PENDAHULUAN
1
Rajendran et al mengemukakan tingginya angka ketidakseimbangan asam
basa pada pasien rawat inap di rumah sakit, terutama pada pasien dengan kondisi
penyakit kritis. Studi kasus kontrol secara retrospektif membandingkan antara
pasien infeksi dan non-infeksi di Intensive Care Unit (ICU) terdapat hasil yang
lebih tinggi pada ketidakseimbangan asam basa akibat non infeksi dengan angka
64% disebabkan oleh ketidakseimbangan asam basa tipe metabolik.2
Ketidakseimbangan asam basa harus dideteksi dengan cepat dan tepat sehingga
dapat dilakukan penatalaksaan dengan baik.
2
BAB II
GANGGUAN KESEIMBANGAN ASAM BASA
Buffer adalah larutan yang terdiri dari asam lemah dan basa terkonjugasi
atau basa lemah dan asam terkonjugasi. Buffer meminimalisasi setiap perubahan
konsentrasi ion hidrogen dengan cara mudah menerima atau melepaskan ion
hidrogen, sehingga buffer sangat efisien dalam meminimalisasi perubahan ion
hidrogen. Buffer berperan dalam meregulasi keseimbangan asam basa contohnya
saat terjadi asidosis respiratorik kronik, ion bikarbonat plasma meningkat sekitar
4mEq/L untuk setiap kenaikan 10 mmHg PaCO2 diatas 40 mmHg.2,3 Buffer ion
bikarbonat efektif untuk mengatasi kelainan metabolik, sedangkan hemoglobin
dapat berfungsi sebagai buffer asam karbonik dan nonkarbonik (nonvolatil).
Respon ginjal terhadap keadaan asam ada tiga tahap yakni peningkatan reabsorbsi
ion bikarbonat yang telah difiltrasi, peningkatan ekskresi asam yang dititrasi,
peningkatan produksi amonia. 1
3
Penggunaan logaritma konsenterasi H+, maka pH adalah representasi dari aktivitas
H+. Konsentrasi ion hidrogen pada tubuh saat mengalami fungsi yang optimal
tergantung pH darah, yakni antara 7,35 hingga 7,45. 1,3,4
Pengertian yang jelas tentang gangguan asam basa dan kompensasi dari
respon fisiologis membutuhkan terminologi yang baik. Kata ”-osis” digunakan
untuk menyebutkan proses patologis yang mengubah pH arteri. Oleh karena itu,
gangguan yang dikarenakan penurunan pH disebut asidosis, sedangkan yang
dikarenakan peningkatan pH disebut alkalosis. Gangguan terutama
mempengaruhi ion bikarbonat disebut metabolik, sedangkan gangguan terutama
mempengaruhi PaCO2 disebut respiratorik. Jika terdapat hanya satu proses
patologis yang terjadi, gangguan asam basa dianggap sederhana. Dua atau lebih
proses primer merupakan indikasi terjadinya gangguan asam basa campuran. Kata
”-emia” digunakan untuk menunjukkan efek dari semua proses primer dan respon
kompensasi fisiologis dari pH darah arteri. Kondisi pH normal darah arteri orang
dewasa 7,35-7,45, pada keadaan asidemia pH <7,35, sedangkan pada alkalemia
yang signifikan pH >7,45. 1,3,4
4
Tabel 2.1 Definisi gangguan keseimbangan asam basa 1
Gangguan pH HCO3- PaCO2
Respirasi
Asidosis ↓ ↑ ↑
Alkalosis ↑ ↓ ↓
Metabolik
Asidosis ↓ ↓ ↓
Alkalosis ↑ ↑ ↑
5
penting karena dua hal yaitu ion bikarbonat berada dalam konsentrasi
yang tinggi dalam cairan ekstraseluler, PaCO2 dan HCO3- plasma diatur
oleh paru-paru dan ginjal secara terus-menerus. Kemampuan dari kedua
organ ini untuk mengubah rasio HCO3-/PaCO2 menyebabkan kedua organ
