Anda di halaman 1dari 68

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KDK GANGGUAN OKSIGENASI

Oleh :

AMELIA JAMIRUS

2141312005

Kelompok U

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan Gangguan Oksigenasi untuk memenuhi tugas profesi siklus ‘Keperawatan Dasar
Klinik’.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada ibuibu Ns. Sidaria, S.Kep, M.Kep Dan
ibu Ns. Dewi Murni, M.Kep selaku dosen pembimbing pada kelompok U pada siklus KDK
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman sejawat yang berada pada
kelompok U, yang sudah mau bertukar pikiran untuk menyempurnakan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan demi
perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermamfaat bagi pembaca.

Penulis

Amelia Jamirus

1
DAFTAR PUSTAKA

COVER......................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR...............................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
A. LATARBELAKANG.....................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................................4
C. TUJUAN.........................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORITIS................................................................................................6
A. PENGERTIAN OKSIGENASI.......................................................................................6
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI OKSIGENASI...............................................................6
C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN OKSIGENASI......................10
D. PROSES OKSIGENASI...............................................................................................12
E. MASALAH TERKAIT PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI....................15
F. PENATALAKSANAAN PEMENUHAN OKSIGENASI...........................................17
G. WOC OKSIGENASI....................................................................................................21
H. TANDA DAN GEJALA GANGGUAN OKSIGENASI..............................................21
I. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS GANGGUAN OKSIGENASI...................22
a. PENGKAJIAN..........................................................................................................22
b. PEMERIKSAAN FISIK............................................................................................26
c. PEMERIKSAAN PENUNJANG..............................................................................31
d. PERENCANAAN KEPERAWATAN......................................................................37
e. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN......................................................................46
f. EVALUASI KEPERAWATAN................................................................................46
BAB III STUDI LAPORAN KASUS......................................................................................47
1. PENGKAJIAN..............................................................................................................47
2. PEMERIKSAAN FISIK...............................................................................................48
3. ANALISA DATA.........................................................................................................51
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN..................................................................................52
5. PERENCANAAN KEPERAWATAN..........................................................................52
6. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN...........................................56
BAB IV PEMBAHASAN........................................................................................................63

2
1. PENGKAJIAN..............................................................................................................63
2. DIAGNOSA..................................................................................................................63
3. INTERVENSI...............................................................................................................63
4. IMPLEMENTASI.........................................................................................................63
5. EVALUASI...................................................................................................................64
BAB V PENUTUP...................................................................................................................65
1. KESIMPULAN.............................................................................................................65
2. SARAN.........................................................................................................................65
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................66

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATARBELAKANG
Oksigen merupakan gas yang sangat vital dalam kelangsungan hidup sel dan
jaringan tubuh karena oksigen diperlukan untuk proses metabolisme tubuh secara
terus menerus. Oksigen diperoleh dari atmosfer melalui proses bernapas. Di atmosfer,
gas selain oksigen juga terdapat karbon dioksida, nitrogen, dan unsur-unsur lain
seperti argon dan helium (Tarwoto & Wartonah, 2015).
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi tubuh sangat ditentukan oleh adekuatnya
system pernafasan, system kardiovaskuler, dan system hematologi. System pernafasan
atau respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan oksigen untuk kelangsungan
metabolism sel-sel tubuh dan pertukaran gas. System kardiovaskuler berperan dalam
proses transportasi oksigen melalui aliran darah dan system hematologi yaitu sel
darah merah yang sangat berperan dalam oksigenasi karena di dalamnya terdapat
hemoglobin yang mampu mengikat oksigen (Tarwoto & Wartonah, 2015).
Kondisi tertentu seperti kluen dengan keadaan sadar, sianosis, hypovolemia,
perdarahan, anemia berat, keracunan gas karbondioksida, asidosis, selama dan
sesudah pembedahan membutuhkan terpai oksigen sehingga dapat mempertahankan
oksigenasi ke jaringan secara adekuat.
Pentingnya pemberian terapi oksigen pada kondisi tertentu oleh tenaga
kesehtaan terutama perwat guna memnuhi kebutuhan oksigenasi sebagai kebutuhan
dasar manusia.

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan
keseimbangan oksigenasi

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum

Mampu mendeksripsikan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami

gangguan oksigenasi.

4
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep dasar dari oksigenasi
b. Mengetahui konsep dasar dari asuhan keperawatan pada ganggauan oksigenasi
c. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien gangguan oksigenasi

5
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. PENGERTIAN OKSIGENASI
Oksigen merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan oleh tubuh
bersama dengan unsur lain seperti hidrogen, karbon, dan nitrogen. Oksigen
merupakan unsur yang diperlukan oleh tubuh dalam setiap menit ke semua proses
penting tubuh seperti pernapasan, peredaran, fungsi otak, membuang zat yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh, pertumbuhan sel dan jaringan, serta pembiakan hanya berlaku
apabila terdapat banyak oksigen. Oksigen juga merupakan sumber tenaga yang
dibutuhkan untuk metabolisme tubuh (Atoilah & Kusnadi, 2013).
Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke dalam sistem
tubuh baik itu bersifat kimia atau fisika. Oksigen ditambahkan kedalam tubuh secara
alami dengan cara bernapas. Pernapasan atau respirasi merupakan proses pertukaran
gas antara individu dengan lingkungan yang dilakukan dengan cara menghirup udara
untuk mendapatkan oksigen dari lingkungan dan kemudian udara dihembuskan untuk
mengeluarkan karbon dioksida ke lingkungan (Saputra, 2013).
Kebutuhan Oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme tubuh dalam mempertahankan
kelangsungan hidup dan berbagai aktivitas sel tubuh dalam kehidupan sehari-hari.
Kebutuhan oksigenasi dipengaruhi oleh beberapa factor seperti fisiologis,
perkembangan, perilaku, dan lingkungan (Ernawati, 2012).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI OKSIGENASI

6
1. Anatomi Pernapasan
Menurut Mubarak (2008) sistem pernapasan di bagi menjadi dua yaitu:
a. Sistem pernapasan atas
Sistem pernapasan atas terdiri atas mulut, hidung, faring dan laring.
1) Hidung
Pada hidung, udara yang masuk akan mengalami proses penyaringan, humidifikasi,
dan penghangatan.
2) Faring
Faring merupakan saluran yang terbagi dua untuk udara dan makanan. Faring terdiri
atas nasofaring dan orofaring yang kaya akan jaringan limfoid yang berfungsi
menangkap dan menghancurkan patogen yang masuk bersama udara.
3) Laring
Laring merupakan struktur menyerupai tulang rawan yang biasa disebut jakun. Selain
berperan dalam menghasilkan suara, laring juga berfungsi mempertahankan
kepatenan jalan napas dan melindungi jalan napas bawah dari air dan makanan yang
masuk.

b. Sistem Pernapasan bawah


Sistem pernapasan bawah terdiri dari trakea dan paru-paru yang dilengkapi dengan
bronkus, bronkiolus, alveolus, jaringan kapiler paru, dan membran pleura.
1) Trakea
Trakea merupakan pipa membran yang disokong oleh cincin-cincin kartilago yang
menghubungkan laring dengan bronkus utama kanan dan kiri. Di dalam paru, bronkus
utama terbagi atas bronkusbronkus yang lebih kecil dan berakhir di bronkiolus
terminal. Keseluruhan jalan napas tersebut membentuk pohon bronkus.
2) Paru
Paru-paru ada dua buah, terletak di sebelah kanan dan kiri, masingmasing paru terdiri
atas beberapa lobus (paru kanan tiga lobus dann paru kiri dua lobus) dan di pasok oleh
satu bronkus. Jaringan paru sendiri terdiri atas serangkaian jalan napas yang
bercabang-cabang, yaitu alveolus, pembuluh darah paru, dan jaringan ikat elastis.
Permukaan paru luar dilapisi oleh kantung tertutup bersanding ganda yang di sebut
pleura.

b. Sistem Kardiovaskuler

7
Menurut Tarwoto & Wartonah (2011), Sistem kardiovaskuler ikut berperan dalam
proses oksigenasi ke jaringan tubuh yang berperan dalam proses transfortasi oksigen. Oksigen
ditransfortasikan ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Adekuat atau tidaknya aliran darah
ditentukan oleh normal atau tidaknya fungsi jantung. Kemampuan oksigenasi pada jaringan
sangat ditentukan oleh adekuatnya fungsi jantung. Fungsi jantung yang baik dapat dilihat dari
kemampuan jantung memompa darah dan terjadinya perubahan tekanan darah. Sistem
kardiovaskuler ini akan saling terkait dengan sistem pernapasan dalam proses oksigenasi.
Menurut McCance dan Huether (2005) dalam Perry dan Potter (2009), fisiologi
kardiopulmonal meliputi penghantaran darah yang teroksigenasi (darah dengan kadar karbon
dioksida yang tinggi dari oksigen yang rendah) kebagian kanan jantung dan masuk ke
sirkulasi pulmonal, serta darah yang sudah teroksigenasi (darah dengan kadar O2 yang tinggi
dan CO2 yang rendah) dari paru ke bagian kiri jantung dan jaringan. Sistem kardiovaskuler
menghantarkan oksigen, nutrisi, dan substansi lain ke jaringan dan memindahkan produk sisa
dari metabolisme seluler melalui vaskuler dan sistem tubuh lain (misalnya respirasi,
pencernaan, dan ginjal).

c. Sistem Hematologi
Sistem hematologi terdiri dari beberapa sel darah, salah satu sel darah yang sangat
berperan dalam proses oksigenasi adalah sel darah merah, karena di dalam sel darah merah
terdapat hemoglobin yang mampu mengikat oksigen. Hemoglobin adalah molekul yang
mengandung empat subunit protein globular dan unit heme. Setiap molekul Hb dapat
mengikat empat molekul oksigen dan akan membentuk ikatan oxy-hemoglobin (HbO2)
( Tarwoto & Wartonah, 2011).

d. Otot Pernapasan dan Mekanisme Kerja Otot Pernapasan

8
Otot skelet selain berfungsi sebagai pembentuk dinding dada juga berfungsi sebagai
otot pernapasan. Menurut fungsinya, otot pernapasan dibedakan menjadi otot inspirasi, yang
terdiri dari otot inspirasi utama dan tambahan, serta otot ekspirasi (Tarwoto dan wartonah,
2011).
Yang termasuk dalam otot inspirasi utama yaitu m. intercostalis externus dan m.
diafragma, sedangkan yang termasuk dalam otot inspirasi tambahan yaitu m.
sternocleidomastoideus berfungsi mengangkat sternum ke superior, m. serratus anterior
berfungsi mengangkat sebagian besar costa, dan m. scalenus berfungsi mengangkat dua costa
pertama (Tarwoto dan wartonah, 2011).
Selama pernapasan normal dan tenang (quiet breathing), tidak ada otot pernapasan
yang bekerja selama ekspirasi, hal ini akibat dari daya lenting elastis paru dan dada. Namun
pada keadaan tertentu, di mana terjadi peningkatan resistensi jalan nafas dan resistensi
jaringan, misalnya saat serangan asma, otot ekspirasi dibutuhkan kontribusinya. Dalam
keadaan ini, otot ekspirasi yaitu m. rectus abdominis memberikan efek tarikan ke arah inferior
yang sangat kuat terhadap costa bagian bawah, pada saat yang bersamaan otot ini dan otot
abdominal lain menekan isi abdomen ke arah diafragma, serta m. intercostalis internus juga
berfungsi menarik rongga toraks ke bawah (Tarwoto dan wartonah, 2011).

