Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asidosis metabolic merupakan gangguan keseimbangan asam basa
dengan karakteristik adanya penurunaan pH darah disertai penurunan
konsentrasi biokarbonat. Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan
menjadi lebih dalam dan lebih cepat ini sebagai usaha tubuh untuk
menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah
karbondioksida. Asidosis metabolik merupakan keadaan yang mengancam
jiwa sebab dapat menyebabkan aritemian, depresi miokardium serta ganguan
susunan saraf pusat.
Prevalensi asidosis metabolik pada pasien dengan CKD tidak diketahui
dengan pasti. The Third National Health dan Nutrition Examination Survey
(NHANES III) analisis menemukan penurunan plasma konsentrasi HCO3
dengan perkiraan laju filtrasi glomerulus (eGFR) kurang dari 20
mL/min/1.73m2. Jika hipobikarbonatemia disebabkan oleh asidosis metabolik
terjadi ketika (eGFR) kurang dari 25% parameter normal, akan diperkirakan
bahwa 300.000 hingga 400.000 individu di Amerika Serikat mungkin
memiliki asidosis metabolik yang berhubungan dengan CKD.
Asidosis metabolik akut relatif umum pada pasien critical ill, dengan satu
studi yang menunjukkan bahwa gangguan tersebut dapat mengenai sekitar
64% dari pasien dalam unit perawatan intensif. Asidosis metabolik kronis di
US jarang terjadi, hanya 1,9% dari lebih dari 15.000 orang disurvei pada
study NHANES III memiliki konsentrasi serum HCO3 di bawah 22 mmol/l,
meskipun nilai ini meningkat sampai 19% pada pasien dengan filtrasi
glomerulus rate (eGFR) dalam kisaran 15-29 mL/min/1.73 m2.
Asidosis metabolik dapat bersifat akut (berlangsung beberapa menit -
hari) atau kronis (berlangsung minggu ke tahun) menurut durasinya.
Metabolik asidosis akut atau kronis adapat menyebabkan efek yang buruk
terhadap fungsi sel dan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Tingkat keparahan asidosis metabolik dapat sangat bervariasi antara pasien

1|Page
uremik dengan pasien dengan gangguan ginjal. Setidaknya dua studi
menunjukkan bahwa untuk gangguan fungsi ginjal tertentu, pasien dengan
diabetes mungkin memiliki tingkat metabolisme asidosis yang tidak parah.
Salah satu tujuan terapi dialisis adalah untuk mengoreksi kelainan metabolik
uremia, termasuk asidosis metabolik.
Oleh karena itu, kami akan membahas lebih dalam tentang konsep dasar
asidosis metabolik dalam bab pembahasan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari asidosis metabolik ?
2. Apa etiologi dari asidosis metabolik ?
3. Apa manifestasi klinis dari asidosis metabolik ?
4. Bagaimana patofisiologi pada asidosis metabolik ?
5. Apa pemeriksaan penunjang pada asidosis metabolik ?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada asidosis metabolik ?
7. Apa saja komplikasi dari asidosis metabolik ?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari asidosis metabolik
2. Mengetahui etiologi dari asidosis metabolik
3. Mengetahui manifestasi klinis dari asidosis metabolik
4. Mengetahui ptofisiologi pada asidosis metabolik
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada asidosis metabolik
6. Mengetahui penatalaksanaan pada asidosis metabolik
7. Mengetahui komplikasi dari asidosis metabolik

