Sekitar tahun 1800, banyak kimiawan Prancis termasuk Antoine Lavoisier secara keliru
berkeyakinan bahwa semua asam mengandung oksigen. Lavoisier mendefinisikan asam sebagai
zat mengandung oksigen karena pengetahuannya akan asam kuat hanya terbatas pada asam-asam
okso dan karena is tidak mengetahui komposisi sesungguhnya dari asamasam halida, HCI, HBr,
dan HI.
Lavoisier-lah yang memberi nama oksigen dari dua kata bahasa Yunani yaitu oxus
(asam) dan gennan (menghasilkan) yang berarti “penghasil/pembentuk asam”. Setelah unsur
klorin, bromin, dan iodin teridentifikasi dan ketiadaan oksigen dalam asam – asam halida
ditemukan oleh Sir Humphry Davy pada tahun 1810, definisi oleh Lavoisier tersebut kemudian
ditinggalkan. Kimiawan Inggris pada waktu itu, termasuk Humphry Davy berkeyakinan bahwa
semua asam mengandung hidrogen. Setelah itu pada tahun 1884, ahli kimia Swedia yang
bernama Svante August Arrhenius dengan menggunakan landasan ini,
Istilah asam berasal dari bahasa Latin “Acetum” yang berarti cuka, karena diketahui zat
utama dalam cuka adalah asam asetat. yaitu zat yang berasa masam.
Basa (alkali) berasal dari bahasa arab yang berarti abu. Secara umum basa yaitu zat yang berasa
pahit dan bersifat kaustik. Definisi umum dari basa adalah senyawa kimia yang menyerap ion
hydronium ketika dilarutkan dalam air. Basa adalah lawan dari asam, yaitu ditujukan untuk
unsur/senyawa kimia yang memiliki pH lebih dari 7. Kostik merupakan istilah yang digunakan
untuk basa kuat. Basa dapat dibagi menjadi basa kuat dan basa lemah. Kekuatan basa sangat
tergantung pada kemampuan basa tersebut melepaskan ion OH dalam larutan dan konsentrasi
larutan basa tersebut.
a. Asidosis metabolic
1. Defenisi
Setiap metabolisme tubuh menghasilkan zat metabolik (hasil metabolisme) yang bersifat
asam. Zat zat hasil metabolisme tersebut dapat bersifat volatile yang dieksresikan berupa berupa
gas pada pernafasan seperti karbodioksida (CO2), dan aseton, dan metabolisme yang bersifat
metabolit tetap seperti laktat dan zat zat metabolisme lainnya. Zat zat metabolit ini bersifat asam
lemah dan berperan dalam asam basa tubuh sebagaimana yang dijelaskan pada prinsip stewart.
Zat zat sisa metabolisme ini harus dikeluarkan dari tubuh. Dalam keaadaan normal perubahan
tersebut dapat dikompensasi oleh tubuh dalam mekanisme keseimbang.
Asidosis metabolik merupakan penurunan pH darah yang terjadi akibat perubahan metabolik
sebagai proses primernya yang bukan merupakan respon dari gangguan lain. Proses utama
primer adalah penurunan bikarbonat dari batas normal dan bukan merupakan kompensasi atau
proses sekunder terhadap peningkatan karbondioksida. Penurunan HCO-3 terjadi sebagai titrasi
pada persamaan reaksi dari peningkatan ion hidrogen yang di hasilkan oleh zat zat asam
metabolik. Penyebab penurunan HCO-3 ini dapat terjadi memalui mekanisme kehilangan
langsung senyawa basa dari dalam tubuh atau asupan senyawa asam yang berlebihan kedalam
tubuh.
2. Etiologi
Perbedaan anion ( anion gap ) berperan terhadap terjadinya asidosis metabolik ( seperti yang
dibahas pada prinsip bikomiawi asam basa menurut stewart, pada bab-III). Berdasarkan jenis
terjadinya anion gap, asidosis metaboli dapat dibedakan menjadi 2 tipe yaitu, asidosis metabolik
dengan anion gap yang tinggi dan asidosis metabolik dengan normal anion gap. Secara terperinci
penyebab asidosis ini dapat berupa :
3. Patofisiologi (pataflow)
Gejala gejala klinis yang muncul merupakan manifestasi dari efk metabolik akibat dari
asidosis yang terjadi. Efek metabolik tersebut dapat berdampak pada sistem kardiovaskuler,
respirasi dan elektrolit.
Terjadinya asidosis menyebabkan hiperventilasi dengan nafas cepat dan dalam yang disebut
sebagai pernafasan kussmaul. Peningkatan laju dan kedalaman pernafasan sebenarnya
merupakan mekanisme kompensasi otonom dari tubuh untuk menurunkan kadar karbondioksida
sehingga suasana asam berkurang. Laju respirasi yang meningkat ini akan meningkatkan
ketersediaan oksigen pada ventilsi sehingga ambilan oksigen diparu dan pengeluaran
karbondioksida akan meningkat pula.
Pada sistem kardiovaskuler, terjadinya asidosis metabolik menyebabkan depresi otot jantung
sehingga kontraktilitasnya menjadi berkurang namun secara bersamaan terjadi perangsangan
simpatis sehingga menyebabkan takikardi dan vasokontriksi arteri arteri utama dan vena serta
dilatasi arteriol.