2. Fisiologi Sistem Pernapasan


Menurut Mubarak (2008) Fisiologi pernapasan di bagi dua yaitu:
a. Pernapasan Eksternal
Pernapasan eksternal (pernapasan pulmoner) mengacu pada keseluruhan
proses pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Secara
umum, proses ini berlangsung dalam tiga langkah, yakni ventilasi pulmoner,

9
pertukaran gas alveolar, serta transpor oksigen dan karbon dioksida.
1) Ventilasi pulmoner
Saat bernapas, udara bergantin masuk-keluar paru melalui proses ventilasi
sehingga terjadi pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan alveolus. Proses
ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jalan napas bersih, sistem saraf
pusat dan sistem pernapasan yang utuh, rongga toraks yang mampu mengembang dan
berkontraksi dengan baik, serta komplians paru yang adekuat.
3) Pertukaran gas alveolar
Setelah oksigen memasuki alveolus, proses pernapasan berikutnya adalah
difusi oksigen dari alveolus pembuluh darah pulmoner. Difusi adalah pergerakan
molekul dari area berkonsentrasi atau bertakanan tinggi ke area berkonsentrasi atau
bertekanan rendah. Proses ini berlangsung di alveolus dan membran kapiler, dan
dipengaruhi oleh ketebalan membran serta perbadaan tekanan gas.
4) Transpor oksigen dan karbon dioksida
Tahap ketiga pada proses pernapasan adalah transpor gas-gas pernapasan.
Pada proses ini pernapasan diangkut dari jaringan kembali menuju paru-paru.
a) Transpor oksigen Proses ini berlangsung pada sistem jantung dan paru-paru.
Normalnya, sebagian besar oksigen (97%) berikatan lemah dengan hemoglobin dan
diangkut keseluruh jaringan dalam bentuk oksihemoglobin (HbO2), dan sisanya
terlarut dalam plasma. Proses ini dipengaruhi oleh ventilasi (jumlah O2 yang masuk
ke paru) dan perfusi (aliran darah ke paru dan jaringan). Kapasitas darah yang
membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah O2 dalam plasma, jumlah hemoglobin
(Hb), dan ikatan O2 dengan Hb.
b) Transpor CO2
Karbondioksida sebagai hasil metabolisme sel terus-menerus diproduksi dan
diangkut menuju paru dalam tiga cara: (1) sebagian besar karbondioksida (70%)
diangkut dalam sel darah merah dalam bentuk bikarbonat (HCO3-), (2) sebanyak 23%
karbon dioksida berikatan dengan hemoglobin membentuk karbominohemoglobin
(HbCO2), dan (3) sebanyak 7% diangkut dalam bentuk larutan di dalam plasma dan
dalam bentuk larutan di dalam plasma dan dalam bentuk asam karbonat.

b. Pernapasan internal
Pernapasan internal (pernapasan jaringan) mengacu pada proses
metabolisme intrasel yang berlangsung dalam mitokondria, yang menggunakan O2

10
dan menghasilkan CO2 selama proses penyerapan energi molekul nutrien. Pada
proses ini, darah yang banyak mengandung oksigen dibawa keseluruh tubuh hingga
mencapai kapiler sistemik. Selanjutnya, terjadi pertukaran O2 dan CO2 antara kapiler
sistemik dan sel jaringan. Seperti di kapiler paru, pertukaran ini juga melalui proses
difusi pasif mengikuti penurunan gardien tekanan parsial.

C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN OKSIGENASI

Menurut Ambarwati (2014), terdapat beberapa faktor yang dapat


mempengaruhi kebutuhan oksigen diantaranya adalah faktor fisiologis, status
kesehatan, faktor perkembangan, faktor perilaku, dan lingkungan.
a. Faktor fisiologis
Gangguan pada fungsi fisiologis akan berpengaruh pada kebutuhan oksigen
seseorang. Kondisi ini dapat mempengaruhi fungsi pernapasannya diantaranya
adalah :
1) Penurunan kapasitas angkut oksigen seperti pada pasien anemia atau pada saat
terpapar zat beracun
2) Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi
3) Hipovolemia
4) Peningkatan laju metabolik
5) Kondisi lain yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti kehamilan,
obesitas dan penyakit kronis.

b. Status kesehatan
Pada orang yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan kadar oksigen
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi, pada kondisi sakit
tertentu, proses oksigenasi dapat terhambat sehingga mengganggu pemenuhan
kebutuhan oksigen tubuh seperti gangguan pada sistem pernapasan, kardiovaskuler
dan penyakit kronis.

c. Faktor perkembangan
Tingkat perkembangan menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi
sistem pernapasan individu.

11
1) Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
2) Bayi dan toddler: adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.
3) Anak usia sekolah dan remaja: risiko infeksi saluran pernapasan dan merokok.
4) Dewasa muda dan paruh baya: diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, dan stres
yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.
5) Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, dan ekspansi paru menurun.

e. Faktor perilaku
Perilaku keseharian individu dapat mempengaruhi fungsi pernapasan. Status
nutrisi, gaya hidup, kebiasaan olahraga, kondisi emosional dan penggunaan zat-zat
tertentu secara tidak langsung akan berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan oksigen
tubuh.

f. Lingkungan Kondisi
lingkungan juga dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen. Kondisi
lingkungan yang dapat mempengaruhinya adalah :
1) Suhu lingkungan
2) Ketinggian
3) Tempat kerja (polusi)

D. PROSES OKSIGENASI
Proses pernapasan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu pernapasan
eksternal dan pernapasan internal. Pernapasan eksternal adalah proses pertukaran gas
secara keseluruhan antara lingkungan eksternal dan pembuluh kapiler paru (kapiler
pulmonalis), sedangkan pernapasan internal merupakan proses pertukaran gas antara
pembuluh darah kapiler dan jaringan tubuh (Saputra, 2013).
Tercapainya fungsi utama dari sistem pernapasan sangat tergantung dari
proses fisiologi sistem pernapasan itu sendiri yaitu ventilasi pulmonal, difusi gas,
transfortasi gas serta perfusi jaringan. Keempat proses oksigenasi ini didukung oleh
baik atau tidaknya kondisi jalan napas, keadaan udara di atmosfir, otot-otot
pernapasan, fungsi sistem kardiovaskuler serta kondisi dari pusat pernapasan (Atoilah
& Kusnadi, 2013). Sel di dalam tubuh sebagian besarnya memperoleh energi melalui

12
reaksi kimia yang melibatkan oksigenasi dan pembuangan karbondioksida. Proses
Pertukaran gas dari pernapasan terjadi di lingkungan dan darah (Ernawati, 2012).
a. Pernapasan eksternal
Pernapasan eksternal dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu ventilasi
pulmoner, difusi gas, dan transfor oksigen serta karbon dioksida ( Saputra, 2013).
1) Ventilasi
Ventilasi merupakan pergerakan udara masuk dan kemudian keluar dari
paru-paru (Tarwoto & Wartonah, 2011). Keluar masuknya udara dari atmosfer
kedalam paru-paru terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara yang menyebabkan
udara bergerak dari tekanan yang tinggi ke daerah yang bertekanan lebih rendah. Satu
kali pernapasan adalah satu kali inspirasi dan satu kali ekspirasi. Inspirasi merupakan
proses aktif dalam menghirup udara dan membutuhkan energi yang lebih banyak
dibanding dengan ekspirasi. Waktu yang dibutuhkan untuk satu kali inspirasi ± 1 –
1,5 detik, sedangkan ekspirasi lebih lama yaitu ± 2 – 3 detik dalam usaha
mengeluarkan udara (Atoilah, 2013).
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), ada tiga kekuatan yang berperan
dalam ventilasi, yaitu ; compliance ventilasi dan dinding dada, tegangan permukaan
yang disebabkan oleh cairan alveolus, dan dapat diturunkan oleh adanya surfaktan
serta pengaruh otot-otot inspirasi.
a) Compliance atau kemampuan untuk meregang merupakan sifat yang dapat
diregangkannya paru-paru dan dinding dada, hal ini terkait dengan volume serta
tekanan paru-paru. Struktur paru-paru yang elastic akan memungkinkan paruparu
untuk meregang dan mengempis yang menimbulkan perbedaan tekanan dan volume,
sehingga udara dapat keluar masuk paru-paru.
b) Tekanan surfaktan. Perubahan tekanan permukaan alveolus mempengaruhi
kemampuan compliance paru. Tekanan surfaktan disebabkan oleh adanya cairan pada
lapisan alveolus yang dihasilkan oleh sel tipe II.
c) Otot-otot pernapasan. Ventilasi sangat membutuhkan otototot pernapasan untuk
megembangkan rongga toraks.

2) Difusi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), difusi adalah proses pertukaran
oksigen dan karbon dioksida dari alveolus ke kapiler pulmonal melalui membrane,
dari area dengan konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi yang rendah. Proses

13
difusi dari alveolus ke kapiler paru-paru antara oksigen dan karbon dioksida melewati
enam rintangan atau barier, yaitu ; melewati surfaktan, membran alveolus, cairan
intraintestinal, membran kapiler, plasma, dan membran sel darah merah. Oksigen
berdifusi masuk dari alveolus ke darah dan karbon dioksida berdifusi keluar dari
darah ke alveolus. Karbon dioksida di difusi 20 kali lipat lebih cepat dari difusi
oksigen, karena CO2 daya larutnya lebih tinggi. Beberapa faktor yang memengaruhi
kecepatan difusi adalah sebagai berikut ;
a) Perbedaan tekanan pada membran. Semakin besar perbedaan tekanan maka
semakin cepat pula proses difusi.
b) Besarnya area membrane. Semakin luas area membrane difusi maka akan semakin
cepat difusi melewati membran.
c) Keadaan tebal tipisnya membran. Semakin tipis maka akan semakin cepat proses
difusi.
d) Koefisien difusi, yaitu kemampuan terlarut suatu gas dalam cairan membran paru.
Semakin tinggi koefisien maka semakin cepat difusi terjadi.

3) Transfor oksigen
Sistem transfor oksigen terdiri atas paru-paru dan sistem kardiovaskuler.
Penyampaian tergantung pada jumlah oksigen yang masuk ke dalm paru-paru
(ventilasi), darah mengalir ke paru-paru dan jaringan (perfusi), kecepatan difusi, serta
kapasitas kandungan paru ( Perry & Potter, 2009).
Menurut Atoilah (2013), untuk mencapai jaringan sebagian besar (± 97 %)
oksigen berikatan dengan haemoglobin, sebagian kecil akan berikatan dengan plasma
(± 3 %). Setiap satu gram Hb dapat berikatan dengan 1,34 ml oksigen bila dalam
keadaan konsentrasi drah jenuh (100 %). Ada beberapa faktor-faktor yang
memengaruhi transportasi oksigen, yaitu ;
a) Cardiac Output Saat volume darah yang dipompakan oleh jatung berkurang maka
jumlah oksigen yang ditransport juga akan berkurang.
b) Jumlah eritrosit atau HB Dalam keadaan anemia oksigen yang berikatan dengan Hb
akan berkurang juga sehingga jaringan akan kekurangan oksigen.
c) Latihan fisik Aktivitas yang teratur akan berdampak pada keadaan membaiknya
pembuluh darah sebagai sarana transfortasi, sehingga darah akan lancar menuju
daerah tujuan
d) Hematokrit Perbandingan antara zat terlarut atau darah dengan zat pelarut atau

14
plasma darah akan memengaruhi kekentalan darah, semakin kental keadaan darah
maka akan semakin sulit untuk ditransportasi.
e) Suhu lingkungan Panas lingkungan sangat membantu memperlancar peredaran
darah.

b. Pernapasan internal
Pernapasan internal merupakan proses pertukaran gas antara pembuluh
darah kapiler dan jaringan tubuh. Setelah oksigen berdifusi ke dalam pembuluh darah,
darah yang banyak mengandung oksigen akan diangkut ke seluruh tubuh hingga
mencapai kapiler sistemik. Di bagian ini terjadi pertukaran oksigen dan karbon
dioksida antara kapiler sistemik ke sel jaringan, sedangkan karbon dioksida berdifusi
dari sel jaringan ke kapiler sistemik (Saputra,2013). Pertukaran gas dan
penggunaannya di jaringan merupakan proses perfusi. Proses ini erat kaitannya
dengan metabolisme atau proses penggunaan oksigen di dalam paru (Atoilah &
Kusnadi, 2013).