2|Page
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Asidosis Metabolik


Asidosis metabolic adalah keasaman darah yang berlebihan, yang di
tandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah.
Asidosis metabolic (kekurangan HCO3 ) adalah gangguan sistemik yang
ditandai dengan penurunan primer kadar bikarbonat plasma, sehingga
menyebabkan terjadinya penurunan Ph (peningkatan [H+]).
Asidosis metabolik didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi serum
bikarbonat (HCO3) sering dikaitkan dengan penurunan pH darah, sering
bersamaan dengan penyakit ginjal kronis yang progresif (CKD). Ini berasal
dari kapasitas ginjal yang berkurang dalam mensintesis amonia (NH3) dan
mengeluarkan ion hidrogen (H+). Kompensasi umumnya terdiri dari
kombinasi mekanisme resporatorik dan ginjal, ion hidrogen berinteraksi
dengan ion bikarbonat membentuk molekul CO2 yang dieliminasi di paru,
sementara itu ginjal mengupayakan ekskresi ion hidrogen ke urin dan
memproduksi ion bikarbonat yang dilepaskan ke cairan ekstrasel. Kadar ion
HCO3- normal adalah 24 mEq/L dan kadar normal pCO2 adalah 40 mmHg .
Untuk klasifkasi asidosis metabolik biasanya dibagi menjadi keadaan
dengan celah anion normal dan keadaan yang berhubungan dengan kenaikan
celah anion. Penyebab asidosis metabolik dengan celah anion normal terdiri
dari penyakit ginjal yang menimbulkan pembuangan bikarbonat, obat-obatan
tertentu, gelung ileum dengan statis, diare, atau fistula pancreas.
Konsentrasi HCO3- cairan ekstraseluler adalah 22 meq/L dan pH 7,35.
Hal ini dapat diakibatkan oleh penambahan ion hidrogen atau kehilangan
bikarbonat.
Asidosis metabolik secara klinis dapat dibedakan menjadi dua bentuk
berdasarkan pada nilai-nilai selisih anion (anion gap). Saat terjadi asidosis,
ada selisih tinggi dari selisih anion normal (Price dan Wilson, 1997). Selisih
anion mencerminkan anion sangat membantu dalam diagnosis banding
asidosis metabolik. Selisih anion dapat dihitung dengan membagi jumlah

3|Page
konsentrasi bikarbonat dan klorida serum (anion atau elektrolit bermuatan
negatif) dari kadar natrium serum (kation, elektrolit yang bermuatan positif).
Kompensasi pernapasan akan segera dilakukan untuk menurunkan PCO2
melalui hiperventilasi sehingga asidosis metabolik jarang terjadi secara akut
(dapat dilihat pada Gambar dibawah ini).

B. Etiologi Asidosis Metabolik


Asidosis metabolik terjadi karena nefron yang rusak tidak dapat
mengekskresikan asam yang dihasilkan dari metabolisme tubuh. Apabila laju
filtrasi glomerulus menurun sampai 30-40%, asidosis metabolik mulai
berkembang karena kemampuan tubulus distal untuk mereabsorpsi bikarbonat
menurun. Walaupun terjadi retensi ion hidrogen dan hilangnya bikarbonat,
pH plasma masih dapat dipertahankan karena tubuh mempunyai mekanisme
pendaparan (buffering).
Etiologi asidosis metabolik:
1. Asam eksogen (mis keracunan salisilat, metanol, etilen glikol)
2. Akumulasi asam endogen seperti asam laktat (hipoperfusi jaringan pada
henti jantung atau syok) atau asam aseto-asetat pada ketoasidosis diabetes.
3. Hilangnya alkali (mis kehilangan melalui saluran cerna pada diare berat,
fistula empedu atau enterik; atau kehilangan melalui ginjal akibat asidosis
tubulus proksimal).
4. Gagalnya pembuangan asam melalui ginjal (gagal ginjal dan asidosis
tubulus distal)

4|Page
Penyebab mendasar dari asidosis metabolik adalah penambahan asam
(nonkarbonat), akibat kegagalan ginjal untuk mengekskresi beban asam setiap
hari, dan kehilangan bikarbonat basa.
Penyebab dari asidosis metabolik umumnya dibagi lagi menjadi dua
kelompok berdasarkan apakah selisih anion normal atau meningkat. Asidosis
metabolik dengan selisih anion yang tinggi terjadi akibat peningkatan anion
tak terukur seperti asam sulfat, asam folat, asam laktat dan asam-asam
organik lainnya. Jika asidosis disebabakan oleh kehilangan bikarbonat
(misalnya diare), atau bertambahnya asam klorida (misalnya pemberian
amonium klorida), selisih anion akan normal. Sebaliknya, jika asidosis
disebabkan oleh peningkatan produksi asam organik (misalnya asam laktat
pada syok sirkulasi) atau retensi asam sulfat dan asam fosfat (misalnya pada
gagal ginjal), kadar dan anion-anion tak terukur (selisih anion) akan
meningkat.