Asidosis metabolik juga menyebabkan hiperkalemia yang terjadi melalui perpindahan
kalium intraseluler ke intravaskuler. Efek yang di timbulkan akibat peningkatan kalium
bervariasi tergantung dengan penyebab primer asidosisnya misalnya pada hiperkalimia akibat
gagal ginjal pada asidosis uremik lebih jelas efek hiperkalemianya.
4. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan terhadap asidosis metabolik harus mencakup tiga aspek yaitu melakukan
diagnosa terjadinya asidosis tersebut, diagnosa terhadap penyebabnya, dan menilai tingkat
keparahan yang terjadi baik secara level biokimiawi ataupun gangguan organ dan sistem organ
yang terjadi serta gejala klinis yang muncul.
Bila terdapat gejala gejala klinis dari efek metabolik yang diduga akibat terjadinya asidosis
metabolik, maka harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan bikarbonat yang rendah, anion gap
yang klorida yang tinggi. Asidosis metabolik ini diduga pada penyakit atau gangguan klinis
primernya, penatalaksanaan suportif sesuai gejala yang muncul, dan melakukan koreksi terhadap
asam basa yang terjadi.
5. Penatalaksanaan medis
1. Emergency ( E )
Merupakan pelaksanaan gawat darurat terhadap kondisi klinis yang mengancam jiwa
misalnya kontrol pernafasan, resusitasi kardiopulmonal dan koreksi hiperkalimia berat. Tindakan
ini merupakan tindakan prioritas utama pada kondisi kegawatan.
2. Cause ( C )
Melakukan penatalaksanaan terhadap penyebab primernya. Tindakan ini merupakan
tindakan defenitif dalam penatalaksanaan asidosis metabolik yang terjadi.
3. Losses ( L )
Merupakan tindakan mengganti cairan dan elektrolit yang hilang, tindakan ini dilakukan
sesuai dengan kondisi hemodinamik dan analisis elektrolit plasma yang terjadi.
4. Specific ( S )
Bila diperlakukan tindakan spesifik terhadap gangguan atau komplikasi spesifik yang
muncul, misalnya tindakan hemodialisa pada kasus kasus dengan peningkatan zat zat toksik,
rabdomilisis untuk mencegah gagal ginjal akut. Beberapa penyakit primer penyebab asidosis
metabolic tersebut seperti pemberian insulin pada ketoasidosis diabetik.
6. Komplikasi
1. Apabila asidosis metabolic disebabkan oleh gagal ginjal kronis, komplikasi dapat
berupa osteodistrofi ( penguraian tulang akibat penyakit ginjal ) dan esefalopati ginjal.
2. Apabila pH dari 7,0, maka dapat terjadi distritmia jantung. Hal ini terjadi akibat
perubahan dalam hantaran jantung, yang timbul sebagai respon langsung terhadap penurunan
pH, dank arena efek peningkatan konsentrasi ion hydrogen pada kalium plasma dan intra sel.
7. Prognosis
Prognosis pasien asidosis metabolik laktat lebih buruk dibandingkan asidosis metabolik non-
laktat meskipun kadar asidodis lebih ringan. Penentuan kadar laktat penting pada pasien dengan
syok, sepsis, asma, pasca operasi, cedera otak, gagal hati, cedera paru akut (acute lung injury),
dan keracunan.1 Kadar laktat tinggi pada pemeriksaan awal secara bermakna berhubungan
dengan peningkatan angka mortalitas.
Kadar laktat yang diukur pada 24 jam setelah masuk rumah sakit mempunyai sensitivitas
55,6% dan spesifisitas 97,2% untuk memperkirakan prognosis pasien sakit berat.3 Angka
kematian (mortalitas) pasien asidosis metabolik laktat dewasa hampir dua kali lebih tinggi
dibandingkan pasien sakit berat dengan asidosis metabolik non laktat.Mortalitas asidosis
metabolik laktat pasien yang dirawat unit perawatan intensif, berkisar 22-80,8%, Husein
melaporkan kadar laktat pasien dengan asidosis metabolik laktat setelah dirawat 24 jam di ruang
perawatan intensif >2,2 mmol/L memiliki persentase mortalitas sampai dengan 58%.
b. Asidosis respiratorik
1. Defenisi
2. Etiologi
Mekanisme penyebab utama asidosis respiratorik adalah gangguan sistem pernafasan berupa
gangguan proses ventilasi atau pertukaran gas di alveoli, sehingga menyebabkan karbondioksida
tertahan didalam vaskuler. Akibat dari tidak baiknya prosesn ventilasi, selain karbondioksida
yang tertahan dalam vaskuler alveolo juga menyebabkan amnbilan oksigen tidak optimal,
sehingga asidosis respiratorik sering disertai dengan hipoksemia. Secara terperinci, asidosis
respiratorik dapat disebabkan oleh :
3. Patofisiologi (pataflow)
Gejala klinis pertama yang muncul merupakan respon tubuh terhadap hiperkapnia atau
peningkatan karbondioksida. Respon ini terjadi melalui mekanisme peningakatan
karbondioksida menyebabkan vasodilatasi pembuluh pembuluh kecil sehingga menyebabkan
aliran darah otak meningkat dan berdampak pada peningkatan tekanan intrakranial. Pengkatan
aliran darah otak dan tekanan intrakrnial ( TIK ) berperan dalam merangsang peningkatan
ventilasi pada pusat nafas. Namun pada keadaan yang berat, peningkatan TIK dapat
menyebabkan sesak nafas, sakit kepala, gangguan kesadaran mulai dari disorientasi hingga
keadaan yang berat, dan dapat juga menyebabkan gejala gangguan neurologik sesuai dengan
bagian otak mana yang tertekan.
4. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan utama yang dilakukan adlaah analisis gas darah, dan sebagai penanda
terjadinya asidosis respiratorik adalah pH darah yang rendah pCO2 yang tinggi lebih dari 40
mmHg. Namun pemeriksaan juga harus dilakukan terhadap analisis gas darah lainnya dan
adanya gejala dari gangguan asam basa tersebut karena peningkatan pCO2 semata dapat juga
terjadi pada mekanisme kompensasi alkalosis metabolik.
5. Penatalaksanaan medis
c. Alkalosis metabolik
1. Defenisi
Alkalosis metabolik adalah peningkatan pH darah akibat dari peningkatan kadar bikarbonat
diatas batas normal sebagai penyebab primer. Namun peningkatan bikrbonat yang merupakan
respon kompensasi terhadap asidosis respiratorik kronis bukanlah merupakan alkalosis
metabolik.
2. Etiologi
Alkalosis metabolik pada umumnya jarang terjadi karena setiap terjadi peningkatan
bikarbonat plasma 24mEq/L, maka ginjal melakukan respon dengan tidak melakukan reabsorbsi
dan mengekresikan bikarbonat ke urin.
Alkalosis metabolik pada umumnya disebabkan oleh peningkatan bikarbonat akibat
kehilangan ion hidrogen dan klorida yang banyak pada urin akibat pemberian diuretik ataupun
muntah yang berlebihan. Selain itu, alkalosis metabolik juga dapat disebabkan oleh pemberian
dari luar secara parenteral dari zat yang mengandung bikarbonat, seperi infus natrium-bikarbonat
atau sitrat yang diberikan pada transfusi darah. Namun alkolosis metabolik yan terjadi akibat
pemberian zat zat dari luar tidak berlangsung lama, dan dapat membaik segera bila pemberian
dihentikan karena adanya mekanisme kompensasi dari ginjal.
Penurunan kadar kalium plasma jug aberisiko terhadap terjadinya alkalosis metabolik.
Hipokalemia merangsang ginjal untuk meningkatkan retensi bikarbonat. Oleh karena itu,
alkalosis dapat terjadi pada berbahgai gangguan klinis yang menyebabkan hipokalemia seperti
pemberian diuretik tidak hemat kalium ( kaliuretik ), hiperaldosteron dan sindroma cushing.
3. Patofisiologi (pataflow)
Gejala klinis yang muncul pada alkalosis metabolik umumnya adalah akibat dari penyebab
primernya sepertihipokalemia, hipovolemia dan hiponatremia. Sehingga, secara umum pada
alkalosis metabolik terjadi penurunan kontraktilitas miokard, aritmia, penurunan aliran darah
otak, gangguan pelepasan oksigen di jaringan dan gangguan mental dan kesadaran.
Akibat adanya alkalosis, sistem respirasi juga berespon dengn menurun ventilasi sebagai
upaya untuk mempertahankan karbondioksida sebagai konpensasi terhadap alkalosis yang
terjadi. Akibatnya, ambilan oksigen juga berkurang dan dapat beresiko untuk terjadinya
hipoksemia, yang akhirnya menimbulkan hipoksia.
4. Pemeriksaan diagnostik
Alkalosis metabolik patut diduga bila muncul gejala gejala klinis seperti yang dijelaskan
sebelumnya pada kasus kasus yang berisiko, seperti pada muntah muntah hebat, pemberian
diuretik, pemasangan nasogastrik suksion, obstruksi pilorus dan sindrome mineralokosrtikoid
addison. Pemeriksaan yang dilakukan adalah analisis gas darah serta pemeriksaan elektrolit
untuk memastikan gangguan asam basa yang terjadi dan gangguan elektrilit yang merupakan
mekanisme penyebabnya.
5. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanan alkalosis metabolik ini adalah dengan melakukan penatalaksanaan gangguan
primernya, seperti koreksi hipokloremia yang terjadi , pemberian cairan pada hipovolemia dan
koreksi hipokalemianya. Pada pemberian kasus, namun jarang diperlukan penatalksaan koreksi
alkalosis metabolik diperlukan pemberian infus hidroklorida ( HCL ). Pemberian hidroklorida
secara langsung akan mengkoreksi hipokloremik yang terjadi serta akan meningkatkan pelepasan
oksigen dijaringan atau menggser kurva disosiasi oksihemoglobin ke kanan.
d. Alkalosis respiratorik
1. Defenisi
Alkalosis respiratorik terjadi ketika kadar karbon dioksida dan oksigen dalam darah tidak
seimbang dan kondisi tubuh cenderung basa karena gangguan aspek karbondioksidanya. Tubuh
prinsipnya membutuh oksigen. Ketika anda menghirup udara, oksigen masuk ke paru. Ketika
ekspirasi, maka anda melepaskan karbon dioksida keluar sebagai sisa metabolisme. Secara
normal sistem respirasi ini menjaga keseimbangan dua gas ini.
