Anda di halaman 1dari 29

A.

Anatomi Fisologi
1. Pengertian Asam dan basa
Asam didefinisikan sebagai zat yang dapat memberikan ion H+ ke
zat lain (disebut sebagai donor proton), sedangkan basa adalah zat
yang dapat menerima ion H+ dari zat lain (disebut sebagai akseptor
proton). Suatu asam baru dapat melepaskan proton bila ada basa yang
dapat menerima proton yang dilepaskan. Satu contoh asam adalah
asam hidroklorida (HCL), yang berionasi dalam air membentuk ion-
ion hidrogen (H+) dan ion klorida (CL-) demikian juga, asam
karbonat (H2CO3) berionisasi dalam air membentuk ion H+ dan ion
bikarbonat (HCO3-).1 Asam kuat adalah asam yang berdiosiasi dengan
cepat dan terutama melepaskan sejumlah besar ion H+ dalam larutan,
contohnya adalah HCL. Asam lemah mempunyai lebih sedikit
kecenderungan untuk mendisosiasikan ion-ionnya dan oleh karena itu
kurang kuat melepaskan H+, contohnya adalah H2CO3.1

Basa adalah ion atau molekul yang menerima ion hidrogen.


Sebagai contoh, ion bikarbonat (HCO3-), adalah suatu basa karena dia
dapat bergabung dengan satu ion hidrogen untuk membentuk asam
karbonat (H2CO3).1 Protein- protein dalam tubuh juga berfungsi
sebagai basa karena beberapa asam amino yang membangun protein
dengan muatan akhir negatif siap menerima ion-ion hidrogen. Protein
hemoglobin dalam sel darah merah dan protein dalam sel-sel tubuh
yang lain merupakan basa-basa tubuh yang paling penting.1 Basa kuat
adalah basa yang bereaksi secara cepat dan kuat dengan H+. Oleh
karena itu dengan cepat menghilangkannya dari larutan. Contoh yang
khas adalah OH-, yang bereaksi dengan H + untuk membentuk air
(H2O). Basa lemah yang khas adalah HCO3- karena HCO3- berikatan
dengan H+ secara jauh lebih lemah daripada OH-.1 Kebanyakan asam
dan basa dalam cairan ekstraseluler yang berhubungan dengan
pengaturan asam basa normal adalah asam dan basa lemah.

2. Keseimbangan Asam dan Basa

1
Keseimbangan asam basa adalah suat keadaan dimana konsentrasi
ion hidrogen yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion hidrogen
yang dikeluarkan oleh sel.3 Pada proses kehidupan keseimbangan
asam pada tingkat molecular umumnya berhubungan dengan asam
lemah dan basa lemah, begitu pula pada tingkat konsentrasi ion H +
atau ion OH- yang sangat rendah. Keseimbangan asam basa adalah
keseimbangan ion hidrogen. Walaupun produksi akan terus
menghasilkan ion hidrogen dalam jumlah sangat banyak, ternyata
konsentrasi ion hidrogen dipertahankan pada kadar rendah pH 7,4. 4
Derajat keasaman (pH) darah manusia normalnya berkisar antara 7.35
hingga 7.45. Tubuh manusia mampu mempertahan keseimbangan
asam dan basa agar proses metabolisme dan fungsi organ dapat
berjalan optimal.4 Keseimbangan asam basa dalam tubuh manusia
diatur oleh dua sistem organ yakni paru dan ginjal. Paru berperan
dalam pelepasan (eksresi CO2) dan ginjal berperan dalam pelepasan
asam.4

Beberapa prinsip yang perlu kita ketahui terlebih dahulu adalah4:

1. Istilah asidosis mengacu pada kondisi pH < 7.35 sedangkan


alkalosis bila pH > 7.45

2. CO2 (karbondioksida) adalah gas dalam darah yang berperan


sebagai komponen asam. CO2 juga merupakan komponen
respiratorik. Nilai normalnya adalah 40 mmHg.

3. HCO3 (bikarbonat) berperan sebagai komponen basa dan disebut


juga sebagai komponen metabolik. Nilai normalnya adalah 24
mEq/L.

4. Asidosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen asam atau


berkurangnya jumlah komponen basa.

5. Alkalosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen basa atau


berkurangnya jumlah komponen asam.

