwa dia juga
mnderita penyakit diabetis mellitus
DO:
- terdapat gangguan keseimbangan pada
susunan sel lensa oleh factor fisik dan
kimiawi sehingga kejernihan lensa
berkurang.
-Hiperglikemia
3 DS: gangguan penerimaan Gangguan sensori
-klien mengatakan mengalami sensori/status organ persepsi(penglihatan) 
penglihatan kabur. indra penglihatan
-Klien mengatakan mengalami
penglihatan kabur, kesulitan melihat
dari jarak jauh ataupun dekat
DO:
- pupil berwarna putih dan ada dilatasi
pupil, nucleus pada lensa menjadi coklat
kuning, lensa menjadi opak, retina sulit
dilihat

Diagnosa keperawatan yang muncul


  Resio tinggi terhadap cidera   b/d perdarahan intra okuler(dikoreksi dengan dilator pupil)
  Resiko tinggi terhadap infeksi b/d bedah pengangkatan katarak
  Gangguan sensori persepsi(penglihatan) b/d gangguan penerimaan sensori/status organ indra
penglihatan
3.3. Nursing Care Planning
N
Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
o
1 Resio tinggi Setelah Menunjukkan Mandiri :
cidera berhubung dilakukan perubahan 1.     Diskusikan apa 1.     Membantu
an dengan intervesi sela perilaku, pola yang  terjadi pada megurangi rasa
perdarahan intra ma 3x24 jam hidup untuk pasca dikoreksi takut an
okuler diharapkan menurunka tentang nyeri, meningkatkan
perdrahan faktor resiko pembatasan kerja
intra okuler dan aktivitas, sama  dalam
dapat segera untuk melidu penampilan dan pembatasan yang
diatasi ngi diri dari balutan mata diperlukan
cedera. 2.     Batasi aktivitas
seperti 2.     Menurunkan
megerakkan stres pada area
kepala tiba-tiba, pengikisan/menu
menggaruk mata, runkan TIO
membongkok
3.     Dorong napas
dalam batuk untuk
bershan nafas
berihan paru 3.     Batuk
4.     Pertahankan meningkatkan
perlindungan mata TIO
sesuai indikasi

5.     Minta pasien 4.     Digunaknuntuk


untuk melindungi dari
membedakan cedera dan
antara menurunkan
ketidakyamanan gerakan mata
dan nyeri mata 5.     Ketidak amanan
tajam tiba-tiba, mungkin karena
selidiki prosedur
kegelisaan,disorie pembedahan,
ntasi, gangguan nyeri akut
balutan menunjukkan
TIO dan atau
perdarahan yang
terjadi karena
regangan dan
Kolaborasi: atau tak
1.    berikan obat diketahui
sesuai indikasi penyebabnya.
      antiemetik contoh
proklorprazin