Alkalosis respiratorik terjadi ketika penderita bernafas terlalu cepat, atau terlalu dalam dan
karbon dioksida kadarnya turun. Ini menyebabkan pH darah meningkat menjadi basa atau
alkalin. Ketika darah menjadi asam, maka disebut asidosis respiratori. Ketika ph darah menjadi
basa maka disebut alkalosis respiratori. Meskipun nanti di pembahasan lain kita bahas alkalosis
metabolik dan asidosis metabolik.
Ingat, pH yang meningkat artinya di atas 7.0, akan menyebabkan Basa. sedangkan pH yang
basa disebabkan rendahnya kadar Karbon Dioksida dan tingginya HCO3 tubuh. Begitu
sebaliknya.
2. Etiologi
Mekanisme utama penyebab alkalosis adalah terjadinya hipeventilasi sehingga pengeluaran
karbondioksida di alveoli menjadi meningkat dan lebih cepat, akibatnya konsentrasi atau tekanan
parsial karbondioksida menjadi rendah.
Hiperventilasi ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor yaitu faktor sentral atau
pada pusat saraf kontrol pernafasan, hipoksemia dan gangguan paru. Gangguan sentral yang
dapat menyebabkan terjadinya hipeventilasi adalag cedera kepala, strok, gangguan supra
tentorial seperti nyeri, rasa takut atau stress yang berlebihan, spsis dan intosikasi beberapa zat
atau obat obatan seperti salisilat dan obat obat analeptik. Sedangkan hipoksemia secara langsung
merangsang kemoreseptor perifer untuk meningkatkan pernafasan sebagai mekanisme
kompensasi terhadap kekurangan oksigen ( hipoksemia ) yang terjadi. Mekanisme kompensasi
ini, terutama pada hipoksemia berat justru dapat menyebabkan kadar karbondioksida menjadi
sangat rendah, sehingga berisiko menimbulkan alkalosis.
Berdasarkan pengertian dan pahogenesis terjadinya alkalosis respiratorik tersebut terdapat
dua catatan penting. Pertama, hiperventilasi yang diikuti dengan hipokapnia atau penurunan
tekanan parsial karbondioksida tidak selalu berarti alkalosis respiratorik. Kedua, peningkatan
frekuensi nafas atau laju pernafasan tidak selalu berarti hiperventilasi, sehingga peningkatan laju
nafas tidak selalu menyebabkan hipokapnia dan alkalosisi respiratorik. Hiperventilasi yang
dimaksud adalah hiperventilasi paru, yaitu peningkatan pertukaran gas di alveoli dnegan
pengambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida oleh kapiler paru. Hiperventilasi meningkat
bila laju pernafasan meningkat disertai dengn tidak yang optimal dan tidak terjadi pada ruang
rugi. Kondisi ini dapat dilihat pada peningkatan laju pernafasan pada kasus kerusakan jaringan
paru berat seperti ALI atau ARDS.
3. Patofisiologi (pataflow)
Penurunan pCO2 dan gangguan keseimbangan asm basa alkalosis respiratorik menyebabkan
gangguan fungsi kardiovaskuler dan sistem saraf. Gangguan ini menyebabkan vanskonstriksi
pembuluh darah otak (serebral) yang mengakibatkan penurunan aliran darah otak pada waktu
singkat (sekitar 4-6 jam), gangguan irama jantung (aritmia) dan penurunan kontraktilitas otot
jantung. Gangguan sistem saraf lainnya dapat berupa peningkatan sensitifitas rangsang atau
iritabilitas saraf otot sehingga terjadi spasme otot. Selain itu akibat penuruanan tekanan
intrakranial dapat juga terjadi gangguan mental dan kesadaran
4. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan utama yang dilakukakan adalah analisis gas darah dan elektrolit, dengan yang
menjadi nilai diagnosis utama adalah pH dan nilai pCO2. Berat ringannya alkalosis respiratorik
ditentukan oleh seberapa besar nilai penurunan pCO2- nya, yang pada kelainan primer alkalosis
respiratorik nilai pCO2 dihitung dari nilai bats normal ( $40 mmHg )
5. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan ditujukan pada penatalaksanaan penyakit penyebabnya dan koreksi
hipoksemia yang terjadi yang merupakan penyebab hiperventilasinya. Bila pada alkalosis
respiratorik masih ditemukan tekanan parsial oksigen ( pO2) yang rendah ( hipoksemia ), maka
penatalaksanaan yang dilakukan dengan melakuan memperbaiki hipoksemua yng terjadu dengan
pemberian oksigen pad udara pernafasan. Selanjutnya, dengan memperhatikan nilai pO2, untuk
meningkatkan pCO2 dilakukan pernafasan dengan udara berulang ( rebrithing mask ).
Teori asam basa Arrhenius didasarkan pada pembentukan ion dan pada larutan berair
(aqueous solution).
Asam adalah spesies yang menghasilkan ion H+ atau H3O+ dalam larutan berair.
contoh: HCl, H2SO4, H2CO3, H3PO4,HCN, HNO3
HCl + H2O à H+ + Cl- + H2O
Basa adalah spesies yang menghasilkan ion OH- dalam larutan berair.
Secara umum :
Sedangkan kekurangan atau kelemahan dari teori asam basa Arrhenius yaitu:
Teori asam basa Arrhenius terbatas dalam pelarut air, namun tidak dapat menjelaskan
reaksi asam-basa dalam pelarut lain atau bahkan reaksi tanpa pelarut.