5|Page
C. Manifestasi Klinis
Gejala asidosis metabolik terutama hiperventilasi kompensasi (yakni
pernapasan Kusmaul) merupakan tanda klinis yang penting dan sering
disalahartikan sebagai kelainan respirasi yang primer. Jadi, ketika seorang
pasien datang dengan dispnea (sesak napas) dan temuan pemeriksaan
cardiopulmonar normal, kecuali untuk takipnea dan takikardi, asidosis
sistemik harus dipertimbangkan. Obat tidak jarang merupakan penyebab
metabolik asidosis dan memainkan peran penting dalam presentasi klinis,
evolusi penyakit dan terapi intervensi.
1. Gejala Neurologi
a. Kelumpuhan saraf kranial dapat terjadi pada keracunan etilena glikol.
b. Edema retina dapat dilihat pada keracunan metanol.
c. Kelesuan, pingsan, dan koma dapat terjadi pada asidosis metabolik
yang berat, terutama jika dikaitkan dengan konsumsi zat beracun.
2. Gejala Kardiovaskuler
Asidemia berat (yaitu, pH <7.10) dapat mempengaruhi pasien untuk
terjadinya aritmia ventrikel yang fatal, dan dapat mengurangi kontraktilitas
jantung dan respon inotropik katekolamin, mengakibatkan hipotensi dan
gagal jantung kongestif.
3. Gejala Pulmonal
Pasien dengan asidosis metabolik akut menunjukkan takipnea dan
hiperpnea (pernapasan kusmaul) sebagai tanda-tanda fisik yang menonjol.
Hiperventilasi, tanpa adanya penyakit paru-paru yang jelas, dokter harus
waspada untuk kemungkinan adanya asidosis metabolik yang mendasari.
4. Gejala Gastrointestinal
Mual, muntah, sakit perut, dan diare (terutama dalam ketoasidosis
diabetik dan uremik asidosis).

D. Patofisiologis
Untuk menjaga keseimbangan asam-basa normal, setiap hari tubulus
ginjal harus mengabsorpsi HCO3 yang difiltrasi (~ 4.500 mmol) dan
mensintesis HCO3 yang cukup untuk menetralisir beban asam endogen.

6|Page
Mekanismenya adalah gangguan pembentukan bikarbonat ginjal dengan dan
tanpa penurunan absorpsi bikarbonat yang terjadi bersamaan dan retensi ion
H+. Total ekskresi amonium (NH4+) mulai menurun ketika GFR < 40 sampai
50 mL/min. Penyakit ginjal dikaitkan dengan kerusakan tubulointerstitial
yang parah dapat disertai dengan asidosis yang lebih berat pada tahap awal
gagal ginjal.
Ginjal menyerap kembali semua HCO3- yang terfiltrasi dan
menghasilkan HCO3 baru - dalam collecting duct. Reabsorpsi HCO3- yang
terfiltrasi terjadi di tubulus proksimal (85-90%), dalam ascending loop of
Henle tebal (10%) dan sisanya di nefron distal. Reabsorpsi HCO3- yang
terfiltrasi sangat penting untuk pemeliharaan keseimbangan asam-basa,
mengingat bahwa hilangnya HCO3- dalam urin setara dengan retensi H+
(baik H+ dan HCO3- yang berasal dari disosiasi H2CO3). Diet normal
menghasilkan H+ sebanyak 50–100 mEq per hari sebagai asam sulfur non-
volatile dari katabolisme asam amino, asam organic yang tidak
termetabolisme, dan fosfor dan asam-asam lainnya. Ion H+ ini
diseimbangkan oleh HCO3- dan selular dan buffer tulang untuk
meminimalisasi turunnya pH ekstrasel.
Asidosis metabolik berkembang karena berkurangnya massa ginjal dan
ketidakmampuan dari nefron yang tersisa untuk mengeluarkan beban asam
harian melalui ammoniagenesis. produksi NH3 di tubulus ginjal dirangsang
oleh asidosis intraseluler. Ketika beban asam sistemik meningkat sedikit,
keseimbangan dijaga oleh peningkatan produksi dan ekskresi dari NH4+.
Kegagalan untuk mengeluarkan NH4+ sehingga menyebabkan retensi ion H+
dan menyebabkan metabolik asidosis. ketidakmampuan untuk mengeluarkan
NH4+ (Proksimal tubulus) atau ion H+ (tubulus distal), akan diterjemahkan
menjadi asidosis tubular melalui mekanisme dependen pH. Hiperkalemia, di
sisi lain, dapat menginduksi intraseluler alkalosis dan juga bersaing dengan
kalium dalam pompa Na+/K+/2Cl yang terletak di loop henle ascending
tebal, mengurangi NH4+ di collecting tubulus. Seperti yang dinyatakan
sebelumnya meningkatnya ammoniagenesis dari nefron meningkat sebagai
kompensasi atas penurunan fungsi dari nefron itu sendiri.

7|Page
Kadar NH3 pada vaskular dan kortikal meningkat ketika diproduksi
secara maksimal oleh tubulus ginjal. Faktor yang mempengaruhi produksi
NH3 di ginjal adalah angiotensin II, kalium dan aldosteron, yang kadarnya
meningkat seperti pada hipertensi renovaskular. Peningkatan konsentrasi
angiotensin II merangsang ammoniagenesis sama seperti glukoneogenesis.
Deplesi kalium dan pemberian aldosteron juga dapat meningkatkan
ammoniagenesis

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Analisis Gas Darah Arteri
Analisis gas darah arteri digunakan untuk evaluasi gangguan
keseimbangan asam-basa dan oksigenasi. Awalnya, ketahui pH untuk
menentukan apakah darah masih dalam batas normal, alkalosis atau
asidosis. Jika diatas 7.45 dikatakan alkalosis, dan jika dibawah 7.35
disebut asidosis. Setelah mengetahui apakah darah alkalosis atau
asidosis, selanjutnya tentukan penyebab primer berasal dari masalah
respiratori atau metabolic. Ukur PaCO2, jika berada arah yang
berlawanan dengan pH maka masalah respiratori yang utama. Dan ukur
kadar HCO3-, jika berada disisi yang sama dengan pH maka masalah
metabolik yang utama.
Kadar HCO3 yang rendah sering menjadi petunjuk pertama adanya
asidosis metabolik, namun tidak bisa menjadi satu-satunya
pertimbangan dalam mendiagnosis asidosis metabolik. Kadar HCO3
yang rendah dapat disebabkan oleh asidosis metabolik, kompensasi
metabolik dari alkalosis respiratori, atau kesalahan laboratorium. Kadar
HCO3 yang dihitung oleh mesin gas darah arteri, yang menggunakan
persamaan Henderson-Hasselbalch, merupakan ukuran yang lebih
akurat.
b. Darah lengkap
Meningkatnya leukosit merupakan penemuan yang nonspesifik,
tetapi harus dipertimbangkan adanya septikemia, yang menyebabkan

8|Page
asidosis laktat. Anemia berat dengan berkurangnya delivery O2 dapat
menyebabkan asidosis laktat.
c. Urinalisis
Pengukuran pH urine dengan adanya hipobikarbonatemia sering
digunakan untuk menilai asidifikasi ginjal.2 pH urine biasanya asam <
5.0. Dalam asidemia, urine biasanya menjadi lebih asam. Jika pH urine
di atas 5,5 pada kondisi asidemia, temuan ini merupakan tipe I RTA.
Urin yang alkali khas pada keracunan salisilat. Toksisitas terhadap
Ethylene glycol dapat ditemukan kristal kalsium oksalat, yang muncul
berbentuk jarum, dalam urin.
d. Serum Kimia
Kadar natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat yang digunakan
dalam perhitungan serum anion gap (SIG). Fosfat, magnesium, serta
kadar serum albumin juga digunakan untuk menghitung SIG.
Hiperkalemia sering mempersulit asidosis metabolik. Ini biasanya
terlihat pada asidosis anorganik (yaitu, non - AG). Diabetik ketoasidosis
(DKA) sering terjadi hiperkalemia yang merupakan akibat dari
defisiensi insulin dan efek hiperosmolalitas. Asidosis laktat dan bentuk
lain dari asidosis organik umumnya tidak muncul dengan pergeseran
kalium secara signifikan.
Kadar glukosa umumnya meningkat pada DKA, dan mungkin
rendah, normal, atau sedikit meningkat pada alkohol ketoasidosis. BUN
dan kadar kreatinin meningkat pada asidosis uremik.
e. Serum anion GAP
Perhitungan AG sering membantu dalam diagnosis diferensial
asidosis metabolik. AG adalah perbedaan antara konsentrasi plasma
dari kation plasma yang diukur (yaitu, Na+) dan anion yang diukur
(yaitu, klorida [Cl-], HCO3-).
f. Kadar keton
Peningkatan keton menunjukkan diabetes, alkohol, dan ketoasidosis
starvation.

9|Page
g. Kadar serum laktat
Konsentrasi laktat plasma normal adalah 0,5 - 1,5 mEq/L. Asidosis
laktat dapat dipertimbangkan jika kadar laktat plasma melebihi 4 - 5
mEq/L pada pasien asidemia.