3. Pengaturan Keseimbangan Asam dan Basa

2
Pengaturan keseimbangan ion hidrogen dalam beberapa hal sama
dengan pengaturan ion-ion lain dalam tubuh. Sebagai contoh, untuk
mencapai homeostatis. Harus ada keseimbangan antara asupan atau
produksi ion hidrogen dan pembuangan ion hidrogen dari tubuh. Dan
seperti pada ion-ion lain, ginjal memainkan peranan kunci dalam
pengaturan-pengaturan ion hidrogen. Akan tetapi, pengaturan
konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler yang tepat melibatkan
jauh lebih banyak daripada eliminasi sederhana ion-ion hidrogen
oleh ginjal. Terdapat juga banyak mekanisme penyangga asam basa
yang melibatkan darah, sel-sel, dan paru-paru yang perlu untuk
mempertahankan konsentrasi ion hidrogen normal dalam cairan
ekstraseluler dan intraseluler.

Dalam hal ini berbagai mekanisme yang turut membantu mengatur


konsentrasi ion hidrogen, dengan penekanan khusus pada kontrol
sekresi ion hidrogen ginjal dan reabsorpsi, produksi, dan ekskresi ion
- ion bikarbonat oleh ginjal, yaitu salah satu komponen kunci sistem
kontrol asam basa dalam berbagai cairan tubuh. Konsentrasi ion
hidrogen dan pH cairan tubuh normal serta perubahan yang terjadi
pada asidosis dan alkalosis. Konsentrasi ion hidrogen darah secara
normal dipertahankan dalam batas ketat suatu nilai normal sekitar
0,00004 mEq/liter ( 40 nEq/liter ).

Variasi normal hanya sekitar 3 sampai 5 mEq/liter, tetapi dalam


kondisi yang ekstrim, konsentrasi ion hidrogen yang bervariasi dari
serendah 10 nEq/liter sampai setinggi 160 nEq/liter tanpa
menyebabkan kematian. Karena konsentrasi ion hidrogen normalnya
adalah rendah dan dalam jumlah yang kecil ini tidak praktis,
biasanya konsentrasi ion hidrogen disebutkan dalam skala logaritma,
dengan menggunakan satuan pH. pH berhubungan dengan
konsentrasi ion hidrogen. pH normal darah arteri adalah 7,4,
sedangkan pH darah vena dan cairan interstetial sekitar 7,35 akibat
jumlah ekstra karbondioksida (CO2) yang dibebaskan dari jaringan
untuk membentuk H2CO3.Karena pH normal darah arteri 7,4

3
seseorang diperkirakan mengalami asidosis saat pH turun dibawah
nilai ini dan mengalami alkolisis saat pH meningkat diatas 7,4. Batas
rendah pH dimana seseorang dapat hidup lebih dari beberapa jam
adalah sekitar 6,8 dan batas atas adalah sekitar 8,0. pH intraseluler
biasanya sedikit lebih rendah daripada pH plasma karena
metabolisme sel menghasilkan asam, terutama H2CO3. Bergantung
pada jenis sel, pH cairan intraseluler diperkirakan berkisar antara 6,0
dan 7,4. Hipoksia jaringan dan aliran darah yang buruk ke jaringan
dapat menyebabkan pengumpulan asam dan itu dapat menurunkan
pH intraseluler.

pH urin dapat berkisar dari 4,5 sampai 8,0 bergantung pada status
asam basa cairan ekstraseluler. Contoh ekstrim dari suatu cairan
tubuh yang bersifat asam adalah HCl yang diekskresikan kedalam
lambung oleh oksintik ( sel-sel parietal ) dari mukosa lambung.

4. Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Asam dan Basa

Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui


koordinasi dari 3 sistem.

1. Sistem Buffer

Sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh,


yang dengan segera bergabung dengan asam atau basa untuk
mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan.
Sistem buffer ini menetralisir kelebihan ion hidrogen, bersifat
temporer dan tidak melakukan eliminasi. Fungsi utama sistem
buffer adalah mencegah perubahan pH yang disebabkan oleh
pengaruh asam fixed dan asam organic pada cairan ekstraseluler.
Sebagai buffer, sistem ini memiliki keterbatasan yaitu:

a. Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler


yang disebabkan karena peningkatan CO2.

b. Sistem ini hanya berfungsi bila sistem respirasi dan pusat


pengendali sistem pernafasan bekerja normal

4
c. Kemampuan menyelenggarakan sistem buffer tergantung
pada tersedianya ion bikarbonat.

Ada 4 sistem buffer :

a. Buffer bikarbonat merupakan sistem dapar di cairan


ekstrasel terutama untuk perubahan yang disebabkan oleh
non-bikarbonat

b. Buffer protein merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel


dan intrasel

c. Buffer hemoglobin merupakan sistem dapar di dalam


eritrosit untuk perubahan asam karbonat
d. Buffer fosfat merupakan sistem dapar di sistem
perkemihan dan cairan intrasel.

Sistem dapat kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan


asam-basa sementara. Jika dengan buffer kimia tidak cukup
memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan
dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat terhadap
perubahan kadar ion H dalam darah akinat rangsangan pada
kemoreseptor dan pusat pernafasan, kemudian mempertahankan
kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan
tersebut. Ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H
secara lambat dengan menskresikan ion H dan menambahkan
bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan
amonia.

Proses eliminasi dilakukan oleh paru dan ginjal.


Mekanisme paru dan ginjal dalam menunjang kinerja sistem buffer
adalah dengan mengatur sekresi, ekskresi, dan absorpsi ion
hidrogen dan bikarbonat serta membentuk buffer tambahan (fosfat,
ammonia). Untuk jangka panjang, kelebihan asam atau basa
dikeluarkan melalui ginjal dan paru sedangkan untuk jangka
pendek, tubuh dilindungi dari perubahan pH dengan sistem buffer.

5
Mekanisme buffer tersebut bertujuan untuk mempertahankan pH
darah antara 7,35- 7,45.

2. Sistem Paru

Paru-paru, dibawah kendali medula otak, mengendalikan


karbondioksida, dan karena itu juga mengendalikan kandungan asam
karbonik dari cairan ekstraseluler. Paru-paru melakukan hal ini
dengan menyesuaikan ventilasi sebagai respons terhadap jumlah
karbon dioksida dalam darah. Kenaikan dari tekanan parsial
karbondioksida dalam darah arteri (PaCO2) merupakan stimulan
yang kuat untuk respirasi. Tentu saja, tekanan parsial karbondioksida
dalam darah arteri (PaCO2) juga mempengaruhi respirasi. Meskipun
demikian, efeknya tidak sejelas efek yang dihasilkan oleh PaCO 2.
Pada keadaan asidosis metabolik, frekuensi pernapasan meningkat
sehingga menyebabkan eliminasi karbon dioksida yang lebih besar
(untuk mengurangi kelebihan asam). Pada keadaan alkalosis
metabolik, frekuensi pernapasan diturunkan, dan menyebabkan
penahanan karbondioksida (untuk meningkatkan beban asam).

3. Sistem Ginjal

Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal


harus mengeluarkan anion asam non volatile dan mengganti
HCO3-.Ginjal mengatur keseimbangan asam basa dengan sekresi
dan reabsorpsi ion hidrogen dan ion bikarbonat. Pada mekanisme
pemgaturan oleh ginjal ini berperan 3 sistem buffer asam
karbonat, buffer fosfat dan pembentukan ammonia. Ion hidrogen,
CO2, dan NH3 diekskresi ke dalam lumen tubulus dengan bantuan
energi yang dihasilkan oleh mekanisme pompa natrium di
basolateral tubulus. Pada proses tersebut, asam karbonat dan
natrium dilepas kembali ke sirkulasi untuk dapat berfungsi
kembali. Tubulus proksimal adalah tempat utama reabsorpsi
bikarbonat dan pengeluaran asam. Ion hidrogen sangat reaktif dan
mudah bergabung dengan ion bermuatan negative pada

6
konsentrasi yang sangat rendah. Pada kadar yang sangat
rendahpun, ion hidrogen mempunyai efek yang besar pada sistem
biologi. Ion hidrogen berinteraksi dengan berbagai molekul
biologis sehingga dapat mempengaruhi struktur protein, fungsi
enzim dan ekstabilitas membrane. Ion hidrogen sangat penting
pada fungsi normal tubuh misalnya sebagai pompa proton
mitokondria pada proses fosforilasi oksidatif yang menghasilkan
ATP. Produksi ion hidrogen sangat banyak karena dihasilkan
terus meneru1s di dalam tubuh. Perolehan dan pengeluaran ion
hidrogen sangat bervariasi tergantung diet, aktivitas dan status
kesehatan. Ion hidrogen di dalam tubuh berasal dari makanan,
minuman, dan proses metabolism tubuh. Di dalam tubuh ion
hidrogen terbentuk sebagai hasil metabolism karbohidrat, protein
dan lemak, glikolisis anaerobik atau ketogenesis.

B. Pengertian Penyakit

Asidosis metabolik adalah keasaman darah yang


berlebihan,yang di tandai dengan rendahnya kadar
bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman
melampaui sistem penyangga pH,darah akan benar benar
menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah,
pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai

7
usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah
dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada
akhirnya ginjal juga akan berusaha mengkonpensasi keadaan
tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam
urin. Tetapi ke-2 mekanisme tersebut bisa terlampaui jika
tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam.
Sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan
koma.
Asidosis metabolik (kekurangan HCO3 ) adalah
gangguan sistemik yang di tandai dengan penurunan primer
kadar bikarbonat plasma,sehingga menyebabkan terjadinya
penurunan ph (peningkatan [H+]). [HCO3-] ECF adalah
kurang dari 22 mEq/L dan pH nya kurang dari 7,35.
Konpensasi pernapasan kemudian segera di mulai untuk
menurunkan PaCO2 melalui hiperventilasi sehingga asidosis
metabolik jarang terjadi secara akut.
C. Etiologi

Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan ke dalam 3


bentuk utama :

1. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika


mengkonsumsi suatu asam atau bahan yang diubah
menjadi asam. Sebagian besar bahan yang dapat
mengakibatkan asidosis bila di makan di anggap
beracun. Contohnya adalah methanol (alcohol kayu )
dan zat anti beku (etilenglikol). Overdosis aspirinpun
dapat menyebabkan asidosis metabolik.

2. Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan


sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit, salah satu
diantaranya adalah diabetes tipe 1. Jika diabetes tidak
dikendalikan dengan baik, tubuh akan memecah lemak
dan menghasilkan asam yang di sebut keton. Asam yang

8
berlebihan juga di temukan pada shok stadium lanjut,
dimana asam laktat di bentuk dari metabolisme gula.
3. Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu
untuk membuang asam dalam jumlah yang semestinya.
Bahkan jumlah asam yang normal pun bisa
menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara
normal.Kelainan fungsi ginjal ini di kenal sebagai
asidosis tubulus renalis, yang biasa terjadi pada
penderita gagal ginjal atau pada penderita kelainan
yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk
membuang asam.
D. Manifestasi Klinis
Asidosis metabolik sering tidak spesifik. Tanda fisik
terpenting adalah hiperventilasi yang ada pada keadaan
ekstrim berupa pernafasan cepat dan dalam yang diperlukan
untuk kompensasi respirasi. Meskipun demikian, asidosis berat
sendiri dapat mengakibatkan penurunan resistensi vaskuler
perifer dan fungsi ventrikel jantung, menimbulkan hipotensi,
edema paru dan hipoksia jaringan. Gambaran laboratorium
berupa penurunan pH serum dan penurunan kadar HCO3 dan
PCO2. Asidosis metabolik ditandai dengan turunnya kadar ion-
HCO3 diikuti dengan penurunan tekanan parsiil CO2 di dalam
arteri. Kadar ion-HCO3 normal adalah sebesar 24 meq /L dan
kadar normal PCO2 adalah 40 mmHg dengan kadar ion-H
sebesar 40 nanomol/L. Penurunan kadar ion-HCO3 sebesar
1 meq/L akan diikuti oleh penurunan PCO2 sebesar 1,2
mmHg. Penyebab asidosis metabolik dapat dibagi dalam 3
kelompok yaitu:

1) Pembentukan asam yang berlebihan di dalam tubuh

2) Berkurangnya kadar ion-HCO3 di dalam tubuh

9
3) Adanya retensi ion-H di dalam tubuh.

Kompensasi paru dengan cara hiperventilasi yang


menyebabkan penurunan tekanan parsiil CO2, dapat bersifat
lengkap, sebagian atau berlebihan. Berdasarkan kompensasi ini,
asidosis metabolik dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:
- Asidosis metabolik sederhana (simpel), dimana penurunan
kadar ion- HCO3 sebesar 1 meq/L diikuti penurunan PCO2
sebesar 1,2 mmHg.
- Asidosis metabolik bercampur dengan Asidosis Respirasi,
dimana penurunan kadar ion-HCO3 sebesar 1 meq/L diikuti
penurunan PCO2 sebesar kurang dari 1,2 mmHg.
- Asidosis metabolik bercampur dengan Alkalosis Respirasi,
dimana penurunan kadar ion-HCO3 sebesar 1 meq/L diikuti
penurunan PCO2 sebesar lebih dari 1,2 mmHg.

Dalam keadaan asidosis metabolik, kompensasi


tubuh melalui ginjal adalah meningkatkan sekresi dan
ekskresi ion-H (asidifikasi urin, pH urin turun) sebanyak 50-
100 meq/hari serta reabsorbsi ion-HCO3 yang terdapat
dalam cairan filtrat glomerulus. Sekresi ion-H terjadi di
tubulus proksimal (sampai dengan bagian tebal/asending
loop dari henle) dan di tubulus distal (sel intercalated duktus
koligentes). Sekresi ion-H di tubulus proksimal terjadi
melalui penukar (antiporter) Na-H dan pompa H-ATPase
pada bagian apical (lumen) sel tubulus. Sebanyak dua
pertiga sekresi ion-H di tubulus proksimal adalah melalui
penukar Na-H sedang sisanya melalui pompa H-ATPase.
Ion-H yang disekresi di tubulus proksimal akan bergabung
dengan ion-HCO3 yang difiltrasi glomerulus membentuk
H2CO3, kemudian terdisosiasi menjadi H2O dan CO2
dengan bantuan enzim karbonik anhidrase dalam lumen
tubulus proksimal. Secara pasif CO2 dan H2O akan di

10
reabsorbsi masuk ke dalam sel tubulus proksimal yang
kemudian bereaksi dengan H2O membentuk ion- HCO3.
Ion-HCO3 ini kemudian akan masuk ke dalam sirkulasi
darah oleh kontraspor Na-3HCO3 pada membran
basolateral (perivaskular). sebagian besar (90% dari yang
difiltrasi) ion-HCO3 direabsorbsi di tubulus poroksimal dan
sisa 10% dibagian tebal loop dari henle melalui penukar Na-
H dan di duktus koligentes bagian medula luar.
Tampilan Klinik Asidosis Metabolik
a. pH lebih dari 7,1 :
1) Rasa lelah

2) Sesak nafas

3) Nyeri perut

4) Nyeri tulang

5) Mual/muntah

b. pH kurang dari atau sama dengan 7,1:

1) Gejala pada pH > 7,1

2) Efek inotropik negatip, aritmia

3) Konstriksi vena perifer

4) Dilatasi arteri perifer

5) Penurunan tekanan darah

6) Aliran darah ke hati menurun

7) Konstriksi pembuluh darah paru

E. Patofisiologi

11
Syok akan mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh
akibat metabolisme seluler yang terganggu. Gangguan
metabolisme sering terjadi karena aliran darah dalam
mikrosirkulasi menurun, kadar O2 dalam darah atau kombinasi
keduanya. Bila kapasitas sel dalam produksi adenosine
trifosfap (ATP) melalui metabolisme aerob menurun karena
kurangnya kadar O2 sel akan mengubah adenosine difosfat
(ADP) menjadi ATP melalui glikolisis anaerobic. Akibatnya,
piruvat yang merupakan produk akhir dari glikolisis,diubah
menjadi laktat dalam jumlah yang besar. Perbandingan laktat
terhadap piruvat (normal adalah 10:1) merupakan indikator
hipoksia seluler yang baik. Dalam keadaan syok terjadi
asidosis karena ATP dihidrolisasi menjadi ADP danfosfat,
dengan melepaskan proton.
Dalam keadaan anaerobik, konversi dari ADP ke ATP
akan menurun, ion hydrogen akan diakumulasi sehingga
mengurangi buffer dari bikarbonat. Asam laktat akan
meningkat dan laktat juga mem-buffer proton. Dalam keadaan
normal, yaitu keadaan aerobic, laktat diangkut dari perifer
kehati untuk dikonversi menjadi CO2 yang dapat dikeluarkan
melalui pernapasan .Produksi asam laktat yang berlebihan
dalam keadaan syok akan diperburuk pada disfungsi hati.
Asidosis laktat dapat terjadi dengan cepat dan dapat dideteksi
dengan cepat pula dengan pemeriksaan analisas gas darah.
Kadar normal dari laktat dalam serum adalah kurang dari 1
mEq/L, dan kadar serum laktat merupakan indikasi kuantitatif
dari beratnya syok. Asidosis metabolic dapat digambarkan
sebagai kelebihan (ekses) bikarbonat yang dapat dihitungdari
pH dan PCo2 dalam contoh darah arteri.
Base excess normal adalah 0, dan asidosis metabolik
karena syok member nilai negative. Pada pasien trauma,
beratnya syok dapat dinilai dari base excess yang dapat

12
dikelompokkan atas asidosis ringan bila base excess -2
sampai -5 mEq/L,asidosis sedang bila base excess antara-5
sampai-15 mEq/L dan asidosis berat bila base excess kurang
dari -15 mEq/L.Semakin besar defisit base excess,semakin
banyak cairan dan darah yang dibutuhkan untuk resusitasi
penderita trauma, dan semakin tinggi mortalitasnya.
Pasien trauma dengan syok hemoragik yang
terkompensasi memperlihatkan base excess yang nyata.
Asidosis laktat yang persisten merupakan indikasiadanya
oxygen debt yang berkelanjutan yang berkaitan dengan
hipoperfusi.Pasien trauma dengan syok yang dengan telah
diresusitasi dengan base excess di bawah -5 mEq/ L,berarti
resusitasi harus diteruska nuntuk meningkatkan perfusi
jaringan. Dan asidosis tidak perlu dikoreksi karena dengan
kembalinya perfusi jaringan, keadaan ini akan terkoreksi
sendiri dalam 2-4 jam, kecuali bila pH darah terlalu asam dan
sudah mengancam jiwa,dapat dikoreksi dengan
bikarbonasnatrikus

13
F. Pahtway

G. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakan melalui:

1. Jika tanda dan gejala dari penyebab


dasar yang mengakibatkan asidosis dapat
ditemukan.
2. Gas darah arterial

1. PaCO2 harus dievaluasi untuk


mengetahui adanya
hipoventilasi, yakni PaCO2 yang
lebih tinggi dari 40 mmHg. pH
yang diharapkan harus
diperhitungkan.

14
2. pH pasien harus dibandingkan
dengan pH yang diharapkan
yang dihitung dari PaCO2.
Apabila pH pasien kurang dari
pH yang diharapkan, berarti
terjadi asidosis metabolik. Suatu
keadaan dimana pH di bawah 7,1
dapat menimbulkan efek serius
pada jantung dan fungsi
neurologis.
3. Lakukan pengecekan terhadap
osmolalitas serum, elektrolit dan
tes-tes fungsi ginjal.
a. Osmolalitas serum
dihitung dan
dibandingkan dengan
kadar yang terukur pada
laboratorium. Osmolal
gap yang bermakna
menunjukkan adanya zat-
zat tambahan yang
terlarut dalam serum.
b. Elektrolit dievaluasi untuk menentukan
anion gap.

- Na – ( Cl + HCO3- ) = anion gap

- Suatu anion gap


yang lebih besar
dari 15
menunjukkan
adanya kelebihan
dari laktat atau ion-

15
ion asam yang
serupa
menimbulkan
asidosis metabolik.
c. Peningkatan dari kadar
Blood Urea Nitrogen
(BUN) menunjukkan
adanya gagal ginjal atau
azotemmia pra-renal atau
pasca renal.
4. Pemeriksaan toksikologi

Jika dicurigai adanya kasus


overdosis, pemeriksaan darah,
urine, dan aspirat lambung dapat
mengidentifikasi tertelannya
obat yang menimbulkan asidosi
metabolik.

H. Pemeriksaan penunjang
1) Darah Lengkap
Meningkatnya leukosit merupakan penemuan yang
nonspesifik, tetapi harus dipertimbangkan adanya
septikemia, yang menyebabkan asidosis laktat. Anemia
berat dengan berkurangnya delivery O2 dapat
menyebabkan asidosis laktat.
2) Urinalisa

Pengukuran pH urine dengan adanya hipobikarbonatemia


sering digunakan untuk menilai asidifikasi ginjal. pH
urine biasanya asam < 5.0. Dalam asidemia, urine
biasanya menjadi lebih asam. Jika pH urine di atas 5,5
pada kondisi asidemia, temuan ini merupakan tipe I RTA.

16
Urin yang alkali khas pada keracunan salisilat. Toksisitas
terhadap Ethylene glycol dapat ditemukan kristal kalsium
oksalat, yang muncul berbentuk jarum, dalam urin.

3) Serum Kimia

Kadar natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat yang


digunakan dalam perhitungan serum anion gap (SIG).
Fosfat, magnesium, serta kadar serum albumin juga
digunakan untuk menghitung SIG.
Hiperkalemia sering mempersulit asidosis metabolik. Ini
biasanya terlihat pada asidosis anorganik (yaitu, non -
AG). Diabetik ketoasidosis (DKA) sering terjadi
hiperkalemia yang merupakan akibat dari defisiensi
insulin dan efek hiperosmolalitas. Asidosis laktat dan
bentuk lain dari asidosis organik umumnya tidak muncul
dengan pergeseran kalium secara signifikan. Kadar
glukosa umumnya meningkat pada DKA, dan mungkin
rendah, normal, atau sedikit meningkat pada alkohol
ketoasidosis. BUN dan kadar kreatinin meningkat pada
asidosis uremik.
4) Serum Anion Gap (AG)

Perhitungan AG sering membantu dalam diagnosis


diferensial asidosis metabolik. AG adalah perbedaan
antara konsentrasi plasma dari kation plasma yang diukur
(yaitu, Na+) dan anion yang diukur (yaitu, klorida [Cl-],
HCO3-).
Perhitungan : AG = (Na +) - ([Cl-] + [HCO3-])

AG yang normal adalah 8 - 16 mEq/L, dengan nilai rata-


rata 12. Beberapa penulis menambahkan K+ pada
pengukuran kation, dengan nilai normal AG adalah 12 -
20 mEq/L.

17
Asidosis metabolik dengan AG yang tinggi dikaitkan
dengan penambahan asam endogen atau eksogen yang
dihasilkan. Asidosis metabolik dengan AG normal
dihubungkan dengan hilangnya HCO3 atau kegagalan
untuk mengeluarkan H+ dari tubuh.
5) Kadar Keton

Peningkatan keton menunjukkan diabetes, alkohol,


dan ketoasidosis starvation.

6) Kadar serum laktat

Konsentrasi laktat plasma normal adalah 0,5 - 1,5 mEq/L.


Asidosis laktat dapat dipertimbangkan jika kadar laktat
plasma melebihi 4 - 5 mEq/L pada pasien asidemia.
I. Penatalaksanaan medis
Pengobatan asidosis metabolik tergantung pada
penyebabnya. Sebagai contoh, diabetes dikendalikan dengan
insulin atau keracunan dilatasi dengan membuang bahan
racun tersebut dari dalam darah. Kadang-kadang perlu
dilakukan analisa untuk mengobati overdosis atau keracunan
yang berat. Asidosis metabolik juga dapat diobati secara
langsung bila terjadi asidosis ringan, yang di perlikan hanya
caira intravena dan pengobatan terhadap penyebabnya. Bila
terjadi asidosis berat, diberikan bikarbonat mungkin secara
intravena ,tetapi bikarbonat hanya memberikan kesembuhan
sementara dan dapat membahayakan. Penanganan asidosis
metabolik adalah untuk meningkatkan pH sistemik sampai
ke batas aman,dan mengobati penyebab asidosis yang
mendasari. Untuk dapat kembali ke batas aman pada pH 7,20
atau 7,25 hanya di butuhkan sedikit peningkatan pH.
Gangguan proses psikologis yang serius baru timbul jika
HCO3- <15 mEq/L dan pH <7,20. Asidosis metabolik aharus
dikoreksi secara berlahan untuk menghindari timbulnya

18
komplikasi akibat pemberian NaHCO3.
a. Prognosis
Prognosis pasien asidosis metabolik laktat lebih buruk
dibandingkan asidosis metabolik non-laktat meskipun
kadar asidodis lebih ringan. Penentuan kadar laktat
penting pada pasien dengan syok, sepsis, asma, pasca
operasi, cedera otak, gagal hati, cedera paru akut (acute
lung injury), dan keracunan. Kadar laktat tinggi pada
pemeriksaan awal secara bermakna berhubungan
dengan peningkatan angka mortalitas. Kadar laktat yang
diukur pada 24 jam setelah masuk rumah sakit mempunyai
sensitivitas 55,6% dan spesifisitas 97,2% untuk
memperkirakan prognosis pasien sakit berat. Angka
kematian (mortalitas) pasien asidosis metabolik laktat
dewasa hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan pasien
sakit berat dengan asidosis metabolik non laktat.
Mortalitas asidosis metabolik laktat pasien yang dirawat
unit perawatan intensif, berkisar 22-80,8%.

J. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian keperawatan pada kasus asidosis metabolik

1. Riwayat kesehatan

1. Riwayat mengonsumsi alkohol


2. Riwayat berolahraga untuk waktu yang lama
3. Memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus

2. Pemeriksaan fisik

1. B1 (Breathing)

Pasien dengan asidosis metabolik akut


menunjukkan takipnea dan hiperpnea (pernapasan
kussmaul) sebagai tanda-tanda fisik yang

19
menonjol. Hiperventilasi juga ditemukan pada
pasien asidosis metabolik.
2. B2 (Blood)

Asidemia berat (yaitu, pH <7.10) dapat


mempengaruhi pasien untuk terjadinya aritmia
ventrikel yang fatal, dan dapat mengurangi
kontraktilitas jantung dan respon inotropik
katekolamin, mengakibatkan hipotensi dan gagal
jantung kongestif.

3. B3 (Brain)

a. Kelumpuhan saraf kranial dapat


terjadi pada keracunan etilena
glikol.

b. Edema retina dapat dilihat pada keracunan


metanol.
c. Kelesuan, pingsan, dan koma
dapat terjadi pada asidosis
metabolik yang berat, terutama
jika dikaitkan dengan konsumsi
zat beracun.
4. B4 (Bladder)

Tidak ditemukan keluhan.