Teori asam basa Arrhenius hanya terbatas sifat asam dan basa pada molekul, belum
mampu menjelaskan sifat asam dan basa ion seperti kation dan anion.
Tidak menjelaskan mengapa beberapa senyawa, yang mengandung hidrogen dengan
bilangan oksidasi +1 (seperti HCl) larut dalam air untuk membentuk larutan asam,
sedangkan yang lain seperti CH4 tidak.
Tidak dapat menjelaskan mengapa senyawa yang tidak memiliki OH-, seperti Na2CO3
memiliki karakteristik seperti basa.
Asam dan basa dapat dikelompokan menjadi asam basa monovalen dan asam basa
polivalen. Asam basa monovalen yaitu senyawa yang valensi asam atau basa adalah satu.
CH3COOH à H+ + CH3COO-
Sedangkan asam basa polivalen yaitu senyawa yang valensi asam atau basa adalah lebih
dari satu. Asam dan basa polivalen mengion secara bertahap dan tiap tahap memiliki nilai
tetapan kesetimbangan sendiri.
HSO4- à H+ + SO42-
Pasangan asam-basa konjugasi secara singkat yaitu asam makin lemah, basa konjugasinya makin
kuat.
Ka x Kb = Kw
Asam basa
Asam basa
Reaksi asam basa akan menyebabkan reaksi perpindahan proton dari asam ke basa dan
membentuk asam dan basa konjugasi.
Asam konjugasi memiliki atom H lebih banyak daripada basa konjugasinya sedangkan
basa konjugasi memiliki muatan negatif lebih banyak daripada asam konjugasinya. Semua asam
basa Arrhenius adalah asam basa bronsted lowry
H2PO4- à HPO42-
Berdasarkan teori ini, reaksi antara gas HCl dan NH3 dapat dijelaskan sebagai reaksi asam basa,
yaitu:
simbol (g) dan (s) menyatakan zat berwujud gas dan padat. Hidrogen khlorida
mendonorkan proton pada amonia dan berperan sebagai asam.
Menurut teori BrΦnsted dan Lowry, zat dapat berperan baik sebagai asam maupun basa. Bila zat
tertentu lebih mudah melepas proton, zat ini akan berperan sebagai asam dan lawannya sebagai
basa. Sebaliknya, bila zuatu zat lebih mudah menerima proton, zat ini akan berperan sebagai
basa.
Dalam suatu larutan asam dalam air, air berperan sebagai basa.
Basa konjugat dari suatu asam adalah spesi yang terbentuk ketika satu proton pindah dari
asam tersebut.
Asam konjugat dari suatu basa adalah spesi yang terbentuk ketika satu proton
ditambahkan ke basa tersebut.
Dalam reaksi di atas, perbedaan antara HCl dan Cl– adalah sebuah proton, dan perubahan antar
keduanya adalah reversibel. Hubungan seperti ini disebut hubungan konjugat, dan pasangan HCl
dan Cl– juga disebut sebagai pasangan asam-basa konjugat.
Larutan dalam air ion CO3 2– bersifat basa. Dalam reaksi antara ion CO32– dan H2O,
yang pertama berperan sebagai basa dan yang kedua sebagai asam dan keduanya membentuk
pasangan asam basa konjugat.
Zat disebut sebagai amfoter bila zat ini dapat berperan sebagai asam atau basa. Air adalah zat
amfoter. Reaksi antara dua molekul air menghasilkan ion hidronium dan ion hidroksida adalah
contoh reaksi zat amfoter.
Adapun kelebihan teori asam dan basa Bronsted – Lowry yaitu konsep yang telah
disampaikan Bronsted dan Lowry mengenai Teori Asam Basa tidak terbatas hanya pada pelarut
air saja, namun konsepnya dapat dengan jelas menjelaskan dan menerjemahkan mengenai reaksi
asam dan basa dalam pelarut air, bahkan mengenai reaksi tanpa pelarut.
Contoh : Reaksi antara asam klorida, HCl, dengan amonia, NH3 dengan menggunakan pelarut
benzena. Reaksinya seperti ini :
Sedangkan kekurangan teori basa dan asam Bronsted – Lowry yaitu teori Bronsted-
Lowry memiliki kelemahan yaitu tidak mampu menjelaskan alasan suatu reaksi asam dengan
basa dapat terjadi tanpa adanya transfer proton dari yang bersifat asam ke yang bersifat basa.
Reaksi asam basa merupakan pemakaian bersama pasangan elektron (contohnya : pada ikatan
kovalen koordinasi) dan semua asam basa Arrhenius adalah asam basa Lewis
Teori asam dan basa Lewis mampu menjelaskan suatu zat memiliki sifat basa dan asam
dengan pelarut lain dan bahkan dengan yang tidak mempunyai pelarut.
Teori asam dan basa Lewis mampu menjelaskan suatu zat memiliki sifat basa dan asam
molekul atau ion yang memiliki PEB atau pasangan elektron bebas. Contoh terdapat pada
proses pembentukan senyawa komplek.
Teori asam dan basa Lewis mampu menerangkan dan menjelaskan suatu senyawa
bersifat basa dari zat-zat organik, contohnya dalam DNA dan RNA didalamnya
mengandung atom N, nitrogen, dimana memiliki PEB atau pasangan elektron bebas
Sedangkan kekurangan teori basa dan asam Lewis yaitu teori Lewis memiliki kelemahan yaitu
hanya mampu menjelaskan asam-basa yang memiliki 8 ion atau oktet.
Teori Asam Basa Lux-Flood merupakan penghidupan kembali teori asam basa
oksigen yang diusulkan oleh kimiawan Jerman Hermann Lux pada tahun 1939, kemudian
dikembangkan oleh Håkon Flood sekitar tahun 1947 dan masih digunakan sampai sekarang
pada bidang geokimia modern dan elektrokimia lelehan garam. Konsep teori asam basa Lux-
Flood ditinjau berdasarkan ion oksida (O2-).
Menurut teori asam basa Lux-Flood, senyawa yang bersifat asam yaitu senyawa-
senyawa yang menjadi akseptor ion oksida. Sedangkan senyawa yang bersifat basa yaitu
senyawa-senyawa yang menjadi pendonor ion oksida. Contoh reaksi antara CaO (kapur) dan
SiO2 (pasir) yang terjadi pada suhu tinggi. Persamaan reaksi yang terjadi sebagai berikut.
Reaksi CaO atau SiO2 dapat pula terjadi pada suhu rendah sesuai persamaan berikut:
Adapun kelebihan teori asam basa lux-flood yaitu karakterisasi oksida logam dan non logam
menggunakan sistem ini bermanfaat dalam industri pembuatan logam.
Sedangkan kelemahan teori Lux-Flood yaitu teori ini terbatas hanya pada senyawa-
senyawa yang memiliki ion oksida saja. Teori ini tidak dapat menjelaskan sifat kebasaan dan
keasaman suatu senyawa yang tidak memiliki ion oksida di dalamnya.
Asam basa Lewis diklasifikasikan menurut sifat keras dan lunaknya. Logam dan ligan
dikelompokkan menurut sifat keras dan lunaknya berdasarkan pada polarisabilitas unsur yang
pada akhirnya dikemukakanlah suatu prinsip yang disebut Hard and Soft Acid Base (HSAB).
R.G Pearson awal tahun 1960 mengusulkan bahwa asam basa lewis dapat diklasifikasikan
sebagai asam basa lunak (soft) atau keras (hard).
c) Polaritasnya rendah
d) Elektronegatifitasnya tinggi
b. Syarat-Syarat Asam-Basa Lunak (Soft) :
a) Jari-jari atom
c) Polaritasnya tinggi
d) Ekektronegatifitasnya rendah
Berdasarkan prinsip HSAB, asam keras cenderung lebih suka untuk berkoordinasi
dengan basa keras, dan demikian juga halnya dengan asam lunak yang cenderung lebih suka
berkoordinasi dengan basa lunak. Asam keras dan basa keras cenderung mempunyai atom yang
kecil, oksidasi tinggi, kepolaran rendah, dan keelektronegatifan tinggi.
Sedangkan asam dan basa lunak cenderung mempunyai atom yang besar, tingkat oksidasi
rendah, dan elektronegatifan rendah. Interaksi antara asam keras dan basa keras disebut dengan
interaksi ionik, sedangkan interaksi antara asam lemah dan basa lemah lebih bersifat kovalen.
Contohnya antara Cr3+ dan OH-. Cr3+ merupakan asam kuat dan OH- merupakan basa kuat,
sehinnga kedua asam basa ini akan berinteraksi secara kuat melalui pembentukan ikatan
koordinasi karena pasangan elektron bebas unsur O pada OH- akan menempati orbital kosong
yang ada di Cr3+.
Pada kenyataannya asam keras yang berikatan dengan dengan basa keras akan memiliki
kestabilan yang lebih tinggi dibandingkan asam keras yang berikatan dengan basa lunak. Asam
keras (misalnya : Fe3+) yang berikatan dengan halogen, kestabilannya akan menurun
berdasarkan urutan : F- > Cl- > Br- > I-. Sedangkan asam lunak (misalnya : Hg2+) yang
berikatan dengan golongan halogen, kestabilannya akan meningkat berdasarkan urutan : F- < Cl-
< Br- < I-. Hal ini disebabkan karena F- dan Cl- merupakan basa keras, sehingga akan lebih
stabil jika berikatan dengan asam keras, sebaliknya I- yang merupakan basa lunak, akan lebih
stabil jika berikatan dengan asam lunak.
Asam basa sistem basa sistem pelarut dikembangkan oleh Cady Esley. Berdasarkan teori
ini, yaitu
asam sistem pelarut yaitu spesies kimia yang bila dilarutkan dalam pelarut tertentu dapat
meningkatkan konsentrasi kation karakteristik dari pelarut tersebut.
Contoh cairan NH4Cl dilarutkan dalam cairan NH3, maka NH4Cl bertindak sebagia
asam sistem pelarut karena dalam NH3, cairan NH4Cl teriosisasi menjadi NH4+ + Cl-.
NH4+ inilah yang disebut kation karakteristik pelarut (KKP).
Sedangkan basa sistem pelarut yaitu suatu spesi kimia yang bila dilarutkan dalam pelarut
tertentu dapat meningkatkan anion karakteristik plarut tersebut.
Contoh melarutkan kristal NaCl dalam cairan POCl2, maka NaCl disebut anion
karakteristik pelarut (AKP). Karena dalam campuran NaCl terurai menjadi Na+ dan Cl-.
Cl- inilah yang disebut AKP.
Kelebihan dari teori ini adalah sifat keasaman dan kebasaan suatu senyawa dapat
ditingkatkan karakteristiknya.
Kelemahan dari teori ini adalah tidak semua pelarut dapat atau mampu
meningkatkan karakteristik sifat keasaman ataupun kebasaan suatu senyawa.
Usanovich merupakan seorang ahli kimia Rusia. Teori Asam Basa Asam Usanovich tidak
diakui oleh dunia atau bisa dibilang bukan teorinya. Hal ini disebabkan teori yang diungkapkan
tersebut merupakan gabungan dari semua teori asam basa yang pernah diungkapkan ahli-ahli
kimia yang lain.
Mikhail Usanovich telah mengembangkan teori umum yang tidak membatasi keasaman suatu
senyawa yang hanya mengandung hidrogen saja, tetapi lebih umum dari teori asam basa Lewis.
Teori Usanovich dapat diringkas:
Asam didefinisikan sebagai spesies yang dapat menyumbangkan kation untuk kemudian
bergabung dengan (menerima) anion untuk menetralkan basa menghasilkan garam.
Basa didefinikasikan sebagai spesies yang dapat memberikan anion (elektron) untuk
bergabung dengan kation atau menetralkan asam kemudian menghasikan garam .
Definisi Usanovich ini telah mencakup semua definisi yang telah ada sebelumnya dan konsep
redoks (oksidasi-reduksi) sebagai kasus khusus dalam reaksi asam-basa.
Contoh :
Oksida asam adalah oksida bukan logam yang saat bereaksi dengan air membentuk
asam.
Oksida asam akan bereaksi dengan larutan basa membentuk garam dan air
Oksida basa adalah oksida logam yang saat bereaksi dengan air akan menghasilkan basa:
Oksida basa akan bereaksi dengan larutan asam membentuk garam dan air
Na2O + H2SO4 ---> Na2SO4 + H2O
Untuk mengetahui suatu reaksi menghasilkan endapan atau tidak....ada dua cara. Cara
pertama menggunakan tabel kelarutan (dengan menghitung nilai perbandingan Ksp dengan
Qsp nya), contoh :
Reaksi Ion (larutan elektrolit terurai menjadi ion2nya dan yang mengendap tidak diuraikan).
Reaksi ion bersihnya (ion2 yang sama di ruas kiri dan kanan dihilangkan)
Kedua reaksi di atas sebenarnya menghasilkan H2CO3 akan tetapi segera terurai
menjadi H2O(l) dan CO2(g).
Ada beberapa sifat-sifat khusus untuk membedakan suatu zat atau senyawa berupa asam
atau basa yaitu:
1. Sifat Asam
Karena Ion hidrogen mempunyai muatan positif (makanya dikasih tanda plus (+)
disebelah atas belakang H). Secara umum, Asam memiliki sifat sebagai berikut:
Rasa masam jika dilarutkan dalam air (hanya untuk asam lemah)
Sentuhan : terasa menyengat bila disentuh dan dapat merusak kulit (terutama jika asam
pekat)
Bersifat korosif terhadap logam. Dapat menyebabkan karat, dapat pula merusak jaringan
kulit/iritasi dan melubangi benda yang terbuat dari kain, kayu atau kertas jika
konsentrasinya tinggi (pengalaman pribadi, kalian mau coba? Dio kayanya semangat nih)
Hantaran listrik : merupakan cairan elektrolit walaupun tidak selalu ionik (dapat
menghantarkan listrik walau tidak selalu berbentuk ion)
Derajat keasaman (pH) lebih kecil dari 7
Mengubah warna lakmus menjadi berwarna merah
2. Sifat Basa
Rasa pahit jika dilarutkan dalam air (hanya untuk basa lemah)
Sentuhan : terasa licin seperti sabun bila disentuh (hanya untuk basa lemah)
Bersifat kaustik (dapat merusak jaringan kulit/iritasi)
Hantaran listrik : dapat menghantarkan listrik (merupakan larutan elektrolit)
Derajat keasaman (pH) lebih besar dari 7
Mengubah warna lakmus menjadi berwarna biru
Dalam keadaan murni umumnya berupa kristal padat
Dapat mengemulsi minyak
Asam terbagi dua jenis yaitu Asam Kuat dan Asam Lemah.
a. Asam Kuat yaitu Asam yang dapat terionisasi 100% dalam larutan
o Asam askorbat
o Asam karbonat
o Asam sitrat
o Asam etanoat
o Asam laktat
o Asam fosfat
Seperti halnya asam, basa juga terbagi menjadi 2 jenis yaitu Basa Kuat dan Basa Lemah
a. Basa Kuat
yaitu Basa yang dapat terionisasi sempurna sesuai dengan unsure pembentuk basa
tersebut.
b. Basa Lemah
yaitu basa tidak berubah seluruhnya menjadi ion hidroksida dalam larutan. Amonia
adalah salah satu contoh basa lemah. Sudah sangat jelas ammonia tidak mengandung ion
hidroksida, tetapi amonia bereaksi dengan air untuk menghasilkan ion amonium dan ion
hidroksida.
Akan tetapi, reaksi berlangsung reversibel, dan pada setiap saat sekitar 99% amonia tetap
ada sebagai molekul amonia. Hanya sekitar 1% yang menghasilkan ion hidroksida. Disebut basa
lemah karena zat terlarut dalam larutan ini tidak mengion seluruhnya, α ≠ 1, (0 < α < 1).
Penentuan besarnya konsentrasi OH- tidak dapat ditentukan langsung dari konsentrasi basa
lemahnya (seperti halnya basa kuat).
o Hydroksilamine (NH2OH)
1. Pengkajian
1) Identitas
2) Keluhan utama
5) Pemeriksaan fisik
Dispnea 040208
Aktivitas-aktivitas:
Pusing ketidakseimbanga
12345
n yang terjadi
Penglihatan kabur ( misalnya,
respiratorik atau
040214 metabolik) dan
kompensasi
Objektif
Keseimbangan ventilasi
mekanisme
dan perfusi
fisiologis yang
Sianosis terjadi ( misalnya,
kompensasi paru
Diaforesia -0606 Keseimbangan
atau ginjal dan
elektrolit dan asam basa
penyannga
Gelisah
fisiologis/
Definisi
Napas cuping hidung physiological
Keseimbangan elektrolit buffer)
Pola nafas abnormal
dan non-elektrolit pada Pertahankan
ruang intraseluler dan pemeriksaan
Warna kulit abnormal
ekstraseluler tubuh berkala terhadap
Kesadaran menurun pH arteri dan
Indikator
plasma elektrolit
untuk membuat
060001
perencanaan
Denyut jantung apikal perawatan yang
akurat.
12345
-1914 Manajemen asam
basa: Alkalosis
Respiratorik
060003
Definisi
Frekuensi peenafasan
Peningkatan
12345
keseimbanagan asam basa
da pencegahan
komplikasi karena nilai
060004 PaCO2 darah yang lebih
rendh dari yang
Irama pernafasan
diharapkan
12345
Akitivitas-aktivitas :
060005 Perhankan
kepatenan jalan
Serum sodium
nafas
Objektif 060314
Aktivitas-aktivitas:
041605
Definisi
12345
12345
Aktivitas-aktivitas:
Ambil spesimen
041608 yag diminta untuk
pemeriksaan
Keseimbangan elektrolit
laboratorium
dan asam/ basa
keseimbangan
asam basa
12345
Ambil spesimen
secara berurutan
untuk menentukan
pola
kecenderungan
Analisa
kecenderungan
serum pH pada
pasien yang
mengalami
kondisi dengan
efek yang lambat
pada nilai pH
Analisa
kecenderungan
serum pH pada
pasien yang
beresiko
3. Gangguan mekanisme
Monitor nilai
regulasi
060604 serum elektrolit
3. Diabetes melitus
12345 -4120 manajemen cairan
4. Penyakit Chron
5. Gastroenteritis Definisi
DiareW
12345
3. Evaluasi
Mengevaluasi respo subyektif dan obyektif setelah dilaksanakan intervensi dan
dibandingkan dengan NOC serta analisis teerhadap perkembangan diagnosis keperawatan yang
telah dilakukan
4. Promosi kesehatan
2.9 WOC
2.10 Analisa Jurnal
ANALISIS JURNAL
Judul : Keseimbangan asam-basa tubuh dan kejadian sindrom metabolik pada remaja
obesitas
Latar Belakang :
Prevalensi sindrom metabolik (SM) meningkat pada populasi muda seiring meningkatnya
obesitas dikalangan anak-anak dan remaja. Pola makan kebarat-baratan merupakan salah satu
penyebabnya. Diet Western yang kaya produk makanan hewani dapat menghasilkan asam saat
proses metabolisme sehingga dapat menyebabkan berlebihnya asam dalam tubuh yang disebut
dietary acid load, yang berkontribusi terhadap keseimbangan asam-basa melalui metabolisme
sulfur yang mengandung asam amino sistein dan metionin dengan menghasilkan ion H+ dan
menurunkan pH.
Metode :
Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan prevalensi obesitas pada remaja sebesar 9,1%.
Hasil ini lebih tinggi dibandingkan prevalensi obesitas di Indonesia berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, yaitu prevalensi obesitas pada remaja berusia 16-18
tahun sebesar 1,6% (18). Kemudian hasil penelitian ini juga menemukan adanya hubungan yang
signifikan antara skor PRAL dengan lingkar pinggang, tekanan darah sistolik, tekanan darah
diastolik, dan kadar trigliserida. Tidak ada hubungan antara pH urin dengan semua komponen
sindrom metabolic.
Kesimpulan :
Penelitian ini menemukan adanya hubungan yang signifikan antara skor PRAL dengan
lingkar pinggang, TDS, TDD, dan kadar trigliserida. Tingginya dietary acid load dapat menjadi
salah satu faktor risiko terjadinya sindrom metabolik pada remaja obesitas. Diperlukan
pemberian edukasi kepada remaja obesitas berupa pentingnya mengatur pola makan. Pola makan
remaja yang cenderung tinggi protein hewani sebaiknya dikurangi dan diimbangi dengan
konsumsi protein nabati karena protein nabati hanya memiliki sedikit pengaruh dalam pemberian
beban asam dalam tubuh.