Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi
akibat kedua-duanya (Ilyas, 2009). Kekeruhan ini dapat mengganggu jalannya
cahaya yang melewati lensa sehingga pandangan dapat menjadi kabur hingga
hilang sama sekali. Penyebab utama katarak adalah usia, tetapi banyak hal lain
yang dapat terlibat seperti trauma, toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes),
merokok dan herediter (Vaughan & Asbury, 2007). Berdasarkan studi potong
lintang prevalensi katarak pada usia 65 tahun adalah 50% dan prevalensi ini
meningkat hingga 70% pada usia lebih dari 75 tahun (Vaughan & Asbury,
2007).
Katarak merupakan masalah penglihatan yang serius karena katarak dapat
mengakibatkan kebutaan. Menurut WHO pada tahun 2002 katarak merupakan
penyebab kebutaan yang paling utama di dunia sebesar 48% dari seluruh
kebutaan di dunia. Setidaknya terdapat delapan belas juta orang di dunia
menderita kebutaan akibat katarak.Di Indonesia sendiri berdasarkan hasil
survey kesehatan indera 1993-1996, katarak juga penyebab kebutaan paling
utama yaitu sebesar 52%. .
Katarak memang dianggap sebagai penyakit yang lumrah pada lansia.
Akan tetapi, ada banyak faktor yang akan memperbesar resiko terjadinya
katarak. Faktor-faktor ini antara lain adalah paparan sinar ultraviolet yang
berlebihan terutama pada negara tropis, paparan dengan radikal bebas,
merokok, defesiensi vitamin (A, C, E, niasin, tiamin, riboflavin, dan beta
karoten), dehidrasi, trauma, infeksi, penggunaan obat kortikosteroid jangka
panjang, penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, genetik dan myopia.

1
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi dari penyakit katarak ?
2. Bagaimana Etiologi dari penyakit katarak ?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit katarak ?
4. Bagaimana Patofisiologi dari penyaki katarak ?
5. Apa klasifikasi dari penyakit katarak ?
6. Apa komplikasi dari penyakit katarak ?
7. Bagaima Woc dari penyakit katarak ?
8. Bagaimana Pemeriksaan penunjang dari penyakit katarak ?
9. Bagaimana Penatalaksanan terapi dari penyakit katarak ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari penyakit katarak.
2. Untuk mengetahui Etiologi dari penyakit katarak.
3. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari penyakit katarak.
4. Untuk mengetahui Patofisiologi dari penyaki katarak.
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari penyakit katarak.
6. Untuk mengetahui Komplikasi dari penyakit katarak.
7. Untuk mengetahui Woc dari penyakit katarak.
8. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang dari penyakit katarak.
9. Untuk mengetahui Penatalaksanan terapi dari penyakit katarak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi ( penambahan cairan ) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat
keduanya ( Mansjoer, A.2000).
Katarak adalah suatu keadaan patologis lensa dimana lensa menjadi keruh
akibat hidrasi cairan atau denaturasi protein lensa (Ilyas,S.2001).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya
terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran ( katarak
kongenital ) ( Brunner and Suddarth,2002)
Katarak adalah kelainan mata yang terutama terjadi pada orang tua.
Katarak adalah suatu daerah berkabut atau keruh di dalam lensa. Pada
stadium dini pembentukan katarak, protein dalam serabut-serabut lensa di
bawah kapsul mengalami denaturasi. Lebih lanjut, protein tadi berkoagulasi
membentuk daerah keruh menggantikan serabut-serabut protein lensa yang
dalam keadaan normal seharusnya transparan ( Guyton and Hall. 2008 ).

B. ETIOLOGI
Menurut (Mansjoer, 2000), faktor risiko terjadinya katarak bermacam-
macam, yaitu sebagai berikut:
1. Usia lanjut
Katarak umumnya terjadi pada usia lanjut (katarak senil).
Denganbertambahnya usia lensa akan mengalami proses menua, di mana
dalam keadaan ini akan menjadi katarak.
2. Kongenital
Katarak dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus di
masapertumbuhan janin.