5. B5 (Bowel)

Mual, muntah, sakit perut, dan


diare (terutama dalam ketoasidosis
diabetik dan uremik asidosis)

20
6. B6 (Bone)

Tidak ditemukan keluhan

3. Pemeriksaan penunjang

1. Gas darah arteri :


A. A
n
a
l
i
s
a

g
a
s

d
a
r
a
h

a
r
t
e
r
i

21
p
H

<

7
.
3
5
HCO3 < 22 mEq/L
PaCO2 < 38 mmHg
b. Serum HCO3 < 22 mEq/L
c. Serum elektrolit: potasium
d. EKG: disritmia

2. Serum elektrolit
3. pH urine
b. Diagnosis keperawatan pada kasus asidosis metabolik

1. Pola napas tidak efektif berhubungan


dengan kompensasi paru-paru ditandai
dengan dispneu
2. Penurunan curah jantung berhubungan
dengan aritmia ditandai dengan penurunan
tekanan darah
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
c. Perencanaan keperawatan pada kasus asidosis metabolic
Diagnosis keperawatan :
- 1. Pola napas tidak efektif
berhubungan dengan kompensasi paru-
paru ditandai dengan dispneu
Kriteria hasil :

2. Dispnea menurun

22
3. Penggunaan otot bantu napas menurun

4. Pemanjangan fase ekspirasi menurun

5. Frekuensi napas membaik

6. Kedalaman napas membaik

23
Tindakan : Observasi
1) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
napas)
2) Monitor bunyi napas tambahan (gurgling,mengi,
wheezing, ronkhi kering)
3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terape
utik
1) Pertahankan kepatenan jalan napan dengan head-
tilt dan chin-lift
2) Posisikan semi-fowler atau fowler
3) Berikan minum hangat
4) Lakukan fisioterapi dada, bila perlu
5) Berikanoksigen
Edukasi

1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak


kontraindikasi

2)
A
j
a
r
k
a
n

t
e
k
n

24
i
k

b
a
t
u
k

e
f
e
k
t
i
f

K
o
l
a
b
o
r
a
s
i
1) Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2. Diagnosis keperawatan :
Penurunan curah jantung berhubungan

25
dengan aritmia ditandai dengan
penurunan tekanan darah
Kriteria hasil :

1. Kekuatan nadi perifer meningkat

2. Bradikardi menurun

3. Takikardi menurun

4. Gambaran EKG aritmia menurun

5. Dyspnea menurun

6. Takanan darah membaik

Tindakan: Observasi

1) Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah


jantung (meliputi dyspnea, kelelahan, edema)
2) Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah
jantung

3) Monitor tekanan darah

4) Monitor intake dan output cairan

5) Monitor saturasi oksigen

6) Monitor aritmia

Terapeutik
1) Posisikan semi-fowler atau fowler dengan kaki ke
bawah atau posisi yang nyaman
2) Berikan diet yang sesuai

3) Berikan dukungan emosional dan spiritual

4) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi

26
oksigen >94%

Edukasi
1) Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi

2) Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan


output cairan harian

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
3. Diagnosis keperawatan : Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan
kelemahan
Kriteria hasil :

1. Frekuensi nadi meningkat

2. Keluhan lelah menurun

3. Dispnea saat aktivitas menurun

4. Dispnea setelah aktivitas menurun

Tindakan: Observasi

1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang


mengakibatkan kelelahan

2) Monitor kelelahan fisik dan emosional

3) Monitor pola dan jam tidur

4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama


melakukan aktivitas

Terapeutik
1) Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
stimulus

27
2) Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif

3) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan

Edukasi
1) Anjurkan tirah baring

2) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan

DAFTAR PUSTAKA

AIPNI, T. K. (2015). Kurikulum Pendidikan Ners KKNI. Jakarta: AIPNI,


Indonesia.
American Heartt Association. (2010). Adult Basic Life Support. http://circ.
ahajournalsorg/cgi/content full/122/18_suppl_3/s685, diakses tanggal 8
februari 2023.

American Heartt Association. (2010). Pediatric Basic Life Support. http://circ.


ahajournalsorg/cgi/content full/122/18_suppl_3/s685, diakses tanggal 8
februarir 2023.

Bresler, Michael Jay, et all. (2000). Manual Kedokteran Darurat. Edisi 6. USA:
Mosby, Inc.
Brunner & Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi. 8. Jakarta: EGC.
Bunga, A.L. Taringan, E. (2013). Prosedur Keterampilan Klinik Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: STIK Sint Carolus
Carpenito, L.J. (2000). Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktis Klinis.
Jakarta: EGC.
Carpenito, Lynda Juall.1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

28
Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih
bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
Emergency Nurses Association. (2006). Sheehy’s Manual of Emergency Care,
6th Ed
Emergency Nurses Association. (2006). Sheehy’s Manual of Emergency Care,
6th edition. Singapore. Elsevier Mosby.
Hudak, C & Gallo, B & Morton P. (2007). Critical Care Nursing: A Holistic
Approach. Philadelphia Lipincott
Kozier, B. Erb, G. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7. Jakarta:
EGC
Phipps, Wilma. et al, (1991), Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical
Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP . (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
DPP
PPNI. Jakarta Selatan.

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP . (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
DPP
PPNI. Jakarta Selatan.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP . (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
DPP
PPNI. Jakarta Selatan.

29

Anda mungkin juga menyukai