Nilai adalah sebuah keyakinan yang abadi terbentuk karena perilaku
spesifik. Nilaimerupakan ciri sentral dari sistem kepercayaan seorang individu karena kualitas keabadianmereka. Nilai-nilai berfungsi sebagai pedoman bagi tindakan (Rokeach, 1973). Nilai-nilaikeluarga di definisikan sebagai suatu sistem ide, sikap, dan kepercayaan tentang nilai suatukeseluruhan atau konsep secara sadar dan tidak sadar mengikat bersama-sama seluruhanggota keluarga dalam suatu budaya. Nilai merupakan konsep yang dibentuk akibat dari penampilan kehidupan keluarga,teman, budaya, pendidikan, pekerjaan dan istirahat. Nilai tergantung individu dalammempersepsikannya. Nilai antara positif dan negatif sangat berbeda. Masyarakat lebihcenderung menyukai nilai yang berasal dari keyakinan agama, kedekatan keluarga, pandangan seksual, kelompok etnik lainnya, dan keyakinan akan peran jenis kelamin. Ada 7 kriteria yang digunakan untuk mengartikan nilai yaitu: kehendak lebih pada kemampuankognitif, proses pendewasaan nilai, berubah-ubah dan fleksibel, penampilan nilai, penampilandiri memberikan informasi tentang nilai, secara psikologi kedewasaan orang dewasa karenaadanya kepercayaan diri dan kearifan/kebijaksanaan dan proses nilai seseorang dimulaidengan keterbukaan akan kesiapan penampilan. Kebudayaan keluarga merupakan suatu sumber sistem nilai dan norma- norma utamadari sebuah keluarga. Nilai-nilai berfungsi sebagai pedoman umum bagi perilaku dan dalam keluarga nilai- nilai tersebut membimbing perkembangan aturan-aturan dan nilai-nilai dari keluarga. Misalnya, jika seseorang menilai kesehatan dan merasakannya dalam suatu keadaan atausuasana yang menyenangkan,maka jauh lebih mungkin ia ikut dalam upaya perawatankesehatan dan kebiasaan-kebiasaan yang sehat. Nilai-nilai bersifat statis.Potensi, keunggulan dari nilai-nilai keluarga berubah-ubah dariwaktu ke waktu, karena keluarga dan anggotanya terbuka terhadap berbagai subkultur, sepertinilai-nilai kemasyarakatan mengalami perubahan yang terus menerus, seperti keluargaberubah-ubah dari waktu ke waktu, dan seperti situasi-situasi tertentu yang menuntut suatuperubahan prioritas yang dilakukan keluarga. Keluarga dan individual jarang berperilaku atas dasar pola-pola nilai yang konsisten. Nilai-nilai tertentu yang kita anut secara bersamaan, seperti persaingan antara individualismdan kebebasan versus familisme (memenuhi kebutuhan- kebutuhan keluarga terlebih dahulusebelum memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu). Sebuah aturan nilai-nilai yang dimiliki oleh keluarga menggambarkan makna darikejadian-kejadian penting tertentu dan pada saat yang sama hal ini juga memberikan cara- cara untuk berespon terhadap situasi-situasi ini. Aturan nilai-nilai ini memberikan definisi-definisi dimensi waktu dan mengandungkonsep-konsep yang berkaitan dengan tanggung jawab dan nilai dari individual anggotakeluarga. Nilai-nilai keluarga tidak hanya merupakan gambaran dari masyarakat itu dimanaindividual atau keluarga sendiri, tapi juga menggambarkan subkultur keluarga yangmengidentifikasi.
2.2 Definisi Keluarga
Pengertian keluarga sangat variatif sesuai dengan orientasi teori yang
menjadi dasarpendefinisiannya. Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta (kula warga). Kulawarga yang berarti anggotakelompok kerabat. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, anak atau suami istri, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (UU no.10 tahun 1992). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga danbeberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalamkeadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1988). Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darahyang sama atau tidak, yang terlibat dalam kehidupan terus menerus, yang tinggal dalam satuatap, mempunyai ikatan emosional dan mempunyai kewajiban antara satu orang denganlainnya (Jhonson’s, 1992). Keluarga adalah nilai yang menjadi bagian dari sosialisasi individu dalam keluarga, pekerjaan, tempat ibadah, berbagai kelompok sosial lainnya. Ketika anak-anak mengamatiorang tua, keluarga dan teman, mereka menerima tingkah laku yang akan yang akanmembentuk dasar sistem nilai mereka. Pembentukan kejujuran merupakan salah satu contoh, orang yang mempengaruhi anak kecil umumnya tidak sadar bahwa mereka telahmentransmisikan nilai. Manusia sebagai mahluk individu dan juga sebagai mahluk sosial membutuhkanadanya ikatan antara individu dengan individu dan antara individu dengan masyarakat. Dalamhubungan keterikatan ini manuisa membanguan sebuah keluarga yang menjalin perbedaankarakter dan kepribadian menjadi satu kesepakatan bersama. Keluarga disebut sebagaiinstitusi sosial yang di dalamnya terdapat banyak nilai norma yang mengatur kehidupanbersama. Kelurga sebagai unit terkecil dari masyarakat, menjadi media yang sangatsignifikan dalam membudayakan nilai-nilai akhlak dan budi pekerti yang terpuji. Kelompok keluarga merupakan sumber utama sistem kepercayaan- kepercayaan, nilai- nilai dan norma-norma yang menentukan pemahaman individu-individu terhadap sifat danmakna dari dunia, tempat mereka dalam kelompok keluarga dan bagaimana mencapai tujuantujuan dan aspirasi-aspirasi mereka.Keluarga-keluarga biasanya mempunyai nilai-nilai yangtidak disadari. Keperluan yang praktis dapat mengubah nilai-nilai keluarga dalam kehidupansehari-hari sehingga nilai-nilai tersebut tidak dapat diingat (Graedon, 1985). Dalam antropologi hal merujuk pada suatu yang nyata (perilaku keluarga yangsebenarnya) versus sesuatu yang ideal (nilai-nilai keluarga yang mendukung).Perbedaanantara yang nyata dengan ideal secara khusus disebabkan karena keluarga membuat sesuatuadaptasi yang penting terhadap konteks sosial. Keluarga etnis minoritas yang miskin seringkali harus berkompromi dengan nilai- nilai dan cita-cita mereka karena realita-realita duniamereka yang serba keras. Norma-norma merupakan pola-pola prilaku yang dianggap menjadi hak dari sebuahmasyarakat tertentu, dan pola-pola prilaku semacam itu di dasarkan pada sistem nilai darikeluarga. Aturan keluarga adalah sesuatu refleksi nilai-nilai keluarga yang lebih spesifik darinorma-norma keluarga. Aturan-aturan keluarga merujuk pada pengaturan khusus yangkelurga pertahankan yaitu tentang apa yang dapat diterima dan yang tidak. Aturan-aturankeluarga diatur oleh nilai-nilai yang lebih abstrak dan memberikan sifat umum sertabimbingan yang dibutuhkan oleh keluarga. Tingginya nilai familisme dikalangan keluarga- keluarga menerjemahkan norma dan nilai keluarga bahwa anggota keluarga besar adalahsemua bagian dari familia.
2.3 Nilai-nilai Keluarga
Sistem nilai keluarga dianggap sangat mempengaruhi nilai-nilai pokok dari masyarakat,juga dipengaruhi nilai-nilai subkultural keluarga serta kelompok- kelompok referensi lainn. Karena keluarga memiliki fungsi-fungsinya sendiri dalam konteks kemasyarakatan yanglebih besar, maka keluarga pun memiliki nilai-nilai yang membimbing kehidupan keluarga. Keluarga dalam menciptakan paradigmanya sendiri yaitu sebuah struktur kuat menyangkut keyakinan-keyakinan bersama, ketetapan, dan asumsi-asumsi tentang dunia sosial. Keyakinan-keyakinan bersama ini semata-mata berdasarkan pengalaman masa laludari keluarga. Keluarga mengembangkan sendiri paradigm mereka sebagai perluasan daribagaiman mereka menghadapi kesulitan-kesulitan dan krisis. Sistem keyakinan keluargamemiliki sebuah nilai Internal control (menguasai alam) dan nilai Eksternal control (situasidipengaruhi oleh faktor- faktor eksternal diluar control keluarga). Sebuah nilai dari keluarga dan sistem keyakinan membentuk pola-pola tingkah lakunyasendiri dalam menghadapi masalah-masalah yang dihadapi oleh keluarga. Keyakinan- keyakinan dan nilai-nilai keluarga membentuk pandangan yang keluarga miliki terhadapstressor dan bagaimana mereka harus memberikan respon terhadap stressor. Dengan katalain, keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai keluarga menentukan bagaimana sebuah keluargaakan mengatasi kesehatan dan stressor-stressor lain. Sebuah keluarga yang memiliki orientasipada penguasaan, boleh percaya bahwa keluarga ini dapat mengontrol dan memecahkansetiap masalah yang ia hadapi. Dalam hal ini keluarga akan menggunakan strategi- strategikoping yang aktif dan lebih jelas seperti mencari informasi dan sumber- sumber dalamkomunitas untuk memecahkan atau mengontrol masalah. Sebaliknya sebuah keluarga yangkurang berorientasi pada penguasaan dan control dan lebih berorientasi pada penerimaanpasif boleh jadi percaya dalam menerima apa saja yang terjadi. Mereka menghadapi dengan menyerahan diri mereka kepada kehendak Tuhan. Keluarga-keluarga ini sering disebut “Fatalistik”. Fatalisme adalah keyakinan tentang segala sesuatu telah ditentukan oleh kekuasaan yang lebih tinggi dann keluarga tidak berdaya untukmengubah apa yang telah ditentukan untuk terjadi. Keluarga-kelurag yang fatalistis adalahkeluarga-keluarga yang karena alasan kultur dan jaringan, merasa tidak punya kekuatan untukmengubah jalannya kejadian-kejadian. Dalam situasi yang tidak punya harapan, dimana kehilangan tidak bias dihindari, dancontrol tidak memungkinkan, keluarga-keluarga yang berorientasi pada penguasaan danberorientasi secara fatalistis bertingkah laku agak berbeda. Keluarga yang berorientasi padapenguasaan tidak akan putus asa, bahkan pada saat sakit parah sekalipun, tapi akanmengalami stress lebih banyak daripada keluarga yang berorientasi secara fatalistis, yangakan menerima keadaan secara pasif.
2.4 Variable Yang Mempengaruhi Sistem Nilai Keluarga
Sebuah variable yang paling penting adalah kelas social. Variable-variabel pentinglainnya meliputi warisan budaya yang dimiliki oleh sebuah keluarga,termasuk latar belakangagama, tingkat akulturasi dengan kebudayaan yang dominan, tahap perkembangan danidiosinkrasi keluarga dan pribadi. Latar belakang budaya membuat perbedaan penting dalamhal betapa pentingnya setiap nilai bagi keluarga. Sebuah keluarga yang bermukim dalam sebuah komunitas pedesaan, kota ataupinggiran kota juga memainkan suatu peran yang signifikan dalam membentuk nilai-nilaidalam sebuah keluarga. Dalam hubungan dengan permukiman kota dan desa, orang desalebih cenderung lebih tradisional dan konserfativ daripada rekan-rekan yang di kota maupundipinggir kota. Komunitas pinggiean kota adalah orang-orang yang hidup menjadi pemukimtetap dan terdiri dari kelas menengah dan biasanya mendukung nilai-nilai dari kelas menengah. Sebaliknya populasi kota, pusat kota beraneka ragam, umumnya terdiri dariseluruh spectrum kelas social dan keluarga-keluarga dari berbagai etnis dan kelompok- kelompok ras. Dengan demikian, keluarga-keluarga perkotaan lebih banyak menampakanperbedaan-perbedana nilai, meskipun umumnya cenderung lebih memeganag pandangan- pandangan social dan politik. Satu variable yang mempengaruhi nilai-nilai dan norma-norma dari sebuah keluargaadalah siklus kehidupan keluarga dan usia anggota-anggotanya. Nilai-nilai tertentu lebihdominan ketika individunya masih dalam usia dewasa awal. Slatter, 1970 menggambarkanperbedaan-perbedaan drastic dalam nilai-nilai, apabila ia membandingkan nilai dari “generasimuda” dengan nilai-nilai lama dari kultur yang dominan (dewasa).
2.5 Konflik Nilai
Karena begitu banyak faktor yang berfungsi mengubah nilai-nilai dan norma-normakeluarga dan individu maka konflik tidak bias dihindari. Isu-isu dan konflik-konflik yangtidak dapat dipecahkan karena seperangkat norma tradisional muncul secara bersamaan, baikdidalam keluarga maupun diluar. Dalam komunitas, kelompok-kelompok tertentu danindividu-individu tertentu tahan terhadap norma-norma yang muncul dan pola-pola yanglebih tradisional dengan penuh semangat, padahal individu-individu dan kelompok-kelompoklain tidak dapat menerima dan lebih setia kepada norma dan nilai-nilai tersebut. Akibat dari perubahan social ini adalah muculnya konflik-konflik dalam bidang-bidangutama. Meskipun nilai-nilai masyarakat bersifat pluralisme, dimana sistem-sistem nilaitradisional dan yang baru muncul hidup berdampingan, perbedaan social yang dimainkandalam keluarga menghasilkan konflik dan kebingungan. Sebuah isu nilai keluarga yangpaling umum adalah yang berkaiatan dengan makna dari perkawinan. Sementara, pernikahantradisional dipandang suci dan mengikat, perkawinan semakin dianggap sebagai suatu perjanjian yang harus dibatalkan apabila kedua pasangan memiliki keluhan- keluhan yang sah( Eshleman, 1971) DAFTAR PUSTAKA Friedman, Marilyn M. 1998. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek. Jakarta : EGC Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Nuha Medika