ini memiliki pengaruh penting terhadap pH arteri. Cara praktis dan lebih
sederhana dari persamaan Henderson-Hesselbach untuk buffer ion
hidrogen adalah: 1,3
PaCO2
[H+] = 24 x
[HCO3-]
Persamaan ini sangat berguna secara klinis karena pH dapat
dengan mudah diubah ke konsentrasi H+. Dikatakan bahwa untuk pH
dibawah 7,40 maka H+ meningkat 1,25 nEq/L untuk setiap penurunan pH
sebesar 0,01, sedangkan untuk pH diatas 7,40 maka H+ menurun sebesar
0,8 nEq/L untuk setiap peningkatan pH sebesar 0,01. Buffer ion
bikarbonat efektif untuk melawan metabolik tetapi tidak untuk melawan
gangguan asam basa respiratorik. Buffer ion bikarbonat tidak efektif
melawan peningkatan PaCO2 dan perubahan dalam HCO3- tidak
mempengaruhi keparahan dari asidosis respiratorik. 1,3
H+ + KHb ↔ HHb + K+
6
2.3 Kompensasi Paru - paru
Perubahan pada ventilasi alveolar bertanggung jawab untuk kompensasi
paru dari PaCO2 yang diperantarai oleh kemoreseptor pada batang otak, dimana
reseptor ini berespon terhadap perubahan pada pH cairan serebrospinal. Ventilasi
permenit meningkat 1-4 L/menit untuk setiap peningkatan 1 mmHg PaCO2. Paru-
paru bertanggung jawab untuk mengeliminasi kira-kira 15 mEq karbondioksida
yang diproduksi setiap hari sebagai produk metabolisme karbohidrat dan lemak.
Respon kompensasi paru juga penting dalam pertahanan melawan perubahan
pada pH selama gangguan metabolik. 3,4
7
2.4 Kompensasi Ginjal
Kemampuan ginjal untuk mengatur jumlah reabsorbsi HCO3- yang
terfiltrasi dari cairan tubulus, membentuk HCO3- yang baru dan mengeliminasi H+
dalam bentuk asam yang dapat dititrasi dan ion amonia, dapat memberikan
pengaruh utama terhadap pH selama gangguan asam basa baik metabolik dan
respiratorik. Ginjal bertanggung jawab untuk mengeliminasi sekitar 1
mEq/kg/hari dari asam sulfat, asam fosfat dan sebagian asam organik yang
teroksidasi yang normalnya oleh metabolisme protein yang berasal dari makanan,
nukleoprotein dan fosfat organik (fosfoprotein dan fosfolipid). Metabolisme
nukleoprotein juga menghasilkan asam urat. Pembakaran tidak sempurna dari
asam lemak dan glukosa akan menghasilkan asam keton dan asam laktat. Alkali
endogen dihasilkan selama metabolisme beberapa asam amino anionik (glutamat
dan aspartat) dan senyawa organik lainnya (sitrat, asetat dan laktat), tetapi
jumlahnya tidak mencukupi untuk mengimbangi produksi asam endogen. 1,3,4,5
8
hanya 10-20%. Tidak seperti pompa H+ pada tubulus proksimal, pompa H+
di tubulus distal tidak bersamaan dengan reabsorbsi natrium dan memiliki
kemampuan mengatur gradien H+ antara cairan tubulus dan sel tubulus. 1,3,4
9
2.4.1.3 Meningkatkan Pembentukan Amonia
Reabsorbsi lengkap ion bikarbonat dan penggunaan dari buffer
fosfat, NH3/NH4+ menjadi buffer urin yang sangat penting. Deaminasi
glutamin di dalam mitokondria sel tubulus proksimal merupakan sumber
utama untuk produksi NH3 di ginjal. Keadaan asam dalam darah (asidemia)
menyebabkan peningkatan produksi NH3 ginjal. Amonia yang terbentuk
kemudian dapat melewati membran sel luminal dan masuk ke cairan tubulus,