       mual, muntah
dapat
     asetazolamid(dio meningkatkan
mox) TIO,
memerlukan
tindakan segera
untuk mencega
cedera okuler
       diberikan untuk
menurun TIO
      analgesik contoh bila terjadi
empirin dengam peningkatan,
kodein, membatasi kerja
asetaminofen(tyno enzim pada
l) produksi akueus
humor
       digunakan untuk
ketidak
nyamanan
ringan, mencega
gelisah yang
dapat
mempengaruhi
TIO
2 Resiko tinggi Setelah -     Meningkat Mandiri
terhadap infeksi dilakukan kan 1.     Diskusikan 1.     Menurunkan
berhubungan intervesi sela penyembuha pentingnya jumlah bakteri
dengan bedah ma 3x24 jam n luka tepat mencuci tangan pada tangan,
pengangkatan diharapkan waktu sebelum menyentu mencega
katarak factor resiko -     bebas atau mengobati kontaminasi area
infeksi dapat drainase mata operasi
diatasi purulen dan 2.     Gunakan atau 2.     Tehnik aseptic
eritema tunjukan tehnik menurunkan
yang tepat untuk resiko
membersihkan penyebaran
mata dari dalam bakteri dan
keluar dengan tisu kontaminasi
basah atau bola silang
kapas untuk tiap
usapan ganti
balutan dan
masukkan lensa
kontak bila
menggunakan
3.     Tekankan
pentingnya
untuk  tidak 3.     Mencegah
menyentuh atau kontaminasi dan
menggarut mata kerusakan sisi
yang di operasi operasi
4.     Obserpasi tanda
terjadinya infeksi
contah kemerahan,4.     Infeksi mata
kelopak mata terjadi 2-3 hari
bengkak, drainase setelah prosedur
purulen. dan memerlukan
Kolaborasi: upaya intervensi
1.    Berikan obat yang tepat
sesuai indikasi
     antibiotik(topical,
perenteral, atau
subkunjungival)        sediakan topical
yang digunakan
sevara
profilaksis,
dimana
terapilebih akresi
f diperlukan bila
terjadi infeksi.
Catatan steroid
mungkin
ditambahkan
      steroid pada antibiotic
topical bila
pasien
mengalami
implantasi.
       Digunakan
untuk
menurunkan
implamasi
3 Gangguan sensori Setelah -     Dapat Mandiri
persepsi(pengliha dilakukan meningkatka 1.    Tentukann 1.    kebutuhan
tan) berhubungan intervesi sela n ketajaman ketajaman individu dan
dengan gangguan ma 3x24 jam penglihatan penglihatan, catat pilihan intervensi
penerimaan diharapkan batas situasi apakah 1 atau 2 bervariasi sebab
sensori/status gangguan individu mata terlibat kehilangan
organ indra sensori -    Memperbaiki penglihatan
penglihatan persepsi potensi terjadi lambat
dapat diatasi bahaya dalam dan progresif.
lingkunga Bila bilateral tiap
mata dapat
berlangjut pada
laju yang
berbeda tetapi
biasa nya hanya
1 mata diperbaiki
perprosedur.
2.    memberikan
2.    Orientasikan peningkatan
pasien terhadap kenyamanan dan
lingkungan,stap, kekeluargaan,
orang lain di area menurunkancem
nya as dab
disorientasi
pasca operasi
3.    terbangun dan
lingkungan tak
3.   Observasi tanda- dikenal dan
tanda dan gejala- mengalami
gejala disorientasi, tetbatasan
pertahankan pagar penglihatan
tempat tidur dapat
sampai benar- mengakibatkan
benar senbuh dari bingung pada
anastesia orang tua.
Menurunkan
resiko jatuh bila
pasien bingung
atai tak kenal
ukuran tempat
4.   Pendekatan dari tidur
sisi yang tak
dioperasi , bicara, 4.    Memberikan
dan menyentuh rangsangan
sering, dorong sensori tepat
orang terdekat terhadap isolasi
tinggal dengan dan menurunkan
pasien bingung

5.   Perhatikan tentang
suram atau
penglihatan kabur 5.    Gangguan
dan iritasi mata penglihatan atau
iritasi dapat
berakhir 1-2 jam
setelah diberikan
pengobatan
tetapi secara
bertahap
menurunkan
denganpengguna
an.
Catatan :
6.    Ingatkan pasien Iritasi local harus
menggunakan dilaporkan ke
kacamata dokter tetapi
katarakyang jangan hentikan
tujuannya penggunaan obat
memperbesar sementara
kurang lebih 25% 6.    perubahan
penglihatan perifer ketajaman dan
hilang dan buta kedalaman
titik mungkin ada persepsi dapat
menyebabkan
bingung
penglihatan atau
meningkatkan
resiko cedera
sampai pasien
belajar untuk
mengkompensasi
.

