Anda di halaman 1dari 23

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Homeostasis adalah keadaan mempertahankan komposisi pada lingkungan internal
yang esensial bagi kesehatan, mencakup air dalam tubuh dan mempertahankan
konsentrasi pH serta elektrolit yang tepat. Pemeliharaan pH cairan ekstraseluler antara
7,35-7,45 dengan peranan penting yang dimiliki oleh sistem penyangga bikarbonat
sangat esensial bagi kesehatan. Gangguan keseimbangan asam-basa didiagnosis dalam
laboratorium klinik dengan pengukuran darah arteri dan kandungan CO2 dalam darah
vena.
Homeostasis asam-basa fisiologis normal adalah usaha dari paru-paru dan ginjal
yang terkoordinasi dan gangguan asam-basa terjadi bila salah satu atau kedua mekanisme
pengontrol ini terganggu, jadi menghambat konsentrasi ion bikarbonat atau pCO2 dalam
cairan ekstraseluler.
Bila gangguan keseimbangan asam-basa adalah akibat dari perubahan primer pada
konsentrasi ion bikarbonat cairan ekstraseluler, maka gangguan tersebut adalah gangguan
asam-basa metabolik. Oleh karena itu, asidosis yang disebabkan oleh penurunan primer
konsentrasi ion bikarbonat disebut asidosis metabolik, sedangkan alkalosis yang
disebabkan oleh peningkatan primer ion bikarbonat disebut alkalosis metabolik. Asidosis
yang disebabkan oleh peningkatan pCO2 disebut asidosis respiratorik sedangkan
alkalosis yang disebabkan oleh penurunan pCO2 disebut alkalosis respiratorik.
Pemeriksaan gas darah dan PH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan
pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai
untuk menilai Keseimbangan asam basa dalam tubuh, Kadar oksigenasi dalam darah,
Kadar karbondioksida dalam darah, sehingga dapat menentukan gangguan atau potensi
penyakit yang di alami oleh klien, Sehingga tim medis termasuk perawat dapat
memberiakan diagnosa dan asuhan keperawatan yang tepat, guna mempercepat atau me
Analisa gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH (dan juga
keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi
oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah
secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit
berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil
berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu
1

diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita
harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data
laboratorium lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA
2

1.1

FISIOLOGI KESEIMBANGAN ASAM BASA


Penjagaan homeostasis asam dan basa penting untuk kehidupan organisme
terlebih pada manusia. Berbagai definisi asam dan basa pernah dikemukakan tetapi
pendekatan yang lebih umum dikemukakan oleh Bronsted Lowry secara terpisah pada
tahun 1923. Asam didefinisikan sebagai zat yang memberikan ion H+ ke zat lain (donor
proton), sedangkan basa adalah zat yang dapat menerima ion H+ dari zat lain (akseptor
proton).
Berdasarkan kemampuan melepaskan ion H+, asam dan basa menurut Bronsted
Lowry dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Asam kuat
Asam yang berdisosiasi sempurna dalam air. HCl dalam air akan berdisosiasi
seluruhnya menjadi ion H+ dan ion Cl-. Ion H+ yang terbentuk akan diikat oleh
2.

molekul air. HCl H+ + ClAsam lemah


Asam yang hanya terdisosiasi sebagian dalam air (berdisosiasi tidak sempurna).
Asam karbonat dalam air hanya akan terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan

3.

HCO3Basa kuat
Persenyawaan yang berdiosiasi secara sempurna dalam larutan air. NaOH dalam air
akan berdisosiasi secara sempurna dalam larutan air. NaOH dalam air akan

4.

terdisosiasi seluruhnya menjadi ion Na+ dan OHNaOH Na+ + OHReaksi asam dan basa kuat berlangsung dalam satu arah.
Basa lemah
Basa yang hanya terdisosiasi sebagian dalam air atau suatu persenyawaan yang
bergabung tidak sempurna dengan ion hidrogen dalam larutan air.
NH4OH + H+

NH4+ + H2O
NH3 + H2O

NH4+ + OHReaksi asam lemah dan basa lemah dalam air merupakan reaksi keseimbangan.

Banyak senyawa biokimia yang mempunyai gugus fungsi bersifat asam lemah atau
basa lemah, misalnya gugus karboksil, gugus amino, gugus fosfat sekunder pada
protein, asam nukleat, dan koenzim. Reaksi ini berlangsung dalam dua arah.
Keseimbangan asam basa adalah suatu keadaan dimana konsentrasi ion H yang
diproduksi setara dengan konsentrasi ion H+ yang dikeluarkan oleh sel. Kesimbangan
asam basa adalah keseimbangan ion H+. Pada proses keseimbangan asam pada tingkat
molekular umumnya berhubungan dengan asam lemah dan basa lemah, begitu pula
pada tingkat konsentrasi iom H+ atau ion OH- yang sangat rendah.
3

Gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan


asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan
kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas
digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang
akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai
tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa
hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus
menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data
laboratorium lainnya.
Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung pada konsentrasi
ion H+ dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor, yaitu:
Mekanisme buffer kimia
Terdapat 3 macam buffer kimia dalam tubuh, yaitu:
1.

Sistem buffer bikarbonat-asam karbonat

2.

Sistem buffer fosfat

3.

Sistem buffer protein


Mekanisme pernafasan
Mekanisme ginjal

Mekanismenya terdiri dari:


1.

Reabsorpsi ion HCO3-

2.

Asidifikasi dari garam-garam dapar

3.

Sekresi ammonia

1.2. SISTEM BUFFER / PENYANGGA


Asam dan basa lemah merupakan penyangga (buffer) yang baik. Penyangga
adalah suatu bahan yang mampu menyerap ion hidrogen dari suatu larutan, atau
membebaskan ion hidrogen kedalam larutan, sehingga dapat mencegah fluktuasi pH
yang besar.
Terdapat beberapa sistem penyangga yang penting dalam tubuh kita, yaitu:
1. Bikarbonat (HCO) : Buffer yang paling penting, buffer ini terdapat dalam jumlah

yang paling besar dalam ciran tubuh. Dihasilkan oleh ginjal dan membantu dalam
mengekskresikan hidrogen (H).
2. Fosfat : Membantu dalam ekskresi hidrogen (H) dalam tubulus ginjal.
3. Protein : Terdapat dalam sel-sel, darah dan plasma. Protein dalam Hb, plasma &
intraseluler akan mempertahankan derajat asam basa dengan mempertahankan ion
hidrogen & CO2 ketika berdifusi melalui membran sel ke dalam sel.
Prinsip keseimbangan asam basa oleh buffer adalah menetralisir kelebihan ion
hidrogen, bersifat temporer, dan tidak melakukan eliminasi. Proses eliminasi dilakukan
oleh paru dan gijal. Mekanisme paru dan ginjal dalam menunjang kinerja sistem buffer
adalah dengan mengatur sekresi, ekskresi dan absorpsi ion hidrogen dan bikarbonat
serta membentuk buffer tambahan (fosfat,amonia).
Untuk jangka panjang, kelebihan asam basa dikeluarkan melalui ginjal dan paru,
sedangkan untuk jangka pendek tubuh dilindungi dari perubahan pH dengan sistem
buffer. Mekanisme buffer tersebut untuk mempertahankan pH darah antara 7,35 7,45.

MEKANISME PERNAFASAN
Ion-ion hidrogen menimbulkan kerja langsung pada pusat pernafasan di otak.
Asidemia meningkatkan ventilasi alveolar sampai 4-5 kali kadar normal, sedangkan
alkalemia menurunkan ventilasi alveolar sampai 50% 75% dari tingkat normal.
Respon terjadi dengan cepat dalam 1-2 menit, selama masa dimana paru-paru
mengeluarkan atau menahan karbondioksida dalam hubungan langsung pada pH
arteri. Meskipun sistem pernafasan tidak dapat memperbaiki ketidak seimbangan
dengan sempurna, namun efektif 50% 75%.

MEKANISME RENALIS
Sistem ini mengatur keseimbangan asam-basa dengan meningkatkan atau
menurunkan konsentrasi bikarbonat dalam cairan tubuh. Pengaturan ini dilakukan
melalui serangkaian reaksi kompleka yang melibatkan hidrogen (H), ion natrium
(Na) dan sekresi bikarbonat (HCO), reabsorpsi dan pengubahan, serta sintesis
amonia untuk diekskresikan dalam urine. Sekresi hidrogen (H), diatur oleh jumlah
karbondioksida (CO2) di dalam cairan ekstraseluler : makin besar konsentrasi
karbondioksida (CO2), makin besar jumlah sekresi hidrogen (H), mengakibatkan
5

urine asam. Bila hidrogen (H), di ekskresikan, maka dihasilkan bikarbonat oleh
ginjal, membantu mempertahankan keseimbangan asam basa 1:20. Bila cairan
ekstraseluler alkalotik, ginjal menyimpan hidrogen (H), dan mengeluarkan natrium
bikarbonat, mengakibatkan urine basa. meskipun respon ginjal terhadap pH normal
rendah (beberapa jam sampai beberapa hari), ginjal yang sehat biasanya mampu
mengatur

keseimbangan

sampai

normal

karena

kemampuannya

untuk

mengekskresikan kelebihan bikarbonat dan hidrogen (H) dalam jumlah yang besar
dari tubuh.
1.3.

ANALISA GAS DARAH


Analisa Gas Darah merupakan pemeriksaan darah yang dapat mengukur kadar
dari beberapa kandungan gas di dalam darah yang mengandung banyak oksigen.
Beberapa dari kadar gas tersebut dapat diukur langsung sementara beberapa yang lain
didapatkan dari kalkulasi pengukuran. Dengan mengukur gas di dalam darah arteri,
dapat ditentukan tingginya kadar gas yang dikandung oleh darah sebelum mengalir ke
seluruh tubuh.
Tujuan Analisa Gas Darah

Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa

Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler

Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh

Indikasi Analisa Gas Darah

Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik

Pasien deangan edema pulmo

Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)

Infark miokard

Pneumonia

Klien syok

Post pembedahan coronary arteri baypass

Resusitasi cardiac arrest

Klien dengan perubahan status respiratori

Anestesi yang terlalu lama


6

Lokasi pungsi
Arteri
Vena

Kapiler

Lokasi pungsi arteri

Arteri radialis dan arteri ulnaris

Arteri brakialis

Arteri femoralis

Arteri tibialis posterior

Arteri dorsalis pedis


Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif

lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila
terjadi spasme atau trombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya
tidak digunakan karena adanya risiko emboli otak.
Langkah-langkah untuk menilai gas darah :
1.

Pertama-tama perhatikan pH (jika menurun klien mengalami asidemia, dengan dua


sebab asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika meningkat klien
mengalami alkalemia dengan dua sebab alkalosis metabolik atau alkalosis
respiratorik; ingatlah bahwa kompensasi ginjal dan pernafasan jarang memulihkan
pH kembali normal, sehingga jika ditemukan pH yang normal meskipun ada
perubahan dalam PaCO2 dan HCO3 mungkin ada gangguan campuran)

2.

Perhatikan variable pernafasan (PaCO2 ) dan metabolik (HCO3) yang berhubungan


dengan pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer bersifat
respiratorik, metabolik atau campuran (PaCO 2 normal, meningkat atau menurun;
HCO3 normal, meningkat atau menurun; pada gangguan asam basa sederhana,
PaCO2 dan HCO3 selalu berubah dalam arah yang sama; penyimpangan dari HCO 3
dan PaCO2 dalam arah yang berlawanan menunjukkan adanya gangguan asam basa
campuran).

3.

Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah terjadi (hal


ini dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai bergerak yang
sama dengan nilai primer, kompensasi sedang berjalan).

4.

Buat penafsiran tahap akhir (gangguan asam basa sederhana, gangguan asam basa
campuran)

Komplikasi Analisa Gas Darah

Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulkan nyeri

Perdarahan

Cedera syaraf

Spasme arteri

Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan Analisa Gas Darah


Gelembung udara
Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel darah
maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel
darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan meningkat.
Antikoagulan
Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian
heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO 2, sedangkan pH tidak
terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman
heparin.
Metabolisme
Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan hidup, ia
membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel
diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung
diperiksa, dapat disimpan dalam kamar pendingin beberapa jam.
Suhu
Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya PO 2
dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2.
Nilai pH darah yang abnormal disebut asidosis atau alkalosis sedangkan nilai PCO 2
yang abnormal terjadi pada keadaan hipo atau hiperventilasi. Hubungan antara
8

tekanan dan saturasi oksigen merupakan faktor yang penting pada nilai oksigenasi
darah
Hal-hal yang perlu diperhatikan

Tindakan pungsi arteri harus dilakukan oleh perawat yang sudah terlatih

Spuit yang digunakan untuk mengambil darah sebelumnya diberi heparin untuk
mencegah darah membeku

Kaji ambang nyeri klien, apabila klien tidak mampu menoleransi nyeri, berikan
anestesi lokal

Bila menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk mengetahui


kepatenan arteri

Untuk memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri, lihat darah
yang keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti darah arteri

Apabila darah sudah berhasil diambil, goyangkan spuit sehingga darah


tercampur rata dan tidak membeku

Lakukan penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran arteri lebih deras
daripada vena)

Keluarkan udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil darah dan tutup
ujung jarum dengan karet atau gabus

Ukur tanda vital (terutama suhu) sebelum darah diambil

Segera kirim ke laboratorium ( sito )

Parameter Analisis Gas Darah


Analisa gas darah seperti pH dan CO2 diukur dengan menggunakan elektroda
spesifik untuk masing-masing parameter.
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan elektroda pH

Pengukuran PCO2 dilakukan dengan elektroda CO2. Elektroda berada dalam

lingkungan buffer bikarbonat dan dipisahkan dari sampel darah oleh suatu
membrane semipermeabel untuk CO2. CO2 yang berdifusi ke dalam buffer

mengakibatkan perubahan pH dan nilai ini diukur oleh elektroda


Pengukuran PO2 dilakukan dengan elektroda O2

Nilai Normal Analisa Gas Darah (ASTRUP)


Darah arteri atau kapiler
Parameter
Ph

Neonatus dan Bayi


7,32 - 7,49

Anak dan Dewasa


7,35 7,45
9

PCO2(mmHg)
HCO3(mEq/L)
PO2 (%)
TCO2
Base Excess
Saturasi O2

26,4 - 41,2
16 24
95 99

35 45
21 28
95 99
21 25
-2.5 2.5
95% atau lebih

Darah vena
Parameter
pH
PCO2 (mmHg)
HCO3- (mEq/L)

Anak dan Dewasa


7,32 7,43
38 50
22 29

Aspek yang dinilai dalam analisa gas darah :


pH
konsentrasi ion H+ bebas
PaO2
Jumlah O2 yang terlarut dalam plasma
SaO2
Jumlah O2 yang berikatan dengan Hb
PaCO2
tekanan parsial CO2 dalam plasma
HCO3
konsentrasi ion HCO3 dalam plasma
B.E.
perbedaan jumlah asa penyangga dalam cairan ekstrasel
TCO2
jumlah total CO2 dalam plasma
Persamaan Henderson Hasselbalch
Persamaan Henderson-Hasselbalch menggambarkan hubungan antara bikarbonat
(HCO3-) dengan CO2 yang merupakan system buffer tubuh utama. Rasio normal HCO 3dengan CO2 adalah 20 : 1.
Perubahan masing-masing variabel akan mengakibatkan perubahan pH.
Persamaan Henderson Hasselbach merupakan dasar yang digunakan untuk :

Memprediksi pengaruh pH larutan terhadap derajat ionisasi

Perhitungan-perhitungan yang melibatkan asam-asam dan basa-basa lemah


10

Menghitung pH larutan asam-asam dan basa-basa lemah


Menghitung pH dari larutan dapar atau buffer
pH = pK + log [HCO3-]
PCO2 x 0,03

atas : komponen metabolic, bawah : komponen respiratorik


[H+] = Ka x [HA] / [A-]
pH = pKa + log {[A-] / [HA]}
pKa = - log Ka
pKa + pKb = pKw
nilai pKw pada suhu 25oC adalah 14
Nilai pKa dan pKb merupakan alat paling mudah untuk membandingkan
kekuatan senyawa-senyawa asam lemah dan basa lemah. Secara umum tingkat
keasaman dan kebasaan suatu obat dapat digolongkan berdasarkan nilai pKanya, yaitu:
Nilai pKa < 2 : asam kuat; sama sekali tidak bersifat basa dalam air
Nilai pKa 4 6 : asam lemah; basa konyugasi sangat lemah
Nilai pKa 8 - 10: asam sangat lemah; basa konyugasi lemah
Nilai pKa > 12: basa konyugasi kuat; sama sekali tidak bersifat asam dalam air
2.1

Gangguan Keseimbangan Asam-Basa


Gangguan keseimbangan asam-basa disebabkan oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi mekanisme pengaturan keseimbangan antara lain system buffer, system
respirasi, fungsi ginjal, gangguan system kardiovaskular maupun gangguan fungsi
susunan saraf pusat. Gangguan keseimbangan asam-basa yang serius biasanya
menunjukkan fase akut, ditandai dengan pergeseran pH menjauhi batas nilai normal.
Nilai pH abnormal meskipun salah satu nilai komponen gas darah lainnya (pCO 2,
HCO3-) masih berada dalam batas normal. Bila kondisi tersebut berlanjut, terjadi reaksi
penyesuaian yang bersifat fisiologik dan pada kondisi ini disebut fase kompensasi. Jika
kondisi penyebab tidak diatasi, maka mekanisme kompensasi tidak mampu mengatasi
perubahan yang terjadi, hal ini disebut fase tidak terkompensasi.
Klasifikasi yang umum digunakan umumnya menggambarkan masalah dan kelainan
yang terjadi, sesuai dengan namanya.
Gangguan keseimbangan asam-basa respiratorik

11

Terjadi karena ketidakseimbangan antara pembentukan CO2 di jaringan perifer


dengan ekskresinya di paru; ditandai oleh peningkatan atau penurunan

konsentrasi CO2.
Gangguan keseimbangan pembentukan CO2 oleh asam fixed dan asam organic
yang menyebabkan peningkatan bikarbonat di jaringan perifer atau cairan
ekstraselular.

2.1.1 Gangguan Keseimbangan Asam-Basa Respiratorik


o
Asidosis Respiratorik
Asidosis respiratorik terjadi apabila terdapat gangguan ventilasi
alveolar yang menggangu eliminasi CO2 sehingga akhirnya terjadi
peningkatan PaCO2 (hiperkapnia). Awalnya system buffer dapat mengatasi
namun akhirnya terjadi penurunan pH.
Pada keadaan normal perubahan

PCO2

dikendalikan

oleh

kemoreseptor pusat (medulla). Bila terdapat hipoksia atau hiperkapnia


kronik, maka kemungkinan terjadi supresi kemoreseptor pusat seperti
dijumpai pada penderita penyakit paru obstruksi kronik (PPOK). Pada
keadaan tersebut, ventilasi akan dipertahankan oleh kemoreseptor pada
bagian badan karotis sebagai respons terhadap perubahan PO2 dan
perubahan pH.bila keadaan berlanjutdan kemoreseptor gagal memberikan
respons atau pada keadaan dimana sirkulasi paru inadekuat, maka pH akan
turun dan timbul asidosis respiratorik akut.
Etiologi :
Beberapa factor di bawah ini dapat menimbulkan asidosis respiratorik
antara lain :
a. Inhibisi pusat pernapasan
- Obat yang mendepresi pusat pernapasan : sedatif, anastetikum
- Central sleep apnea
- Kelebihan O2 pada hiperkapnia atau hipoksemia kronik
b. Penyakit neuromuscular
- Neurologis : poliomyelitis, sindrom Guilain Barre
- Muskular : hipokalemia, muscular dystrophy
c. Obstruksi jalan napas
- Asma bronchial
- Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
- Spasme laring
- Aspirasi
- Obstructive sleep apnea
d. Kelainan restriktif
- Penyakit pleura : efusi pleura, empiema, pneumothoraks, fibrothoraks
- Kelainan dinding dada : kifoskoliosis, obesitas
12

-Kelainan restriktif paru : fibrosis pulmoner, pneumonia, edema paru


e. Mechanical underventilation
f. Overfeeding
o

Alkalosis Respiratorik
Pada alkalosis respiratorik terjadi hiperventilasi alveolar sehingga
terjadi

penurunan

PaCO2 (hipokapnia)

yang

dapat

menyebabkan

peningkatan pH.
Hiperventilasi alveolar timbul karena adanya stimulus baik langsung
maupun tidak langsung pada pusat pernapasan, penyakit paru akut dan
kronik,

overventilasi

Hiperventilasi

kronik

iatrogenic

(penggunaan

ventilasi

mekanik).

umumnya

bersifat

asimptomatik

sedangkan

hiperventilasi akut ditandai dengan rasa ringan di kepala (pusing),


parestesia, circumoral numbness dan kesemutan.
Etiologi :
Beberapa factor berikut ini dapat menimbulkan alkalosis respiratorik :
a. Rangsangan hipoksemik
- Penyakit paru dengan kelainan gradient A-a
- Penyakit jantung dengan right to left shunt
- Penyakit jantung dengan edema paru, anemia gravis
b. Stimulasi pusat pernapasan di medulla
- Kelainan neurologis
- Psikogenik misalnya serangan panik, nyeri
- Gagal hati dengan enselofati
- Kehamilan
c. Mechanical overventilation
d. Sepsis
e. Pengaruh obat : salisilat, hormon progesterone
2.1.2 Gangguan keseimbangan Asam-Basa Metabolik
o Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan turunnya kadar ion HCO3- diikiti
dengan penurunan tekanan parsial CO2 di dalam arteri. Kompensasi
umumnya terdiri dari kombinasi mekanisme respiratorik dan ginjal, ion
hidrogen berinteraksi dengan ion bikarbonat membentuk molekul CO2 yang
dieliminasi di paru, sementara itu ginjal mengupayakan ekskresi ion
hydrogen ke urin dan memproduksi ion bikarbonat yang dilepaskan ke cairan
ekstraselular. Kadar ion HCO3 normal adalah sebesar 24 meq/L dan kadar
normal pCO2 adalah 40 mmHg dengan kadar ion H sebesar 40 nanomol/L.
penurunan kadar ion HCO3 sebesar 1 meq/L akan diikuti dengan penurunan
pCO2 sebesar 1.2 mmHg.
Penyebab asidosis metabolik dapat dibagi dalam tiga kelompok utama yaitu :
13

a. Pembentukan asam yang berlebihan (asam fixed dan asam organic) di


dalam tubuh. Ion hydrogen dibebaskan oleh system buffer aasam karbonatbikarbonat, sehingga terjadi penurunan pH. Dalam klinik ditemukan
kelainan ini pada :
Asidosis laktat. Timbul karena hipoksia jaringan berkepanjangan,
-

mengakibatkan jaringan mengalami proses metabolisme anaerob.


Ketoasidosis. Timbul karena produksi badan keton dalam jumlah
sangat tinggi pada metabolisme fase pasca abortif. Ketoasidosis
merupakan akibat dari starvasi dan komplikasi diabetes mellitus yang
tidak terkendali, jaringan tidak dapat memanfaatkan glukosa dari

sirkulasi, sehingga mengandalkan lipid dan keton.


Intoksikasi salisilat
Intoksikasi etanol

b. Berkurangnya kadar ion HCO3 di dalam tubuh


Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat yang mengatur keseimbangan ion
hydrogen dan mempengaruhi keseimbangan pH. Penurunan konsentrasi
HCO3- di cairan ekstraselular menyebabkan penurunan efektifitas system
buffer dan asidosis timbul. Pentebab penurunan konsentrasi HCO3- antara
lain diare, renal tubular asidosis (RTA) proksimal (RTA-2), pemakaian
obat inhibitor enzim anhidrase karbonat atau pada penyakit ginjal kronik
stadium III-IV.
c. Adanya retensi ion H di dalam tubuh
Jaringan tidak mampu mengupayakan ekskresi ion hydrogen melalui
ginjal. Kondisi ini dijumpai pada penyakit ginjal kronik stadium IV-V,
RTA-1 atau RTA-4.
Kompensasi paru dengan cara hiperventilasi yang menyebabkan penurunan
tekanan parsial CO2, dapat bersifat lengkap, sebagian atau berlebihan.
Berdasarkan kompensasi ini, asidosis metabolic dapat dibagi menjadi 3
kelompok yaitu :
a. Asidosis metabolik sederhana (simple atau compensated metabolic
asidosis); penurunan kadar ion HCO3- sebesar 1 mEq/L diikuti penurunan
PCO2 sebesar 1.2 mmHg.
b. Gabungan asidosis metabolik dengan asidosis respiratorik dapat juga
disebut uncompensated metabolic acidosis; penurunan kadar ion HCO 3sebesar 1 mEq/L diikuti penurunan PCO2 kurang dari 1.2 mmHg (PCO2
dapat sedikit lebih rendah atau sama atau lebih tinggi dari normal)
14

c. Gabungan asidosis metabolic dengan alkalosis respiratorik atau dapat


disebut sebagai partly compensated metabolic acidosis; penurunan kadar
ion HCO3- sebesar 1 mEq/L diikuti penurunan PCO2 sebesar lebih dari 1.2
mmHg (pH dapat sedikit lebih rendah atau sama atau lebih tinggi dari
normal)
oAlkalosis metabolik
Alkalosis metabolik merupakan suatu proses terjadinya peningkatan
primer bikarbonat dalam arteri. Akibat peningkatan ini, rasio PCO 2 dan kadar
HCO3 dalam arteri berubah. Usaha tubuh untuk memperbaiki rasio ini
dilakukan oleh paru dengan menurunkan ventilasi (hipoventilasi) sehingga
pCO2 meningkat dalam arteri dan meningkatnya konsentrasi HCO3- dalm urin.
Pada alkalosis metabolic yang sederhana, kenaikan kadar HCO 3- 1 mEq/L
akan menyebabkan kenaikan pCO2 sebesar 0.7 mmHg.
Penyebab alkalosis metabolik dapat antara lain :
a Terbuangnya ion H+ melalui saluran cerna melalui ginjal dan berpindahnya
(shift) ion H+ masuk ke dalam sel.
b Terbuangnya cairan bebas bikarbonat dari dalam tubuh (contraction
alkalosis)
c Pemberian bikarbonat berlebihan
Alkalosis metabolik juga ditemukan pada Sindrom Bartter dan Sindrom
Gitelman suatu keadaan terjadinya mutasi genetic pada transporter Na-K-Cl di
bagian ascending loop-Henle (Bartter) dan di tubulus distal (Gitelman).
Keadaan ini menyerupai alkalosis metabolic akibat diuretic loop atau tiazid.
Definisi Gangguan Keseimbangan Asam-Basa
pH
Asidosis
respiratorik
(PCO2 )
Alkalosis
respiratorik
(PCO2 )

Uncompensated
Partly compensated
Compensated

Uncompensated
Partly compensated
Compensated

Asidosis metabolik Uncompensated


Partly compensated
(HCO3- )
15

PCO2

HCO3-

Base

Excess
N

Compensated
Alkalosis
metabolik (HCO3-

Uncompensated
Partly compensated
Compensated

3. Diagnosis Gangguan Keseimbangan Asam-Basa


3.1. Diagnosis Gangguan Keseimbangan Asam Basa Respiratorik
Diagnosis Asidosis Respiratorik
Asidosis respiratorik dapat terjadi akibat depresi pusat pernapasan (misalnya
akibat obat, anestesi, penyakit neurologi), kelainan atau penyakit yang
mempengaruhi otot atau dinding dada (poliomyelitis, miastenia gravis, sindroma
Guillain-Barre, trauma thoraks berat), penurunan area pertukaran gas atau
ketidakseimbangan ventilasi perfusi (PPOK, asma, pneumothoraks, pneumonia,
edema paru), dan obstruksi jalan napas atas seperti edema laring atau sumbatan
benda asing pad asaluran napas atas.
Gambaran klinik asidosis respiratorik

seringkali

berhubungan

dengan

pengaruhnya pada sistem saraf yaitu cairan serebrospinalatau pada sel otak akibat
asidosis, hipoksemia, atau alkalosis metabolik.
Pada asidosis respiratorik akut, pH yang rendah disebabkan oleh peningkatan
PCO2 secara akut. Kadar HCO3- mungkin normal atau sedikit meningkat.
Peningkatan PCO2 secara mendadak mungkin dapat diikuti oleh peningkatan HCO 3plasma sebanyak 3-4 mEq/L sebagai efek buffer. Pada asidosis respiratorik kronik,
adaptasi oleh ginjal umumnya sudah terjadi sehingga penurunan pH tidak terjadi
akibat retensi HCO3- dan peningkatan HCO3- plasma kurang lebih 3-4 mEq/L setiap
kenaikan 10 mmHg PCO2.
Diagnosis Alkalosis Respiratorik
Alkalosis respiratorik seringkali disebabkan oleh sindrom hiperventilasi (panik),
overventilasi pada pasien dengan ventilasi mekanik, kelainan atau penyakit akibat
sepsis. Hiperventilasi menyebabkan eliminasi CO2 yang berlebihan sehingga
menyebabkan alkalosis respiratorik. Vasokonstriksi pembuluh darah otak dapat
menyebabkan hipoksia otak dan hal ini merupakan gejala yang sering terjadi pada
hiperventilasi.
3.2. Diagnosis Gangguan Keseimbangan Asam Basa Metabolik
Diagnosis Asidosis Metabolik
Manifestasi alkalosis metabolic sangat tergantung pada penyebab dan kecepatan
perkembangan prosesnya. Suatu asidosis metabolic akut menyebabkan depresi
16

miokardial disertai reduksi cardiac output (curah jantung), penurunan tekanan darah,
penurunan aliran ke sirkulasi hepatic dan renal. Aritmia dan fibrilasi ventrikuler
mungkin terjadi. Metabolism otak menurun secara progresif. Pada pH lebih dari 7.1
terjadi fatique (rasa lelah), sesak napas (pernafasan Kussmaul), nyeri perut, nyeri
tulang, dan mual muntah. Pada pH kurang dari atau sama dengan 7.1 akan tampak
gejala seperti pad pH >7.1, efek inotropik negative, aritmia, konstriksi vena perifer,
dilatasi arteri perifer (penurunan resistensi perifer), penurunan tekanan darah,
penurunan aliran darah ke hati, konstriksi pembuluh darah paru (pertukaran oksigen
terganggu).
Diagnosis Alkalosis Metabolik
Overventilation pada kasus gagal napas dapat menimbulkan alkalosis
posthypercapnic. Pada sebagian besar kasus, alkalosis metabolik yang terjadi
umumnya luput dari diagnosis. Alkalosis metabolik memberikan dampak pada
sistem kardiovaskular, pulmonary, dan fungsi metabolic. Curah jantung menurun,
depresi ventilasi sentral, kurva saturasi oksi-hemoglobin bergeser ke kiri,
hipokalemia dan hipofosfatemia yang terjadi semakin buruk, serta penurunan
kemampuan pasien menerima ventilasi mekanik. Peningkatan pH serum
menunjukkan korelasi dengan angka mortalitas. Koreksi alkalosis metabolic
bertujuan meningkatkan minute ventilation, meningkatkan tekanan oksigen arterial
dan mixed venous oxygen tension, serta menurunkan konsumsi oksigen. Oleh
karena itu sangat penting melakukan koreksi pada pasien kritis.
4. Tatalaksana Gangguan Keseimbangan Asam Basa
4.1. Tatalaksana Gangguan Keseimbangan Asam Basa Respiratorik
Tatalaksana Asidosis Respiratorik
Tatalaksana asidosis respiratorik adalah mengatasi penyakit dasarnya dan bila
terdapat hipoksemia harus diberikan terapi oksigen. Asidosis respiratorik dengan
hipoksemia berat memerlukan ventilasi mekanik baik invasif atau noninvasif.
Pemberian oksigen pada pasien dengan retensi CO2 kronik dan hipoksia harus
berhati-hati karena pemberian oksigen dengan FiO2 yang tinggi dapat
mengakibatkan penurunan minute volume dan semakin meningkatkan PCO 2.
Pasien dengan retensi CO2 kronik umumnya sudah beradaptasi dengan hiperkapnia
kronik dan stimulus pernapasannya adalah hipoksemia sehingga pemberian
oksigen harus dilakukan secara hati-hati dan ditujukan dengan target kadar PaO2
>50 mmHg dengan FiO2 yang rendah. Pada pasien asidosis respiratorik kronik,
17

penurunan PCO2 harus berhati-hati untuk menghindari alkalosis yang berta


mengingat umumnya sudah ada kompensasi ginjal. Pada asidosis respiratorik yang
terjadi bersamaan dengan alkalosis metabolic atau asidosis metabolic primer,
tatalaksana terutama ditujukan untuk kelainan primernya

Tatalaksana Alkalosis Respiratorik


Tata laksana alkalosis respiratorik bertujuan ditujukan terhadap kelainan
primernya. Alkalosis yang disebabkan oleh hipoksemia diatasi dengan memberikan
terapi oksigen. Alkalosis respiratorik yang disebabkan oleh serangan panic diatasi
dengan menenangkan pasien atau memberikan pernapasan menggunakan system
air breathing. Overventilasi pada pasien dengan ventilasi mekanik diatasi dengan
mengurangi minute ventilation atau dengan menambah dead space. Alkalosis
respiratorik yang disebabkan oleh hipoksemia diterapi dengan oksigen dan
memperbaiki penyebab gangguan pertukaran gas. Koreksi alkalosis respiratorik
dengan menggunakan rebreathing mask harus berhati-hati, terutama pada pasien
dengan kelainan susunan saraf pusat, untuk menghindari ketidakseimbangan pH
cairan serebrospinal dan pH perifer.
4.2. Tatalaksana Gangguan Keseimbangan Asam Basa Metabolik
Tatalaksana Asidosis Metabolik
Asidosis metabolic pada kasus-kasus kritis merupakan pertanda dari kondisi
serius yang memerlukan tindakan agresif untuk memperoleh diagnosis dan
tatalaksana penyebab. Tatalaksana asidosis metabolic ditujukan terhadap
penyebabnya. Peran bikarbonat pada asidosis metabolic akut bersifat controversial
tanpa didasari data yang rasional. Bagaimanapun, pada banyak kasus, pemberian
bikarbonat lebih banyak menunjukkan bahaya dibandingkan keuntungannya.
Kecuali pada kasus-kasus disebutkan pada indikasi terapi berikut, tidak ada data
ilmiah penunjang pengobatan asidosis metabolic atau respiratorik menggunakan
natrium bikarbonat. Lebih lanjut, pH intrasel memiliki nilai sangat penting dalam
menentukan fungsi sisstem selular. System buffer intrasel cukup efektif dalam
mempertahankan pH ke nilai normal dibandingkan dengan system buffer ekstrasel.
Sebagai konsekuensinya, pasien dapat bertoleransi terhadap pH di bawah 7.0
selama fase hiperkapnia tanpa efek yang membahayakan.
Pada kasus asidosis hiperkloremik dapat tidak terjadi regenerasi endogen
bikarbonat karena yang berlangsung pada keadaan tersebut adalah kehilangan
18

bikarbonat bukan aktivasi system buffer. Oleh karena itu, walaupun asidosis
metabolic bersifat reversible, pemberian bikarbonat eksogen hanya diperlukan bila
pH <7.2. Keadaan tersebut dapat terjadi pada diare berat, fistula high-output, atau
RTA.
Indikasi koreksi asidosis metabolic perlu diketahui dengan baik agar koreksi
dapat dilakukan dengan tepat tanpa menimbulkan hal-hal yang membahayakan
pasien.
Langkah koreksi asidosis metabolic :
1. Langkah pertama. Tetapkan berat-ringannya gangguan asidosis. Gangguan
disebut letal bila pH darah kurang dari 7 atau kadar ion H lebih dari
100nmol/L. Gangguan yang perlu mendapat perhatian bila pH darah 7.1-7.3
atau kadar ion H antara 50-80 nmol/L.
2. Langkah kedua. Tetapkan anion-gap atau bila perlu anion-gap urine untuk
mengetahui dugaan etiologi asidosis metabolic. Dengan bantuan gejala klinis
lain dapat dengan mudah ditetapkan etiologinya.
3. Langkah ketiga. Bila dicurigai kemungkinan asidosis laktat, hitung rasio delta
anion gap dengan delta HCO3 (delta anion gap : anion gap pada saat pasien
diperiksa dikurangi dengan median anion gap normal, delta HCO 3 : kadar
HCO3 normal dikurangi dengan kadar HCO3 pada saat pasien diperiksa). Bila
rasio lebih dari dari 1, asidosis disebabkan oleh asidosis laktat. Langkah ketiga
ini menetapkan sampai sejauh mana koreksi dapat dilakukan.
Prosedur Koreksi
1. Secara umum koreksi dilakukan hingga tercapai pH 7.2 atau kadar ion HCO3
12 mEq/L.
2. Pada keadaan khusus
- Pada penurunan fungsi ginjal, koreksi dapat dilakukan secara penuh
hingga mencapai kadar ion HCO3 20-22 mEq/L. pertimbangan dilakukan
hal tersebut adalah mencegah hiperkalemia, mengurangi kemungkinan
malnutrisi, dan mengurangi percepatan gangguan tulang (osteodistrofi
ginjal). Pada ketoasidosis diabetic atau asidosis laktat tipe A, koreksi
dilakukan bila kadar ion HCO3 dalam darah kurang atau sama dengan 5
mEq/L, terdapat hiperkalemia berat, setelah koreksi insulin pada diabetes
mellitus, koreksi oksigen pada asidosis laktat, atau pada asidosis belum
terkendali. Koreksi dilakukan sampai kadar ion HCO3 10 mEq/L.

19

Pada asidosis metabolic yang terjadi bersamaan dengan asidosis


respiratorik dan tidak menggunakan ventilator, koreksi harus dilakukan
secara hati-hati atas pertimbangan depresi pernapasan.

Tatalaksana Alkalosis Metabolik


Pada alkalosis metabolic, disebut letal bila pH darah lebih dari 7.7. bila ada
deplesi volume cairan tubuh, upayakan agar volume plasma kembali normal
dengan pemberian NaCl isotonic. Bila penyebabnya hipokalemia, lakukan koreksi
kaliun plasma. Bila penyebabnya hipokloremia, lakukan koreksi klorida dengan
pemberian NaCl isotonic. Bila penyebabnya adalah bikarbonat berlebihan,
hentikan pemberian bikarbonat. Pada keadaan fungsi ginjal yang menurun atau
edema akibat gagal jantung, kor pulmonal atau sirosis hati, koreksi dengan NaCl
isotonic tidak dapat dilakukan karena dikhawatirkan dapat terjadi retensi natrium
disertai kelebohan cairan (edema bertambah). Pada keadaan ini dapat diberikan
antagonis enzim anhidrase karbonat sehingga reabsorbsi bikarbonat terhambat.
Asetazolamid merupakan suatu pengahmbat anhidrase karbonat yang sangat
efektif dalam mengatasi alkalosis metabolic. Bila dengan antagonis enzim
anhidrase karbonat tidak berhasil, dapat diberikan HCl dalam larutan isotonic
selama 8-24 jam, atau larutan ammonium klorida, atau larutan arginin
hidroklorida.
4.3. Tatalaksana Nutrisi pada Gangguan Keseimbangan Asam Basa
Pemberian nutrisi pada tatalaksana gizi gangguan keseimbangan asam basa
dapat berdampak buruk bila diberikan dalam jumlah berlebihan (overfeeding).
Pemberian nutrisi yang berlebihan ini menyebabkan peningkatan pembentukan
karbondioksida (CO2) dan memperberat keadaan asidosis respiratorik yang terjadi.
Komposisi makronutrien yang diberikan adalah karbohidrat 50-60%, lemak
20-30%, dan protein 15-20% dari kebutuhan energy total; komposisi ini disebut
sebagai nutrisi seimbang (balance nutrition).
Pada kasus gangguan keseimbangan asam basa yang lain, pemberian nutrisi
hanya bersifat suportif untuk mencegah bertambah buruknya penyakit primer,
yaitu dengan pemberian energy dan nutrient dalam jumlah dan komposisi yang
sesuai kebutuhan serta cara pemberian yang sesuai dengan keadaan penderita.

20

KESIMPULAN
Untuk menilai dan menjaga homeostasis tubuh diperlukan pemantauan pH dari
analisa gas darah arteri. Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) diambil dari darah arteri,
karena darah arteri adalah pembuluh darah yang keluar dari jantung (darah bersih) yang
kaya oksigen. Gas darah arteri memungkinkan untuk pengukuran pH (dan juga
keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi
oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH
sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien
penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat
menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan.
Gangguan Keseimbangan asam basa metabolik meliputi asidosis metabolik
dan alkalosis metabolik. Gangguan keseimbangan asam basa respiratorik meliputi
asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Madjid Sjarifuddin Amir dr,dkk. Gangguan Keseimbangan Air-Elektrolit dan AsamBasa. Edisi Kedua. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2008. Hal 97-141.
2. Morgan,G. Edward, Magged Mikhail,dkk.Clinical Anesthesiology third edition.2001.
Los Angeles : Medical Publishing Division.
3. A.Saphiro,M.D, dkk. Clinical Application of Blood Gases. 2nd Edition.1979.Chicago,
London : Year Book Medical Publisher,Ink.
4. http://staff.ui.ac.id/internal/132051049/material/AGD.pdf
5. http://www.orlandohealth.com/MediaBank/Docs/SLP/2010%20ABG
%20SLP.pdf

6. http://www.ed4nurses.com/resources/1/pdf/ABGebook.pdf
7. http://jhh.med.virginia.edu/main/uploads/ABG-Electrolytes.pdf
8. http://mededconnect.com/samplechapters/9780443104145/97804431041
45.pdf

9. http://ocw.usu.ac.id/course/download/111-RESPIRATORY
SYSTEM/rts_146_slide_blood_gases_atau_analisa_gas_darah.pdf

10. http://www.resus.org.uk/pages/alsabgGd.pdf

22

23

Anda mungkin juga menyukai