Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas kebaikannya kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami menyadari bahwa ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan dan sebagai umpan
balik yang positif demi perbaikan dimasa mendatang. Harapan kami semoga makalah ini
bermanfaat bagi anggota kelompok dan juga bagi teman-teman seangkatan Sarjana
Keperawatan STIKES Bethesda YAKKUM Yogyakarta.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan kami berharap agar makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
Kelompok 8A
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asidosis metabolik didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi serum bikarbonat
(HCO3) sering dikaitkan dengan penurunan pH darah, sering bersamaan dengan penyakit
ginjal kronis yang progresif (CKD). Ini berasal dari kapasitas ginjal yang berkurang dalam
mensintesis amonia (NH3) dan mengeluarkan ion hidrogen (H+ ). Kompensasi umumnya
terdiri dari kombinasi mekanisme resporatorik dan ginjal, ion hidrogen berinteraksi dengan
ion bikarbonat membentuk molekul CO2 yang dieliminasi di paru, sementara itu ginjal
mengupayakan ekskresi ion hidrogen ke urin dan memproduksi ion bikarbonat yang
dilepaskan ke cairan ekstrasel. Kadar ion HCO3 - normal adalah 24 mEq/L dan kadar
normal pCO2 adalah 40 mmHg dengan kadar ion hidrogen 40 nanomol/L.
Asidosis Respiratorik adalah gangguan klinis dimana PH kurang dari 7,35 dan tekanan
parsialkarbondioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 42 mmHg. Kondisi ini terjadi akibat
tidak adekuatnya ekskresi CO2 dengan tidak adekuatnya ventilasi sehingga
mengakibatkan kenaikan kadar CO2 plasma
B. Tujuan Penulisan
1. Memahami Pengertian Asidosis Metabolik dan Asidosis Respiratorik
2. Memahami Etiologi Asidosis Metabolik dan Asidosis Respiratorik
3. Memahami Patofisiologi Asidosis Metabolik dan Asidosis Respiratorik
4. Memahami Manifestasi Klinis pada Asidosis Metabolik dan Asidosis Respiratorik
5. Memahami tahapan terjadinya Asidosis Metabolik dan Asidosis Respiratorik
6. Mengetahui kompensasi tubuh terhadap kondisi Asidosis Metabolik dan Asidosis
Respiratorik
7. Memahami Pemeriksaan Diagnostik untuk Asidosis Metabolik dan Asidosis
Respiratorik
8. Memahami alat ukur bagi Asidosis Metabolik dan Asidosis Respiratorik
9. Memahami Penatalaksanaan bagi Asidosis Metabolik dan Asidosis Respiratorik
C. Manfaat Penulisan
Agar mahasiswa dapat memahami tentang apa itu Asidosis Metabolik dan Asidosis
Respiratorik serta mengetahui dan memahami apa saja aspek-aspek yang perlu
diperhatikan jika dalam kasus kekritisan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
1. Asidosis metabolik
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan
rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui
sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam.
Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih
cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan
cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha
mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam
dalam air kemih.Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus
menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan
berakhir dengan keadaan koma.
2. Asidosis Respiratorik
Asidosis Respiratorik adalah gangguan klinis dimana PH kurang dari 7,35 dan tekanan
parsialkarbondioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 42 mmHg. Kondisi ini terjadi
akibat tidak adekuatnya ekskresi CO2 dengan tidak adekuatnya ventilasi sehingga
mengakibatkan kenaikan kadar CO2 plasma. (Smeltzer, 2001)
B. Etiologi
1. Asidosis Metabolik
a. Gagal Ginjal
Penyakit gagal ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami
penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal
penyaringan , pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan
zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium di dalam dara atau produksi urine.
Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit
serius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri.
Penyakit gagal ginjal lebih sering dialami mereka yang berusia dewasa, terlebih
pada lansia.
Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang diderita
oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ
ginjal.
b. Asidosis Tubulus Renalis ( Kelainan bentuk ginjal)
Asidosis Tubulus Renalis adalah suatu penyakit dimana tubulus renalis tidak dapat
membuang asam dari darah ke dalam urine secara adekuat. Asidosis Tubulus
Renalis bisa merupakan suatu penyakit keturunan atau bisa timbul akibat obat-
obatan , keracunan logam berat, atau penyakit autoimun.