3.4. Catatan Perkembangan

No Diagnose Keperawatan Implementasi Evaluasi


1. Resiko tinggi Jam 08.00 wib Jam 12.00 wib
cidera berhubungan Mandiri : S:  klien meengatakan nyeri
dengan perdarahan intra 1.    Mendiskusikan apa pasca dikoreksi sudah
okuler yang  terjadi pada pasca berkurang.
dikoreksi tentang nyeri, O:  klien tampak rileks
pembatasan aktivitas, pasca dikoreksi,tetapi
penampilan dan balutan aktivitas klien masih
mata dibatasi,seperti terlalu
2.    Membatasi aktivitas seperti banyak menggerkkan kapala
megerakkan kepala tiba- dan menggaruk mata
tiba, menggaruk mata, A: Masalah teratasi
membongkok sebagian,aktivitas klien
3.    Mendorong napas dalam masih dibatasi untuk
batuk untuk bershan nafas melindungi mata pasca
berihan paru dikoreksi
4.    Mempertahankan P: Intervensi dilanjutkan
perlindungan mata sesuai 1.      Batasi aktivitas klien
indikasi seperti megerakkan kepala
5.    Meminta pasien untuk tiba-tiba, menggaruk mata,
membedakan antara membongkok
ketidakyamanan dan nyeri 2.   Mempertahankan
mata tajam tiba-tiba, selidiki perlindungan mata sesuai
kegelisaan,disorientasi, indikasi
gangguan balutan 3.  Meminta pasien untuk
Kolaborasi: membedakan antara
1.    Memberikan obat sesuai ketidakyamanan dan nyeri
indikasi mata tajam tiba-tiba, selidiki
      antiemetik contoh kegelisaan,disorientasi,
proklorprazin gangguan balutan
     asetazolamid(diomox)
2. Resiko tinggi terhadap Jam 08.00 wib Jam 12.00wib
infeksi berhubungan Mandiri S: Klien mengatakan dapat
dengan bedah 1.    Mendiskusikan pentingnya beristrahat dengan baik
pengangkatan katarak mencuci tangan sebelum tanpa terasa nyeri pasca
menyentu atau mengobati operasi pengangkatan
mata katarak
2.    Menggunakan atau O: klien dapat beristirahat
tunjukan tehnik yang tepat dengan tenang dan lebih
untuk membersihkan mata rilek serta tidak terdapat
dari dalam keluar dengan tanda-tanda terjadinya
tisu basah atau bola kapas infeksi pada mata klien
untuk tiap usapan ganti A: Masalah klien teratasi
balutan dan masukkan lensa sebagian,tidak terjadi
kontak bila menggunakan infeksi pada mata klien
3.    Menekankan pentingnya pasca operasi.
untuk  tidak menyentuh atau P: Intervensi dilanjutkan
menggarut mata yang di 1.      Tekankan pentingnya
operasi untuk  tidak menyentuh atau
4.    Mengobserpasi tanda menggarut mata yang di
terjadinya infeksi contah operasi
kemerahan, kelopak mata 2.      obserpasi tanda terjadinya
bengkak, drainase purulen. infeksi contah kemerahan,
Kolaborasi: kelopak mata bengkak,
1.    Memberikan obat sesuai drainase purulen
indikasi
      antibiotik(topical,
perenteral, atau
subkunjungival)
      Steroid
3. Gangguan sensori Jam 08.00 wib Jam 12.00 wib
persepsi(penglihatan) Mandiri S: klien mengatakan setelah
berhubungan dengan 1.        Menentukann ketajaman dilakukan operasi matannya
gangguan penerimaan penglihatan, catat apakah 1 sudah dapat melihat
sensori/status organ indra atau 2 mata terlibat walaupun tanpa bantuan
penglihatan 2.        Mengorientasikan pasien kaca mata katarak
terhadap lingkungan,stap, O: klien sudah dapat
orang lain di area nya melihat benda-benda
3.        Mengobservasi tanda-tanda disekitarnya
dan gejala- gejala A: Masalah teratasi
disorientasi, pertahankan P: Intervensi dihentikan
pagar tempat tidur sampai
benar-benar sembuh dari
anastesia
4.        Pendekatan dari sisi yang
tak dioperasi , bicara, dan
menyentuh sering, dorong
orang terdekat tinggal
dengan pasien
5.        Memperhatikan tentang
suram atau penglihatan
kabur dan iritasi mata
6.        Mengingatkan pasien
menggunakan kacamata
katarakyang tujuannya
memperbesar kurang lebih

BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
              Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan
pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air
terjun.
menjadi kabur atau redup, mata silau yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah
melihat Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif.  Biasanya klien melaporkan
penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu
yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.  Temuan objektif biasanya meliputi
pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop.
              Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina.  Hasilnya adalah pendangan
di malam hari.Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.

4.2  Saran
            Katarak adalah suatu penyakit degeneraf karena bertambahnya faktor usia,jadi untuk
mencegah terjadinya ppenyakit katarak ini dapat dilakukan dengan pola hidup yang sehat seperti
tidak mengkonsumsi alcohol dan minum minuman keras yang dapat memicu timbulnya
katarak.dan salalu mengkonsumsi buah-buahan serta sayuran yang lebih banyak untuk menjaga
kesehatan mata.

Daftar pustaka
Doenges, Marilyan E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Alih bahasa: I Made Kariasa.
Jakarta . EGC
Long, C Barbara. 1996.Perawatan Medikal Bedah : 2.Bandung. Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran
Margaret R. Thorpe. Perawatan Mata. Yogyakarta . Yayasan Essentia Medica
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa : Setiawan Sari. Jakarta.
EGC
Sidarta Ilyas. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. FKUI
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa : Agung Waluyo. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai