Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting,


yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ektrasel. Ginjal
mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan
garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan
keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan
mengatur keluaran garam dan urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi
asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa
dengan mengatur keluaran ion hidrogen dan ion karbonat dalam urine sesuai
kebutuhan. Selain ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa
adalah paru-paru dengan mengekskresikan ion hidrogen dan CO2, dan sistem
dapar (buffer) kimi dalam cairan tubuh.

Krisis tiroid adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya terjadi sekitar 1-
2% pasien hypertiroidisme. Sedangkan insidensi keseluruhan hipertiroidisme
sendiri hanya berkisar antara 0,05-1,3% dimana kebanyakannya bersifat
subklinis. Namun, krisis tiroid yang tidak dikenali dan tidak ditangani dapat
berakibat sangat fatal. Angka kematian orang dewasa pada krisis tiroid
mencapai 10-20%. Bahkan beberapa laporan penelitian menyebutkan hingga
setinggi 75% dari populasi pasien yang dirawat inap.1 Dengan tirotoksikosis
yang terkendali dan penanganan dini krisis tiroid, angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 20%.2

Karena penyakit Graves merupakan penyebab hipertiroidisme terbanyak dan


merupakan penyakit autoimun yang juga mempengaruhi sistem organ lain,
melakukan anamnesis yang tepat sangat penting untuk menegakkan
diagnosis.3 Hal ini penting karena diagnosis krisis tiroid didasarkan pada
gambaran klinis bukan pada gambaran laboratoris.2,11,16 Hal lain yang
penting diketahui adalah bahwa krisis tiroid merupakan krisis fulminan yang
memerlukan perawatan intensif dan pengawasan terus-menerus.4 Dengan
diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan
baik.1 Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang tepat tentang krisis tiroid,
terutama mengenai diagnosis dan penatalaksaannya.

1|Page
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujun umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan asam basa dan krisis
tiroid
1.2.2 Tujuan khusus
1. agar mahasiswa dapat membedakan antara asam dan basa
2. agar mahasiswa dapat mengetahui krisis tiroid

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Asam Basa


A. Pengertian Asam-Basa
· ASAM

Asam adalah subtansi yang mengandung satu atau lebih H+ yang dapat dilepaskan
dalam larutan (donatur proton). Dua tipe asam yang dihasilkan oleh proses
metabolik dalam tubuh adalah menguap (volatile) dan tak menguap (non volatile).

· Asam volatile dapat berubah antara bentuk cairan maupun gas. Contohnya
karbondioksida yang mampu bereaksi dengan air membentuk asam karbonat yang
akan terurai menjadi H+ dan HCO3- : CO2+H2O H2CO3 H++HCO3- serta
bisa diekskresi oleh paru-paru.

· Asam non volatile tidak dapat berubah bentuk menjadi gas untuk bisa
diekskresi oleh paru-paru tapi harus diekskresikan melalui ginjal, misalnya asam
laktat dan asam-asam keton.
· BASA

Basa adalah subtansi yang dapat menangkap atau bersenyawa dengan ion hidrogen
dari sebuah larutan (akseptor proton). Basa yang kuat seperti natrium hidroksida
(NaOH) terurai dengan mudah dalam larutan dan bereaksi kuat dengan asam. Basa
yang lemah seperti natrium bicarbonat (NaHCO3) hanya sebagian terurai dalam
larutan dan kurang bereaksi kuat dengan asam. Derajat keasaman merupakan suatu
sifat kimia yang penting dari darah dan cairan tubuh lainnya. Satuan derajat
keasaman adalah pH.

2|Page
- Klasifikasi pH
· pH 7,0 adalah netral.
· pH diatas 7,0 adalah basa (alkali).
· pH dibawah 7,0 adalah asam.

1. Gangguan Asam Basa


Suatu asam kuat memiliki pH yang sangat rendah (hampir 1,0); sedangkan suatu
basa kuat memiliki pH yang sangat tinggi (diatas 14,0). Darah memiliki pH antara
7,35-7,45. Keseimbangan asam-basa darah dikendalikan secara seksama, karena
perubahan pH yang sangat kecil pun dapat memberikan efek yang serius terhadap
beberapa organ.

Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan asam-basa


darah :
1. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk amonia.
Ginjal memiliki kemampuan untuk mengubah jumlah asam atau basa yang dibuang,
yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.

2. Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung


terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu penyangga
pH bekerja secara kimiawi untuk meminimalkan perubahan pH suatu larutan.
Penyangga pH yang paling penting dalam darah adalah bikarbonat. Bikarbonat
(suatu komponen basa) berada dalam kesetimbangan dengan karbondioksida (suatu
komponen asam). Jika lebih banyak asam yang masuk ke dalam aliran darah, maka
akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan lebih sedikit karbondioksida. Jika
lebih banyak basa yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih
banyak karbondioksida dan lebih sedikit bikarbonat.

3. Pembuangan karbondioksida. Karbondioksida adalah hasil tambahan penting


dari metabolisme oksigen dan terus menerus yang dihasilkan oleh sel. Darah
membawa karbondioksida ke paru-paru. Di paru-paru karbondioksida tersebut
dikeluarkan (dihembuskan). Pusat pernafasan di otak mengatur jumlah
karbondioksida yang dihembuskan dengan mengendalikan kecepatan dan
kedalaman pernafasan. Jika pernafasan meningkat, kadar karbon dioksida darah
menurun dan darah menjadi lebih basa. Jika pernafasan menurun, kadar
karbondioksida darah meningkat dan darah menjadilebih asam
Mekanisme kompensasi yang dilakukan oleh tubuh :

3|Page
1. Ginjal menahan Na & HCO3,kemudian mengeluarkan clorida, ion hydrogen
dan anion lain, sehingga urine menjadi lebih asam. Hasilnya adalah peningkatan
kadar HCO3 yang akan membantu memperahankan PH normal.
2. Sistem dapat manya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementara

3. Paru-paru : berespon secara cepat terhadp perubahan kadar H-+ dalam darah
dan mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan
tersebut