E. MASALAH TERKAIT PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI


Permasalahan yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan oksigenasi tidak
terlepas dari adanya gangguan yang terjadi pada sistim respirasi, baik pada anatomi
maupun fisiologis dari orga-organ respirasi. Permasalahan dalam pemenuhan masalah
tersebut juga dapat disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem tubuh lain, seperti
sistem kardiovaskuler (Abdullah, 2014).
Gangguan respirasi dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti adanya
peradangan, obstruksi, trauma, kanker, degenerative, dan lain-lain. Gangguan tersebut
akan menyebabkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak terpenuhi secara adekuat.
Menurut Abdullah (2014) secara garis besar, gangguan pada respirasi dikelompokkan
menjadi tiga yaitu gangguan irama atau frekuensi, insufisiensi pernapasan dan
hipoksia, yaitu ;
a. Gangguan irama/frekuensi pernapasan
1) Gangguan irama pernapasan
a) Pernapasan Cheyne stokes
Pernapasan cheyne stokes merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya
mula-mula dangkal, makin naik, kemudian menurun dan berhenti, lalu pernapasan

15
dimulai lagi dengan siklus yang baru. Jenis pernapasan Ini biasanya terjadi pada klien
gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan intrakranial, overdosis obat. Namun
secara fisiologis jenis pernapasan ini, terutama terdapat pada orang di ketinggian
12.000 – 15.000 kaki diatas permukaan air laut dan pada bayi saat tidur.
b) Pernapasan Biot
Pernapasan biot adalah pernapasan yang mirip dengan pernapasan cheyne
stokes, tetapi amplitudonya rata dan disertai apnea. Keadaan ini kadang ditemukan
pada penyakit radang selaput otak. c) Pernapasan Kussmaul Pernapasan kussmaul
adalah pernapasan yang jumlah dan kedalamannya meningkat dan sering melebihi 20
kali/menit. Jenis pernapasan ini dapat ditemukan pada klien dengan asidosis
metabolic dan gagal ginjal.
2) Gangguan frekuensi pernapasan
a) Takipnea
Takipnea merupakan pernapasan yang frekuensinya meningkat dan melebihi
jumlah frekuensi pernapasan normal.
b) Bradipnea
Bradipnea merupakan pernapasan yang frekuensinya menurun dengan
jumlah frekuensi pernapasan dibawah frekuensi pernapasan normal.

b. Insufisiensi pernapasan Penyebab insufisiensi pernapasan dapat dibagi menjadi tiga


kelompok utama yaitu ;
1) Kondisi yang menyebabkan hipoventilasi alveolus, seperti :
a) Kelumpuhan otot pernapasan, misalnya pada poliomyelitis, transeksi servikal.
b) Penyakit yang meningkatkan kerja ventilasi, seperti asma, emfisema, TBC, dan
lain-lain.
2) Kelainan yang menurunkan kapasitas difusi paru
a) Kondisi yang menyebabkan luas permukaan difusi berkurang misalnya
kerusakanjaringan paru, TBC, kanker dan lain-lain.
b) Kondisi yang menyebabkan penebalan membrane pernapasan, misalnya pada
edema paru, pneumonia, dan lainnya.
c) Kondisi yang menyebabkan rasio ventilasi dan perfusi yang tidak normal dalam
beberapa bagian paru, misalnya pada thrombosis paru.
3) Kondisi yang menyebabkan terganggunya pengangkutan oksigen dari paru-paru ke
jaringan

16
a) Anemia merupakan keadaan berkurangnya jumla total hemoglobin yang tersedia
untuk transfor oksigen.
b) Keracunan karbon dioksida yang menyebabkan sebagian besar hemoglobin
menjadi tidak dapat mengangkut oksigen.
c) Penurunan aliran darah ke jaringan yang disebabkan oleh curah jantung yang
rendah.

c. Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi terjadinya kekurangan oksigen di dalam
jaringan. Hipoksia dapat dibagi kedalam empat kelompok yaitu hipoksemia, hipoksia
hipokinetik, overventilasi hipoksia, dan hipoksia histotoksik.
1) Hipoksemia
Hipoksemia merupakan kondisi kekurangan oksigen didalam darah arteri.
Hipoksemia terbagi menjadi dua jenis yaitu hipoksemia hipotonik (anoksia anoksik)
dan hipoksemia isotonic (anoksia anemik). Hipoksemia hipotonik terjadi jika tekanan
oksigen darah arteri rendah karena karbondioksida dalam darah tinggi dan
hipoventilasi. Hipoksemia isotonik terjadi jika oksigen normal, tetapi jumlah oksigen
yang dapat diikat hemoglobin sedikit. Hal ini dapat terjadi pada kondisi anemia dan
keracunan karbondioksida.
a) Hipoksia hipokinetik Hipoksia hipokinetik merupakan hipoksia yang terjadi akibat
adanya bendungan atau sumbatan. Hipoksia hipokinetik dibagi menjadi dua jenis
yaitu hipoksia hipokinetik iskemik dan hipoksia hipokinetik kongestif.
b) Overventilasi hipoksia Overventilasi hipoksia yaitu hipoksia yang terjadi karena
aktivitas yang berlebihan sehingga kemampuan penyediaan oksigen lebih rendah dari
penggunaannya.
c) Hipoksia histotoksik Hipoksia histotoksik yaitu keadaan disaat darah di kapiler
jaringan mencukupi, tetapi jaringan tidak dapt menggunakan oksigen karena pengaruh
racun sianida. Hal tersebut mengakibatkan oksigen kembali dalam darah vena dalam
jumlah yang lebih banyak daripada normal (oksigen darah vena meningkat).

F. PENATALAKSANAAN PEMENUHAN OKSIGENASI


Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terapi oksigen adalah tindakan
pemberian oksigen melebihi pengambilan oksigen melalui atmosfir atau FiO2 > 21 %.

17
Tujuan terapi oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah
respirasi respiratorik, mencegah hipoksia jaringa, menurunkan kerja napas dan kerja
otot jantung, serta mempertahankan PaO2 > 60 % mmHg atau SaO2 > 90 %.
Indikasi pemberian oksigen dapat dilakukan pada :
1) Perubahan frekuensi atau pola napas
2) Perubahan atau gangguan pertukaran gas
3) Hipoksemia
4) Menurunnya kerja napas
5) Menurunnya kerja miokard
6) Trauma berat
Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan menggunakan beberapa metode,
diantaranya adalah inhalasi oksigen (pemberian oksigen), fisiotrapi dada, napas dalam
dan batuk efektif, dan penghisapan lender atau subtioning (Abdullah ,2014).
a. Inhalasi oksigen
Pemberian oksigen merupakan tindakan keperawatan dengan cara
memberikan oksigen kedalam paru-paru melalui saluran pernapsan dengan
menggunakan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen pada pasien dapat dilakukan
melalui tiga cara, yaitu melalui kanula, nasal, dan masker dengan tujuan memenuhi
kebutuhan oksigen dan mencega terjadinya hipoksia (Hidayat, 2009).
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terdapat dua sistem inhalasi
oksigen yaitu sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi.
1) Sistem aliran rendah Sistem aliran rendah ditujukan pada klien yang memerlukan
oksigen dan masih mampu bernapas sendiri dengan pola pernapasan yang normal.
Sistem ini diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Pemberian oksigen
diantaranya dengan menggunakan nasal kanula, sungkup muka sederhana, sungkup
muka dengan kantong rebreathing dan sungkup muka dengan kantong non
rebreathing.
a) Nasal kanula/binasal kanula.
Nasal kanula merupakan alat yang sederhana dan dapat memberikan oksigen
dengan aliran 1 -6 liter/menit dan konsentrasi oksigen sebesar 20% - 40%.

18
b) Sungkup muka sederhana
Sungkup muka sederhana diberikan secara selang-seling atau dengan aliran
5 – 10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40 - 60 %.

c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing


Sungkup muka dengan kantong rebreathing memiliki kantong yang terus
mengembang baik pada saat inspirasi dan ekspirasi. Pada saat pasien inspirasi,
oksigen akan masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup dan kantong
reservoir, ditambah oksigen dari udara kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi
pada kantong. Aliran oksigen 8 – 10 liter/menit, dengan konsentrasi 60 – 80%.

d) Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing


Sungkup muka nonrebreathing mempunyai dua katup, satu katup terbuka
pada saat inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi dan satu katup yang fungsinya
mencegah udara masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat ekspirasi.
Pemberian oksigen dengan aliran 10 – 12 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 80 –
100%.

19
2) Sistem aliran tinggi

Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan FiO2 lebih stabil dan
tidak terpengaruh oleh tipe pernapasan, sehingga dapat menambah konsentrasi
oksigen yang lebih tepat dan teratur. Contoh dari sistem aliran tinggi adalah dengan
ventury mask atau sungkup muka dengan ventury dengan aliran sekitar 2 – 15
liter/menit. Prinsip pemberian oksigen dengan ventury adalah oksigen yang menuju
sungkup diatur dengan alat yang memungkinkan konsenstrasi dapat diatur sesuai
dengan warna alat, misalnya : warna biru 24%, putih 28%, jingga 31%, kuning 35%,
merah 40%, dan hijau 60%. b. Fisioterapi dada Fisioterapi dada merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan dengan cara postural drainase, clapping, dan vibrating,
pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Tindakan ini dilakukan dengan
tujuan meningkatkan efisiensi pola pernapasan dan membersihkan jalan napas
(Hidayat, 2009). 1) Perkusi Perkusi adalah suatu tindakan menepuk-nepuk kulit
tangan pada punggung pasien yang menyerupai mangkok dengan kekuatan penuh
yang dilakukan secara bergantian dengan tujuan melepaskan sekret pada dinding
bronkus sehingga pernapasan menjadi lancar. 2) Vibrasi Vibrasi merupakan suatu
tindakan keperawatan dengan cara memberikan getaran yang kuat dengan
menggunakan kedua tangan yang diletakkan pada dada pasien secara mendatar,
tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan turbulensi udara yang dihembuskan
sehingga sputum yang ada dalam bronkus terlepas.
3) Postural drainase Postural drainase merupakan tindakan keperawatan pengeluaran
sekret dari berbagai segmen paru dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi dan

20
dalam pengeluaran sekret tersebut dibutuhkan posisi berbeda pada stiap segmen
paru. 4) Napas dalam dan batuk efektif Latihan napas dalam merupakan cara
bernapas untuk memperbaiki ventilasi alveolus atau memelihara pertukaran gas,
mencegah atelektasis, meningkatkan efisiensi batuk, dan mengurangi stress.
Latihan batuk efektif merupakan cara yang dilakukan untuk melatih pasien untuk
memiliki kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk membersihkan
laring, trakea, dan bronkiolus, dari sekret atau benda asing di jalan napas (Hidayat,
2009). 5) Penghisapan lendir Penghisapan lender (suction) merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan sekret
atau lender sendiri. Tindakan ini memiliki tujuan untuk membersihkan jalan napas
dan memenuhi kebutuhan oksigen (Hidayat, 2009).

G. WOC OKSIGENASI

21
Sumber : Tarwoto (2015)

H. TANDA DAN GEJALA GANGGUAN OKSIGENASI


Menurut Saputra (2013) tanda dan gejala yang dialami oleh seseorang yang
mengalami gangguan pernapasan yaitu :
1. Anoreksia
2. Diaphoresis
3. Dispnea parah dengan ekspirasi memanjang
4. Batuk produktif, kental, dan sulit keluar
5. Penggunaan otot bantu napas
6. Sianosis, takikardi

22
7. Pasien merasa gelisah
8. hiperkapnia

I. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS GANGGUAN OKSIGENASI

a. PENGKAJIAN
Wawancara atau anamnesis dalam pengkajian keperawatan pada sistem
pernapasan merupakan hal utama yang dilaksanakan perawat karena 80%
diagnosis masalah pasien diperoleh dari anamnesis (Saputra, 2013).
1) Identitas
a) Umur Umur pasien yang mengalami gangguan kebutuhan oksigenasi banyak
menyerang diusia produktif 18-50 tahun dan anak anak dibawah usia 5 tahun.
b) Alamat Kondisi permukiman atau tempat tinggal menjadi salah satu hal yang
penting dan perlu ditanya pada pasien dengan gangguan oksigenasi. Karena
gangguan kebutuhan oksigenasi sangat rentan dialami oleh mereka yang
bertempat tinggal di pemukiman padat dan kumuh, rumah yang lembab akibat
kurang pencahayaan matahari, dan kurang adanya ventilasi.
c) Jenis Kelamin Penderita gangguan kebutuhan oksigenasi banyak didapatkan
pada jenis kelamin laki-laki, karena pola hidup mereka seperti merokok.
d) Pekerjaan Jenis pekerjaan dilingkungan industri dan berpolusi beresiko dapat
mengganggu system pernapasan (Muttaqin,2012).

2) Keluhan Utama
Keluhan utama adalah yang paling sering dirasakan mengganggu oleh klien
dengan gangguan kebutuhan oksigenasi. Keluhan utama yang sering muncul pada
klien gangguan kebutuhan oksigenasi adalah sebagai beikut:
a) Batuk
b) Peningkatan produksi sputum
c) Dispnea
d) Hemoptysis
e) Mengi
f) Chest pain

23
Keluhan utama Pasien dengan TBC (Ernawati, 2012)
Tuberkulosis sering di juluki the great imitator, yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah klien gejala yang timbul tidak
jelas sehingga di abaikan bahkan kadang-kadang asimptomatik.
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta
pertolongan dari tim kesehatan dapat di bagi menjadi dua golongan yaitu:
1) Keluhan respiratorik
a) Batuk
Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling
sering di keluhkan perawat harus menanyakan apakah keluhan batuk bersifat
nonproduktif/produktif atau aputum beercampur darah.
b) Batuk Darah
Keluhan batuk darah pada klien dengan TB paru selalu menjadi alasan
utama klien untuk meminta pertolngan kesehatan. Hal ini di sebabkan rasa takut
klien pada darah yang keluar dari jalan nafas. Perawat harus menanyakan seberapa
banyak darah yang keluar atau hanya berupa blood streak, berupa garis, atau
bercak-bercak darah.
c) Sesak Nafas
Keluhan ini di temukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena
ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia, dan lain-
lain.
d) Nyeri Dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik ringan. Gejala ini timbul
apabila system persarafan di pleura terkena TB

2) Keluhan sistemis
a) Demam
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau malam
hari mirip demam influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang
serangannya, sedangkan mau bebas serangan semakin pendek. Demam mencapai
suhu tinggi 40º- 41ºC.
b) Keluhan sistemis lain

24
Keluhan yang biasa timbul ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan, dan malaise. Timbulnya keluhan biasanya bersifat gradual muncul dalam
beberapa minggubulan. Akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, dan
sesak nafas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta pertolongan
dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan keluhan respiratoris dan
keluhan sistemis.
3) Riwayat Penyakit Saat Ini
Pengkajian riwayat penyakit saat ini seperti menanyakan tentang riwayat
penyakit sejak timbulnya keluhan hingga pasien meminta pertolongan. Misal sejak
kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut terjadi,
bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan pertama kali timbul, apa
yang dilakukan ketika keluhan ini terjadi, keadaan apa yang memperberat atau
memperingan keluhan, adakah usaha untuk mengatasi keluhan ini sebelum
meminta pertolongan, berhasil atau tidak usaha tersebut (Wayan & Kasiati, 2016).
Klien TB paru sering menderita batuk darah. Adanya batuk darah
menimbulkan kecemasan pada diri klien karena batuk darah sering di anggap
sebagai suatu tanda dari beratnya penyakit yang diidapnya. Kondisi seperti ini
seharusnya tidak terjadi jika perawat memberikan pelayanan keperawatan yang
baik pada klien dengan member penjelasan tentang kondisi yang sedang terjadi
pada dirinya. WilsonBarnett dalam Nancy Roper (1996) mengatakan bahwa
adanya hubungan terapeutik dengan menjelaskan kepada klien mengenai apa
yang akan terjadi pada dirinya dapat mengurangi kadar tingkat kecemasan
(Wayan & Kasiati, 2016).
Oleh karena itu, peran perawat dalam mengkaji keluhan batuk darah yang
komprehensif sangat mendukung tindakan perawatan selanjutnya. Hal ini
bertujuan untuk menurunkan kecemasan dan mengadaftasikan klien dengan
kondisi yang dialaminya. (Wayan & Kasiati, 2016).
Perawatan batuk darah yang komprehensif bertujuan agar klien dapat
beradaptasi dengan keadaannya adri mengurangi tingkat batuk darah serta dapat
menghilangkan atau menurunkan tingkat kecemasan yang di alaminya.
Jika keluhan utama atau yang menjadi alasan klien meminta pertolongan
kesehatan adalah sesak nafas, maka perawat perlu mengarahkan atau menegaskan
pertanyaan untuk membedakan antara sesak nafas yang di sebabkan oleh

25
gangguan pada sistem pernapasan dan system kardiovaskular (Ernawati, 2012).
Sesak nafas yang di sebabkan oleh TB paru. Biasanya akan di temukan
gejala jika tingkat kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal
yang menyertinya seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia, dan lain-lain.
Agar memudahkan perawat mengkaji keluhan sesak nafas maka dapat di bedakan
sesuai tingkat klasifikasi sesak. Pengkajian ringkas dengan menggunakan PQRST
dapat lebih memudahkan perawat dalam melengkapi pengkajin (Ernawati, 2012) :
1) Provoking Incident:
apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak nafas, apakah
sesak nafas berkurang apabila beristirahat.
2) Quality of Pain:
seperti apa rasa sesak nafas yang di rasakan atau di gambarkan klien sifat
keluhan (karakter), dalam hal ini perlu di Tanya kepada klien apa maksud dari
keluhan-keluhannya. Apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam
melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi yang enak dalam
melakukan pernapasan?
3) Region:
radiation, relief: dimana rasa berat dalam melakukan pernapasan? Harus di
tunjukkan dengan tepat oleh klien.
4) Serty (Scale) of fain :
seberapa jauh rasa sesak nafas yang di rasakan klien, bisa berdasarkan skala
sesak sesuai klasifikasi sesak nafas dan klien menerapkan seberapa jauh sesak
nafas memengaruhi aktivis sehari-harinya.
5) Time:
berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari. Sifat mula timblnya (onset), tentukan apakah gejala
timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga. Tanyakan apakah timbu
gejala secara terus menerus atau hilang timbul (intermiten). Tanyakan apa yang
sedang di lakukan klien pada waktu gejala timbul. Lama timbulnya (durasi),
tentukan kapan gejala tersebut pertama kali timbul (onset) misalnya tanyakan
kepada klien apa yang pertama kali dirasakan sebagai “tidak biasa” atau “tidak
enak” tanyakan apakah klien sudah pernah menderita penyakit yang sama
sebelumnya.
4) Riwayat Penyakit Dahulu (Ernawati, 2012) :

26
Riwayat penyakit dahulu memberikan data tentang informasi kesehatan
klien. Kaji klien tentang kondisi kronis manifestasi pernapasan, karena kondisi ini
memberikan petunjuk tentang penyebab masalah baru. Dapatkan pula informasi
tentang sejak kapan terjadi penyakit, apakah pasien pernah dirawat sebelumnya,
dengan penyakit apa, apakah pernah mengalami penyakit yang berat, apakah
pernah mempunyai keluhan yang sama.
Pada pasien TB paru, Penyakit yang mendukung adalah dengan mengkaji
apakah sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada
masa kecil, tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getah bening, dan penyakit
lain yang memperberat TB paru seperti diabetes melitus.
Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa
yang lalu yang masih relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan antitusif, catat
adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Adanya alergi obat juga harus
ditanyakan serta alergi yang timbul. Sering kali klien mengacukan suatu alergi
dengan efek samping obat. Kali lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan
berat badan (BB) dalam enam bulan terakhir. Penurunan BB pada klien dengan
TB paru berhubungan erat dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya
anoreksia dan mual yang sering di sebabkan karena OAT.

5) Riwayat Penyakit Keluarga


Pengkajian riwayat keluarga pada pasien dengan gangguan oksigenasi
sangat penting untuk mendukung keluhan dari penderita. Perlu dicari riwayat
keluarga yang memberikan predisposisi keluhan kepada pasien (Andarmoyo,
2012).
Pasien dengan TB paru Secara patologi TB paru tidak di turunkan, tetapi
perawat perlu menanyakan apakah penyakit ini pernah di alami oleh anggota
keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah (Ernawati,
2012).

b. PEMERIKSAAN FISIK (Hidayat,2009)


1) Mata
a) Lesi kuning pada kelopak mata (hiperlipidemia)

27
b) Konjungtiva pucat (anemia)
c) Konjungtiva sianosis (hipoksemia)

2) Hidung
a) Pernapasan dengan cuping hidung b) Membran mukosa sianosis (penurunan
oksigen) c) Bernapas dengan mengerutkan mulut (dikaitkan dengan penyakit paru
kronik)

3) Kulit
a) Sianosis perifer (vasokontriksi)
b) Sianosis secara umum (hipoksemia)
c) Penurunan turgor (dehidrasi)

4) Jari dan kuku


a) Sianosis perifer (kurangngnya suplai O2 ke perifer)
b) Clubbing finger ( hipoksemia kronik)

5) Dada dan Thoraks


a) Inspeksi
Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk, dan kesimetrisan
ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi pada dada bisa dikerjakan pada saat
bergerak aray pada saat diam. Amati juga pergerakan pernapasan klien.
Sedangkan untuk mengamati adanya kelainan tulang punggung baik kifosis,
skoliosis, maupun lordosis, akan lebih mudah dilakukan pada saat bergerak
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi (eupnea, bradipnea, dan
takipnea), sifat (pernapasan dada, diafragma, stoke, kussmaul, dll).

b) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada,
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikassi keadaan kulit, dan mengetahui
taktil fermitus. Kaji abnormalitas saat inspeksi seperti: masa, lesi, dan bengkak.
Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri. Taktil fremitus
(getaran pada dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara).

28
c) Perkusi
(1) Perkusi langsung
Perkusi langsung, yakni pemeriksaan memukul thoraks klien dengan bagian
palmar jaritengan keempatujung jari tangannya.
(2) Perkusi Tak Langsung
Perkusi taklangsung, yakni pemeriksa menempelkan suatu objek padat yang
disebut pleksimeter pada dada klien, lalu sebuah objek lain yang disebut pleskor
untuk memukul pleksimeter tadi, sehingga menimbulkan suara. Suara perkusi
pada klien tuberkulosis paru biasanya hipersonor yaitu bergaung lebih rendah
dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi udara.

d) Auskultasi
Biasanya pada penderita tuberkulosis paru didapatkan bunyi napas tambahan
(ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat untuk mendemonstrasikan
daerah mana didapatkan adanya ronkhi (Andarmoyo, 2012).

Pemeriksaan fisik TB Paru (Ernawati,2012)


Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru meliputi pemeriksan fisik
umum per sistem dari observasi keadaan umum pemeriksaan tanda-tanda vital, BI
( Breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone)
serta pemeriksaan yang focus pada B2 dengan pemeriksaan menyeluruh system
pernapasan.
Keadaan umum dan tanda-tanda vital.
Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat di lakukan secara selintas
pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai
secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas compos metis, apatis,
somnolen, spoor, soporokoma, atau koma. Seorang perawat perlu mempunai
pengalaman dan pengetahuan tetang konsep anatomi fisiologi umum sehingga
dengan cepat dapat menilai keadaan umum, kesadaran, dan pengukuran GCS bila
kesadaran klien menurun yng memerlukan kecepatan dan ketepatan penilaian.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru biasanya di
dapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi nafas meningkat
apabila di sertai sesak nafas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan
peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya

29
sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi.
1) BI (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien TB paru merupakan pemeriksaan focus yang
terdiri atas infeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
2) Inpeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Sekilas pandang klien dengan TB
paru biasanya tampak kurus seingga terihat adanya penurunan proporsi diameter
bentuk dada antero-posterior di bandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada
penyulit dari TB paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat
adanya ketidaksimestrisan rongga dada, pelebaran intercostal space (ICS) pada
sisi yang sakit. TB paru yang di sertai atelektesis paru membuat dada menjadi
tidak simestris, yang membuat penderitanya mengalami penyempitan intercostal
space (ICS) pada saat yang sakit.
Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa komplikasi , biasanya
gerakan pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika
terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru
biasanya klien akan terlihat mengalami sesak nafas. Peningkatan frekuensi nafas
dan menggunakan otot buntu napas. Tanda lainnya adalah klien dengan TB paru
juga mengalami efusi pleura yang masif, pneuomothoraks, abses paru masif, dan
hidropneumothoraks. Tanda-tanda tersebut membuat geraka pernapasan menjadi
tidak simetris, sehingga yang terlihat adalah pada sisi yang sakit pergerakan
dadanya tertinggal. Batuk dan sputum Saat melakukan pengkajian batuk pada
klien dengan TB paru, biasanya di dapatkan batuk produktif yang di sertai adanya
peningakatan produksi sekret dan sekrsi sputum yang purulen periksa jumlah
produksi sputum, terutama apabila TB paru di sertai adanya bronkhiektasis yang
membuat klien akan mengalami peningkatan produksi sputum per hari sebagai
penunjang evaluasi terhadap intervensi keperawatan yang teah diberikan.
3) Palpasi Palpasi trakhea.
Adanya pergeseran trakhea menunjukkanmeskipun tetapi tidak spesifik-
penyakit dari lobus atas paru. Pada TB paru yang disertai adanya efusi pleura
masif dan pneumothoraks akan mendorong posisi trakhea ke arah berlawanan dari
sisi sakit.
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa
komplikasi pada saat di lakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya

30
normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan
dinding pernapasan biasanya di temukan pada klien TB paru dengan kerusakan
parenkim paru yang luas.
Gerakan suara (fremitus lokal) getaran yang terasa ketika perawat
meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang di
bangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon bronchial
untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan. Terutama pada bunyi
konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada tersebut taktil
fremitus. adanya penurunan taktil fremitus pada klien dengan TB paru biasanya
ditemukan pada klien yang disertai komplikasi efusi pleura masif, sehingga
hantaran suara menurun karena transmisi getaran suara harus melewati cairan
yang berkumpul di rongga pleura.
4) Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan
TB paru yang di sertai komplikasi seperti efusi pleura akan di dapatkan bunyi
redupsmpai pekak pada sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan di
rongga pleura. Apabila di sertai pneumothoraks, maka di dapatkan bunyi
hiperrsonan terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke
sisi yang sehat.
5) Auskultasi
Pada klien dengan TB paru di dapatkn bunyi napas tambahan (ronkhi) pada
sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil
auskultasi di daerah mana di dapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar
melalui stetoskop ketika klien berbicara di sebut sebagai resonan vocal. Klien
dengan TB paru yang di sertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumothoraks
akan di dapatkan penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.
6) B2 (Blood)
Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi Inpeksi :
Inpeksi tentang adanya perut dan keluhan kelemhan fisik Palpasi : Denyut nadi
perifer melemah Palpasi : Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru
dengan efusi pleura masif mendorong ke sisi sehat Auskultasi : Tekanan darah
biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan
7) B3 (Brain)

31
Keasadaran biasanya compos metis, ditemukan adanya sianosis perifer
apbila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak
dengan wajah meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggelit. Saat di
lakukan pengkajian pada mata, biasanya di dapatkan adanya konjungtiva anemis
pada TB paru dengan hemoptoe masif dan kronis. Dan sclera ikterik pada TB
paru dengan gangguan fungsi hati.
8) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine
yang berwarna jingga pekat dan berbu yang menandakan fungsi ginjal masih
normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama rifampisin.
9) B5 (Bowel)
Klien biasanya menglami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan
10) B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala
yang muncul anatara lain kelemahan, kelelahan, imsomnia, pola hidup menetap,
dan jadwal olahraga menjadi tak teratur.

c. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mutaqin (2012) untuk memastikan diagnosa pasien TB paru
dengan gangguan kebutuhan oksigenasi diantaranya:
1) Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi
sebelum ditemukan adanya gejala awal dan sebelum pemeriksaan fisik
menemukan kelainan pada paru.
Pada hasil pemeriksaan Rontgen thoraks, sering di dapatkan adanya suatu
lesi sebelum di temukan adana gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan
fisik menemukan kelainan pada paru, bila pemeriksaan Rontgen menemukan
suatu kelainan, tidak d gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali lokasi di
lobus bawah dan biasanya berada di sekitar hilus. Karakteristik kelainn ini terlihat
sebagai daerah bergaris-garis yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang

32
tidak jelas kriteria yang kabur dan gambar yang kurang jelas ini sering di duga
sebagai pneumonia atau suatu proses eksudatif, yang akan tampak lebih jelas
dengan pemberian kontras, sebagaimana gambaran dari penyakit fibrotic kronis.
Tidak jarang kelainan ini tampak kurang jelas di bagian atas maupun bawah,
memanjang di daerah klavikula atau satu bagian lengan atas, dan selanjutnya
tidak mendapat perhatian kecuali di lakukan pemeriksaan Rontgen yang lebih
teliti.
2) CT – Scan (Computerized Tomography Scanner)
Pemeriksaan CT – Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB
inaktif/stabil yang ditunjukan dengan adanya gambar garis-garis fibrotik.
Sebagaimana pemeriksaan rontgen thoraks, penentuan bahwa kelainan inaktif
dapat hanya berdasarkan pada temuan CT- Scanpada pemeriksaan tunggal,
namun selalu dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan periksaan
secara serial setiap hari.
Pemeriksaan CT Scan di lakukan untuk menemukan hubungan kasus TB
inaktif/stabil yang di tunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotic
ireguler, pita parenkimal,klasifikasi nodul dan adenopati, perubahan
kelengkungan berkas bronkhovaskular, bronkhiektasis, dan empiesme
perisikatriksial. Sebagaimana pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan bahwa
kelainan inaktif tidak dapat hanya berdasarkan pada temuan CT scan pada
pemeriksan tunggal, namun selalu di hubungkan dengan kultur sputum yang
ngatif dan pemeriksaan secara serial setiap saat.
3) Pemeriksaan Laboratorium
Bahan pemeriksaan untuk bakteri mycrobacterium tuberculosis berupa
sputum pasien. Sebaiknya sputum diambil pada pagi hari dan yang pertama
keluar. Jika sulit didapatkan maka sputum dikumpulkan selama 24 jam.
Diagnosis terbaik dari penyakit tuberkulosis di peroleh dengan pemeriksaan
mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies mycobacterium
antara yang satu dengan yang lainnya harus di lihat sifat koloni, waktu
pertumbuh, sifat biokimia pada berbagai medis, perbedaan kepekaan terhadap
OAT dan kemoterafik, perbedan kepekaan terhadap binatang percobaan, dan
percobaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen mycobacterium. Bahan
pemeriksaan untuk isolasi mycobacterium tuberculosis berupa (Arif mutaqin,
2012) :

33
a) Sputum klien sebaiknya sputum diambil pada pagi hari dan yang pertama
keluar jika sulit di dapatkan maka sputum dikumpulkan selama 24 jam
b) Urine yang di ambil adalah adalah urine pertama di pagi hari atau urine yang di
kumpulkan selama 12-24 jam. Jika klien menggunakan kateter maka urine yang
tertampung di dalam urine bag dapat diambil.
c) Cairan kumbah lumbung. Umumnya bahan pemeriksaan ini di gunakan jika
anak-anak atau klien tidak dapat mengeluarkan sputum. Bahan pemeriksaan di
ambil pagi hari sebelum sarapan.
d) Bahan-bahan lain. Misalnya pus, cairan, serebrospinal (sumsum tulang
belakang), cairan pleura, jaringan tubuh, feses, dan swab tengorok.
4) Analisa Gas Darah
Pemeriksaan AGD akan memberikan hasil pengukuran yang tepat dari kadar
oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh. Hal ini dapat membantu dokter
menentukan seberapa baik paru-paru dan ginjal bekerja. Biasanya dokter
memerlukan tes analisa gas darah apabila menemukan gejala-gejala yang
menunjukkan bahwa seorang pasien mengalamai ketidakseimbangan oksigen,
karbon dioksida, atau pH darah. Gejala yang dimaksud meliputi:
 Sesak napas
 Sulit bernafas
 Kebingungan
 Mual

Langkah-langkah Untuk Menilai Gas Darah


1. Pertama-tama perhatikan pH, jika menurun klien mengalami asidemia, dengan
dua sebab asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika meningkat klien
mengalami alkalemia dengan dua sebab alkalosis metabolik atau alkalosis
respiratorik; ingatlah bahwa kompensasi ginjal dan pernafasan jarang
memulihkan pH kembali normal, sehingga jika ditemukan pH yang normal
meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3 mungkin ada gangguan
campuran.
2. Perhatikan variable pernafasan, PaCO2 dan metabolic, HCO3 yang
berhubungan dengan pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan primer
bersifat respiratorik, metabolik atau campuran. Gangguan ini bias diketahui dari

34
PaCO2 normal, meningkat atau menurun dan HCO3 normal, meningkat atau
menurun. Pada gangguan asam basa sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu berubah
dalam arah yang sama dan penyimpangan dari HCO3 dan PaCO2 dalam arah
yang berlawanan menunjukkan adanya gangguan asam basa campuran.
3. Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah terjadi
hal ini dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika nilai bergerak
yang sama dengan nilai primer maka kompensasi sedang berjalan.
4. Buat penafsiran tahap akhir sama ada ia gangguan asam basa sederhana,
gangguan asam basa campuran
Rentang nilai normal
 pH : 7, 35-7, 45
 TCO2 : 23-27 mmol/L
 PCO2 : 35-45 mmHg
 BE : 0 ± 2 mEq/L
 PO2 : 80-100 mmHg
 saturasi O2 : 95 % atau lebih
 HCO3 : 22-26 mEq/L

Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah


A. Interpretasi Hasil Pemeriksaan pH
Serum pH menggambarkan keseimbangan asam basa dalam tubuh. Sumber
ion hidrogen dalam tubuh meliputi asam volatil dan campuran asam seperti asam
laktat dan asam keto.
Nilai normal pH serum:
 Nilai normal : 7.35 - 7.45
 Nilai kritis : < 7.25 - 7.55

B. Interpretasi Hasil Tekanan Parsial Karbon Dioksida, (PaCO2).


PaCO2 menggambarkan tekanan yang dihasilkan oleh CO2 kyang terlarut
dalam plasma. Dapat digunakan untuk menetukan efektifitas ventilasi dan
keadaan asam basa dalam darah.
 Nilai Normal : 35 - 45 mmHg
 SI : 4.7 - 6.0 kPa
C. Interpretasi Hasil Tekanan Parsial Oksigen, (PaO2).

35
PaO2 adalah ukuran tekanan parsial yang dihasilkan oleh sejumlah oksigen
yang terlarut dalam plasma. Nilai ini menunjukkan kemampuan paru-paru dalam
menyediakan oksigen bagi darah.  Nilai Normal (suhu kamar, tergantung umur):
75 - 100 mmHg  SI : 10 - 13.3 kPa
D. Interpretasi Hasil Saturasi Oksigen, (SaO2).
Jumlah oksigen yang diangkut oleh hemoglobin, ditulis sebagai persentasi
total oksigen yang terikat pada hemoglobin.
 Nilai Normal : 95 - 99 % O2
E. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Karbon Dioksida, (CO2).
Dalam plasma normal, 95% dari total CO2 terdapat sebagai ion bikarbonat,
5% sebagai larutan gas CO2 terlarut dan asam karbonat. Kandungan CO2 plasma
terutama adalah bikarbonat, suatu larutan yang bersifat basa dan diatur oleh
ginjal. Gas CO2 yang larut ini terutama bersifat asam dan diatur oleh paruparu.
Oleh karena itu nilai CO2 plasma menunjukkan konsentrasi bikarbonat.
 Nilai Normal Karbon Dioksida (CO2) : 22 - 32 mEq/L
 SI : 22 - 32 mmol/L

5) Radiologi Thoraks foto (AP dan lateral)


Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan bendungan
area paru. Pada emfisema paru didapatkan diafragma dengan letak yang rendah
dan mendatar.
6) Bronkografi
Menunjukkan dilatasi bronkus, kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat.
7) Pengukuran Fungsi Paru
Kapasitas inspirasi menurun, volume residu meningkat pada emfisema,
bronchitis, dan asma.
8) Angiografi
Pemeriksaan ini untuk membantu menegakkan diagnosis tentang keadaan
paru, emboli atau tumor paru, aneurisma, emfisema, kelainan congenital.
9) Radio Isotop
Bertujuan untuk menilai lobus paru, melihat adanya emboli paru. Ventilasi
scanning untuk mendeteksi ketidaknormalan ventilasi, misalnya pada emfisema.
10) Oksimetri
Untuk mengkur saturasi oksigen kapiler.