Dalam keadaan normal, ginjal menyerap asam dari darah dan membuangnya ke
dalam air kemih. Pada penyakit ini, tubulus renalis tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya dan hanya sedikit asam yang dibuang ke dalam air kemih.
Akibatnya terjadi penimbunan asam di dalam darah (Asidosis Metabolik) yang bisa
menimbulkan masalah berikut;
1) Rendahnya kadar kalium dalam darah
2) Pengendapan kalsium didalam ginjal
3) Kecenderungan terjadi dehidrasi
4) Perlunakan dan pembengkokkkan tulang yang menimbulkan rasa nyeri
(osteomalasia atau rakitis)
c. Ketoasidosis Diabetikum
Ketoasidosis Diabetikum merupakan kasus kedaruratan endokrinologi yang
disebabkan oleh defisisensi insulin relatif atau absolute.
d. Asidosis Laktat (Bertabahnya asam laktat)
Asidosis Laktat adalah kondisi yang disebabkan oleh tingkat laktat yang terlalu
tinggi dalam aliran darah dan jaringan sehingga tubuh tidak mampu
menguraikannya.
Asam laktit dan laktat dibuat saat glukosa diuraikan oleh sel tubuh untuk
membangkitkan tenaga.
e. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau
bahan yang dapat diubah menjadi asam. Misalnya; alcohol.
2. Asidosis Respiratorik
a. Hambatan pada pusat pernapasan Di Medula Oblongata.
1) Obat-obatan : Kelebihan dosis opiate, sedative, anestetik (akut).
2) Terapi oksigen pada hiperkapnea kronik.
3) Henti jantung (akut).
4) Apnea saat tidur.
b. Gangguan Otot-Otot Pernafasan dan Dinding Dada
1) Penyakit neuromuscular : Miastenia gravis, poliomyelitis, sclerosis lateral
amiotropik.
2) Deformitas rongga dada : Kifoskoliosis.
3) Obesitas yang berlebihan.
4) Cedera dinding dada seperti patah tulag-tulang iga.
c. Obstruksi Saluran Atas Yang Akut
1) Aspirasi benda asing atau muntah.
2) Laringospasme atau edema laring, bronkopasme berat.
d. Hipofentilasi
Hal ini dihubungkan dengan penurunan fungsi pusat pernafasan seperti Trauma
kepala, Sedasi berlebihan, Anesthesia umum, Alkalosis metabolic.
e. Fungsi paru - paru yang buruk seperti pada penyakit bronkitis kronik,
emfisema paru, edama paru, pneumonia dan asma dimana paru - paru tidak
dapat mengeluarkan karbon dioksida secara adekuat
Reaksi ini lambat dan sangat sedikit jumlah H2CO3 yang dibentuk kecuali bila pada enzim
karbonik anhidrase. Enzim ini terutama banyak sekali di dinding alveoli paru dimana CO2
dilepaskan, karbonik anhidrase juga ditemukan di sel-sel epitel tubulus ginjal dimana CO2
bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3.
Sebagai hasilnya, lebih banyak H2CO3 yang dibentuk. Meningkatkan produksi
CO2 dan H2O. Dari reaksi ini kita dapat melihat bahwa ion hidrogen dari asam kuat
HCL, bereaksi dengan H2CO3 untuk membentuk asam yang sangat lemah yaitu
H2CO3 yang kemudian membentuk CO2 dan H2O. CO2 yang berlebihan sangat
merangsang pernapasan yang mengeluarkan CO2 dari cairan ekstraseluler. Ini
menyebabkan terjadinya asidisis metabolik.