2.1 Etiologi dan Patogenesis

Penyebab mendasar asidosis metabolik adalah penambahan asam terfiksasi


(nonkarbonat), kegagalan ginjal untuk mensekresi beban asam harian, atau
kehilangan bikarbonat basa. Penyebab asidosis metabolik umunya dibagi dua
kelompok berdasarkan selisih anion yang normal atau meningkat. Selisih anion
dihitung dengan mengurangi kadar Na+ dengan jumlah dari kadal Cl- dan HCO3-
plasma. Nilai normalnya adalah 12. Penyebab asidosis metabolik dengan selisih
anion tak terukur seperti asam sulfat, asam fosfat, asam laktat dan asam-asam
organik lainnya. Apabila asidosis disebabkan oleh kehilangan bikarbonat (seperti
pada diare), atau bertambahnya asam klorida (contoh, pada pemberian amonium
klorida), maka selisih anion akan normal. Pada asidosis metabolik dengan selisih
anion normal, kehilangan HCO3- dapat terjadi melalui saluran cerna atau ginjal.
Diare, fistula usus halus dan ureterosigmoidostomi dapat menyebabkan kehilangan
HCO3- secara bermakna; sedangkan reabsorpsi HCO3- oleh ginjal menurun pada
tubulus proksimal atau pada orang yang mendapat pengobatan dengan inhibitor
karbonik hidrase seperti asetazolamid. Klorida berko,petisi dengan HCO3- dalam
mengikat Na+, sehingga berkaitan dengan keseimbangan asam basa tubuh. Apabila
HCO3 keluar tubuh [HCO3-] serum menurun, maka timbul kompensasi berupa
peningkatan [Cl-] plasma, karena jumlah anion dan kation dalam ECF harus sama
untuk mempertahankan muatan listrik yang netral. Hal tersebut menyebabkan
timbulnya asidosis metabolik hiperkloremik. Pemberian garam klorida yang
berlebihan (misal ; NH-4Cl) juga dapat menyebabkan terjadinya asidosis metabolik
hiperkloremik. Asidosis yang

disebabkan oleh pemberian larutan garam IV secara cepat biasanya bersifat ringan,
sementara dan disebut sebagai asidosis dilusional.
Keadaan-keadaan yang menyebabkan asidosis metabolik dengan selisih anion
tinggi, tercantum pada kotak 22-1.Gangguan keseimbangan asam-basa disebabkan

4|Page
oleh factor-faktor yang mempengaruhi mekanisme pengaturan keseimbangan
antara lain system buffer, system respirasi, fungsi ginjal, gangguan system
kardiovaskular maupun gangguan fungsi sususnan saraf pusat. Gangguan
keseimbangan asam-basaserius biasanya menunjukkan fase akut ditandai dengan
peregeseran ph menjauhi batas nilai normal. Secara umum, analisis keseimbangan
asam basa ditujukan untuk mengetahui jenis gangguan keseimbangan asam basa
yang sedang terjadi pada pasien. Gangguan keseimbangan asam basa
dikelompokkan dalam 2 bagian utama yaitu respiratorik dan metabolic. Kelainan
respiratorik didasarkan pada nilai pCO2 yang terjadi karena ketidakseimbangan
antara pembentukan CO2 di jaringan perifer dengan ekskresinya di paru, sedangkan
metabolic berdasarkan nilai HCO3-, BE, SID (strong ions difference), yang terjadi
karena pembentukan CO2 oleh asam fixed dan asam organic yang menyebabkan
peningkatan ion bikarbonat di jaringan perifer atau cairan ekstraseluler.
· Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan asam basa :
1. Konsentrasi ion hidrogen [H+].
2. Konsentrasi ion bikarbonat [HCO3-].
3. pCO2

· Berikut perbandingan peranan masing-masing faktor dalam diagnosis


gangguan asam basa :
1. Bila konsentrasi H+ meningkat, maka pH turun disebut asidosis.
2. Bila konsentrasi H+ turun, maka pH naik alkalosis
3. Bila HCO3- berubah secara signifikan dalam kondisi tersebut, disebut suatu
keadaan metabolic.
4. Bila pCO2 berubah secara signifikan dalam kondisi tersebut, disebut suatu
keadaan respiratorik
· Jenis-jenis gangguan keseimbangan asam basa
1. Asidosis metabolic
2. Asidosis respiratorik
3. Alkalosis metabolic
4. Alkalosis respiratorik

Adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian pH tersebut, bisa
menyebabkan salah satu dari 2 kelainan utama dalam keseimbangan asam basa,
yaitu asidosis atau alkalosis.

5|Page
* Asidosis adalah suatu keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung asam
(atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering menyebabkan menurunnya pH
darah.

* Alkalosis adalah suatu keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung


basa (atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang menyebabkan
meningkatnya pH darah.

Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih merupakan
suatu akibat dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan alkalosis merupakan
petunjuk dari adanya masalah metabolisme yang serius.Asidosis dan alkalosis
dikelompokkan menjadi metabolik atau respiratorik, tergantung kepada penyebab
utamanya. Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik disebabkan oleh
ketidakseimbangan dalam pembentukan dan pembuangan asam atau basa oleh
ginjal. Asidosis respiratorik atau alkakosis respiratorik terutama disebabkan oleh
penyakit paru-paru atau kelainan pernafasan.
1. Asidosis Respiratorik

Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan


karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau
pernafasan yang lambat.Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan
jumlah karbondioksida dalam darah.Dalam keadaan normal, jika terkumpul
karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam. Tingginya kadar
karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga
pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
a. Penyebab :
Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan
karbondioksida secara adekuat.

Hal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat yang mempengaruhi paru-paru,
seperti:
* Emfisema
* Bronkitis kronis
* Pneumonia berat
* Edema pulmoner
* Asma.

Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf atau otot
dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan. Selain itu,

6|Page
seseorang dapat mengalami asidosis respiratorik akibat narkotika dan obat tidur
yang kuat, yang menekan pernafasan.
2. Asidosis Metabolik

Asidosis Metabolik (kekurangan HCO3-) adalah gangguan sistemik yang ditandai


dengan penurunan primer kadar bikarbonat plasma, sehingga terjadinya penurunan
pH (peningkatan [H+]). [HCO3-] ECF adalah kurang dari 22 mEq/L dan pH-nya
kurang dari 7,35. Kompensasi pernapasan kemudian segera dimulai untuk
menurunkan PaCO2 memulai hiperventilasi sehingga asidosis metabolik jarang
terjadi secara akut.

Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan
rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui
sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan
menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai
usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara
menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha
mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam
dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus
menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan
berakhir dengan keadaan koma.
a. Penyebab
Penyebab Asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok utama:

1. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam
atau suatu bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang
menyebabkan asidosis bila dimakan dianggap beracun.
Contohnya adalah metanol (alkohol kayu) dan zat anti beku (etilen glikol).
Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan asidosis metabolik.
2. Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme.

Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari
beberapa penyakit; salah satu di antaranya adalah diabetes melitus tipe I. Jika
diabetes tidak terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan
menghasilkan asam yang disebut keton.Asam yang berlebihan juga ditemukan pada
syok stadium lanjut, dimanaasam laktat dibentuk dari metabolisme gula.
3. Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang
asam dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normal pun bisa
menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi

7|Page
ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis (ATR)atau rhenal tubular acidosis
(RTA), yang bisa terjadi pada penderitagagal ginjal atau penderita kelainan yang
mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam.
b. Penyebab utama dari Asidosis Metabolik:
* Gagal ginjal
* Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
* Ketoasidosis diabetikum
* Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)

* Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol, paraldehid,


asetazolamid atau amonium klorida

* Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena


diare, ileostomi atau kolostomi.

3. Alkalosis Respiratorik

Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena
pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan kadarkarbondioksida
dalam darah menjadi rendah.
a. Penyebab :

ü Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang menyebabkan


terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah.
ü Penyebab hiperventilasi yang paling sering ditemukan adalah kecemasan.
b. Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah :
· Rasa nyeri
· sirosis hati
· kadar oksigen darah yang rendah
· demam
· overdosis aspirin.
c. Pengobatan :

Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah


memperlambatpernafasan.Jika penyebabnya adalah kecemasan, memperlambat

8|Page
pernafasan bisa meredakan penyakit ini. Jika penyebabnya adalah rasa nyeri,
diberikan obat pereda nyeri.

Menghembuskan nafas dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa


membantu meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita menghirup
kembali karbondioksida yang dihembuskannya.

Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan nafasnya selama


mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan menahan kembali nafasnya selama
mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam satu rangkaian sebanyak 6-10 kali.Jika
kadar karbondioksida meningkat, gejala hiperventilasi akan membaik, sehingga
mengurangi kecemasan penderita dan menghentikan serangan alkalosis
respiratorik.
4. Alkalosis Metabolik

Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan basa
karena tingginya kadar bikarbonat.
a. Penyebab :
Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam.
Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah
yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang lambung
(seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah
pembedahan perut).

Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang
mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat.Selain
itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam
jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan
keseimbangan asam basa darah.
b. Penyebab utama alkalosis metabolik:
1. Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
2. Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung.

3. Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat


penggunaan kortikosteroid)

· Keseimbangan Asam-Basa adalah homeostasis dari kadar ion hidrogen [H+].


Kadar [H+] normal dalam darah arteri 4 x 10-8. Angka ini dinyatakan sebagai pH

9|Page
(log negstif dari [H+]). Cairan tubuh digolongkan sebagai asam atau basa menurut
kadar ion [H+].
· Mekanisme kompensasi yang dilakukan oleh tubuh :

1. Ginjal menahan Na & HCO3,kemudian mengeluarkan clorida, ion hydrogen


dan anion lain, sehingga urine menjadi lebih asam. Hasilnya adalah peningkatan
kadar HCO3 yang akan membantu memperahankan PH normal.
2. Sistem dapat manya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementara

3. Paru-paru : berespon secara cepat terhadp perubahan kadar H-+ dalam darah
dan mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan
tersebut
· Jenis-jenis gangguan keseimbangan asam basa
1. Asidosis metabolic
2. Asidosis respiratorik
3. Alkalosis metabolic
4. Alkalosis respiratorik

1.2 Krisis Tiroid


1.2.1 DEFINISI
Krisis tiroid merupakan komplikasi hipertiroidisme yang jarang terjadi tetapi
berpotensi fatal. Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani berdasarkan
manifestasi klinis karena konfirmasi laboratoris seringkali tidak dapat
dilakukan dalam rentang waktu yang cukup cepat. Pasien biasanya
memperlihatkan keadaan hipermetabolik yang ditandai oleh demam tinggi,
takikardi, mual, muntah, agitasi, dan psikosis. Pada fase lanjut, pasien dapat
jatuh dalam keadaan stupor atau komatose yang disertai dengan hipotensi.
Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala
akibat peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa
kelainan fungsi kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan,
terjadi kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis. Krisis tiroid
merupakan keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh terhadap
tirotoksikosis tersebut. Tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis
yang tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh tindakan
operatif, infeksi, atau trauma.

10 | P a g e
ETIOLOGI
Etiologi krisis tiroid antara lain penyakit Graves, goiter multinodular toksik,
nodul toksik, tiroiditis Hashimoto, tiroiditas deQuevain, karsinoma tiroid
folikular metastatik, dan tumor penghasil TSH. Etiologi yang paling banyak
menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit Graves (goiter difus toksik).
Meskipun tidak biasa terjadi, krisis tiroid juga dapat merupakan komplikasi
dari operasi tiroid. Kondisi ini diakibatkan oleh manipulasi kelenjar tiroid
selama operasi pada pasien hipertiroidisme. Krisis tiroid dapat terjadi
sebelum, selama, atau sesudah operasi. Operasi umumnya hanya
direkomendasikan ketika pasien mengalami penyakit Graves dan strategi
terapi lain telah gagal atau ketika dicurigai adanya kanker tiroid.
Krisis tiroid berpotensi pada kasus-kasus seperti ini dapat menyebabkan
kematian.
Faktor pencetus lain termasuk:

 Trauma dan tekanan

 Infeksi, terutama infeksi paru-paru

 Pembedahan tiroid pada pasien dengan overaktivitas kelenjar tiroid

 Mengentikan obat-obatan yang diberikan pada pasien hipertiroidisme

 Dosis penggantian hormone tiroid yang terlalu tinggi

 Pengobatan dengan radioaktif yodium

 Kehamilan

 Serangan jantung atau kegawatdaruratan jantung

PATOFISIOLOGI
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone
(TRH) yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan
thyroidstimulating hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar
tiroid
melepaskan hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone
thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal
menjadi
bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2
bentuk: 1)
bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik; dan 2) bentuk yang

11 | P a g e
terikat
pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak
terikat
sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur
kadar
hormon tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai
kelenjar
pituitari anterior.
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis
ini
melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen
dari
kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan
reseptor TSH.
Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi
penyakit
ini. Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap
reseptor
TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi
hormon tiroid.
Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas imunoglobulin
(Ig)-G1.
Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang
diperantarai
oleh 3,5-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi
ini juga
merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon
hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan
banyak
sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis.
Gambaran klinis
berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring
meningkatnya pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa peningkatan
sintesisnya) atau
meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu,
respon
sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa pasien
dan
menyebabkan kematian. Diduga bahwa hormon tiroid dapat meningkatkan

12 | P a g e
kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan
kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin
maupun norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut
ini
telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan
memiliki
kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis
tanpa
komplikasi meskipun kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan
reseptor
adrenergik adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi
kelenjar
tiroid dan katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya,
peningkatan
hormon tiroid meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga
menamnah efek katekolamin. Respon dramatis krisis tiroid terhadap
betablockers dan munculnya krisis tiroid setelah tertelan obat adrenergik,
seperti
pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga menjelaskan rendah atau
normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin katekolamin. Namun,
teori ini
tidak menjelaskan mengapa beta-blockers gagal menurunkan kadar hormon
tiroid
pada tirotoksikosis.

Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat


patogenik dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang
dapat
terjadi pasca operasi mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar
hormon
tiroid bebas. Sebagai tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika
kelenjar dimanipulasi selama operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,atau
mulai
rusaknya folikel setelah terapi radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang
pernah
diajukan termasuk perubahan toleransi jaringan terhadap hormon tiroid,
adanya zat
mirip katekolamin yang unik pada keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik
langsung
dari hormon tiroid sebaai akibat kemiripan strukturnya dengan katekolamin.

13 | P a g e
GAMBARAN KLINIS DAN KRITERIA DIAGNOSIS
Tidak ada kriteria diagnosis yang absolut. Diagnosis didasarkan atas riwayat
penyakit (tanda-tanda tiroksikosis yang berat: berdebar-debar, keringat
berlebihan,
berat badan turun drastis, diare, sesak nafas, gangguan kesadaran).
Pada anamnesis biasanya penderita akan mengeluh adanya kehilangan berat
badan sebesar 15% dari berat badan sebelumnya, nyeri dada, menstruasi yang
tidak
teratur pada wanita, sesak nafas, mudah lelah, banyak berkeringat, gelisah
dan
emosi yang tidak stabil. Dapat juga menimbulkan keluhan gastrointestinal
seperti
mual, muntah, nyeri perut.

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam dengan temperatur konsisten


melebihi 38,5°C. Pasien bahkan dapat mengalami hiperpireksia hingga
melebihi
41°C dan keringat berlebih. Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan
antara lain
hipertensi dengan tekanan nadi yang melebar atau hipotensi pada fase
berikutnya
dan disertai syok. Takikardi terjadi tidak bersesuaian dengan demam. Tanda-
tanda
gagal jantung antara lain aritmia (paling banyak supraventrikular, seperti
fibrilasi
atrium, tetapi takikardi ventrikular juga dapat terjadi). Sedangkan tanda-tanda
neurologik mencakup agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia dan tanda
piramidal
transien, tremor, kejang, dan koma. Tanda-tanda tirotoksikosis mencakup
tanda
orbital dan goiter.

Karena tingkat mortalitas krisis tiroid amat tinggi, maka kecurigaan krisis saja
cukup menjadi dasar mengadakan tindakan agresif. Kecurigaan akan terjadi
krisis
apabila terdapat triad :

 Menghebatnya tanda tirotoksikosis

 Kesadaran menurun

14 | P a g e
 Hipertermia

Apabila terdapat triad, maka kita dapat meneruskan dengan menggunakan


skor indeks klinis krisis tiroid dari Burch-Wartosky. Skor menekankan 3
gejala pokok,
yaitu: hipertermia, takikardi, dan disfungsi susunan saraf:

KRITERIA
DIAGNOSIS
UNTUK KRISIS
TIROID
Disfungsi pengaturan
panas (suhu)
 99-99.0 5
 100-100.9 10
 101-101.9 15
 102-102.9 20
 103-103.9 25
 > 104.0 30
Efek pada susunan
saraf pusat
 Tidak ada 0
 Ringan (agitasi) 10
 Sedang (delirium,
psikosis, letargi berat)
20
 Berat (koma, kejang)
30
Disfungsi
gastrointestinal-
hepar
 Tidak ada 0
 Ringan (diare,
nausea/muntah/nyeri
perut) 10
 Berat (ikterus tanpa
sebab yang jelas) 20
Disfungsi
kardiovaskular
(takikardi)

15 | P a g e
 99-109 5
 110-119 10
 120-129 15
 130-139 20
 > 140 25
Gagal jantung
 Tidak ada 0
 Ringan (edema kaki)
5

 Sedang (ronki basal)


10
 Berat (edema paru)
15
Fibrilasi atrium
 Tidak ada 0
 Ada 10
Riwayat pencetus
 Ada 0
 Tidak ada 10
Keterangan: pada
kasus toksikosis pilih
angka tertinggi.
> 45 Highly
Suggestive (sangat
mungkin krisis
tiroid)
25-44 Suggestive of
Impending Storm
(ancaman krisis
tiroid)
< 25 Kemungkinan
kecil

GAMBARAN LABORATORIUM
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak
boleh

16 | P a g e
ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas
tirotoksikosis. Pada pemeriksaan status tiroid, biasanya akan ditemukan
konsisten
dengan keadaan hipertiroidisme dan bermanfaat hanya jika pasien belum
terdiagnosis sebelumnya. Hasil pemeriksaan mungkin tidak akan didapat
dengan
cepat dan biasanya tidak membantu untuk penanganan segera. Temuan
biasanya
mencakup:

 T3 dan FT4 meningkat

 TSH rendah

 Bisa ditemukan anemia normositik normokrom dengan limfositosis relative

 Hiperglikemia sering ditemukan

 Enzim transaminase hati meningkat

 Azotemia prarenal akibat gagal jantung dan dehidrasi

PENATALAKSANAAN
Pengobatan harus segera diberikan,jangan tunda pengobatan jika dicurigai
terjadinya krisis tiroid. Kalau mungkin dirawat di Intensiv Care Unit untuk
mempermudah pemantauan tanda vital, untuk pemasangan monitoring
invasive,
pemberian obat-obat inotropik jika diperlukan. Penatalaksanaan krisis tiroid:

 Perawatan suportif

 Atasi factor pencetus segera

 Koreksi gangguan cairan dan elektrolit

 Kompres atau pemberian antipiretik, asetaminofen lebih dipilih

 Atasi gagal jantung dengan oksigen, diuretik, dan digitalis.

 Mengoreksi hipertiroidisme dengan cepat

Penatalaksanaan: Menghambat Sintesis Hormon Tiroid

17 | P a g e
Senyawa anti-tiroid seperti propylthiouracil (PTU) dan methimazole (MMI)
digunakan untuk menghambat sintesis hormon tiroid. PTU juga menghambat
konversi T4 menjadi T3 di sirkulasi perifer dan lebih disukai daripada MMI
pada
kasus-kasus krisis tiroid. Sedangkan MMI merupakan agen farmakoogik
yang umum
digunakan pada keadaan hipertiroidisme. Keduanya menghambat inkorporasi
iodium
ke TBG dalam waktu satu jam setelah diminum. Riwayat hepatotoksisitas
atau
agranulositosis dari terapi tioamida sebelumnya merupakan kontraindikasi
kedua
obat tersebut. PTU diindikasikan untuk hipertiroidisme yang disebabkab oleh
penyakit Graves. Laporan penelitian yang mendukungnya menunjukkan
adanya
peningkatan risiko terjadinya toksisitas hati atas penggunaan PTU
dibandingkan
dengan metimazol. Kerusakan hati serius telah ditemukan pada penggunaan
metimazol pada lima kasus (tiga diantaranya meninggal). PTU sekarang
dipertimbangkan sebagai terapi obat lini kedua kecuali pada pasien yang
alergi atau
intoleran terhadap metimazol atau untuk wanita dengan kehamilan trimester
pertama. Penggunaan metimazol selama kehamilan dilaporkan menyebabkan
embriopati, termasuk aplasia kutis, meskipun merupakan kasus yang jarang
ditemui.
PTU dosis besar (loading dose 400-600mg) diikuti dosis 200 mg PTU tiap 4
jam dengan dosis sehari total 1000-1500 mg, atau dengan metimazol dosis 20
mg
tiap 4 jam bisa tanpa atau dengan dosis inisial 60-100 mg.