36
11) Pemeriksaan Sinar X dada
Untuk pemeriksaan adnaya cairan, masa, fraktur, dan prose abnormal.
12) Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan caira atau sampel sputum/
benda asing ynag menghambat jalan napas.
13) Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya sel
14) Fluroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misalnya jantung dan
kontraksi paru

37
d. PERENCANAAN KEPERAWATAN
NO DX NOC NIC

1. Ketidakefektifan Bersihan jalan Status pernapasan :Kepatenna jalan Managemen jalan napas 3140
napas  b.d bronkokontriksi, napas 0410 Aktivitas:
peningkatan produksi sputum, Krtiteria Hasil : 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
batuk tidak efektif, 1. Frekuensi pernapasan tidak ada deviasi ventilasi
kelelahan/berkurangnya tenaga darikisaran normal (grade 5) 2. Buang sekret dengan memotivasi pasien
dan infeksi bronkopulmonal (D. 2. Irama pernapasan tidak ada deviasi untuk melakukan batuk atau menyedot lendir
00081) darikisaran normal (grade 5) 3. Motivasi pasien untuk bernapas pelan
3. Kedalamaan inspirasi tidak ada deviasi ,dalam,berputar dan batuk
Batasan Karakteristik : darikisaran normal (grade 5) 4. Intruksikan bagaimana agar bisa melakukan
- Tidak ada batuk 4. Kemampuan unutk mengeluarkan sekret batuk efektif
- Suara napas tambahan tidak ada deviasi darikisaran normal (grade 5. Ajarkan pasien baggaimana menggunakan
- Perubahan pola napas 5) inhaler sesuai resep
- Perubahan frekuensi napas 6. Posisikan untuk meringankan sesak napas
Status pernapasn : Ventilasi 0403
- Sianosis 7. Monitor status pernapsan dna
Kriteria hasil :
- Penurunan fungsi paru oksigen,sebagaimana mestinya
1. Frekuensi pernapasan tidak ada deviasi
- Dispnea
darikisaran normal (grade 5)
- Sputum dalam jumlah
2. Irama pernapasan tidak ada deviasi Pengaturan Posisi 0840
berlebih
darikisaran normal (grade 5) Aktivitas :
- Batuk tidak efektif

38
- Ortophnea 3. Suara perkusi napas tidak ada deviasi 1. Posisikan pasien untuk mengurangai dyspnea
- Gelisah darikisaran normal (grade 5) misalnya semi fowler
- Maa terbuka lebar 2. Posisikan pasien untuk memfasilitsi ventilasi

Manajement batuk (1.3250)


aktivitas:
- Damping pasien untuk bisa duduk pada
posisi kepala sedikit lurus, bahu rileks dan
lutut sedikit ditekuk
- Dukung pasien untuk menarik napas dalam
beberapa kali
- Dukung pasien untuk melakukan napas
dalam selama 2 detik, bungkukan kedepan,
tahan 2 detik dan batukkan 2-3 kali
- Minta pasien untuk menarik napas dalam
beberapa kali, keluarkan perlahan dan
batukkan di akhir ektialasi (penghambusan)
- Lakukan Teknik chest wall spring selama
fase ekspirasi melalui manufer batuk sesuai
dengan kebutuhan
- Tekan perut dibawah xypoid dengan tangan

39
membuka sembari membantu pasien untuk
flexi kdepan selama batuk
- Minta pasien untuk melanjutkan batuk
dengan beberapa periode napas dalam
- Damping pasien menggunakan
bantal/selimut yang dilipat untuk menahan
perut saat sakit

Penghisapan Lendir pada Jalan Napas 3160


Aktivitas :
1. Lakukan tindakan cuci tangan
2. Gunakan closed system suction sesuai
indikasi
3. Gunakan alat steril setiap tindakan suctioan
trakea
4. Bersihkan area sekitar stoma trakea setelah
melakuan suction
5. Monior status oksigenasi pasien
6. Kirimkan sampel sekret untuk tes kultur dan
sensitivitas sebagaimana mestinya
2. Pola napas tidak efektif b.d Status Perapasan : Vetilasi 0403 Terapi oksigen 3320

40
napas pendek, mukus, Kriteria hasil : Aktivitas :
bronkokontriksi dan iritan 1. Frekuensi pernapasan tidak ada deviasi 1. Bersihkan mulut,hidung dan sekret trekhea
jalan napas (D.00032) darikisaran normal (grade 5) dengan cepat
2. Irama pernapasan tidak ada deviasi 2. Batasi (aktivitas) merokok
Batasan Karakteristik : darikisaran normal (grade 5) 3. Pertahankan kepatenan jalan napas
- Pola napas abnormal 3. Kedalamaan inspirasi tidak ada deviasi 4. Siapkan peralatan oksigen dan berikan
- Bradiphnea darikisaran normal (grade 5) melalui sistem humidifier
- Penurunan tekanan 4. Suara perkusi napas tidak ada deviasi 5. Monitor aliran oksigen
ekspirasi darikisaran normal (grade 5) 6. Amati tanda hipoventilsi
- Penurunan ventilasi 5. Suara napas tambahan tidak ada (grade
semenit 5)
Managemen jalan napas 3140
- Penurunan kapasitas vital 6. Penggunaan otot bantu napas tidak ada
Aktivitas:
- Dispnea (grade 5)
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
- Pernapasan cuping hidung 7. Retraksi dinding dada tidak ada (grade
ventilasi
- Ortophnea 5)
2. Buang sekret dengan memotivasi pasien
- Fase ekspirasi memanjang
untuk melakukan batuk atau menyedot lendir
- Pernapasan bibir
3. Motivasi pasien untuk bernapas pelan
- Takipnea
,dalam,berputar dan batuk
- Penggunaan otot bantu
4. Intruksikan bagaimana agar bisa melakukan
napas
batuk efektif
- Penggunaan posisi tiga
5. Ajarkan pasien baggaimana menggunakan
titik

41
inhaler sesuai resep
6. Posisikan untuk meringankan sesak napas
7. Monitor status pernapsan dna
oksigen,sebagaimana mestinya

Management Asma (3210)


Aktivitas :
1. Monitor reaksi asma
2. Ajarkan tekik yang tepat untuk penggunaan
pengobatan dan alat misalnya inhaler
3. Ajarkan klien untuk mengidentifikasi dan
menghindari pemicu,sebisa mungkin
4. Bantu untuk mengenal tanda dan gejala
sebelum reaksi terjadi reaksi asma dan
implementasi dari respon tindakan yang tepat
5. Auskultasi suara paru setelah dilakukan
penanganan untuk menentukan hasilnya

Monitor pernapasan 3350


Aktivitas :
1. Monitor kecepatan,irama,kedalaman,dan

42
kesulitan bernapas
2. Monitor suara napas tambhan
3. Monitor pola napas
4. Monitor saturasi oksigen yang tersedia
5. Auskultasi suara napas,catat area

Bantuan ventilasi 3390


Aktivitas :
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Posisikan pasien untuk mengurangi dyspnea
3. Posisikan untuk memfasilitasi percocokan
ventilasi
4. Bantuan dalam hal perubahan posisi yang
tepat
5. Auskultasi suara napas,catat area
6. Monitor pernapasn dan saturasi oksigen
3. Gangguan pertukaran gas b.d Status pernapasan : pertukaran gas Managemen jalan napas 3140
ketidaksamaan ventilasi perfusi 0402 Aktivitas:
(D.00030) Kriteria hasil : 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
1. Tekanan parsial oksigen di daerah artei ventilasi
Batasan karakteristik : (PaO2) tidak ada deviasi dari kisaran 2. Buang sekret dengan memotivasi pasien

43
- Gas darah arteri abnormal normal (grade 5) untuk melakukan batuk atau menyedot lendir
- PH arteri abnormal 2. Tekanan parsial karbondioksida di 3. Motivasi pasien untuk bernapas pelan
- Pola pernapasan abnormal daerah artei (PaO2) tidak ada deviasi dari ,dalam,berputar dan batuk
- Warna kulit abnormal kisaran normal (grade 5) 4. Intruksikan bagaimana agar bisa melakukan
- Konfusi 3. Saturasi oksigen Tekanan parsial batuk efektif
- Penurunan C02 oksigen di daerah artei (PaO2) tidak ada 5. Ajarkan pasien baggaimana menggunakan
- Diaforesis deviasi dari kisaran normal (grade 5) inhaler sesuai resep
- Dispnea 4. Dyspnea saat istirahat Tekanan parsial 6. Posisikan untuk meringankan sesak napas
- Sakit kepala saat bangun oksigen di daerah artei (PaO2) tidak ada 7. Monitor status pernapsan dna
- Hiperkapnia (grade 5) oksigen,sebagaimana mestinya

Respon ventilasi mekanik : dewasa 0411 Monitor pernapasan 3350


Kriteria hasil : Aktivitas :
1. Tingkat pernapsanTekanan parsial 6. Monitor kecepatan,irama,kedalaman,dan
oksigen di daerah artei (PaO2) tidak ada kesulitan bernapas
deviasi dari kisaran normal (grade 5) 7. Monitor suara napas tambhan
2. Kedalaman inspirasi Tekanan parsial 8. Monitor pola napas
oksigen di daerah artei (PaO2) tidak ada 9. Monitor saturasi oksigen yang tersedia
deviasi dari kisaran normal (grade 5) 10. Auskultasi suara napas,catat area
3. Gerakan dinding dada asimetris tidak
ada (grade 5)
Bantuan ventilasi 3390

44
4. Pembesaran dinding dada asimetris tidak Aktivitas :
ada (grade 5) 7. Pertahankan kepatenan jalan napas
8. Posisikan pasien untuk mengurangi dyspnea
9. Posisikan untuk memfasilitasi percocokan
ventilasi
10. Bantuan dalam hal perubahan posisi yang
tepat
11. Auskultasi suara napas,catat area
12. Monitor pernapasn dan saturasi oksigen

45
e. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi merupakan tahap dari proses keperawatan yang dimulai setelah
perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan rencana keperawatan yang
dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat, intervensi diharapkan dapat nencapai
tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status
kesehatan pasien (Potter, 2010).
Tujuan dari implementasi aalah membantu pasien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Perencanaan asuhan
keperawatan dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk
beradaptasi dalam implementasi asuhan keperawatan. Selama tahap implementasi,
perawat akan terus melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan
keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien (Nursalam, 2008).
Jenis-jenis tindakan tahap pelaksanaan implementasi antara lain sebagai
berikut:
1) Secara Mandiri (Independent)
Tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu
pasien dalam mengatasi masalahnya dan menanggapi reaksi karena adanya
stressor.
2) Saling ketergantungan (Interdependent)
Tindakan keperawatan atas dasar kerja sama tim keperawatan dengan
tim kesehatan lainnya, seperti dokter, fisioterapi, dan lain-lain
3) Rujukan Ketergantungan (Dependent)
Tindakan keperawatan atas dasar rujukan dan profesi lainnya
diantaranya dokter, psikiatri, ahli gizi, dan lainnya
f. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Tahap ini sangat
penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau kesejahteraan klien.
Mengambil tindakan evaluasi untuk menentukan apakah hasil yang diharapkan
telah terpenuhi bukan untuk melaporkan intervensi keperawatan yang telah
dilakukan. Hasil yang diharapkan merupakan standar penilaian bagi perawat untuk
melihat apakah tujuan telah terpenuhi (Potter & Perry, 2009).

46
BAB III

STUDI LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS KDK


“Kebutuhan oksigenasi”

Kase Study Kebutuhan Oksigenasi


Seorang mahasiswa perawat, Ners muda A Melakukan pengkajian kepada
pasien Tn.B berusia 40 tahun dirawat diruangan paru dengan diagnosis TBC paru.
Ners A melakukan pengkajian dan mendapatkan data sebagai berikut.
a. Pasien mengatakan sesak napas
b. Dari hasil pengkajian didapatkan data frekuensi pernapasan 30X/menit, Batuk
berdahak dan pasien mengatakan susah untuk mengeluarkan dahak
c. Padasaat dilakukan pemeriksaan fisik ditentukan Fokal Premitus tidak seimbang
kiri dan kanan, perkusi paru pekak, dan bunyi napas ronkhi

ASUHAN KEPERAWATAN

Nama = Tn.B No.Mr = 010203 Tanggal Masuk =


29/08-2021
Usia = 40 tahun Ruang Rawat = R.Paru Laki-Laki Jenis Kelamin = Laki-
Laki

1. PENGKAJIAN
a. Riwayat Keperawatan
 Keluhan Utama
 Tn.B mengatakan sesak napas, batuk berdahak, serta susah untuk mengeluarkan
dahak.
 Riwayat Penyakit Sekarang
 Tn.B mengatakan masih merasakan sesak napas (PR:30X/menit).
 Tn.B mengatakan sulit untuk mengeluarkan dahak dan batuk produktif.

47
 Tn.B sering mengeluh sulit tidur dimalahm hari karena batuk yang dialami oleh
Tn.B sehingga sering terbangun dimalam hari dan tidur tidak nyenyak.
 Riwayat Penyakit Dahulu
 Tn.B mengatakan tidak pernah mengalami penyakit TBC Paru sebelumnya serta
Tn.B tidak ada Riwayat penyakit pernapasan sebelumnya.
 Kesehatan Keluarga
 Tn.B mengatakan tidak ada Riwayat di keluarga pernah mengalami penyakit TBC
Paru.

2. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum = lemas, sedikit pucat, tampak Lelah.
 Kesadaran = Compos Mentis (15)
 Tanda-Tanda Vital
- TD = 130/70 mmhg
- Nadi = 85X/menit
- PR = 30X/menit
- Suhu = 36,5oC

 Tinggi Badan = 160 cm


 Berat Badan Awal = 60Kg
 Berat Badan Sekarang = 48Kg
 IMT = 48/(1,6)2
= 18 (dibawah normal)
 Diagnosa Medis = TBC Paru
 Pemeriksaan Kepala
a. Mata
1. Inspeksi
Mata simetris, konjungtifa anemis, sklera tidak ikterik, ada reflek cahaya ukuran
pupil normal.
2. Palpasi
Tidak ada udem palpebra, bolamata kenyal melenting, tidak ada massa disekitar
mata.

48
b. Hidung
1 Inspeksi
Hidung simetris, terdapat 2 lobang hidung, napas cuping hidung tidak ada ,
penggunaan otot bantu napas, terpasang nasal kanula 2L/menit.
2 Palpasi
Tidak ada udem disekitar hidung, tidak ada pembengkakan kelenjer sinus, tidak
ada nyeri tekan sekitar hidung.
c. Mulut
1. Inspeksi
Mukosa bibir tampak kering, bibir tampak pucat, gigi atas lengkap, gigi bawah
berlobang bagisan geraham, warna lidah sedikit pucat, amandel normal, karies
gigi ada.
2. Palpasi
Tidak ada udem disekitar mulut.
d. Telinga
1. Inspeksi
Telinga kiri dan kanan simetris, telinga tidak ada serumen, tidak ada bekas luka,
gendang timpani mengkilap.
2. Palpasi
Tidak ada udem disekitar telinga, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembengkakan
kelenjar limfe, pendengaran baik.
e. Rambut
1. Inspeksi
Warna rambu hitam mengkilap, bentuk kepala simetris, kekuatan rambut
kuat,rambut terlihat bersih,tidak terlihat lesi/udem sekitar kepala.
2. Palpasi
Tidak ada masa disekitar kepala dan ada nyeri tekan.

- Pemeriksaan Leher
1. Inspeksi
Leher simetris, tidak ada lesi atau udem, tidak ada pembengkakan arteri karotis.
2. Palpasi

49
Tidak ada pembesaran kelenjer tiroid, ada reflek menelan, tidak ada nyeri tekan,
tidak ada bendungan Vena Jingularis.
- Pemeriksaan Dada
1. Inspeksi
Dada tampak simetris, tidak ada luka operasi, udem dan lesi ,Gerakan dinding
dada simetris.
2. Palpasi
Tidak ada krepitasi, tidak ada pembengkakan(Vocal Fremitus tidak seimbang kiri
dan kanan ).
3. Perkusi
Perkusi paru pekak, perkusi jantung pekak.
4. Auskutasi
Terdapat suara tambahan ronkhi.
- Pemeriksaan Abdomen
1. Inspeksi
Abdomen tampak simetris, tidak ada udem, tidak ada ikterik pada kulit, tidak
terdapat luka operasi.
2. Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan disekitar abdomen.
3. Perkusi
Perkusi normal (timpani).
4. Auskultasi
Normal (bising usus 12 kali).
- Pemeriksaan Ekstremitas Atas dan Bawah
1. Inspeksi
Ekstremitas simetri, kulit berwarna sao matang, tidak ada sianosis , tidak ada
udem, bekas luka,CRT normal 2 detik.
2. Palpasi
Akral hangat, tidak ada nyeri tekan.
3. Perkusi
Reflek hummer normal (+/+)
5 5
5 5

50
4. Pemeriksaan genetalic
Tn.B mengatakan tidak ada masalah dengan reproduksi.

3. ANALISA DATA

No ANALISA DATA ETIOLOGI MASALAH


1 Ds: Bakteri yang besar Ketidakefektifan
- Tn.B mengatakan bertahan di bronkus bersihan jalan napas
merasa sesak (D.00081).
napas.
- Tn.B mengatakan Peradangan pada bronkus
batuk berdahak
serta sulit untuk
mengeluarkan. Penumpukan secret
- Tn.B mengatakan
sering batuk
dimalam hari. Secret tidak keluar saat
Do: batuk
- PR = 30X/menit.
- Tn.B tampak
terlihat sesak
napas.
- Terdapat suara
napas tambahan
ronkhi.
2 Ds: Penurunan asupan Ketidakefektifan pola
- Tn.B mengatakan oksigen napas (D.00032)
sesak napas.
Do: Hiposekmia
- Tn.B tampak
terpasang nasal Kompensasi tubuh
kanula 2L/menit. pernapasan
- PR = 30X/menit.

51
- Vocal Fremitus Ketidakefektifan pola
tidak seimbang napas
kiri dan kanan.
- Perkusi paru
pekak.
- Terdapat suara
napas tambahan
ronkhi.
3 Ds: Sekresi keluar saat batuk Gangguan pola tidur
- Tn.B mengatakan (b.00198)
sering terbangun Batuk terus menerus
di malam hari
karna batuk. Gangguan pola tidur
- Tn.B mengatakan
tidur tidak
nyenyak.
Do:
- Tn.B tampak
lemas.
- Tn.B tampak
lemah.

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas bd.sputum dalam jumlah berlebih.
b. Ketidakefektifan pola napas bd.dispnea.
c. Gangguan pola tidur bd. Kesulitan mempertahankan tidur dan ketidakpuasan
tidur.

5. PERENCANAAN KEPERAWATAN
No NANDA NIC NOC
1 Ketidakefektifan 1. Status pernapasan : 1. Manajement jalan
Bersihan jalan napas Kepatenan jalan napas napas(1.3140)
bd.sputum dalam (0.04.10) aktivitas:
jumlah berlebih - Frekuensi napas (3- - Posisikan pasien

52
(D.00081). 5) untuk
- Irama pernapasan memaksimalkan
(3-5) ventilasi
- Kemampuan untuk - Instruksikan pasien
mengeluarkan untuk batuk efektif
sekret(3-5) - Buang secret dengan
- Suara napas memotivasi pasien
tambahan(3-5) untuk melakukan
- Batuk(3-5) batuk
- Akumulasi - Avskultasi suara
sputum(3-5) napas, catat area
2. Status pernapasan ventilasinya menurun
ventilasi(0.0403) atau tidak ada dan
Kriteria hasil : adanya suara napas
- Suara perkusi napas tambahan
(3-5) - Kelola nebuliter
- Taktil fremitus(3-5) ultrasonic, sebagai

- Dispnea saat mana mestinya

istirahat(3-5) - Monitor status


pernapasan dan
oksigen
2. Manajement batuk
(1.3250) aktivitas:
- Damping pasien
untuk bisa duduk
pada posisi kepala
sedikit lurus, bahu
rileks dan lutut
sedikit ditekuk
- Dukung pasien
untuk menarik
napas dalam
beberapa kali

53
- Dukung pasien
untuk melakukan
napas dalam selama
2 detik, bungkukan
kedepan, tahan 2
detik dan batukkan
2-3 kali
- Minta pasien untuk
menarik napas
dalam beberapa
kali, keluarkan
perlahan dan
batukkan di akhir
ektialasi
(penghambusan)
- Lakukan Teknik
chest wall spring
selama fase
ekspirasi melalui
manufer batuk
sesuai dengan
kebutuhan
- Tekan perut
dibawah xypoid
dengan tangan
membuka sembari
membantu pasien
untuk flexi kdepan
selama batuk
- Minta pasien untuk
melanjutkan batuk
dengan beberapa
periode napas

54
dalam
- Damping pasien
menggunakan
bantal/selimut yang
dilipat untuk
menahan perut saat
sakit
2 Ketidakefektifan pola 1. Status pernapasan 1. Terapi oksigen
napas bd.dispnea pertukaran gas (1.3320) aktivitas:
(D.00032). (0.0402) kriteria hasil: - Bersihkan mulut,
- Tekanan parsial hidung dan secret
oksigen dibawah trachea dengan
(PaO2) (3-5) tepat
- Tekanan parsial CO2 - Pertahankan
didarah PaCO2 (3-5) kepatenan jalan
- PH Arteri napas
- Saturasi Oksigen (3- - Atur peralatan
5) oksigenasi
- Keseimbangan - Monitor aliran
ventilasi dan perkusi oksigen
(3-5) - Pertahankan posisi
- Sianosis (3-5) pasien
- Gangguan kesadaran - Observasi adanya
tanda hipoventilasi
- Monitor kecemasan
pasien terhadap
oksigen
3 Gangguan pola tidur 1. Tidur (0004) kriteria 1. Peningkatan tidur
bd. Kesulitan hasil: (1.1850) Aktivitas :
mempertahankan - Jam tidur (3-5) - Tentukan pola tidur
tidur dan - Pola tidur (3-5) dan aktivitas pasien
ketidakpuasan tidur. - Kualitas tidur (3-5) - Siklus bangun pasien
- Efisiensi tidur (3-5) didalam perawatan

- Perasaan segar perencanaan

55
setelah tidur (3-5) - Jelaskan pentingnya
- Tidur yang tidur selama sakit
terputus(3-5) - Catat adanya cpnea
- Kesulitan memulai saat tidur/ sumbatan
tidur (3-5) jalan napas
- Atur rangsangan
lingkungan untuk
mempertahankan
siklus siang-malam
yang normal
- Diskusikan dengan
pasien dan
keluarganya
mengenai Teknik
untuk meningkatkan
tidur

6. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


No DX IMPLEMENTASI EVALUASI

56
1 Ketidakefektifan - Memposisikan pasien S :
bersihan jalan untuk memaksimalkan - Tn.B mengatakan
napas ventilasi masih sedikit merasa
- Instruksikan pasien untuk sesak napas
batuk efektif - Tn.B mengatakan
- Buang sekret untuk masih terasa dahak
memotivasi pasien untuk di tenggorokannya
melakukan batuk
- Auskutasi suara napas, O:
catat area ventilasinya - Bunyi napas Tn.B
menurun/tidak ada dan ronkhi (+)
adanya suara napas - Sputum (+)
tambahan
- Kelola nebulizer ultrasonic, A:
sebagaimana mestinya - Masalah teratasi
- Monitor status pernapasan Sebagian ( sputum
dan oksigen masih menumpuk
Batuk efektif dan pasien masih
- Damping pasien untuk bisa merasa sesak napas)
duduk pada posisi kepala
sedikit lurus, bahu relaks, P:
dan lutut sedikit ditekuk - Intervensi
- Dukung pasien untuk dilanjutkan
menarik napas dalam - Lakukan batuk
selama 2 detik,bungkukan efektif
kedepan, tahan 2 detik dan - Lakukan suction
batukkan 2-3X
- Minta pasien untuk
menarik napas dalam
beberapa kali, keluarkan
perlahan-lahan dan
batukkan di akhiri ekhalasi
- Lakukan Teknik chest well

57
spring selama fase
ekspirasi melalui manufer
batuk yang sesuai dengan
kebutuhan
- Tekan perut bawah xypord
dengan takangan membuka
sembari membantu
pasienuntuk felxi kedepan
selama batuk
- Minta pasien untuk
melanjutkan batukbeberapa
kali dengan priode napas
dalam
- Damping pasien
menggunakan
bantal/selimut yang dilipat
untuk menahan perut saat
sakit
2 Ketidakefektifan - Bersihkan mulut, hidung S:
pola napas dan sekret trachea dengan Tn.B mengatakan sesak
tepat napas mulai sedikit
- Pertahankan kepatenan berkurangan
jalan napas
- Atur peralatan oksigenasi O:

- Pertahankan posisi pasien - Tn.B terpasang nasal

- Observasi adanya tanda kanula 3L/menit

hipoventilasi - PR @%X/Menit

- Monitor kecemasan pasien - Ronkhi (+)

terhadap oksigen - Perkusi paru pekak


focal fremitus tidak
seimbang kiri dan
kanan

58
A:
Masalah teratasi
Sebagian (pasien masih
merasa sedikit sesak)

P:
Intervensi dilanjutkan
terapi oksigen
3 Gangguan pola - Tentukan pola tidur dan S:
tidur aktivitas klien Tn.B mengatakan saat
- Menjelaskan pentingnya bangun tidur sudah
tidur saat sakit mulai nyenyak dan segar
- Mencatat adanya opnea
saat tidur O:
- Atur rangsangan Tn.B tampak segar
lingkungan untuk
mempertahankan A:

- Mengatur rangsangan Masalah teratasi


lingkungan untuk
mempertahankan siklus P:
siang-malam yang normal Intervensi Selesai

- Diskusikan dengan pasien


dan keluarganya mengenai
Teknik untuk
meningkatkan tidur

59
STANDAR OPERATIONAL PROCEDUR

A. SOP BATUK EFEKTIF (Listiawati, 2015)


1. Pra Interakasi dan Orientasi
- Mahasiwa mengetahui identitas pasien melalui dokumentasi
- Mahasiswa melakukan identifikasi pasien
- Mahasiswa mengucapkan salam
- Mahasiswa memastikan keamanan dan kenyamana pasien
- Mahasiswa mempersiapkan alat dan bahan
a. Bantal
b. Tissu
c. Bengkok
d. Pot sputum
e. Air minum hangat
f. Handsanitizer
g. Handscoon
h. Handuk
i. Perlak dan pengalas
2. Fase Interkasi / Kerja

60
- Posisikan tubuh dalam keadaan duduk dengan kaki menyentuh lantai, anda
bisa duduk di kursi atau bersandar di tempat tidur
- Letakkan tangan di dekat ulu hati dan ambil napas dalam
- Tarik napas 3-5 kali
- selama mengambil napas pertahankan bahu agar tetap rileks
- pada tarikan napas ke tiga, sebelum batuk condongkan badan sambal menekan
lengan ke ulu hati
- angkat bahu dan longgarkan pergerakan dada, lalu batukkan dengan kencang
- batuk harusnya berlangsung kuat atau pendek, car aini akan membuat dahak
keluar
- ambil napas Kembali secara perlahan melalui hidung untuk membantu dahak
mengalir ke belakang saluran pernapasan
3. Fase Terminasi
- Mahasiswa melakukan evaluasi secara subjektif dan objektif
- Mahasiswa merencanakan tindak lanjut dan kunjungan berikutnya
- Mahasiswa mengucapkan salam dan terima kasih atas kerjasamanya
- Mahasiswa mendokumentasikan kegiatan
B. SOP TERAPI OKSIGEN (Tarwoto dan Wartinah,2011)
1. Pra Interakasi dan Orientasi
- Mahasiwa mengetahui identitas pasien melalui dokumentasi
- Mahasiswa melakukan identifikasi pasien
- Mahasiswa mengucapkan salam
- Mahasiswa memastikan keamanan dan kenyamana pasien
- Mahasiswa mempersiapkan alat dan bahan
a. Sumber oksigen
b. Nasal kanula dengan selang penghubung
c. Pelembab udara dengan air destilasi
d. Flow meter
e. Plester
f. Gunting plester
2. Fase Interkasi / Kerja
- nilai kebutuhan terapi oksigen pasien, periksa instruksi dokter terkait besarnya
aliran oksigen, alat yang dipakai, kadar oksigen

61
- lakukan pemeriksaan ttv, tingkat kesadaran, hasil pemeriksaan labor
- nilai factor resiko pemberian oksigen pada pasien dan lingkungan sekitar
seperti hipoksia
- jelaskan prosedur pada pasien dan keliarga
- cuci tangan
- psanga peralatan oksigen
a. isi tabung pelembab udara dengan streil sampai setinggi tanda yang ada
pda tabung
b. pasanga alat pengatur aloran oksigen pada sumber oksigen dan atur pada
posisi “off”
c. pasang tabung pelembab udara pada dasar alat pengaturaliran oksigen
d. pasang selang dan nasal kanul pada tabung pelembab udara
e. atur aliran oksigen sesuai instruksi
f. pastikan alat bekerja dengan baik
- masukkan ujung kanul ke dalam lubang hidung pasien
- alirkan oksigen melalui nasal kanul
- fiksasi daerah selang di pipi
- cuci tangan
- catat waktu, aliran oksigen, dan hasil observasi
- anjurkan pasien bernapas lewat hidung dengan mulut terbuka
3. Fase Terminasi
- Mahasiswa melakukan evaluasi secara subjektif dan objektif
- Mahasiswa merencanakan tindak lanjut dan kunjungan berikutnya
- Mahasiswa mengucapkan salam dan terima kasih atas kerjasamanya
- Mahasiswa mendokumentasikan kegiatan

62
BAB IV

PEMBAHASAN

1. PENGKAJIAN
Penulis tidak menemukan adanya perbedaan yang signifikan antara pengkajian
pada teoritis dan pengkajian pada kasus, pengkajian pada penelitian ini membuat
identitas dan sampai pengkajian fokus terhadap masalah kesehatan yang dialami
pasien
2. DIAGNOSA
Berdasarkan diagnose adanya 2 perbedaan dengan teori konsep asuhan
keperawatan. dan secara tidak langsung penulis menengakkan asuhan
keperawatan sesuai dengan apa masalah yang sedang dialami pasien dan apa
kendala tubuh paisen. dengan begitu konsep dan laporan kasus masih dengan
sinkronasi yang jelas akan bentuk hasil dan pelaporannya.
Dimana pada konsep teori asuhan terdapat 3 diagnosa yang terdiri dari
ketidakefektifan jalan napas, ketidakefektifan pola napas, dan gangguan
pertukaran gas. Sedangkan pada kasus Tn.B diagnose yang diangkat yaitu

63
ketidakefektifan jalan napas, ketidakefektifan pola napas, dan gangguan pola
tidur.
3. INTERVENSI
Berdasaran keperwatan yang ditetapkan dan Tindakan keperwatan dilakukan
kepada Tn.B mengacu pada NANDA, NOC, dan NIC. Intervensi yang dilakukan
pada diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d sputum dalam jumah
berlebih, untuk Tindakan yang dilakukan yaitu manajemen pola napas dan batuk
efektif untukmenguragi jumlah sputum pada pasien. Ketidakefektifan pola napas
b.d dispnea, untuk intervensi dilakukan yaitu terpai oksigen untuk mengurangi
sesak napas klien. Gangguan pola tidr b.d ketidakpuasan tidur, untuk intervensi
yang dilakukan yaitu peningkatan tidur untuk mengurangi kelihan tidur pada
pasien.

4. IMPLEMENTASI
Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang sudah di tetapkan.
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d
sputum dalam jumah berlebih, untuk Tindakan yang dilakukan yaitu manajemen
pola napas dan batuk efektif untukmenguragi jumlah sputum pada pasien.
Ketidakefektifan pola napas b.d dispnea, untuk intervensi dilakukan yaitu terpai
oksigen untuk mengurangi sesak napas klien. Gangguan pola tidr b.d
ketidakpuasan tidur, untuk intervensi yang dilakukan yaitu peningkatan tidur
untuk mengurangi kelihan tidur pada pasien.
5. EVALUASI
Pada tahap evaluasi keperwtan yang mengacu pada intervensi dan
implementasi pada diagnose yang sudah diangkat. Untuk diagnose
ketidakefektifan bersihan jalan napas, evaluasi yang diperolah belum teratasi
secara keseluruhan karena Tn.B masih sedikit mengalami sesak napas serta
sputum masih terasa walaupun tidak sebanyak sebelum dilakukan Tindakan, dan
untuk Tindakan selanjutnya akan dilakukan suction. Untuk diagnose
ketidakefektifan pola napas, evaluasi yang diperoleh belum teratasi keselurahan
karena Tn.B masih merasa sesak napas walaupun sesak napas tidak separah
sebelumnya, dan untuk Tindakan selanjutnya yaitu akan ditukar masker dari nasal
kanuk ke sungkup sederhana. Sedangkan untuk diagnose yang ketiga gangguan

64
pola tidur sudah teratas, dimana Tn.B sudah menatakan saat bangun tidur sudah
mulai nyenyak dan segar.

BAB V

PENUTUP
1. KESIMPULAN
Oksigen merupakan gas yang sangat vital dalam kelangsungan hidup sel dan
jaringan tubuh karena oksigen diperlukan untuk proses metabolisme tubuh secara
terus menerus. Oksigen diperoleh dari atmosfer melalui proses bernapas. Di atmosfer,
gas selain oksigen juga terdapat karbon dioksida, nitrogen, dan unsur-unsur lain
seperti argon dan helium (Tarwoto & Wartonah, 2015).
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi tubuh sangat ditentukan oleh adekuatnya
system pernafasan, system kardiovaskuler, dan system hematologi. System pernafasan
atau respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan oksigen untuk kelangsungan
metabolism sel-sel tubuh dan pertukaran gas. System kardiovaskuler berperan dalam
proses transportasi oksigen melalui aliran darah dan system hematologi yaitu sel

65
darah merah yang sangat berperan dalam oksigenasi karena di dalamnya terdapat
hemoglobin yang mampu mengikat oksigen (Tarwoto & Wartonah, 2015).

2. SARAN
Perawat harus lebih memperhatikan pasien, dalam memberikan asuhan
keperawatan hendaknya harus sesuai dengan standar yang berlaku dan meningkatkan
kerja sama dengan pasien, keluarga dan Tim kesehatan lainnya

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan. 2014. Survey Kesehatan Nasional. Laporan.Depkes RI Jakarta.


Fulde, Gordian. (2009). Emergency medicine 5th edition. Australia : Elsevier.
Iryanto, Koes. 2013. Anatomi dan Fisiologi. Penerbit Alfabeta. Bandung.
Krisanty, Paula, S. Manurung, Suratun, Wartonah, M. Sumartini, Ermawati, Rohimah, S.
Setiawati. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. CV. Trans Info Media.
Jakarta.
Wedho, M. M. U., Bethan, M. O., Nurwela, T. S., Sambriong, M. Kale, E. D. R, Mau, A.,
Ina, A., Kleden, S. S. 2014. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia II. Penerbit Gita
Kasih. Kupang.
Mancini M. R, Gale A. T. (2011). Emergency care and the law. Maryland: Aspen
Publication.
Maryuani, Anik & Yulianingsih. (2009). Asuhan Kegawatdaruratan. CV. Trans Info
Media. Jakarta.

66
National Institute of Neurological Disorder, 2014.
Riyadina, W,. 2014. Pola dan Determinan Cedera di Indonesia. Laporan hasil analisis
lanjut data Riskesdas, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan
Farmasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan
RI. Jakarta.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Pedoman Pewawancara Petugas Pengumpul
Data. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI, 2013.
Subekti, N. B., Nurwahyu., Mardella, E. A. Karyuni, P. E. 2013. Keperawatan Kritis:
Pendekatan Asuhan Holistik Ed. 8 Vol.1. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Taylor, C. M. dan Ralph, S. S. 2013. Diagnosa Keperawatan dengan Rencana Asuhan.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Tarwoto & Wartonah. 2011. Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Saputra, Lyndon. 2013. Catatan ringkas kebutuhan dasar manusia.Tanggerang Selatan :
Binarupa Aksara.
NANDAInternational.2015.NANDAInternationalInc.Diagnosa Keperawatan: Definisi&
Klasifikasi 2015-2017(Budi AnnaKeliat, etal, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Ambarwati, Fitri Respati. 2014. Konsep kebutuhan dasar manusia. Yogyakarta: Duo Satria
Offset.
Ernawati. 2012. Konsep dan aplikasi keperawatan. Jakarta: TIM.
Saputra, Lyndon. 2013. Catatan ringkas kebutuhan dasar manusia.Tanggerang Selatan :
Binarupa Aksar.
Wayan & Kasiati. 2016. Modul bahan ajar cetak keperawatan: kebutuhan dasar manusia I.
Jakarta Selatan: Kemenkes.
Hidayat, S. 2009. Batuk efektif. Jakarta : Salemba Medika.
Abduallah. 2014. Kebutuhan dasar manusia untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta: Trans
Info Medika.
Listiawati, P. E. 2015. Penerapan batuk efektif pada pasien asma dengan masalah
keberawatan bersihan jalan napas. Yogyakarta: Salmba Medika.

67

Anda mungkin juga menyukai