2. Asidosis Respiratorik
Alkalosis pernapasan ditandai dengan penurunan PaCO2 yang mengarah ke
peningkatan pH. PaCO2 menurun ketika ventilasi ekskresi CO2 melebihi produksi
metabolik CO2, biasanya karena hiperventilasi.Penyebabnya antara lain peningkatan
stimulasi neurokimia melalui mekanisme pusat atau perifer, atau peningkatan fisik
dalam ventilasi melalui cara voluntary atau artificial mean (misalnya, ventilasi
mekanik). Respon kompensasi awal adalah untuk buffer kelebihan bikarbonat dengan
melepaskan ion hidrogen dari protein intraseluler, fosfat, dan hemoglobin. Jika
berkepanjangan (> 6 jam), ginjal berusaha untuk lebih mengkompensasi dengan
meningkatkan eliminasi bikarbonat.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Asidosis Respiratorik
a. Laboratorium
1) Analisa Gas Darah
a) pH arteri : menurun, kurang dari 7,35-7,45
b) HCO3 : Normal 24-28 mEq/L
c) asam laktat : meningkat
d) bikarbonat : normal atau meningkat, lebih besar dari 26 mEq/L
e) PO2 : normal atau menurun
f) O2 : Tidak Lebih 3L/menit
g) PaCO2 : meningkat, > 45 mmHg
h) Analisa gas darah memperlihatkan PaCO2 meningkat, lebih besar dari 45
mmHg (karena peningkatan CO2 adalah peyebab masalah)
i) Untuk asidosis yang berlangsung lebih dari 24 jam, maka kadar bikordinat
plasma akan meningkat, lebih dari 26 mEa/e, yang mencerminkan
kenyataan bahwa ginjal sedang mengekresikan lebih banya H+ dan
menyerap lebih banyak baja.
j) Apabila kompensasi ginjal berhasil, maka PH plasma akan rendah, tetapi
berada pada rentang normal. Apabila kompensasi tidak berhasil maka PH
memperlihatkan konsentrasi H+ yang tinggi (< 7,35).
k) PH urine akan menjadi asam (menurun 6,0).
l) PO2 sama dengan normal atau mengalami penurunan.
m) Saturasi O2 sama dengan menurun.
n) Kalium serum sama dengan normal atau meningkat.
o) Kalsium serum sama dengan meningkat.
p) Klorida sama dengan menurun.
q) Asam laktat sama dengan meningkat.
2) Rontgen dada untuk menentukan segala penyakit pernafasan.
3) Pemeriksaan EKG : untuk mengidentifikasi segala keterlibatan jantung
sebagai akibat PPOK.
2. Asidosis Metabolik
a. pH urine: Analisa gas darah arteri atau tes serum elektrolit (seperti panel metabolik
dasar) akan mengkonfirmasi hadirnya asidosis dan menentukan apakah asidosis
pernapasan atau asidosis metabolik.
b. Serum Elektrolit
c. Gas darah arteri
pH < 7.35
HCO3 < 22 mEq/L
PaCO2 < 38 mmHg
- Serum HCO3 < 22 mEq/L
- Serum elektrolit: potasium
- EKG: disritmia dan hiperkalemia
H. Alat Ukur/Instrumen
1. Handerson – Hasselbalch adalah dapat digunakan untuk memperkirakan pH larutan
buffer . Nilai numerik konstanta disosiasi asam K dari asam diketahui atau
diasumsikan. PH dihitung untuk nilai konsentrasi asam, HA dan garam yang diberikan,
MA, dari basa konjugatnya A misalnya, larutan mungkin mengandung asam
asetat dan natrium asetat.
2. Rontgen dada untuk menentukan segala penyakit pernafasan.
3. Pemeriksaan EKG : untuk mengidentifikasi segala keterlibatan jantung sebagai akibat
PPOK.
4. pH urine: Analisa gas darah arteri atau tes serum elektrolit (seperti panel metabolik
dasar) akan mengkonfirmasi hadirnya asidosis dan menentukan apakah asidosis
pernapasan atau asidosis metabolik
5. Tes darah. Analisa gas darah arteri dapat dilakukan untuk mengetahui kadar oksigen
dan karbon dioksida dalam darah. Jenis tes darah lainnya adalah panel metabolik
komprehensif guna mengetahui seberapa baik fungsi ginjal, serta untuk mengukur
kadar asam (pH), kalsium, protein, gula, dan elektrolit.
I. Penatalaksanaan
1. Asidosis Respiratorik
a. Keperawatan
1) Pengobatan Diarahkan Untuk Memperbaiki Ventilasi Efektif Secepatnya
Dengan :
2) Pengubahan posisi dengan kepala tempat tidur keatas atau posisi pasien
dalam posisi semi fowler (memfasilitasi ekspansi dinding dada).
3) Latih untuk nafas dalam dengan ekspirasi memanjang (meningkatkan
ekshalosi CO2).
4) Membantu dalam ekspektorasi mucus diikuti dengan penghisapan jika
diperlukan (memperbaiki fentilasi perfusi).
5) Hidrasi yang adekuat (2-3e/hari) diindikasikan untuk menjaga membrane
mukosa tetap lembab dan karenanya memfasilitasi pembuangan sekresi.
6) Kadar O2 yang tinggi (750%) aman diberikan pada pasien selama 1-2 hari
bilamana tidak ada riwayat hiperkapnea kronik.
7) Ventilasi mekanik, mungkin diperlukan jika terjadi krisis untuk memperbaiki
ventilasi pulmonary.
8) Pemantauan gas darah arteri secara ketat selama perawatan untuk
mendeteksi tanda-tanda kenaikan PaCO2 dan kemunduran ventilasi alveolar.
b. Medis
1) Pemberian preparat farmakologi yang digunakan sesuai indikasi. Contohnya :
bronkodilator membantu menurunkan spasme bronchial, dan antibiotic yang
digunakan untuk infeksi pernafasan.
2) Tindakan hygiene pulmonary dilakukan, ketika diperlukan, untuk
membersihkan saluran pernafasan dari mucus dan drainase purulen.
2. Asidosis Metabolik
Penatalaksanaan ditujukan untuk kondisi yang mendasarinya. Dalam keadaan
tertentu, natrium bikarbonat (baking soda) dapat diberikan untuk meningkatkan
keasaman darah. Atau biasa dilakukan dengan kondisi dengan berbagi penyebabnya.
Sebagai perubahan pH ekstraseluler dan intraseluler sebagai efek samping yang
mendasari dari asidosis metabolik akut, pemberian basa - terutama dalam bentuk
natrium bikarbonat - telah menjadi terapi andalan. Namun, studi mengenai asidosis
laktat dan studi acakterkontrol dari ketoasidosis, penyebab yang paling sering dari
asidosis metabolik akut, dengan pemberian bicnat tidak menunjukkan penurunan
morbiditas atau mortalitas. Studi selanjutnya, pemberian natrium bikarbonat tidak
terbukti meningkatkan disfungsi kardiovaskular pada pasien dengan asidosis laktat.
Pemberian natrium bikarbonat juga telah menjadi faktor yang mencetuskan edema
serebral pada anak-anak dengan ketoacidosis.
Efek samping pemberian bicnat termasuk eksaserbasi dari asidosis intraseluler
yang disebabkan oleh generasi dari CO2 gas permeable dalam proses buffering,
hipertonisitas cairan ekstraselular ketika bicarbonat diberikan sebagai cairan
hipertonik, kelebihan cairan, alkalosis metabolik, dan percepatan pertukaran Na+ - H+
menyebabkan peningkatan Na+ dan Ca2+ di sel. Efek samping pemberian bicnat
termasuk eksaserbasi dari asidosis intraseluler yang disebabkan oleh generasi dari
CO2 gas permeable dalam proses buffering, hipertonisitas cairan ekstraselular ketika
bicarbonat diberikan sebagai cairan hipertonik, kelebihan cairan, alkalosis metabolik,
dan percepatan pertukaran Na+ - H+ menyebabkan peningkatan Na+ dan Ca2+ di
sel.
Jika akan memberikan natrium bicarbonat, harus diberikan sebagai larutan
isoosmotik untuk mencegah hiperosmolar) dan dengan infus yang lebih lambat
daripada bolus intravena (untuk mengurangi pembentukan CO2). Sulit untuk
menentukan target pH atau [H+ ] dikaitkan dengan hasil yang lebih baik, meskipun
ada konsensus menyatakan bahwa pH > 7,20-7,25 lebih baik.
Beberapa, tetapi tidak semua, studi pasien dengan metabolik asidosis kronis dengan
dan tanpa gangguan ginjal telah menunjukkan bahwa pemberian basa dapat
meningkatkan atau mengurangi perkembangan bone disease, menormalkan
pertumbuhan, mengurangi degradasi otot, meningkatkan sintesis albumin, dan
menghambat perkembangan yang dari CKD. Saat ini, kebanyakan ahli
merekomendasikan bahwa konsentrasi serum HCO3 - dinaikkan menjadi setidaknya
22-23 mmol/l, meskipun normalisasi lengkap mungkin lebih menguntungkan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas: Nama, usia dan lainnya
2. Keluhan Utama: Klien mengatakan bahwa sering merasa pusing. Klien mengatakan berat
badannya turun 5 kg dalam 2 bulan terakhir. Klien terlihat letih dan lemah
3. Aktivitas dan istirahat: Gejala : letargi, kelelahan, kelemahan otot
4. Sirkulasi: Tanda: hipotensi, tekanan nadi lebar, nadi mungkin lemah, irregular (disritmia)
5. Eliminasi: Gejala : Diare, urine gelap/pekat
6. Makanan/cairan: Anoreksia, mual/muntah, Tanda : Turgor kulit buruk, membran mukosa
kering
7. Neurosensori: sakit kepala, mengantuk, penurunan fungsi mental, perubahan pada
sensorium misalnya: stupor, kacau mental, letargi, depresi, delirium, koma
8. Pernafasan: Dispnea pada pengerahan tenaga, hiperventilasi, pernafasan kussmaul
(nafas dalam/cepat)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi CO2, penurunan asupan oksigen,
hipoventilasi, narcosis CO2.
2. Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal,
peningkatan pH sel-sel miokardium.
3. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan peningkatan akut PaCO2,
hipoksemia pada pembuluh darah otak.
C. Rencana Keperawatan
Rencana intervensi keperawatan pada klien adalah klien tidak mengalami gangguan gas,
tidak terjadi peningkatan TIK, tidak ada perubahan napas, dan perfusi jaringan optimal
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi CO2, penurunan asupan oksigen,
hipoventilasi, narcosis CO2
Tujuan : dalam waktu 1/24 jam setelah diberikan, gangguan pertukaran gas tidak terjadi
Intervensi Rasional
Kaji klien yang dicurigai mengalami Tujuan penanganan asidosis respiratorik akut adalah
asidosis respiratorik secara cepat memulihkan ventilasi efektif secepatnya dengan
dan tepat memberikan terapi O2 dan mengatasi sebab yang
mendasarinya
Istirahatkan klien dengan posisi Posisi fowler akan meningkatkan ekspansi paru
fowler optimal.
Istirahat akan mengurangi kerja jantung,
meningkatkan tenaga cadangan jantung, dan
menurunkan tekanan darah.
Cari factor penyebab yang Apabila klien hiperkapsnea kronis mengalami
memperberat asidosis respiratorik. peningkatan PaCO2 secara akut, harus dicari factor-
faktor penyebab seperti pneumonia atau emboli paru
yang dapat memperberat kelainan yang
mendasarinya serta dapat mempercepat terjadinya
krisis.
Manajemen lingkungan : lingkungan Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri
tenang dan batasi pengunjung eksternal dan pembatasan pengunjung akan
membantu meningkatkan kondisi O2 ruangan yang
akan berkurang apabila banyak pengunjung yang
berada di ruangan.
Evaluasi perubahan tingkat Akumulasi secret dan berkurangnya jaringan paru
kesadaran, catat sianosis serta yang sehat dapat menggangu oksigenasi organ vital
perubahan warna kulit, termasuk dan jaringan tubuh.
membrane mukosa dan kuku.
Pantau kadar hemoglobin Kebanyakan volume O2 ditraspor ke jaringan dalam
ikatan hemoglobin. Bila anemia terjadi, kandungan
O2dalam darah menurun sebagai akibat ventilasi
mekanik dan suplemen akan minimal. Pengukuran
berkala hemoglobin perlu untuk kalkulasi kandungan
O2 yang akan menentukan kebutuhan untuk tranfusi
sel darah merah.
Beri O2 4 liter/menit Pemenuhan O2 pada klien yang mengalami
hipoksemia
Kolaborasi pemilihan pemberian Mekanisme pathogenesis peningkatan permeabilitas
cairan alveokapiler mengakibatkan edema interstitial dan
alveolar. Pemberian cairan yang berlebihan pada
orang normal dapat menyebabkan edema paru dan
gagal pernapasan. Pilihan koloid versus cairan
kristaloid unutk menggantikan terapi masih
Kolaborasi untuk memantau gas Pemeriksaan secara berkelanjutan dan ketat akan
darah secara ketat melihat dengan cepat perkembangan setelah
mendapat intervensi.
Kolaborasi pemberian ventilasi Pemberian ventilasi mekanik jika terjadi krisis.
mekanik. Perhatian yang besar harus ditunjukkan dalam
pemberian O2 pada klien-klien hiperkapnea kronis.
Pola napas tidak efektif yang berhubunagn dengan gangguan konduksi elektrikal,
peningkatan pH sel-sel miokardium.
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas
Intervensi Rasional
Auskultasi bunyi napas (krakles) Indikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi
jantung.
Kaji adanya edema. Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
Istirahatkan klien dengan posisi Posisi fowler akan meningkatkan ekspansi paru optimal.
fowler Istirahat akan mengurangi kerja jantung, meningkatkan
tenaga cadangan jantung, dan menurunkan tekanan
darah. Lamanya berbaring juga meransang dieresis
karena berbaring akan memperbaiki perfusi ginjal.
Istirahat juga mengurangi kerja otot pernapasan dan
penggunaan oksigen. Frekuensi jantung menurun yang
akan memperpanjang waktu diastole pemulihan,
sehingga memperbaiki efisiensi kontraksi jantung.
D. Implementasi
1. Mengkaji pasien terhadap asidosis respiratorik.
2. Memberikan posisi yang nyaman bagi pasien dengan posisi fowler
3. Mencari factor penyebab yang memperberat asidosis respiratorik.
4. Membuat manajemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi pengunjung
5. Mengevaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis serta perubahan warna kulit,
termasuk membrane mukosa dan kuku.
6. Memantau kadar hemoglobin
7. Memberikan O2 4 liter/menit
8. Mengauskultasi bunyi napas (krakles)
9. Mengkaji adanya edema.
10. Mengistirahatkan klien dengan posisi fowler
11. Mengukur intake dan output.
12. Menimbang berat badan
13. Mempertahankan pemasukan total cairan 2.000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskular.
14. Membaringkan klien (bed rest) total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal.
15. Memantau tanda-tanda neurologis dengan GCS.
16. Memonitor tanda-tanda vital seperti TD, nadi, suhu, respirasi, dan hati-hati pada hipertensi
sistolik.
17. Membantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untukmengeluarkan
napas apabila bergerak atau berbalik ditempat tidur.
18. Menganjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan.
19. Menciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
20. Kolaborasi :
a. Memantau gas darah secara ketat
b. Memberikan ventilasi mekanik.
c. Memberikan cairan per infuse dengan perhatian ketat.
d. Memonitorkan natrium serum.
BAB IV
PEMBAHASAN
Gangguan keseimbangan asam-basa adalah masalah klinis yang sering dijumpai dengan
keparahan bervariasi dari ringan sampai mengancam jiwa.
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan
rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem
penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam.
Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat
sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan
jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut
dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih.Tetapi kedua mekanisme
tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga
terjadi asidosis berat dan
Asidosis Respiratorik adalah gangguan klinis dimana PH kurang dari 7,35 dan tekanan
parsialkarbondioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 42 mmHg. Kondisi ini terjadi akibat tidak
adekuatnya ekskresi CO2 dengan tidak adekuatnya ventilasi sehingga mengakibatkan kenaikan
kadar CO2 plasma.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ortega LM, Arora S. Metabolic acidosis and progression of chronic kidney disease
:incidence, pathogenesis, and therapeutic therapy. Revista Nefrologia 2012 ; 32(6):724-
30
2. Kraut JA, Madias NE. Metabolic Acidosis : pathophysiology, diagnosis and
management. Macmillan Publishers Limited. May 2010
3. Mehrotra R, Kopple JD, Wolfson M. Metabolic acidosis in maintenance dialysis patients:
clinical considerations. International Society of Nephrology, Vol. 64, Supplement
88(2013), pp. S13–S25
4. Liamis G, Milionis HJ, Elisaf M. Pharmacologically-Induced Metabolic Acidosis. DrugSaf
2010; 33 (5): 371-391
5. Jaber B. Metabolic Acidosis. Tufts University School of Medicine
6. Schraga ED, et al. 2013. Metabolic Acidosis in Emergency Medicine. Tersedia dari
:www.emedicine.medscape.com
7. Gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa. Fisiologi, patofisiologi, diagnosis
dan tatalaksana edisi ke 3. Jakarta FK UI : 2012
8. Setyohadi, B,et al. 2011. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam Buku I EIMED DASAR.
EIMED PAPDI. Jakarta : InternaPublishing
9. Maciel AT, Noritomi DT, Park M. Metabolic Acidosis in Sepsis. Endocrine, Metabolic &
Immune Disorders - Drug Targets, 2010, 10, 252-257
10. Interpretation of the Arterial Blood Gas. Self-Learning Packet. Orlando Regional
Healthcare, Education & Development 2014