Penatalaksanaan: Menghambat Sekresi Hormon Tiroid


Setelah terapi anti-tiroid dimulai, hormon yang telah dilepaskan dapat
dihambat dengan sejumlah besar dosis iodium yang menurunkan uptake
iodium di
kelenjar tiroid. Cairan lugol atau cairan jenuh kalium iodida dapat digunakan
untuk
tujuan ini. Terapi iodium harus diberikan setelah sekitar satu jam setelah
pemberian
PTU atau MMI. Perlu diketahui bahwa iodium yang digunakan secara tunggal
akan

18 | P a g e
membantu meningkatkan cadangan hormon tiroid dan dapat semakin
meningkatkan
status tirotoksik. Pasien yang intoleran terhadap iodium dapat diobati dengan
litium
yang juga mengganggu pelepasan hormon tiroid. Pasien yang tidak dapat
menggunakan PTU atau MMI juga dapat diobati dengan litium karena
penggunaan
iodium tunggal dapat diperdebatkan. Litium menghambat pelepasan hormon
tiroid
melalui pemberiannya. Solusio lugol ( 10 tetes tiap 6-8 jam) atau SSKI (
Larutan
Iodida jenuh, 5 tetes setiap 6 jam), diberikan 2 jam setelah pemberian PTU.
Apabila
ada, berikan endoyodin (NaI) IV, kalau tidak solusio lugol/SSKI tidak
memadai.

Penatalaksanaan: Menghambat Aksi Perifer Hormon Tiroid


Propranolol adalah obat pilihan untuk melawan aksi perifer hormon tiroid.
Propranolol menghambat reseptor beta-adrenergik dan mencegah konversi
T4
menjadi T3. Obat ini menimbulkan perubahan dramatis pada manifestasi
klinis dan
efektif dalam mengurangi gejala. Namun, propranolol menghasilkan respon
klinis
yang diinginkan pada krisis tiroid hanya pada dosis yang besar. Pemberian
secara
intravena memerlukan pengawasan berkesinambungan terhadap irama
jantung
pasien.
Sekarang, esmolol merupakan agen beta-blocker aksi ultra-cepat yang
berhasil digunakan pada krisis tiroid. Agen-agen beta-blocker non-selektif,
seperti
propranolol maupun esmolol, tidak dapat digunakan pada pasien dengan
gagal
jantung kongestif, bronkospasme, atau riwayat asma. Untuk kasus-kasus ini,
dapat
digunakan obat-obat seperti guanetidin atau reserpin. Pengobatan dengan
reserpin
berhasil pada kasus-kasus krisis tiroid yang resisten terhadap dosis besar

19 | P a g e
propranolol. Namun, guanetidin dan reserpin tidak dapat digunakan dalam
keadaan
kolaps kardiovaskular atau syok. Pemberian propanolol 60-80mg tiap 6 jam
per oral
atau 1-3 mg IV. Pemberian hidrokortison dosis stress (100mg tiap 8 jam atau
deksametason 2mg tiap 6 jam). Rasional pemberiannnya adalah karena
defisiensi
steroid relative akibat hipermetabolisme dan menghambat konversi perifer T4

KOMPLIKASI
Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain
hipoparatiroidisme, kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme
pada tiroidektomi subtotal atau terapi RAI, gangguan visual atai diplopia
akibat oftalmopati berat, miksedema pretibial yang terlokalisir, gagal jantung
dengan curah jantung yang tinggi, pengurangan massa otot dan kelemahan
otot proksimal. Hipoglikemia dan asidosis laktat adalah komplikasi krisis
tiroid yang jarang terjadi. Sebuah kasus seorang wanita Jepang berusia 50
tahun yang mengalami henti jantung satu jam setelah masuk rumah sakit
dilakukan pemeriksaan sampel darah sebelumnya. Hal yang mengejutkan
adalah kadar plasma glukosa mencapai 14 mg/dL dan kadar asam laktat
meningkat hingga 6,238 mM. Dengan demikian, jika krisis tiroid yang
atipik menunjukkan keadaan normotermi hipoglikemik dan asidosis laktat,
perlu dipertimbangkan untuk menegakkan diagnosis krisis tiroid lebih dini
karena kondisi ini memerlukan penanganan kegawatdaruratan. Penting pula
untuk menerapkan prinsip-prinsip standar dalam penanganan kasus krisis
tiroid yang atipik.

PROGNOSIS
Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian
keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi
terdapat
laporan penelitian yang menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor
pencetus atau
penyakit yang mendasari terjadinya krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini
dan
penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik.

20 | P a g e
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 ASAM BASA


1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
· Factor resiko terjadinya ketidakseimbangan

21 | P a g e
- Usia
- Penyakit kronik : kanker, gagal jantung kongestif, DM, cushing sindrom,
malnutrisi, gagal ginjal progresif, penyakit paru obstruksi menahun
- Trauma : cedera akibat kecelakaan, cedera kepala, luka bakar
- Terapi : diuretic, steroid, terapi intravena, nutrisi parenteral total
- Kehilangan melalui saluran gastrointestinal : gastroenteritis, pengisapan
nasogastrik, fistula
· Penghitungan intake (asupan) dan output (haluaran)
Asupan oral meliputi semua cairan yang dikonsumsi melalui mulut, selang
nasogastrik atau jejunostomi, likuid yang diberikan melalui cairan intravena, dan
darah atau komponen-komponen darah.
Haluaran cairan meliputi urine, feces, muntah, pengisapan gaster, drainase dari
selang pasca bedah.
Pengukuran umumnya dilakukan secara rutin pada klien : pasca pembedahan,
kondisi yang tidak stabil, demam, asupan cairan yang dibatasi, klien yang
menerima terapi diuretic atau intravena, klien dengan kardiopulmonar kronik atau
penyakit ginjal, dan status kesehatannya menurun.
Rumus Menentukan keseimbangan cairan tubuh :
Keseimbangan cairan tubuh = asupan – haluaran
b. Pemeriksaan fisik (lihat lampiran)
c. Pemeriksaan laboratorium
Kadar elektrlolit serum diukur untuk menentukan status hidrasi, konsentrasi
elektrolit pada plasma darah, dan keseimbangan asam basa. Elektrolit yang sering
diukur natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat.
Hitung darah lengkap adalah suatu penetapan jumlah dan tipe sel darah putih dan
sel darah merah per millimeter kubik darah.
Kadar kreatinin darah bermanfaat untuk mengukur fungsi ginjal
Pemeriksaan berat jenis urine mengukur derajat konsentrasi urine
Pemeriksaan gas darah arteri memberikan informasi tentang status keseimbangan
asam-basa dan tentang keefktifa fungsi ventilasi dalam mengakomodasi
pertukaran oksigen-karbon dioksida secara normal.
pH untuk mengukur konsentrasi ion hydrogen
PaCO2 mengukur tekanan parsial karbondioksida dalam darah arteri

22 | P a g e
Bikarbonat serum adalah komponen lain dari gas darah arteri.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan :
· Kehilangan plasma yang berkaitan dengan luka bakar
· Muntah
· Kegagalan mekanisme pengaturan
b. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan :
· Edema
c. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan :
· Disritmia yang berkaitan dengan ketidakseimbangan elektrolit

3. Perencanaan
Rencana asuhan keperawatan bertujuan untuk :
a. Klien akan memiliki keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa
b. Penyebab ketidakseimbangan dapat diidentifikasi dan dikoreksi
c. Klien tidak akan mengalami komplikasi akibat terapi yang dibutuhkan
untuk mengembalikan status keseimbangan

4. Implementasi
a. Mengoreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
· Penggantian cairan secara enteral
Oral : Penggantian cairan secara oral dapat dilakukan selama klien tidak muntah,
tidak mengalami kehilangan cairan dalam jumlah besar, atau tidak mengalami
obstruksi mekanis dalam saluran gastrointestinal, kecuali jika dikontraindikasikan.
Selang pemberi makanan (NGT)
· Pembatasan cairan
· Penggantian cairan dan elektrolit secara parenteral
- Nutrisi Parenteral Total (NPT)
- Terapi Intravena (IV)

23 | P a g e
- Penggantian darah (Transfusi)
b. Mengoreksi ketidakseimbangan asam basa
· Pemeriksaan Gas Darah Arteri

5. Evaluasi
Mengevaluasi keefektifan perawatan yang telah diberikan pada klien dan respon
klien terhadap terapi.

JENIS CAIRAN INTRAVENA YANG BIASA DIGUNAKAN


1. Larutan nutrient
Berisi beberapa jenis karbohidrat dan air, misalnya dextrose dan glukosa.
Yang digunakan adalah : 5 % dextrose in water (DSW), Amigen, Aminovel
2. Larutan elektrolit
Antara lain adalah larutan salin baik isotonic, hipotonik, dan hipertonik
Contoh :
Isotonic : NaCl 0,9 %, Ringer Lactate
Hipotonik : NaCl 0,45 %
Hipertonik : Manitol, Dextrose 10 %
3. Cairan asam basa
Contoh : sodium lactate dan sodium bicarbonat
4. Blood volume expanders
Berfungsi untuk meningkatkan volume pembuluh darah atau plasma. Cara
kerjanya meningkatkan tekanan osmotic darah
CARA MENGHITUNG KECEPATAN ALIRAN INFUS
· Faktor tetesan
- Mikrodrip (tetes mikro) : 60 tts/ml
- Makrodrip (tetes makro) : 10 tts/ml, 15 tts/ml, 20 tts/ml
· Kecepatan aliran infuse (tts/ml)
Volume total cairan (ml) : jam = ml / jam

24 | P a g e
ml / jam : 60 menit = ml / menit
ml/jam x factor tetesan : 60 menit = tts/mnt

TERAPI INTRAVENA (PEMASANGAN INFUS)

Definisi
Pungsi vena merupakan tehnik penusukan vena melalui transkutan dengan stilet
tajam yang kaku atau dengan jarum yang dipasangkan ke spuit.
Tujuan :
- Memulai dan mempertahankan terapi cairan intravena
- Memasukkan obat
Persiapan Alat :
- Larutan intravena yang tepat
- Jarum / kateter vena yang sesuai
- Selang intravena (infuse set) yang sesuai
- Torniket
- Handscoen (sarung tangan)
- Kasa 2 x 2 cm dan salep povidon iodine, atau balutan transparan, larutan
povidon iodine
- Plester dan gunting
- Tiang intravena
- Pengalas dan perlak
- Kapas alcohol
- Bengkok
- Papan tangan (jika diperlukan)
- Jam tangan (detik)
Prosedur Pelaksanaan
1. Cek program terapi medik

25 | P a g e
2. Siapkan alat
3. Jelaskan prosedur
4. Dekatkan alat
5. Pasang sampiran
6. Cuci tangan
7. Buka kemasan steril dengan menggunakan teknik aseptic
8. a. Periksa larutan menggunakan “Lima benar”
b. Buka set infuse dan pertahankan sterilitas pada kedua ujung
c. Pasang klem rol 2 – 4 cm dibawah bilik drip dan pindahkan klem rol pada
posisi off
d. Tusukkan set infuse ke dalam kantong atau bototl cairan
e. Isi slang infuse :
- Tekan bilik drip dan lepaskan biarkan terisi 1/3 – 1/2 penuh
- Buka klem rol dan pelingdung jarum sampai slang terisi cairan
- Pastikan slang bersih dari udara
9. Memilih dan mengkaji kondisi vena yang digunakan
10. Pasang pengalas dan perlak
11. Letakkan torniket 10 – 12 cm diatas penusukan
12. Pasang handscoen
13. Pilih vena yang terdilatasi baik. Metode untuk membantu mendilatasi vena:
a. Menggosok ekstremitas dari distal ke proksimal dibawah tempat vena yang
dimaksud
b. Menggenggam dan melepaskan genggaman
c. Menepuk perlahan di atas vena
d. Memasang kompres hangat pada ekstremitas, misalnya dengan waslap hangat
14. Bersihkan tempat insersi dengan gerakan sirkuler
15. Lakukan pungsi vena. Tahan vena dengan meletakkan ibu jari di atas vena
dan dengan meregangkan kulit berlawanan arah dengan arah penusukan 5 – 7 cm
kea rah distal tempat penusukan. Tusukkan jarum pada sudut 20º – 30º dengan
lubang jarum menghadap ke atas.

26 | P a g e
16. Perhatikan keluarnya darah melalui slang jarum yang menandakan bahwa
jarum telah memasuki vena. Turunkan jarum sampai hampir menyentuh kulit.
Dorong jarum sampai menempel dengan tempat pungsi vena.
17. Tahan kateter dengan satu tangan, lepaskan torniket dan lepaskan stilet.
Dengan cepat hubungkan adapter jarum dengan slang infuse.
18. Lepaskan klem rol untuk memulai infuse pada kecepatan untuk
mempertahankan patensi aliran intravena
19. Fiksasi kateter atau jarum intravena
a. Pasang plester kecil di bawah kateter dengan sisi yang lengket menghadap
ke atas dan silangkan plester di atas kateter
b. Pasang plester kedua tepat menyilang hub kateter
c. Oleskan salep povidon iodine di atas tempat penusukan atau tutup tempat
penusukan dengan kassa yang telah diberi larutan povidon iodin
d. Letakkan bantalan kassa diatas tempat insersi dan hub kateter dan fiksasi
dengan plester
20. Atur kecepatan aliran infuse
21. Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan serta ukuran jarum pada balutan
22. Lepaskan sarung tangan
23. Rapihkan alat-alat
24. Cuci tangan
25. Dokumentasikan

TRANSFUSI DARAH
Definisi
Transfusi darah adalah memasukkan darah yang berasal dari donor ke dalam
tubuh klien melalui vena.
Tujuan
Melaksanakan tindakan pengobatan dan memenuhi kebutuhan klien terhadap
darah sesuai dengan program pengobatan
Dilakukan pada

27 | P a g e
- Klien yang banyak kehilangan darah
- Klien dengan penyakit kelainan darah tertentu (misalnya anemia,
leukemia)
Persiapan alat
- Transfuse set
- Cairan NaCl 0,9 %
- Persediaan darah sesuai dengan golongan darah klien
- Sarung tangan bersih
Prosedur pelaksanaan
1. Beritahu dan jelaskan prosedur kepada klien
2. Bawa alat ke dekat klien
3. Cuci tangan
4. Pakai sarung tangan
5. Buat jalur intravena, gunakan slang infuse yang memiliki filter
6. Berikan cairan NaCl 0,9 % terlebih dahulu kemudian darahnya
7. Atur tetesan darah per menit sesuai dengan program
8. lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
9. Bereskan alat-alat

3.2 KRISIS TIROID

A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilaksanakan di SDMC, tanggal 29 Desember 2014
1. BIODATA
a) Identitas Penderita
Nama : Sdr. N
TTL : Aceh Timur, 13 April 1994
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tegal turi Giwangan
Agama : Islam
Suku : Jawa

28 | P a g e
Pendidikan : Mahasiswa
Diagnosa : Krisis Tiroid
b) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Sdr. N
TTL : -
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tegal turi Giwangan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : Mahasiswa
Hubungan dengan klien : Teman klien
2. RIWAYAT KESEHATAN
a) Keluhan utama
Pasien mengatakan tubuhnya terasa lemas.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Setahun yang lalu klien mengeluh nafsu makan meningkat rasa lemas, banyak
berkeringat
meskipun dimalam hari. Kemudian terjadi penurunan berat badan secara beransur.
Dan
sebulan yang lalu pasien memeriksakan diri kedokter dengan diagnosa medis
Hipertiiroid.
Pada tanggal 29 Desember 2014 pasien memriksakan dieri ke SDMC karena
badannya
semakin lemas dan pusing.
c) Riwayat keseha tan dahulu
Klien pernah menderita penyakit maag, panas, batuk.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Ibu klien pernah menderita hipertensi, asam urat dan ayah klien pernah menderita
penyakit
gatal – gatal.
3. POLA FUNGSI KESEHATAN
a) Pola persepsi terhadap kesehatan
Nafsu makan klien bertambah tetapi berat badan klien berkurang, klien sering beli
makan
diluar dan klien mengalami gangguan pada sistem metabolisme.
b) Pola aktivitas latihan
Aktivitas latihan selama sakit
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan 

29 | P a g e
Mandi 
Berpakaian 
Eliminasi 
Mobilisasi di tempat tidur 
Keterangan
0 : Mandiri
1 : Dengan menggunakan alat bantu
2 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4 : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktivitas
c) Pola istirahat tidur
Pada pasien hipertiroid terjadi gangguan pola tidur akibat gelisah, cemas.
d) Pola nutrisi metabolik
Pada pasien hipertiroid terjadi gangguan metabolik yaitu berta badan menurun
meskipun
nafsu makan meningkat.
e) Pola eliminasi
Klien mengatakan terkadang eliminasi klien terganggu, terkadang klien
mengalami diare.
f) Pola kognitif perseptual
Saat pengkajian klien dalam keadaan sadar, bicara kurang jelas, pendengaran dan
penglihatan normal
g) Pola peran hubungan
1. Status perkawinan : belum menikah
2. Pekerjaan : mahasiswa
3. Kualitas aktivitas : sebelum sakit klien kuliah seperti biasa
4. Sistem dukungan : teman kos
h) Pola nilai dan kepercayaan
Klien beragama Islam, ibadah dilakukan secara rutin.
i) Pola konsep diri
1. Harga diri : tidak terganggu
2. Ideal diri : tidak terganggu
3. Identitas diri : tidak terganggu
4. Gambaran diri : tidak terganggu
5. Peran diri : terganggu, karena klien kurang mengetahui tentang penyakitnya.
j) Pola seksual reproduksi
Pada klien hipertiroid tidak mengalami gangguan pada seksual reproduksinya.
k) Pola koping
1. Masalah utama yang terjadi selama klien sakit, klein sering lemas dan capek
sehingga tidak

30 | P a g e
mampu mengerjakan pekerjaan secara menyeluruh.
2. Kehilangan atau perubahan yang terjadi
Perubahan yang terjadi klien malas untuk melakukan aktivitas sehari – hari.
3. Takut terhadap kekerasan : tidak
4. Pandangan terhadap masa depan : klien optimis untuk sembuh.
4. PEMERIKSAAN FISIK
a) Tanda – tanda vital
Suhu : 39ºC
Nadi : 110 x / menit
RR : 27 x / menit
BB / TB : 48 kg / 150 cm
TD : 130/80 mmHg
b) Keadaan umum
Keadaan umum tergantung berat ringannya penyakit yang dialami oleh pasien.
c) Pemeriksaan Head to toe
1. Kulit dan rambut
 Inspeksi
Warna kulit : merah muda (normal), tidak ada lesi
Jumlah rambut : sedikit, rontok
Warna rambut : hitam
Kebersihan rambut: bersih
 Palpasi
Suhu >37ºC
Warna kulit sawo matang, turgor kulit baik, kulit kering tidak ada edema, tidak
ada lesi.
2. Kepala
 Inspeksi : Bentuk simetris antara kanan dan kiri
Bentuk kepala lonjong tidak ada lesi
 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
3. Mata
 Inspeksi : Bentuk bola mata lonjong, simetris antara kanan
dan kiri, sclera berwarna putih, mata normal.
4. Telinga
 Inspeksi : Ukuran sedang, simetris antara kanan dan kiri,
Tidak ada serumen pada lubang telinga, tidak ada
Benjolan.
5. Hidung
 Inspeksi : Simetris, tidak ada sekret, tidak ada lesi
 Palpasi : Tidak ada benjolan.
6. Mulut