3
3. Genetic
Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses degenerasi
yang timbul pada lensa.
4. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks
refraksi, dan amplitudo akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula
darah, maka meningkat pula kadar glukosa dalam akuos humor. Oleh
karena glukosa dari akuos masuk ke dalam lensa dengan cara difusi, maka
kadar glukosa dalam lensa juga meningkat. Sebagian glukosa tersebut
dirubah oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol, yang tidak
dimetabolisme tapi tetap berada dalam lensa.
5. Merokok
Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress
oksidatif dan dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat
dan karetenoid. Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen
3 hydroxykhynurine dan chromophores, yang menyebabkan terjadinya
penguningan warna lensa.Sianat dalam rokok juga menyebabkan
terjadinya karbamilasi dan denaturasi protein.
6. Konsumsi alcohol
Peminum alkohol kronis mempunyai risiko tinggi terkena berbagai
penyakit mata, termasuk katarak.Dalam banyak penelitian alkohol
berperan dalam terjadinya katarak. Alkohol secara langsung bekerja pada
protein lensa dan secara tidak langsung dengan cara mempengaruhi
penyerapan nutrisi penting pada lensa.

Katarak akan berkembang secara perlahan-lahan. Orang-orang tua yang


hidup sendiri (sedikit orang-orang disekitarnya/kurang dirawat) lebih sering
terkena katarak.Karena kebanyakan dari mereka kurang minum air atau cairan
lainnya guna menjaga peredaran darahnya tetap mengalir sebagaimana
mestinya.

4
C. Manifestasi Klinis
1. Penglihatan akan suatu objek benda atau cahaya menjadi kabur, buram.
2. Bayangan benda terlihat seakan seperti bayangan semu atau seperti asap
3. Kesulitan melihat ketika malam hari
4. Mata terasa sensitive bila terkena cahaya
5. Bayangan cahaya yang ditangkap seperti sebuah lingkaran
6. Membutuhkan pasokan cahaya yang cukup terang untuk membaca atau
beraktifitas lainnya
7. Sering mengganti kacamata atau lensa kontak karena merasa sudah tidak
nyaman menggunakannya
8. Warna cahaya memudar dan cenderung berubah warna saat melihat,
misalnya cahaya putih yang di tangkap menjadi cahaya kuning
9. Jika melihat hanya dengan satu mata, bayangan benda atau cahaya terlihat
ganda
Katarak didiagnosa terutama dengan gejala subjektif.Biasanya, pasien
melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau dan gangguan
fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan
penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunan seperti
mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop.

D. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat
nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul
anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami
perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti
kristal salju pada jendela.

5
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang
dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan
penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi
sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak.

E. Klasifikasi
1. Katarak Congenital
Adalah katarak sebagian pada lensa yang sudah didapatkan pada waktu
lahir. Jenisnya adalah:
a. Katarak lamelar atau zonular.
b. Katarak polaris posterior.
c. Katarak polaris anterior.
d. Katarak inti ( katarak nuklear )
e. Katarak satular.
2. Katarak juvenil
Adalah katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah lahir.
3. Katarak senil.
Adalah kekeruhan lensa yang terjadi karena bertambahnya usia.
Katarak senil ada beberapa macam, yaitu:
a. Katarak nuklear
Kekeruhan yang terjadi pada inti lensa.
b. Katarak kortikal.
Kekeruhan yang terjadi pada korteks lensa.
c. Katarak kupliform

6
Terlihat pada stadium dini katarak nuklear atau kortikal.

F. Komplikasi
1. Tidak operasi
Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa
glaukoma dan uveitis. Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan
intraokuler yang menyebabkan atrofi saraf optik dan kebutaan bila tidak
teratasi (Doenges, 2000).Uveitis adalah inflamasi salah satu struktur
traktus uvea (Smeltzer, 2002).
2. Operasi
a. Komplikasi selama operasi
1). Hifema
Perdarahan bisa terjadi dari insisi korneo-skeral, korpus
siliaris, atau vaskularisasi iris abnormal. Bila perdarahan berasal
dari luka, harus dilakukan kauterisasi. Irigasi dengan BSS
dilakukan sebelum ekstraksi lensa.
2). Iridodialisis
Iridodialisis yang kecil tidak menimbulkan gangguan visus dan
bisa berfungsi sebagai iridektomi perifer, tetapi iridodialisis yang
parah dapat menimbulkan gangguan pada visus.
3). Prolaps korpus vitreum
Prolaps korpus vitreum merupakan komplikasi yang serius
pada operasi katarak dapat menyebabkan keratopati bulosa,
epithelial dan stromal downgrowth, prolaps iris, uveitis, glaukoma,
ablasi retina, edema makular kistoid, kekeruhan korpus vitreum,
endoftalmisis dan neuritis optik.
4). Perdarahan ekspulsif
Komplikasi ini jarang terjadi, tetapi merupakan problem serius
yang dapat menimbulkan ekspulsi dari lensa, vitreus, uvea.
Penanganannya segera dilakukan tamponade dengan jalan
penekanan pada bola mata dan luka ditutup dengan rapat.

7
b. Komplikasi setelah operasi
1). Edema kornea
Edema korne merupakan komplikasi operasi katarak yang
serius, bisa terjadi pada epitel atau stroma yang diakibatkan oleh
trauma mekanik, inflamasi, dan peningkatan TIO, insiden naik
pada disfungsi endotel.
2). Descement fold
Keadaan ini paling sering disebabkan oleh trauma operasi pada
endotel kornea. Pencegahannya adalah penggunaan cairan
viskoelastik untuk melindungi kornea. Pada umumnya akan hilang
spontan beberapa hari setelah operasi.
3). Kekeruhan kapsul posterior
Penyebabnya adalah plak subkapsular posterior residual
dimana insidennya bisa diturunkan dengan polishing kapsula
posterior; juga disebabkan fibrosis kapsular karena perlekatan sisa
kortekpada kapsul posterior.
4). Residual lens materal
Disebabkan EKEK yang tidak adekuat. Bila material yang
tertinggal sedikit akan akan diresorbsi secara spontan, sedangkan
bila jumlahnya banyak, perlu dilakukan aspirasi karena bisa
menimbulkan uveitis anterior kronik dan glaukoma sekunder.
5). Prolaps iris
Komplikasi ini paling sering terjadi satu sampai lima hari
setelah operasi dan penyebab tersering adalah jahitan yang longgar,
dapat juga terjadi karena komplikasi prolaps vitreus selama operasi.
6). Dekompensasi kornea
Penyebab tersering edema kornea menetap yang diakibatkan
perlekatan vitreus atau hialoid =yang intak pada endotel kornea.
Pemberian agent hiperosmotik sistemik akan menimbulkan
dehidrasi vitreus, sehingga dapat melepaskan perlekatan.

8
G. WOC
Pola hidup
( merokok, minum Penyakit
Usia Lanjut kongenital Genetic alkohol ( Dm )

Nukleus mengalami perubahan warna


menjadi coklat kekuningan

Perubahan fisik ( perubahan serabut halus


multiple (zanula) menjadi panjang.

Hilangnya transparansi lensa

Perubahan kimia & protein

Koagulasi

Mengabutkan/ keruh

KATARAK Pembedahan

Menghambat Pre op Post op


jalan cahaya

Kurang MK: Nyeri


Penglihatan
informasi
menurun

MK: Ansietas
MK: Penurunan
persepsi sensori

9
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Kartu mata snellen/mesin telebinokuler: mungkin terganggu dengan
kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit
sistem saraf, penglihatan ke retina.
2. Lapang penglihatan: penurunan mungkin karena massa tumor, karotis,
glukoma.
3. Pengukuran Tonografi: TIO (12 – 25 mmHg) .
4. Pengukuran gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glukoma.
5. Tes provokatif : menentukan adanya/ tipe glaukoma.
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik/infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, lipid, tes toleransi glukosa: kontrol DM

I. Penatalaksanaan
Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat
progresivitas atau mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih tetap dengan
pembedahan.
1. Penatalaksanaan non bedah
a. Terapi penyebab katarak
Pengontrolan diabetes mellitus, menghentikan konsumsi obat-
obatan yang bersifat kataraktogenik seperti kortikosteroid, fenotiasin,
dan miotik kuat, menghindari radiasi (inframerah atau sinar-x) dapat
memperlambat atau mencegah terjadinya proses kataraktogenesis.
b. Memperlambat progresivitas.
c. Penilaian terhadap perkembangan visus pada katarak insipient dan
imatur.
1). Refraksi, dapat berubah sangat cepat, sehingga harus sering
dikoreksi.
2). Pengaturan pencahayaan, pasien dengan kekeruhan di bagian
perifer lensa (area pupil masih jernih) dapat diinstruksikan

10
menggunakan pencahayaan yang terang. Berbeda dengan
kekeruhan pada bagian sentral lensa, cahaya remang yang
ditempatkan di samping dan sedikit di belakang kepala pasien
akan memberikan hasil terbaik.
3). Penggunaan kacamata gelap, pada pasien dengan kekeruhan lensa
di bagian sentral, hal ini akan memberikan hasil yang baik dan
nyaman apabila beraktivitas di luar ruangan.
4). Midriatil, dilatasi pupil akan memberikan efek positif pada lateral
aksial dengan kekeruhan yang sedikit. Midriatil seperti fenilefrin
5% atau tropikamid 1% dapat memberikan penglihatan yang
jelas.
2. Pembedahan katarak
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan
penglihatan akut untuk bekerja atau keamanan. Biasanya diindikasikan
bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang dapat dicapai adalah
20/50 atau lebih buruk lagi, bila ketajaman pandang mempengaruhi
keamanan atau kwalitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior
sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina
atau saraf optikus, seperti pada diabetes dan glaukoma.
Pembedahan katarak adalah pembedahan yang paling sering
dilakukan pada orang berusia lebih dari 65 tahun.Masa kini, katarak paling
sering diangkat dengan anesthesia local berdasar pasien rawat jalan,
meskipun pasien perlu dirawat bila ada indikasi medis.Keberhasilan
pengembalian penglihatan yang bermanfaat dapat dicapai 95%pada pasien.
Pengambilan keputusan untuk menjalani pembedahan sangat
individual sifatnya. Dukungan financial dan psikososial dan konsekuensi
pembedahan harus dievaluasi, karena sangat penting untuk
penatalaksanaan pasien pascaoperasi.

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KATARAK

A. Pengkajian
1. Identitas
Identitas klien yang biasa di kaji pada gangguan sistem panca
indera adalah usia, karena ada beberapa penyakit/ gangguan panca
indera banyak terjadi pada klien diatas usia 60 tahun.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan
gangguan sistem panca indera: penglihatan adalah penurunan
ketajaman penglihatan.
3. Riwayat penyakit
Trauma mata, penggunaan obat kortikostroid, penyakit diabetes
mellitus, dan glukoma.
4. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk
menemukan masalah primer pasien, seperti: kesulitan
membaca, pandangan kabur, pandangan ganda, atau hilangnya
daerah penglihatan soliter. Perawat harus menemukan apakah
masalahnya hanya mengenai satu mata atau dua mata dan
berapa lama pasien sudah menderita kelainan ini.Riwayat mata
yang jelas sangat penting. Apakah pasien pernah mengalami
cedera mata atau infeksi mata, penyakit apa yang terakhir
diderita pasien.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien.
Apakah ia mengenakan kacamata atau lensa kontak?, apakah
pasien mengalami kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat
atau jauh?, apakah ada keluhan dalam membaca atau

12
menonton televisi?, bagaimana dengan masalah membedakan
warna atau masalah dengan penglihatan lateral atau perifer?
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat
pertama atau kakek-nenek.
d. Perubahan pola fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut
(gordon) adalah sebagai berikut :
a. Persepsi tehadap kesehatan
Bagaimana manajemen pasien dalam memelihara
kesehatan, adakah kebiasaan merokok, mengkonsumsi
alkohol,dan apakah pasien mempunyai riwayat alergi
terhadap obat, makanan atau yang lainnya.
b. Pola istirahat tidur
Berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada
kesulitan tidur seperti insomnia atau masalah lain. Apakah
saat tertidur sering terbangun.
c. Pola nutrisi metabolic
Adakah diet khusus yang dijalani pasien, jika ada
anjuran diet apa yang telah diberikan. Kaji nafsu makan
pasien sebelum dan setelah sakit mengalami perubahan atau
tidak, adakah keluhan mual dan muntah, adakah penurunan
berat badan yang drastis dalam 3 bulan terakhir.
d. Pola eliminasi
Kaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada
gangguan atau kesulitan.Untuk BAK kaji warna, bau dan
frekuensi sedangkan untuk BAB kaji bentuk, warna, bau
dan frekuensi.
e. Pola kognitif perceptual
Status mental pasien atau tingkat kesadaran,
kemampuan bicara, mendengar, melihat, membaca serta

13
kemampuan pasien berinteraksi.Adakah keluhan nyeri
karena suatu hal, jika ada kaji kualitas nyeri.
f. Pola konsep diri
Bagaimana pasien mampu mengenal diri dan
menerimanya seperti harga diri, ideal diri pasien dalam
hidupnya, identitas diri dan gambaran akan dirinya.
g. Pola koping
Masalah utama pasien masuk rumah sakit, cara
pasien menerima dan menghadapi perubahan yang terjadi
pada dirinya dari sebelum sakit hingga setelah sakit.
e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada mata hanya terdiri atas inspeksi
dan palpasi.Adanya pemeriksaan khusus untuk mengetahui
fungsi persyarafan dan tajam penglihatan.
a. Inspeksi
1. Perhatikan kesimetrisan kedua mata dan alis serta
persebarannya.

2. Perhatikan kondisi sekitar mata, lihat warna kelopak


mata apakah tampak kantung mata.

3. Lihat konjungtiva klien. Minta klien melirik atas, lalu


tarik kelopak mata bagian bawah dengan kedua tangan.
Normalnya konjugtiva berwarna merah muda. Jika pucat,
bearti klien dalam kondisi anemia.

4. Periksa sklera mata klien. Minta klien melirik ke bawah,


tarik kelopak mata bagian atas dengan tangan. Lihat
bagian putih mata, normalnya sklera mata berwarna
putih susu. Warna kuning (jaundis/ikterus) menunjukkan
adanya penyakit pada hepar (hepatitis/sirosis
hepatis/kanker). Warna merah menunjukkan adanya
pendarahan pada bola mata.

14
5. Perhatikan kesimetrisan kedua pupil mata. Normalnya
pupil mata berdiameter 3-7 mm, bertepi rata, dan
simetris. Kondisi pupil yang tidak simetris di sebut
anisokor, pupil mata yang berdilantasi maksimal tersebut
midriasis maksimal, serta pupil mata yang kecil dan
berdiameter 1 mm disebut Pin Point.

6. Kaji refleks cahaya mata klien. Normalnya pupil mata


akan mengecil (miosis)jika terkena sinar. Pemeriksaan
ini dilakukan dengan kondisi ruangan yang agak redup.
Minta klien untuk melihat ke depan dan tidak menutup
mata. Letakkan tangan yang tidak domain diantara mata
kiri dan kanan, nyalakan senter,lalu gerakkan senter dari
bawah menuju pupil mata, lalu kesamping. Lakukan
tindakan yang sama pada sisi mata yang lain. Jika pupil
mata tampak miosis saat diberi sinar, disebut refleks
cahaya positif.

7. Pemeriksaan tajam penglihatan menggunakan Snellen


chart. Jika tidak ada, minta klien untuk membaca tulisan
dengan jarak baca normal (25-30 cm). Untuk
pemeriksaan buta warna, minta klien untuk menyebutkan
warna dasar yang di tunjuk oleh pemeriksa (warna
merah-kuning-biru). Pemeriksaan dengan Snellen chart
dilakukan pada masing-masing mata. Snellen chart
dipasang 6 meter dari klien. Klien diminta menutup mata
salah satu mata, kemudian diminta untuk menyebutkan
huruf atau angka yang ditunjuk oleh pemeriksa.
Kemampuan menyebutkan sampai deretan huruf yang
sama tercantum di tepi Snellen chart.

8. Dilanjutkan dengan pemeriksaan gerakan bola mata.


Minta klien untuk menatap ke depan dan menggerakan
bola mata sesuai arah yang di tunjukkan pemeriksa. Saat

15
pemeriksaan dilakukan, klien tidak boleh menggerakkan
kepala.

9. Lihat kornea mata klien. Normalnya kornea tidak


berwarna (bening) dan bertepi rata. Abnormalnya saat
pemeriksaan kornea seperti arkus (anulus) yaitu terdapat
garis lengkung putih (keabu-abuan) yang melingkari
kornea, biasanya ditemukan pada usia tua (arkus senilis).

b. Palpasi
Kaji kekenyalan bola mata.Caranya, minta klien
menutup kedua mata, tekan perlahan dengan kedua tangan
pemeriksa.Normalnya bola mata teraba kenyal dan
melenting.Bola mata yang teraba keras seperti batu dan
tidak melenting menandakan adanya peningkatan tekanan
intraokuler.Peningkatan tekanan intraokuler biasanya
terjadi pada klien yang menderita glaukoma.Penderita
glaukoma biasanya berusia >40 tahun.

B. Diagnosa
1. Dx. 1 : Penurunan persepsi sensori : Penglihatan yang
berhubungan dengan penurunan tajam penglihatan.
2. Dx. 2 :Nyeri berhubungan deng luka post op.
3. Dx. 3 :Kecemasan berhubungan dengan kurang terpapar
terhadap informasi tentang prosedur tindakan pembedahan.

C. Intervensi
Dx. 1 : Penurunan persepsi sensori : Penglihatan yang berhubungan
dengan penurunan tajam penglihatan .
TujuanSetelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharap-kan dapat meningkatkan ketajaman penglihatan klien.

16
Kriteria hasil
- Klien dapat menginterpretasikan ide yang dikomunikasikan
oleh orang lain secara benar.
- Klien mengkompensasi defisit sensori dengan memaksimalkan
indera yang tidak rusak.
Intervensi Rasional
Kaji ketajaman penglihatan, catat Kebutuhan tiap klien dan pilihan
apakah satu atau dua mata intervensi bervariasi sebab
terlibat. kehilangan penglihatan terjadi
lambat dan progresif.
Orientasikan klien tehadap Memberikan peningkatan
lingkungan. kenyaman-an dan
kekeluargaan, menurunkan
cemas dan disorientasi pasca
operasi.
Observasi tanda-tanda disorientasi. Terbangun dalam lingkungan
yang tidak dikenal dan
mengalami keterbatasan
penglihatan dapat
mengakibatkan kebingungan
terhadap orang tua .
Pendekatan dari sisi yang tak Memberikan rangsang sensori
dioperasi, bicara dengan tepat terhadap isolasi dan
menyentuh menurunkan bingung.
Ingatkan klien menggunakan Perubahan ketajaman dan
kacamata katarak yang kedalaman persepsi dapat
tujuannya memperbesar kurang menyebabkan bingung
lebih 25 persen, penglihatan penglihatan dan meningkatkan
perifer hilang dan buta titik resiko cedera sampai klien
mungkin ada. belajar untuk
mengkompensasi.
Letakkan barang yang dibutuhkan/ Memungkinkan klien melihat

17
posisi bel pemanggil dalam objek lebih mudah dan
jangkauan/ posisi yang tidak memudahkan panggilan untuk
dioperasi. pertolongan bila diperlukan.

Dx. 2 : Resiko cidera yang berhubungan dengan peningkatan tekanan


intraocular (TIO), kehilangan vitreus.
TujuanSetelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nyeri berkurang atau terkontrol
Kriteria hasil
- Pasien mengatakan nyeri berkurang dan terkontrol.
- Klien terlihat lebih rileks

Intervensi Rasional
Mandiri
Dorong pasien untuk melaporkan Nyeri dirasakan dimanifestasikan
tipe, lokasi dan intensitas nyeri, dan ditoleransi secara individual
rentang skala.
Pantau TTV. Kecepatan jantung biasanya
meningkat karena nyeri.

Berikan tindakan kenyamanan. meningkatkan relaksasi.

Beritahu pasien bahwa wajar saja , adanya nyeri menyebabkan


meskipun lebih baik untuk meminta tegangan otot yang menggangu
analgesik segera setelah sirkulasi memperlambat proses
ketidaknyamanan menjadi penyembuhan dan memperberat
dilaporkan nyeri.

18
Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi Untuk mengontrol nyeri adekuat
dan menurunkan tegangan.

Dx. 3 :Kecemasan berhubungan dengan kurang terpapar terhadap


informasi tentang prosedur tindakan pembedahan.
TujuanSetelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan
kecemasan klien berkurang.
Kriteria hasil
- Klien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/
takutnya.
- Klien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan
kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
- Klien dapat mengungkapkan pemahaman mengenai informasi
pembedahan yang diterima
-
Intervensi Rasional
Kaji tingkat kecemasan klien dan Derajat kecemasan akan
catat adanya tanda- tanda verbal dipengaruhi bagaimana informasi
dan nonverbal. tersebut diterima oleh klien.
Beri kesempatan klien untuk meng- Mengungkapkan rasa takut secara
ungkapkan isi pikiran dan perasaan terbuka dimana rasa takut dapat
takutnya. ditujukan.
Observasi tanda vital dan Mengetahui respon fisiologis
peningkatan respon fisik klien. yang ditimbulkan akibat
kecemasan.
Beri penjelasan klien tentang Meningkatkan pengetahuan klien
prosedur tindakan operasi, harapan dalam rangka mengurangi
dan akibatnya. kecemasan dan kooperatif.
Beri penjelasan dan suport pada Mengurangi kecemasan dan
klien pada setiap melakukan mening-katkan pengetahuan.

19
prosedur tindakan.
Lakukan orientasi dan perkenalan Mengurangi perasaan takut dan
klien terhadap ruangan, petugas, cemas.
dan peralatan yang akan digunakan.

D. Implementasi
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat
dibantu dengan menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang
lebih terang, atau kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap
ini tidak diperlukan tindakan operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk
memperbaiki lensa mata, tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan
tindakan operasi. Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa
menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari.Operasi katarak dapat dipertimbangkan
untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata
lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan pada uvea. Uvea (disebut
juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
1. Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam
2. Badan silier : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal
sehingga mata bisa fokus pada objek dekat dan lensa menjadi
lebih tipis sehingga mata bisa fokus pada objek jauh
3. Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung
otot silier ke saraf optikus di bagian belakang mata.
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan.
Peradangan yang terbatas pada iris disebut iritis, jika terbatas pada
koroid disebut koroiditisJuga operasi katarak akan dilakukan bila
berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati diabetikum. Selain
itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih
menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang
mungkin terjadi.Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila
mengganggu kehidupan social atau atas indikasi medis lainnya.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi ( penambahan cairan ) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat
keduanya ( Mansjoer, A.2000). Katarak adalah suatu keadaan patologis lensa
dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan atau denaturasi protein lensa
(Ilyas,S.2001).
faktor risiko terjadinya katarak bermacam-macam, yaitu sebagai
berikut:Usia lanjut, Kongenital, Genetic, Diabetes mellitus, Merokok,
Konsumsi alcohol. Klasifikasi: katarak congenital, katarak juvebil, katarak
senil,

B. Saran
Dengan laporan pendahuluan ini diharapkan pembaca khususnya
mahasiswa keperawatan dapat mengerti dan memahami serta menambah
wawasan tentang asuhan keperawatan pada klen dengan penyakit katarak

21
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Sidarta. 20010. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran Edisi ke 2.Jakarta: CV. Sagung Seto.

Nurarif, Amin Huda, Hardi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan


Penerapan Diagnosa Nanda, NIC,NOC dalam Berbagai Kasus. Jogjakarta:
MediAction.

Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.


Jakarta: EGC.

Williams, Lippincott, Wilkins. 2011. Kapita Selekta Penyakit dengan


Implementasi Keperawatan Edisi 2. Jakarta: EGC.

Aspiani, reny yuli.2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Tim.

22

Anda mungkin juga menyukai