kemudian bereaksi dengan H+ membentuk NH4+. Tidak seperti NH3, NH4+
tidak dapat penetrasi ke membran luminal dan terperangkap di dalam
tubulus, sehingga NH4+ di urin efektif untuk mengeliminasi H+. 1,3,4
10
untuk meningkatkan reabsorbsi Na+ membutuhkan pembentukan HCO3-
yang berkelanjutan pada kondisi metabolik alkalosis. Peningkatan aktivitas
mineralokortikoid meningkatkan reabsorbsi Na + yang diperantarai oleh
hormon aldosteron sebagai pengganti untuk sekresi H+ di tubulus distal dan
akhirnya peningkatan pembentukan HCO3- dapat menjadi pencetus atau
memperberat metabolik alkalosis. Metabolik alkalosis biasanya
berhubungan dengan peningkatan aktivitas mineralokortikoid meskipun
tidak terjadi deplesi dari natrium dan klorida. 1,3,4,5
11
BAB III
ASIDOSIS METABOLIK
3.2 Etiologi
Etiologi dari asidosis metabolik dapat dikelompokan berdasarkan penyebab
terciptanya asidemia, dikelompokan menjadi : 6,7,8
1. Kehilangan Ion Bikarbonat
a. Fistula pancreas, bilier atau usus. Hilangnya sekresi pankreas atau
empedu
b. Kehilangan ion bikarbonat pada renal dapat disebabkan renal tubular
asidosis (RTA) tipe 2, proksimal tubulus
c. Diare, contohnya Kolera
12
3.3 Klasifikasi Asidosis Metabolik
Penggolongan asidosis metabolik dibedakan berdasarkan nilai anion gap-
nya, dimana anion gap normal dan meningkat. Anion gap yang tinggi dapat
disebabkan oleh asidosis laktat, ketoasidosis, penyakit ginjal kronik, ingesti
salisilat, ingesti metanol. Anion gap yang normal terjadi pada kehilangan ion
bikarbonat di gastrointestinal akibat diare, kehilangan ion bikarbonat dari ginjal
(RTA tipe 2), hypoaldosteronism (yaitu, RTA tipe 4) ataupun pada penggunanan
berlebihan agen inhibisi karbonik anhidrase (acetazolamid). 7,8
Gambar 3.1 Alur diagnosis asidosis metabolik sesuai analisa gas darah 8
13
Keadaan ini jika terus berlangsung dapat menyebabkan terjadinya gagal ventrikel
kanan. Saat pH arteri kurang dari 7,2 umumnya sering terjadi depresi miokard.
Otot pembuluh darah arteri, penurunan pH dapat memicu terjadinya vasodilatasi
sistemik yang kemudian menyebabkan terjadinya hipotensi dan kegagalan
sirkulasi. 7,8,9
14
3.4.1 Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis asidosis metabolik dapat dilakukan dengan
beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang seperti,
pemeriksaan darah lengkap ditandai dengan meningkatnya leukosit
merupakan penemuan yang nonspesifik, tetapi harus dipertimbangkan
adanya septikemia, yang menyebabkan asidosis laktat. Anemia berat
dengan berkurangnya delivery oksigen (O2) dapat menyebabkan asidosis
laktat. 9,11
15
8 - 16 mEq/L, dengan nilai rata-rata berkisar 12. Beberapa penulis
menambahkan K+ pada pengukuran kation, dengan nilai normal AG
adalah 12 - 20 mEq/L. 9,10
16
ketoasidosis yang tidak dapat mengkonversi BOH menjadi asetoasetat
karena syok berat atau gagal hati. Asai untuk BOH tidak tersedia di
beberapa rumah sakit. Sebuah metode tidak langsung untuk menghindari
masalah ini adalah dengan menambahkan beberapa tetes hidrogen
peroksida untuk spesimen urin. Secara enzimatis akan mengkonversi BOH