31 | P a g e
 Inspeksi : Bentuk mulut simetris, lidah bersih, gigi bersih.
7. Leher
 Inspeksi : Bentuk leher simetris
 Palpasi : Ada pembesaran kelenjar tyroid
8. Paru
 Inspeksi : simetris antara kanan dan kiri
 Palpasi : getaran lokal femitus sama antara kanan dan kiri
 Auskultasi : normal
 Perkusi : resonan
9. Abdomen
 Inspeksi : perut datar simetris antara kanan dan kiri.
 Palpasi : tidak ada nyeri
 Perkusi : resonan
10. Ekstremitas
 Inspeksi : tangan kanan dan kiri normal
Pemeriksaan Penunjang
 TSH – S
 Free – T4
Obat – obatan yang digunakan :
 Propanoloi
 Digoxin
 PTU
 Neomercazole Carbimazol
 New diabets
 Metimazol 30 – 60 mg / hari
ANALISA DATA
Nama : N
Umur : 20 tahun
No Symtom Problem Etiologi
1 Do : Suhu : 38ºC RR :27x/ menit
- Klien teraba panas
- Kulit klien memerah
Ds : Klien mengatakan badannya
terasa panas
Hypertermi Peningkatan
metabolik
2 Do : - Suhu 38ºC
- Turgor jelek
- Klien tampak lemas

32 | P a g e
Ds : - Klien mengatakan banyak
keringat meskipun di malam
hari
Kekurangan
volume cairan
Kehilangan
volume cairan
- Klien mengatakan tak tahan
terhadap panas
- Klien mengatakan kadang- kadang
diare.
3 Do : RR : 27x /menit
Nafas klien pendek
Ds : Klien mengatakan sering
sesak nafas (dispnea)
Pola nafas tidak
efektif
Hiperventilasi
4 Do :- TD : 130/80 mmHg
- ND : 110 x / menit
- Nafas klien pendek
- Klien cemas dan tegang
Ds:- Klien mengatakan jantungnya
berdebar – debar
- Klien mengatakan lelah
Penurunan curah
Jantung
Perubahan
denyut/irama
jantung
5 Do :- Berat badan klien turun
meskipun nafsu makan bertambah
- Klien tamapak lemah
Ds :- Klien mengatakan terkadang
mual
- Klien mengatakan badannya lemah
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Tidak mampu

33 | P a g e
mengabsorbsi
makanan
Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolik
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan
tidak
mampu mengabsorbsi makanan.
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
5. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan denyut/irama jantung
PERENCANAAN
No Tujuan Intervensi
1 Setelah dilakukan tindakan
asuhan keperawatan selama
…..x 24 jam diharapkan
klien :
Kulit diraba tidak hangat
- Monitor suhu sesering
mungkin
- Monitor TD, Nadi dan
RR
- Kolaborasi pemberian
anti piretik
- Berikan kompres hangat
pada lipat paha dan
tangan
- Selimuti pasien
- Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
- Anjurkan klien untuk
mengkonsumsi air
minum.
2 Setelah dilakukan tindakan
asuhan keperawatan selama
…..x 24 jam diharapkan
klien :
C
Kulit klien tidak memerah
- Kaji TTV
- Anjurkan klien untuk

34 | P a g e
banyak minum air putih.
- Observasi kulit/membran
mukosa dan turgor
- Kolaborasi pemberian
plasma/darah, cairan
elektrolit
- Menganjurkan klien
untuk mengurangi
aktivitas
- Pertahankan catatan
intake dan output yang
akurat.
3 Setelah dilakukan tindakan
asuhan keperawatan selama
…..x 24 jam diharapkan :
- Klien tidak mual
- Klien tidak lemah dan lemas
- Berta badan menunjukkan
peningkatan
- Anjurkan klien untuk
meningkatkan konsumsi
vitamin C, protein dan Fe
- Berikan makanan yang
terpilih
- Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori yang
dibutuhkan klien
- Kolaborasi pemberian
obat anti mual
- Berikan makanan
kesukaan
4 Setelah dilakukan tindakan
asuhan keperawatan selama
…..x 24 jam diharapkan
klien :
- RR : 18-24 x/menit
- Bernafas mudah
- Tidak ada dispnea
- Tidak didapat nafas pendek

35 | P a g e
- Monitor frekuensi, ritme,
kedalaman pernafasan
- Monitor pola nafas
- Posisikan pasien ntuk
memaksimalkan ventilasi
- Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
- Catat adanya fluktasi
tekanan darah
5 Setelah dilakukan tindakan
asuhan keperawatan selama
…..x 24 jam diharapkan
klien :
- Pompa jantung efektif
dengan kriteria
- Td : Sitole>105 dan
Diastole <60 mmHg
- ND >100x /menit
- Tidak kelelahan
- Evaluasi adanya nyeri
dada
- Monitor status
Kardiovaskular
- Monitor status pernafasan
yang menandakan
gagalnya jantung
- Monitor adanya
perubahan TD
- Anjurkan klien untuk
menurunkan stress
- Monitor TTV
- Identifikasi penyebab
perubahan TTV
- Monitor jumlah dan
irama jantung

36 | P a g e
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Asam adalah subtansi yang mengandung satu atau lebih H+ yang dapat
dilepaskan dalam larutan (donatur proton). Dua tipe asam yang dihasilkan
oleh proses metabolik dalam tubuh adalah menguap (volatile) dan tak
menguap (non volatile). Basa adalah subtansi yang dapat menangkap atau
bersenyawa dengan ion hidrogen dari sebuah larutan (akseptor proton). Basa
yang kuat seperti natrium hidroksida (NaOH) terurai dengan mudah dalam
larutan dan bereaksi kuat dengan asam. Basa yang lemah seperti natrium

37 | P a g e
bicarbonat (NaHCO3) hanya sebagian terurai dalam larutan dan kurang
bereaksi kuat dengan asam. Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia
yang penting dari darah dan cairan tubuh lainnya. Satuan derajat keasaman
adalah pH.

Krisis tiroid merupakan komplikasi hipertiroidisme yang jarang terjadi


tetapi
berpotensi fatal. Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani berdasarkan
manifestasi
klinis karena konfirmasi laboratoris seringkali tidak dapat dilakukan dalam
rentang
waktu yang cukup cepat. Pasien biasanya memperlihatkan keadaan
hipermetabolik
yang ditandai oleh demam tinggi, takikardi, mual, muntah, agitasi, dan
psikosis. Pada
fase lanjut, pasien dapat jatuh dalam keadaan stupor atau komatose yang
disertai
dengan hipotensi.

38 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai