Anda di halaman 1dari 25

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keseimbangan asam basa adalah homeostasis dari kadar ion hydrogen
([H+]). Pada cairan tubuh asam terus menerus diproduksi dalam metabolisme
yang normal. Meskipun terbentuk banyak asam sebagai hasil metabolisme, namun
[H+] cairan tubuh tetap rendah. Kadar H normal dari arteri adalah 4 x 10-8 mEq/L
atau sekitar 1 per sejuta dari kadar Na+. meskipun rendah, kadar [H+] yang stabil
perlu dipertahankan agar fungsi sel dapat berjalan normal, karena sedikit fluktuasi
(naik turun) sangat mempengaruhi aktivitas enzim sel sehingga merubah seluruh
fungsi sel dan tubuh. Karena konsentrasi ion hydrogen normalnya adalah rendah
dan karena jumlahnya yang kecil ini tidak praktis, biasanya konsentrasi ion
hydrogen disebut dalam skala logaritma dengan menggunakan satuan pH. 1,3
Pengaturan keseimbangan ion hydrogen dalam beberapa hal sama dengan
pengaturan ion-ion lain dalam tubuh. Sebagai contoh, untuk mencapai
homeostasis, harus ada keseimbangan antara asupan dan produksi ion hydrogen
dan pembuangan ion hydrogen dari tubuh. Dan seperti pada ion-ion lain, ginjal
memainkan peranan kunci dalam pengaturan konsentrasi ion hydrogen. Terdapat
juga mekanisme penyangga asam basa yang melibatkan darah, sel-sel, dan paruparu yang perlu untuk mempertahankan konsentrasi ion hydrogen normal dalam
cairan ekstraseluler dan intraseluler. 1,3

Gangguan keseimbangan asam basa disebut dengan istilah asidosis bila pH


darah bersifat asam dan alkalosis jika pH darah bersifat basa. Tergantung proses
primernya dapat dibagi menjadi asidosis atau alkalosis respiratorik (proses
primernya pada pernapasan) dan asidosis atau alkalosis metabolic (proses
primernya adalah gangguan metabolic). Akhiran osis pada asidosis ataupun
alkalosis menunjukkan proses primer yang menghasilkan asam atau basa tanpa
melihat nilai pH darah. Pada asidosis atau alkalosis ringan yang terkompensasi
sempurna, pH darah dapat tetap normal. Pada setiap gangguan keseimbangan
asam basa, selalu akan diikuti kompensasi untuk mempertahankan pH normal.
Kompensasi dari asidosis respiratorik adalah alkalosis metabolic, sedangkan
kompensasi dari alkalosis respiratorik adalah asidosis metabolic dan demikian
juga sebaliknya. 4,5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asam dan Basa
Asam adalah setiap senyawa kimia yang melepaskan ion hidrogen ke suatu
larutan atau ke senyawa biasa. Sedangkan basa adalah senyawa kimia yang
menerima ion hidrogen. Adapun beberapa definisi oleh

para pakar dimana

menurut Bronsted-Lowry, Asam didefinisikan sebagai senyawa kima yang dapat

bertindak sebagai proton donor (H +), sedangkan basa adalah senyawa kimia yang
dapat bertindak sebagai akseptor proton. Dalam solusi fisiologis, mungkin lebih
baik menggunakan definisi dari Arrhenius, dimana dia mendefinisikan asam
sebagai senyawa yang mengandung hidrogen dan bereaksi dengan air untuk
membentuk ion hidrogen dan basa adalah senyawa yang menghasilkan ion
hiroksida dalam air. 1,2
Asam kuat adalah asam yang berdiosiasi dengan cepat terutama
melepaskan sejumlah besar ion H+ dalam larutan, contohnya HCl. Asam lemah
mempunyai lebih sedikit kecenderungan untuk berdisosiasikan ion-ionnya dan
oleh karena itu kurang melepaskan H+, contohnya adalah H2CO3. 1
Basa kuat adalah suatu basa yang secara cepat dan kuat dengan H + dan
oleh karena itu dengan cepat menghilangkannya dari larutan. Contohnya adalah
ion hirdoksil (OH-) yang bereaksi dengan cepat membentuk air (H2O). Basa lemah
adalah basa yang secara lemah bereaksi dengan ion H+, contohnya adalah HCO3-.1
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H +
bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata adalah 7,4, pH darah arteri 7,45 dan darah
vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah >7,45 dikatakan
alkalosis. Ion H+ terutama diperoleh dari aktivitas metabolik tubuh. H + secara
normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
1. Pembentukan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi H +
dan bikarbonat.
2. Katabolisme zat organik
3. Disosiasi asam organik pada metabolismme intermedia, misalnya pada
metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan laktat, sebagian asam ini
akan berdisosiasi melepaskan ion H+. 1,2

Fluktuasi konsentrasi ion H+ dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel,
antara lain :
1. Perubahan eksitabilitas saraf dan otot. Pada asidosis terjadi depresi
susunan saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hiperekstabilitas.
2. Mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh.
3. Mempengaruhi konsentrasi ion K+
Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H+ maka tubuh berusaha mempertahankan
ion H+ seperti semula dengan cara:
1. Mengaktifkan sistem buffer
2. Mekanisme pengontrolan pH (kompensasi) oleh sistem pernapasan.
3. Mekanisme pengontrolan pH (kompensasi) oleh sistem ginjal. 1,2
2.2 Mekanisme Kompensasi
Respon fisiologis untuk mengubah H+ dikarakteristikan oleh 3 fase, yaitu;
1. Body buffer
Fisiologis dari buffer penting pada manusia termasuk bikarbonat
(H2CO3/HCO3-), hemoglobin (HbH/Hb-), protein intraseluler lainnya
(PrH/Pr), fosfat (H2PO4-/HPO42-) dan ammonia (NH3/NH4+). Efektivitas
dari buffer ini pada berbagai kompertemen cairan berhubungan dengan
konsentrasi mereka. Bikarbonat merupakan buffer yang paling penting
dalam kompartemen cairan ekstraseluler. Hemoglobin, meskipun dibatasi
oleh sel darah merah, juga berfungsi sebagai buffer yang penting dalam
darah. Protein lain mungkin memainkan peran utama dalam buffer pada
kompartemen cairan intraseluler. Ion fosfat dan ammonium merupakan
buffer yang penting pada urine. 3,4
Bikarbonat

Meskipun dalam arti yang ketat, buffer bikarbonat terdiri dari


H2CO3 dan HCO3-, tekanan CO2 dapat menggantikan H2CO3
karena:
H2O + CO2 H2CO3 H+ +HCO3Hidrasi CO2 dikatalis oleh karbonat anhidrase, jika penyesuaianpenyesuaian yang dibuat untuk buffer bikarbonat dan jika koefisien
kelarutan untuk CO2 dipertimbangkan, persamaan HendersonHasselbach untuk bikarbionat dapat ditulis sebagai berikut:
HCO 3

pH = Pk+ (
)

dimana pK= 6,1


Dicatat bahwa Pk yang baik dihapus dari pH arteri normal
7,40 yang berarti bahwa bikarbonat tidak akan diharapkan untuk
menjadi buffer ekstraseluler yang efesien. Sistem bikarbonat
bagaimanapun penting karena dua alasan:
1. Bikarbonat hadir dalam konsentrasi tinggi yang relatif pada
cairan ekstreseluler.
2. Lebih penting lagi, PaCO2 dan plasma [HCO3-] diatur secara
ketat oleh paru-paru dan ginjal.
Kemampuan dua organ ini

untuk

mengubah

rasio

[HCO3-/PaCO2 memungkinkan mereka untuk mengerahkan


pengaruh penting teradap pH arteri.
Derivasi sederhana dan lebih praktis

dari

persamaan

Henderson-hasselbach untuk buffer bikarbonat adalah sebagai


berikut :
[H+] = 24 x PaCO2
(HCO3-)

Harus ditekankan bahwa buffer bikarbonat efektif terhadap metabolisme


tetapi tidak pada gangguan asam basa pernapasan. 1,3,4,5
2. Kompensasi Respiratorik
Perubahan pada ventilasi alveolar berespon terhadap kompensasi
respiratorik dari PaCO2 pada brainstem. Respon reseptor ini untuk mengubah pH
dari cairan CSF. Minute ventilation meningkat 1-4 L/menit untuk setiap (akut) 1
mmHg peningkatan PaCo2. Kenyataannya, paru-paru berespon untuk eliminasi
dari 15 mEq produksi CO2 setiap harinya sebagai hasil sampingan karbohidrat dan
metabolisme lemak. Respon kompensasi respiratorik juga penting dalam
melindungi penanda perubahan pH selama gangguan metabolik.
Disamping itu kemoreseptor pada arkus aorta dan sinus carotid yang
mengatur frekuensi dan dalamnya nafas juga dipengaruhi oleh perubahan O2, pH
dan CO2 dalam darah. Kompensasi respiratori dalam mempertahankan
keseimbangan asam basa adalah dengan pengaturan konsentrasi CO2 cairan
ekstraseluler oleh paru. Dengan menyesuaikan PCO 2 meningkat atau menurun,
paru secara efektif akan mengatur konsentrasi ion hydrogen cairan ekstraseluler.
Peningkatan ventilasi akan mengurangi CO2 dan mengurangi konsentrasi ion
hidrogen demikian juga sebaliknya.
Pengaturan konsentrasi ion hidrogen dengan ventilasi paru ini diatur oleh
sistem sirkulasi darah. Bila terjadi kenaikan pCO 2, CO2 akan bereaksi dengan H2O
dan menghasilkan ion H+. Ion H+ ini akan merangsang kemoreseptor diarkus aorta
dan sinus carotid, kemudian N.IX dan X akan mengirimkan sinyal ke pusat
pernapasan untuk meningkatkan ventilasi. Akibatnya, kadar CO2 berkurang dan
pH bertambah.
Selain CO2, penurunan kadar oksigen (hipoksemia) yaitu bila pO2 < 60
mmHg juga menstimulasi reseptor sinus carotid. Dan ion H+ dari produksi asam

(misalnya asam laktat) selain hasil disosiasi CO2 juga bisa merangsang
kemoreseptor perifer

Kompensasi respiratorik selama asidosis metabolik


Penurunan pH darah arteri menstimulasi pusat pernapasan pada
brainsterm. Hasil peningkatan ventilasi alveolar menurunkan PaCO 2 dan

cenderung untuk mengembalikan pH arteri ke nilai normal.


Kompensasi respiratorik dalam alkalosis metabolik
Peningkatan pH arteri menekan pusat pernapasan. Hasil dari
hipoventilasi

alveolar

cenderung

meningkatkan

PaCO2

dan

mengembailkan pH arteri kenilai normal. 6,7


3. Kompensasi Ginjal
Regulasi ginjal untuk mengatur keseimbangan asam basa dilakukan dengan
mengeluarkan urine yang asam atau basa. Pengeluaran urine asam akan
mengurangi jumlah asam dalam cairan ekstraseluler dan meningkatkan pH.
Sedangkan pengeluran urine basa akan menghilangkan basa dari cairan
ekstraseluler dan menurunkan pH. 6,7
Ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler melalui tiga
mekanisme, yaitu sekresi ion hdrogen dan reabsorbsi ion bikarbonat, asidifikasi
buffer dan eksresi ammonia. 6,7
Kompensasi Ginjal selama Asidosis
Respon ginjal terhadap keadaan asam terdiri dari 3 langkah:
- Peningkatan reabsorbsi HCO3- yang difiltrasi
- Peningkatan eksresi titrable acids
- Peningkatan produksi ammonia

Kompensasi ginjal selama alkalosis


Jumlah HCO3- yang banyak secara normal difiltrasi dan kadangkadang direabsorbsi karena ginjal butuh eksresi bikarbonat dalam
jumlah yang banyak jika dibutuhkan. Sebagai hasilnya, ginjal sangat

efektif dalam proteksi terhadap keadaan metabolic alkalosis yang secara


umum terjadi karena defisiensi sodium atau mineral kortikoid berlebih.
Deplesi dari sodium akan menurunkan volume cairan ekstraseluler dan
meningkatkan reabsorbsi Na+ dari tubulus proksimal ginjal. 6,7
2.3

Gangguan Keseimbangan Asam-Basa


Keseimbangan asam-basa darah dikendalikan secara seksama, karena

perubahan pH yang sangat kecil pun dapat memberikan efek yang serius terhadap
beberapa organ. 6
Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan
asam-basa darah: . 7
1. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk
amonia. Ginjal memiliki kemampuan untuk mengatur jumlah asam atau basa yang
dibuang, yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.
2. Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung
terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu
penyangga ph bekerja secara kimiawi untuk meminimalkan perubahan pH suatu
larutan. Penyangga pH yang paling penting dalam darah adalah bikarbonat.
Bikarbonat (suatu komponen basa) berada dalam kesetimbangan dengan
karbondioksida (suatu komponen asam). Jika lebih banyak asam yang masuk ke
dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan lebih
sedikit karbondioksida. Jika lebih banyak basa yang masuk ke dalam aliran darah,
maka akan dihasilkan lebih banyak karbondioksida dan lebih sedikit bikarbonat.
3. Pembuangan karbondioksida. Karbondioksida adalah hasil tambahan penting
dari metabolisme oksigen dan terus menerus yang dihasilkan oleh sel. Darah
membawa karbondioksida ke paru-paru dan di paru-paru karbondioksida tersebut
dikeluarkan (dihembuskan). 6,7

Pusat pernafasan di otak mengatur jumlah karbondioksida yang


dihembuskan dengan mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Jika
pernafasan meningkat, kadar karbon dioksida darah menurun dan darah menjadi
lebih basa. Jika pernafasan menurun, kadar karbondioksida darah meningkat dan
darah menjadi lebih asam. Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman
pernafasan, maka pusat pernafasan dan paru-paru mampu mengatur pH darah
menit demi menit. 6,7
Adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian pH
tersebut, bisa menyebabkan salah satu dari 2 kelainan utama dalam keseimbangan
asam basa, yaitu asidosis atau alkalosis. 6,7

Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung
asam (atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering menyebabkan
menurunnya pH darah.
Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak
mengandung basa (atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang
menyebabkan meningkatnya pH darah.

10

Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih


merupakan suatu akibat dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan alkalosis
merupakan petunjuk penting dari adanya masalah metabolisme yang serius.
Asidosis dan alkalosis dikelompokkan menjadi metabolik atau respiratorik,
tergantung kepada penyebab utamanya. 3
Asidosis metabolik dan alkalosis

metabolik

disebabkan

oleh

ketidakseimbangan dalam pembentukan dan pembuangan asam atau basa oleh


ginjal. Asidosis respiratorik atau alkalosis respiratorik terutama disebabkan oleh
penyakit paru-paru atau kelainan pernafasan. 3,4
2.3.1 Asidosis
a. Definisi
Asiodos adalah suatu keadaan dimana adanya peningkatan asam didalam
darah yang disebabkan oleh berbagai keadaan dan penyakit tertentu yang mana
tubuh tidak bisa mengeluarkan asam dalam mengatur keseimbangan asam basa.
Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan fungsi sistem organ tubuh manusia.
Gangguan keseimbangan ini dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar
yaitu metabolik dan respiratorik. Ginjal dan paru merupakan dua organ yang
berperan penting dalam pengaturan keseimbangan ini. 5
b. Patogenesis
Pada keadaan asidosis yang berperan adalah sistem buffer (penyangga)
pada referensi ini akan dibahas tentang sistem buffer bikarbonat. Sistem
penyangga bikarbonat terdiri dari larutan air yang mengandung bikarbonat yang
terdiri dari larutan air yang mengandung dua zat yaitu asam lemah (H 2CO3) dan

11

garam bikarbonat seperti NaHCO3. H2CO3 dibentuk dalam tubuh oleh reaksi
CO2 dengan H2O.
CO2 + H2O <-> H2CO3
Reaksi ini lambat dan sangat sedikit jumlah H 2CO3 yang dibentuk kecuali
bila ada enzim karbonik anhidrase. Enzim ini terutama banyak sekali di dinding
alveoli paru dimana CO2 dilepaskan, karbonik anhidrase juga ditemukan di sel-sel
epitel tubulus ginjal dimana CO2 bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3
H2CO3 berionisasi secara lemah untuk membentuk sejumlah kecil H+ dan HCO3H2CO3 <-> H+ + HCO3Komponen kedua dari sistem yaitu garam bikarbonat terbentuk secara
dominan sebagai Natrium Bicarbonat (NaHO3) dalam cairan ekstraseluler.
NaHCO3 berionisasi hampir secara lengkap untuk membentuk ion-ion bicarbonat
(HCO3-) dan ion-ion natrium (Na+) sebagai berikut :
NaHCO3 <-> Na+ + HCO3Sekarang dengan semua sistem bersama-sama, kita akan mendapatkan sebagai
berikut :
CO2 + H2O <-> H2CO3 <-> H+ + HCO3- + Na+
Akibat disosiasi H2CO3 yang lemah, konsentrasi H+ menjadi sangat kuat
bila asam kuat seperti HCl ditambahkan ke dalam larutan penyangga bicarbonat,
peningkatan ion hidrogen yang dilepaskan oleh asam disangga oleh HCO3 :
H + + HCO3- H2CO3 CO2 + H2O
Sebagai hasilnya, lebih banyak H2CO3 yang dibentuk. Meningkatkan
produksi CO2 dan H2O. Dari reaksi ini kita dapat melihat bahwa ion hidrogen dari
asam kuat HCl, bereaksi dengan HCO3- untuk membentuk asam yang sangat
lemah yaitu H2CO3 yang kemudian membentuk CO 2 dan H2O. CO2 yang
berlebihan sangat merangsang pernapasan yang mengeluarkan CO 2 dari cairan
ekstraseluler. Ini berpengaruh terjadinya asidosis pada tubuh. 3,5
1. Asidosis Metabolik . 8

12

Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai


dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman
melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring
dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat
sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara
menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha
mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam
dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh
terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat
dan berakhir dengan keadaan koma. 8
a. Etiologi

Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok


utama:
1. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau
suatu bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang menyebabkan
asidosis bila dimakan dianggap beracun. Contohnya adalah metanol (alkohol
kayu) dan zat anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan
asidosis metabolik.
2.Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme.
Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari
beberapa penyakit; salah satu diantaranya adalah diabetes melitus tipe I. Jika
diabetes tidak terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan
menghasilkan asam yang disebut keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan
pada syok stadium lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula.

13

3. Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam
dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normal pun bisa
menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi
ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita
gagal ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk
membuang asam.
Secara umum, Penyebab utama dari asidois metabolik:
-

Gagal ginjal
Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
Ketoasidosis diabetikum
Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol,

paraldehid, asetazolamiatau amonium klorida


Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena
diare, ileostomi atau kolostomi.

Beberapa penyebab yang sering terjadi pada keadaan asidosis metabolik :

Asidosis di Tubulus Ginjal . 8


Asidosis tubulus renalis (ATR) atau Renal tubular acidosis (RTA) adalah suatu

penyakit ginjal (renal) khususnya pada bagian tubulus renalis-nya. Menurut


sejumlah literature ilmiah bidang kesehatan, penyakit ATR ini memang tergolong
penyakit langka, dengan manifestasi klinis yang tidak spesifik sehingga diagnosis
sering terlambat. Akibat dari gangguan ekresi ion Hidrogen atau reabsorbsi
bikarbonat oleh ginjal atau kedua-duanya. Gangguan reabsorbsi bikarbonat
tubulus

ginjal

menyebabkan

hilangnya

bicarbonat

dalam

urine

atau

ketidakmampuan mekanisme sekresi Hidrogen di tubulus ginjal untuk mencapai


keasaman urin yang normal menyebabkan ekresi urin yang alkalis. Dalam

14

keadaan normal, ginjal menyerap asam sisa metabolisme dari darah

dan

membuangnya ke dalam urin. Pada penderita penyakit ini, bagian dari ginjal yang
bernama tubulus renalis tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga
hanya sedikit asam yang dibuang ke dalam urin. Akibatnya terjadi penimbunan
asam dalam darah, yang mengakibatkan terjadinya asidosis, yakni tingkat
keasamannya menjadi di atas ambang normal. Diduga penyakit ini disebabkan
faktor keturunan atau bisa timbul akibat obat-obatan, keracunan logam berat atau
penyakit autoimun (misalnya lupus eritematosus sistemik atau sindroma Sjogren).
Sejauh ini dunia kedokteran belum menemukan obat atau terapi untuk
menyembuhkannya, karena penyakit ini tergolong sebagai kerusakan organ tubuh,
sepertipenyakit diabetes mellitus (akibat kerusakan kelenjar insulin).
Sementara ini penanganan ATR baru sebatas terapi untuk mengontrol
tingkat keasaman darah, yaitu dengan memberikan obat yang mengandung zat
bersifat basa (alkalin) secara berkala (periodik), sehingga tercapai tingkat
keasaman netral, seperti pada orang normal. Zat basa ini mengandung bahan aktif
natrium bikarbonat (bicnat).

Diare . 2
Diare berat mungkin merupakan penyebab asidosis yang paling sering.

Penyebabnya adalah hilangnya sejumlah besar natrium bicarbonat ke dalam feses,


sekresi gastrointestinal secara normal mengandung sejumlah besar bicarbonat dan
diare ini menyebabkan hilangnya ion bicarbonat dari tubuh. Bentuk asidosis
metabolik ini berlangsung berat dan dapat menyebabkan kematian terutama pada
anak-anak.

Diabetes Melitus 2

15

Diabetes melitus disebabkan oleh tidak adanya sekresi insulin oleh pankreas
yang menghambat penggunaan glukosa dalam metabolisme.Ini terjadi karena
adanya pemecahan lemak menjadi asam asetoasetat dan asam ini di metabolisme
oleh jaringan untuk menghasilkan energi, menggantikan glukosa. Pada DM yang
berat kadar Asetoasetat dalam darah meningkat sangat tinggi sehingga
menyebabkan asidosis metabolik yang berat.

Penyerapan Asam 2
Jarang sekali sejumlah besar asam diserap dari makanan normal akan

tetapi asidosis metabolik yang berat kadang-kadang dapat disebabkan oleh


keracuan asam tertentu antara lain aspirin dan metil alkohol.

Gagal Ginjal Kronis 2


Saat fungsi ginjal sangat menurun terdapat pembentukan anion dari asam

lemak dalam cairan tubuh yang tidak eksresikan oleh ginjal. Selain itu penurunan
laju filtrasi glomerulus mengurangi eksresi fosfat dan NH4 + yang mengurangi
jumlah bikarbonat.
b. Gejala Klinis 4
Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun biasanya
penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan. Pernafasan menjadi lebih dalam
atau sedikit lebih cepat, namun kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal
ini. Sejalan dengan memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan
yang luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan mengalami kebingungan. Bila
asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat turun, menyebabkan syok,
koma dan kematian.

16

c. Diagnosa 4
Diagnosis asidosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran pH
darah yang diambil dari darah arteri (arteri radialis di pergelangan tangan). Darah
arteri digunakan sebagai contoh karena darah vena tidak akurat untuk mengukur
pH darah. Untuk mengetahui penyebabnya, dilakukan pengukuran kadar karbon
dioksida dan bikarbonat dalam darah. Mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan
untuk membantu menentukan penyebabnya. Misalnya kadar gula darah yang
tinggi dan adanya keton dalam urin biasanya menunjukkan suatu diabetes yang
tak terkendali. Adanya bahan toksik dalam darah menunjukkan bahwa asidosis
metabolik yang terjadi disebabkan oleh keracunan atau overdosis. Kadang-kadang
dilakukan pemeriksaan air kemih secara mikroskopis dan pengukuran pH air
kemih.
d. Penatalaksanaan 4
Pengobatan asidosis metabolik tergantung kepada penyebabnya. Sebagai
contoh, diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan diatasi dengan
membuang bahan racun tersebut dari dalam darah. Kadang-kadang perlu
dilakukan dialisa untuk mengobati overdosis atau keracunan yang berat. Asidosis
metabolik juga bisa diobati secara langsung. Bila terjadi asidosis ringan, yang
diperlukan hanya cairan intravena dan pengobatan terhadap penyebabnya.
Bila terjadi asidosis berat, diberikan bikarbonat mungkin secara intravena; tetapi
bikarbonat hanya memberikan kesembuhan sementara dan dapat membahayakan.
Koreksi asidosis metabolik dapat dilakukan dengan rumus yaltu:
1. (Ki - Ku) x BB x 0.6 = mEq NaHCO3.
Ki = kadar bikarbonat yang ingin dicapai
Ku = kadar bikarbonat terukur saat itu.
1. Asidosis Respiratorik . 10

17

Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena


penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru
yang buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan kedalaman pernafasan
mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal, jika
terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam.
Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur
pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam. Keadaan ini
timbul akibat ketidakmampuan paru untuk mengeluarkan CO2 hasil metabolisme
(keadaan hipoventilasi). Hal ini menyebabkan peningkatan H2CO3 dan
konsentrasi ion hidrogen sehingga menghasilkan asidosis.
a. Etiologi
Penurunan pernapasan . 10
Penurunan pernapasan melibatkan perubahan fungsi neuron dalam
menstimulus inhalasi dan ekhalasi. Neuron mengurangi pada tingkat sel tubuh
melalui zat/agen kimia dan kerusakan fisik. Penurunan kimia pada neuron dapat
terjadi sebagai hasil agen anastesi, obat obatan (narkotik) dan racun dimana
merintangi darah menuju ke otak dan langsung menghalangi depolarisasi.
Disamping itu ketidakseimbangan elektrolit (hiponatrium, hiperkalsemia dan
hiperkalemi) juga secara lambat menghalangi depolarisasi neural. Akibat neuron
respiratorik juga akan mengurangi keadaan fisik. Trauma sebagai hasil langsung
kerusakan fisik untuk neuron respirasi atau menimbulkan hypoksia sampai
iskemik yang dapat mengganggu atau menghancurkan kemampuan neuron untuk
membangkitkan dan mengirimkan impuls ke otot skeletal yang membantu dalam
respirasi. Neuron respirasi dapat rusak atau hancur secara tidak langsung apabila

18

terdapat masalah di area otak karena meningkatnya tekanan intrakranial.


Meningkatnya tekanan intrakranial ini karena adanya edema jaringan,dimana
menekan pusat pernapasan (batang otak). Trauma spinal cord, penyakit tertentu
seperti polio adalah sebab yang aktual bagi kerusakan diaxon dan penyakit lain
seperti mistenia gravis, dan syndrom Guillain-Barre yang mengganggu tranmisi
impuls nervous ke otot skele.

Inadequatnya Ekspansi Dada 10


Karena ekspansi ini penting untuk mengurangi tekanan di dalam rongga

dada sehingga terjadi pernapasan. Beberapa kondisi membatasi ekspansi dada


sehingga menghasilkan inadequatnya pertukaran gas walaupun jaringan paru sehat
dan pusat pesan sudah dimulai dan transmisi yang tepat. Beberapa orang
mengalami masalah dalam ekspansi dada dapat mencukupi pertukaran gas selama
periode istirahat sehingga retensi CO2 tidak terjadi pada waktu itu. Bagaimanapun
meningkatnya aktivitas atau kerusakan pada jaringan paru menghasilkan
permintaan untuk pertukaran gas dimana seseorang tidak dapat memenuhinya,
hasilnya acidemia. Tidak adekuatnya ekspansi dada dapat dihasilkan dari trauma
skeletal atau deformitas, kelemahan otot respirasi. Masalah skeletal yang
membatasi perpindahan pernapasan dalam dinding dada jika terdapat kerusakan
tulang atau malformasi tulang yang menyebabkan distorsi dalam fungsi dada.
Struktur tulang dada yang tidak berbentuk serasi dapat membentuk deformasi
pada rongga dada dan mencegah penuhnya ekspansi pada satu atau kedua paru.
Deformitas skeletal mungkin congenital: hasil dari kesalahan pertumbuhan tulang
( seperti skoliosis, osteogenesis imperfecta dan syndrome Hurlers) atau hasil
yang tidak seimbang dari degenerasi jaringan tulang (osteoporosis, metastase sel

19

kanker).

Kondisi

kelemahan

otot

respirasi

berhubungan

dengan

ketidakseimbangan elektrolit dan kelelahan.

Obstruksi jalan napas 10


Pencegahan perpindahan masuk dan keluarnya udara pada paru melalui

bagian atas dan bawah pada obstruksi jalan napas dapat menimbulkan pertukaran
gas yang tidak efektif, retensi CO2 dan acidemia. Jalan napas bagian atas dan
bawah dapat terobstruksi secara internal dan eksternal. Kondisi eksterna yang
menyebabkan obstruksi jalan napas atas termasuk tekanan yang kuat pada daerah
leher, pembesaran nodus lympa regional. Sedangkan kondisi internal yang
menyebabkan obstruksi jalan napas atas termasuk masuknya benda asing pada
saat bernapas, konstriksi otot halus bronkial dan pembentukan edema pada
jaringan luminal. Obstruksi jalan napas bagian bawah terjadi melalui kontriksi
otot halus, pembentukan jaringan luminal, pembentukan lendir yang berlebihan.
Kondisi umum yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas bagian bawah
yaitu karena terlalu lama menderita penyakit inflamasi (bronchitis, emphysema
dan asma) dan dan masuknya bahan-bahan iritan seperti asap rokok, debu batu
bara, serat asbes, serat kapas, debu silikon dan beberapa partikel yang
mencapai jalan napas bagian bawah.

Gangguan difusi alveolar-kapiler

10

Pertukaran gas pulmonal terjadi oleh difusi di persimpangan alveolar dan


membrane kapiler. Beberapa kondisi dimana mencegah atau mengurangi proses
difusi karena dapat meretensi CO2 dan terjadi asidemia. Masalah difusi dapat
terjadi pada membran alveolar, membran kapiler atau area diantara keduanya.

20

Asidosis respiratorik sering terjadi akibat kondisi patologis yang merusak


pusat

pernapasan

atau

yang

menurunkan

kemampuan

paru

untuk

mengeliminasikan CO2.

b. Manifestasi Klinik
Meningkatnya nadi dan tingkat pernapasan
Pernapasan dangkal
Dyspnea
Pusing
Convulsi
Letargi
Kelemahan
sakit kepala
c. Penatalaksanaan 5
Asidosis respiratorik biasanya juga disertai asidosis metabolik ringan,

karena hipoksia akan menyebabkan terjadinya penimbunan asam laktat dan asam
organik lainnya dalam cairan ektraselular. Koreksi cairan perlu disertai
pemeriksaan pH dan analisis gas darah. Pengobatan yang tepat adalah
memperbaiki ventilasi dengan respirator. Pengobatan dengan natrium bikarbonat
kurang tepat, karena tindakan ini malahan akan menyebabkan hiperosmolalitas
dan gagal jantung. Pengobatan ditujukan terhadap etiologi, disamping usaha untuk
meningkatkan pCO2 dalam darah. Pemberian amonium kiorida tidak dianjurkan.
Bernapas dalam sungkup yang dipasang di wajah (rebreathing,) dapat mengurangi
gejala dan kehilangan CO2 pada hiperventilasi akut.
2.3.2 Alkalosis
a. Definisi
Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak
mengandung basa (atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang
menyebabkan peningkatan pH darah.

21

b. Etiologi
1. Alkalosis respiratori yang disebabkan rendahnya tingkat karbon.
Berada dalam tekanan tinggi atau memiliki

penyakit yang

menyebabkan bekurangnya kadar oksigen dalam darah dapat


mengakibatkan jantung bernafas lebih cepat (hiperventilate), yang
menurunkan kadar karbondioksida.
2. Metabolik alkalosis yang disebabkan oleh terlalu banyak bicarbonat di
darah.
3. Hypokelemik alkalosis disebabkan oleh respon ginjal terhadap
kurangnya atau hilangnya potassium, yang dapat muncul ketika
seseorang mengambil pengobatan diuretik.
4. Hipochloremik alkalosis disebabkan oleh kurangnya atau hilangnya
klorit, yang muncul disertai dengan muntah berkepanjangan.
1. Alkalosis Respiratorik 4
a. Definisi
Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi
basa karena pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan
kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah.
b. Etiologi
Penyebab :Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi,
yang menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang
dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling sering
ditemukan adalah kecemasan.
Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah:
-

rasa nyeri
kadar oksigen darah yang rendah
demam
overdosis aspirin

22

c. Manifestasi Klinis 8
Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas dan
dapat menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan wajah. keadaannya
makin memburuk, bisa terjadi kejang otot dan penurunan kesadaran.
d. Diagnosa 6
Diagnosis

ditegakkan

berdasarkan

hasil

pengukuran

kadar

karbondioksida dalam darah arteri. pH darah juga sering meningkat.


e. Penatalaksanaan
Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah
memperlambat

pernafasan.

Jika

penyebabnya

adalah

kecemasan,

memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit ini.Jika penyebabnya


adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri. Menghembuskan nafas
dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa membantu
meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita menghirup kembali
karbondioksida yang dihembuskannya.
Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan
nafasnya selama mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan menahan
kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam satu
rangkaian sebanyak 6-10 kali. Jika kadar karbondioksida meningkat,
gejala hiperventilasi akan membaik, sehingga mengurangi kecemasan
penderita dan menghentikan serangan alkalosis respiratorik.
2. Alkalosis Metabolik 6
a. Definisi :

23

Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan


basa karena tingginya kadar bikarbonat.
b. Etiologi
Penyebab Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak
asam. Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode
muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang
lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah
pembedahan perut).
Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang
mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat.
Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium
dalam

jumlah

yang

banyak

mempengaruhi

kemampuan

ginjal

dalam

mengendalikan keseimbangan asam basa darah.


c. Penatalaksanaan
Pengobatan alkalosis metabolik adalah dengan pemberian ainonium
kiorida dengan dosis dihitung menurut rumus:
Amonium kiorida yang diperlukan (mEq) = (Ki - Ku) x BB x fd
Keterangan:
Ki = konsentrasi bikarbonat natrikus yang diinginkan
Ku = konsentrasi bikarbonat natrikus yang diukur
BB = berat badan dalam kg
Fd = faktor distribusi dalam tubuh, untuk ainonium kiorida adalah 0.2 -0.3

BAB 3
KESIMPULAN
Pengaturan keseimbangan ion hydrogen dalam beberapa hal sama dengan
pengaturan ion-ion lain dalam tubuh. Sebagai contoh, untuk mencapai

24

homeostasis, harus ada keseimbangan antara asupan dan produksi ion hydrogen
dan pembuangan ion hydrogen dari tubuh. Dan seperti pada ion-ion lain, ginjal
memainkan peranan kunci dalam pengaturan konsentrasi ion hydrogen. Terdapat
juga mekanisme penyangga asam basa yang melibatkan darah, sel-sel, dan paruparu yang perlu untuk mempertahankan konsentrasi ion hydrogen normal dalam
cairan ekstraseluler dan intraseluler

DAFTAR PUSTAKA
1. Boyce JA. (2008). "acidosis and alcalosis". Current Molecular Medicine
(5): 3354
2. Heinz E.(1996). Acidosis and alcalosis and hipocalemia, pp. 211332
3. Sacher R.A. dan Mcpherson R.A,MPengaturan Asam-Basa dan Elektrolit
pada: Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi kedua,
4.

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2002, hh.320-340.


D, Munajat Y, Nur MB, Madjid SA, Siregar P, Aniwidyaningsih, W, dkk.
Gangguan Keseimbangan Air, Elektrolit dan Asam Basa. Edisi 2. Jakarta :

Balai Penerbit FKUI; 2010


5. Wang X. (2004). "Alkalosis". Current Opinions in Plant Biology 7 (3):
32936
6. Cumming SR, Black D, Nevitt M, Browner W, Cauley J, Ensrud K, et
acidosis. Lancet 1993;341:72-75.

25

7. Eyster KM. (2007). " Acidosis and alcalosis and hipocalemia". Advances
inPhysiology Education 31: 516
8. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga,Jilid kedua. Penerbit Media
9.

Aesculapius fakultas kedokteran Universitas Indonesia,2000


http://www.mayoclinic.com/health/asidosis/
DS00346/DSECTION
Accessed on October 28th 2010

10. Sherwood, Lauralee. (2004). Human physiology: From cells to systems.


5th ed. California: Brooks/ Cole-Thomson Learning, Inc.
11. Sacher R.A. dan Mcpherson R.A, Pengaturan Asam-Basa dan Elektrolit
pada: Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi kedua, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2002, hh.320-340.
12. Guyton A.C and Hall J.E, dalam: Buku AjarFisiologi Kedokteran Edisi ke-11,
PenerbitBuku Kedokteran EGC, Jakarta, 2008, hh.307-400.
13. Siregar P, Gangguan Keseimbangan Cairandan Elektrolit dalam: Buku Ajar
Ilmu PenyakitDalam, Edisi ke-5, Interna publishing,Jakarta, 2009, hh. 175189.
14. OCallaghan C, Sains Dasar Ginjal danGangguan Fungsi Metabolik Ginjal
At aGlance Sistem Ginjal, Edisi Kedua, PenerbitErlangga, Jakarta, 2009, hh.
22-68.http://jurnal.fk.unand.ac.id 85Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1
15. Ganong W.F, Fungsi Ginjal dan Miksi pada Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,
edisi ke-22, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,2005, hh. 725-756.

Anda mungkin juga menyukai