menjadi asetoasetat, yang akan terdeteksi oleh tes nitroprusside. 3,9,10,11
Konsentrasi laktat plasma normal adalah 0,5 - 1,5 mEq/L. Asidosis
laktat dapat dipertimbangkan jika kadar laktat plasma melebihi 4 - 5
mEq/L pada pasien asidemia. Penyebab atau etiologi asidosis metabolik
dapat diprediksi melalui penghitungan anion gap. Bila terjadi peningkatan
uncountable anion atau anion gap meningkat, etiologi yang mungkin
adalah asidosis laktat, ketoasidosis (diabetes mellitus, starvasi dan
alkohol), intoksikasi metanol, intoksikasi etilen glikol dan intoksikasi
salisilat. Terjadi pengurangan ion bikarbonat atau anion gap normal,
etiologi yang mungkin adalah enteritis, RTA tipe 2, pasca pengobatan
ketoasidosis dan pemakaian penghambat karbonik anhidrase. Bila terjadi
retensi H+ di ginjal dengan anion gap meningkat, etiologi yang mungkin
adalah penyakit ginjal kronik. 10,12,13
17
atau mortalitas. Studi pemberian natrium bikarbonat tidak terbukti
meningkatkan disfungsi kardiovaskular pada pasien dengan asidosis laktat.
Pemberian natrium bikarbonat juga telah menjadi faktor yang
mencetuskan edema serebral pada anak-anak dengan ketoasidosis. 4,12,13,14
Efek samping pemberian natrium bikarbonat termasuk eksaserbasi
dari asidosis intraseluler yang disebabkan oleh generasi dari CO 2 gas
permeabel dalam proses buffering, hipertonisitas cairan ekstraselular
ketika bikarbonat diberikan sebagai cairan hipertonik, kelebihan cairan,
alkalosis metabolik dan percepatan pertukaran Na + - H+ menyebabkan
peningkatan Na+ dan Ca2+ di sel. 3,11,12,13
Pemberian natrium bikarbonat dapat menyebabkan komplikasi,
terdapat alternatif pemberian basa lain yang telah dikembangkan dan diuji
yaitu, Trishydroxymethyl Aminomethane (THAM), agen yang
diperkenalkan pada akhir 1950-an, dapat meningkatkan pH ekstraseluler
tanpa mengurangi pH intraseluler. Studi pada manusia telah menunjukkan
bahwa THAM sama efektifnya dengan ion bikarbonat dalam
meningkatkan pH ekstraseluler. Penggunaan THAM lebih jarang
dibandingkan dengan ion bikarbonat, namun terdapat kasus yang langka
dengan toksisitas di hati telah dilaporkan pada bayi baru lahir,
hiperkalemia dan disfungsi paru telah dilaporkan. Agen ini membutuhkan
fungsi ginjal yang baik untuk mengekskresikannya dalam urin dan untuk
keefektivitasannya. 11,15,16
Pemberian natrium bikarbonat harus diberikan dalam larutan
isoosmotik untuk mencegah hiperosmolar dan dengan infus yang lebih
lambat daripada bolus intravena (untuk mengurangi pembentukan CO 2).
Sulit untuk menentukan target pH atau [H+] dikaitkan dengan hasil yang
lebih baik, meskipun ada konsensus menyatakan bahwa pH > 7,20-7,25
lebih baik. Surviving Sepsis Campaign (SCC) hanya merekomendasikan
pengobatan asidosis metabolik akut dengan pemberian natrium bikarbonat
jika pH <7,1 pada keadaan sepsis berat dan pasien syok septik. Banyaknya
bikarbonat dapat dihitung dengan persamaan : 3,14,15
18
Pemberian THAM dapat menjadi pilihan pada beberapa pasien
dengan asidosis metabolik akut, terutama pasien dengan retensi CO 2.
THAM ini efektif untuk asidosis metabolik dan respiratorik. Agen ini
diekskresikan oleh ginjal dan tidak meningkatkan produksi CO 2. Terapi
selain pemberian basa mungkin diindikasikan pada pasien asidosis dengan
anion gap tinggi. Pemberian fomepizole (inhibitor selektif dehidrogenase
alkohol) akan mengurangi pembentukan asam organik dari metabolisme
metanol, etilen glikol atau dietilen glikol. Diuresis paksa alkali atau
dialisis diindikasikan pada pasien dengan intoksikasi salisilat. 11,15,16
19
3.5.2 Metabolik Asidosis Kronik
Terdapat beberapa studi pasien dengan metabolik asidosis kronis dengan
dan tanpa gangguan ginjal telah menunjukkan bahwa pemberian basa dapat
meningkatkan atau mengurangi perkembangan bone disease, menormalkan
pertumbuhan, mengurangi degradasi otot, meningkatkan sintesis albumin dan
menghambat perkembangan yang dari PGK. Banyak ahli merekomendasikan
bahwa konsentrasi serum bikarbonat dinaikkan menjadi setidaknya 22-23 mmol/l,
meskipun normalisasi lengkap mungkin lebih menguntungkan. Basa dapat
diberikan secara oral pada pasien dengan fungsi ginjal normal atau pasien dengan
PGK tidak dialisis. Pada pasien hemodialisis, penggunaan dialisat dengan
konsentrasi bikarbonat tinggi (~40 mmol/l) biasanya cukup untuk memperbaiki
asidosis metabolik. Bagi pasien dengan peritoneal dialisis, dialisat dengan
konsentrasi basa yang tinggi biasanya akan efektif. 11,12,13,17
20
Gambar 3.3 Alur tatalaksana asidosis metabolik 13
21
BAB IV
ALKALOSIS METABOLIK
4.2 Etiologi
Penyebab alkalosis metabolik dapat diakibatkan penggunaan diuretik
(tiazid, furosemid atau asam etakrinat), dapat juga disebabkan akbiat kehilangan
asam karena muntah atau pengosongan lambung. Kelenjar adrenal yang terlalu
aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan kortikosteroid) dapat
menyebabkan alkalosis metabolik. Kasus yang langka adalah seperti pada sindrom
Bartter dan sindrom Gietleman, dimana terjadi ketidakselarasan pengaturan
ekskresi ion-ion di tubulus ginjal. 1,3,18
22
4.4 Diagnosis Alkalosis Metabolik
Pendekatan diagnosis pada pasien yang dicurigai mengalami alkalosis
metabolik selalu dimulai dengan menganalisa dari AGD. Penegakan diagnosis
haruslah menyingkirkan penyebab akibat kompensasi dari asidosis respiratorik,
apabila bukan suatu kompensasi melainkan sebagai alkalosis primer mulai
dipikirkan faktor penyebabnya. Diuraikan diatas bahwa terdapat berbagai
penyebab alkalosis metabolik, diantaranya peningkatan produksi atau
ketidakmampuan mengekskresi bikarbonat yang dapat berhubugan dengan
penurunan volume efektif arteri, tingginya kadar aldosteron serta tingginya
penghantaran ion natrium dimana hal tersebut dapat disebabkan akibat gagal
ginjal, selain itu juga perlu dipikirkan kehilangan asam tubuh.18,19,20
23
Gambar 4.1 Alur pendekatan diagnosis alkalosis metabolik18
24
dipikirkan akibat peningkatan kadar hormon mineralokortikoid, dapat diperiksa
kadar renin dan aldosteron sebagai langkah selanjutnya, namun sebelum
pemeriksaan tersebut dilakukan dapat dilakukan stimulus pemberian cairan saline
sebagai terapi awal. Alkalosis metabolik akibat peningkatan hormon
mineralokortikoid tidak berespon pada stimulus ini. 18,19
25
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Gangguan keseimbangan asam basa sangat sering ditemukan pada pasien
dengan kondisi kritis, dimana lebih banyak terdapat pada
ketidakseimbangan asam basa tipe metabolik.
2. Asidosis metabolik ditandai dengan turunnya kadar bikarbonat diikuti
dengan penurunan tekanan parsial karbondioksida pada darah arteri, dapat
terjadi secara akut atau kronik.
3. Alkalosis metabolik adalah suatu keadaan dimana darah arteri dalam
keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat atau terjadi jika tubuh
kehilangan terlalu banyak asam.
4. Penatalaksanaan asidosis ataupun alkalosis metabolik dapat diberikan
buffernya, namun haruslah disingkirkan penyebab utama dari terjadinya
asidosis atau alkalosis tersebut.
5.2 Saran
1. Dibutuhkan pemahaman lebih dalam tentang penegakan diagnosis
ketidakseimbangan asam basa tipe metabolik.
2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai agen terapi, sehingga dapat
digunakan sebagai pilihan terapi yang aman.
26
DAFTAR PUSTAKA
27
11. Kraut JA dan Madias NE. Metabolic acidosis: pathophysiology,
diagnosis and management. Nat Rev Nephrol. 2010; 6 : 274 – 285
12. Mino-Berbal JF, Alcaraz-Diaz LE, Zamora-Gomez S dan Montengro-
Ibarra AC. Normal Anion Gap Metabolic Acidosis Secondary to
Topiramate Intake. Case Report. 2018; 4 (2): 126 – 36
13. Matyukhin I, Patschan S, Ritter O dan Patschan D. Etiology and
Management of Acute Metabolic Acidosis: An Update. Kidney Blood
Press Res. 2020; 45 : 523 – 531
14. Kraut JA dan Kurtz I. Treatment of acute non – anion gap metabolic
acidosis. Clin Kidney J. 2015 ; 8 : 93 – 99
15. Nahas GG, Sutin KM, Fermon C, Streat S, Wiklund L dan Wahlander
S et al. Guidelines for the Treatment of Acidemia with THAM. Drugs.
1998; 55 (2): 191 – 224
16. Kraut JA dan Madias NE. Metabolic acidosis : pathophysiology,
diagnosis and management. Nat Rev Nephrol. 2010; 6 : 274 – 284
17. Kraut JA dan Madias NE. Treatment of acute metabolic acidosis : a
pathophysiologic approacht. Nat Rev Nephrol. 2012 : 1 – 13
18. Gennari FJ. Metabolic Alkalosis. In : Floege J, Johnson RJ dan
Feehally J. Comprehensive Clinical Nephrology. New York : Saunders
Elsevier. 2010. p. 167 – 175.
19. Palmer BF dan Alpern RJ. Metabolic Alkalosis. JASN. 1997. 1462-8
20. McNamara J dan Worthley LIG. Acid-Base Balance : Part II
Pathophysiology. Critical Care and Resuscitation. 2001; 3 : 188 – 201
21. Maston N, Kehl D, Copp J, Nourbakhsh N, Rifkin DE. Alkalotic
Anonymous: Severe Metabolic Alkalosis. The American Journal of
Medicine. 2014 ; 127 (1) : 1 – 3
22. Webster NR dan Kulkarni V. Metabolic Alkalosis in the Critically Ill.
Crit Rev in Clin Lab Science. 1999 ; 36(5) : 497 - 510
23. Kaplan LJ, Frangos S. Clinical review: Acid-base abnormalities in
intensive care unit. Crit Care 2009. 9: 198–203.
28
24. Ghauri SK, Javaeed A, Mustafa KJ, Podlasek A dan Khan As.
Bicarbonate Therapy for Critically Ill Patients eith Metabolic Acidosis
: A Systematic Review. Cureus. 2019; 11 (3): 1 – 10
25. Morris CG dan Low J. Metabolic acidosis in the critically ill: Part 2
Cause and treatment. Anesthesia. 2008; 63 : 396-411
26. Mehrotra R, Kople JD dan Wolfson M. Metabolic acidosis in
maintenance dialysis patients : Clinical considerations. International
Society of Nephrology. 2003; 88 : 13 – 25
29