F. Penatalaksanaan
Asidosis kadang tidak dapat dikoreksi dengan natrium bikarbonat sebab
dengan menurunnya aliran darah obat itu tidak dapat sampai kejaringan.
Selain itu, di dalam tubuh, NaHCO3 terurai jadi Na++HCO3-,yang
selanjutnya terurai menjadi H2O + CO2. Selama sirkulasi darah masih buruk
maka penumpukan CO2 di jaringan akan menyebabkan asidosis intrasel.
Yang diperlukan adalah memberikan cairan pengganti seperti ringer
laktat sampai syoknya teratasi. Jika aliran darah perfusi kejaringan membaik,
sampah metabolic akan terbawa keluar. Asam laktat akan dimetabolisme di
hati menjadi bikarbonat, selanjutya sampai akhirnya menjadi CO2. Fixed
acids akan dibawa dan diekskresikan di ginjal. Jadi, asidosis akan hilang
sendiri jika sirkulasi darah sudah normal.
Penanganan asidosis harus ditujukan pada penyebabnya agar dapat
dicegah berlanjutnya syok. Syok hipovolemik diatasi dengan pemberian
cairan segera agar hipoksia sel segera diperbaiki. Syok kardiogenik
memerlukan zat inotropik agar curah jantung diperbaiki. Natrium bikarbonat
sendiri baru perlu diberikan jika pH lebih rendah dari 7,20 atau base excess
lebih dari -10. Dalam hal ini, diberikan 25-50 mEq air bikarbonat intravena
agar pH beranjak masuk ke daerah aman, yaitu>7.25. Koreksi pH ini tidak
perlu dilakukan secara drastic sampai nilai normal.

Berdasarkan tipe, terapinya adalah :


1. Asidosis Laktat Tipe A
Penatalaksanaan meliputi penanganan shock, memperbaiki sirkulasi
cairan, memperbaiki fungsi jantung, dan mengatasi sepsis.
a. Natrium bikarbonat
Pemberian natrium bikarbonat masih kontroversi. Hal ini terjadi
oleh karena natrium bikarbonat (NaHCO3) akan dipecah menjadi

10 | P a g e
karbondioksida dan air di jaringan, sehingga penderita harus memiliki
ventilasi yang efektif untuk mengeliminasi karbondioksida. Penelitian
yang dilakukan pada hewan dengan asidosis laktat dan diberikan
NaHCO intravena mengakibatkan terjadinya peningkatan produksi
laktat, menurunkan aliran vena porta, menurunkan pH intraseluler di
otot dan hati, menurunkan pH arteri, dan mengganggu cardiac output.
Sebagian besar klinisi membatasi penggunaan natrium bikarbonat
hanya pada penderita dengan asidosis metabolik yang berat (pH arteri <
7,10 – 7,15), dengan tujuan untuk mempertahankan pH di atas 7,15
sampai proses primer dapat teratasi.
b. Dichloroacetate
Dichloroacetate merupakan stimulus yang paten terhadap pyruvate
dehydrogenase, enzim untuk oksidasi aerob dari glukosa, piruvat, dan
laktat, sehingga meningkatkan aktivitas pyruvate dehydrogenase.
Dichloroacetate juga dapat menghambat proses glikolisis dan oleh
karena itu menghambat produksi laktat. Obat ini juga mempunyai efek
inotropik positif yang dapat memperbaiki pemakaian glukosa
miokardial dan produksi posfat.
c. Carbicarb
Carbicarb merupakan buffering agent baru yang potensial terhadap
asidosis metabolik. Carbicarb merupakan suatu campuran equimocular
natrium bikarbonat (NaHCO3) dengan natrium karbonat (Na2CO3)
yang menghasilkan karbonat melalui reaksi:2CO32-+ H2CO3= 2
HCO3-Carbicarb mempunyai kapasitas bufer yang mirip dengan
natrium bikarbonat tetapi tidak mengakibatkan produksi CO2. Oleh
karena itu, komponen karbonat dari carbicarb akan mengurangi
kecenderungan untuk terjadinya venous hypercapnia dan asidosis
intraseluler.
2. Asidosis Laktat Tipe B
Penatalaksanaan asidosis laktat tipe B berbeda dengan tipe A, oleh
karena kondisi yang terjadi tidak dikaitkan dengan pembentukan ATP.
Salah satu penyebab penting asidosis laktat tipe B adalah intoksikasi

11 | P a g e
etanol. Metabolisme etanol membentuk NADH dan menyebabkan
konversi piruvat menjadi laktat. Asidosis laktat yang terjadi adalah ringan
dan dapat membaik tanpa pengobatan.Pada defisiensi thiamine (kofaktor
pyruvate dehydrogenase), glukosa tidak dapat dioksidasi secara anaerob.
Keadaan ini dapat diataasi dengan memberikan preparat thiamine. Respons
terhadap thiamine (diberi 50-100 mg IV selanjutnya 50 mg/hari oral
selama 1-2 minggu) secara dramatis mampu mempertahankan live saving.
Drug induced asidosis laktat dapat disebabkan oleh oxidative
phosphorilation atau obat yang mengganggu proses glikogenesis.
Meskipun asidosis laktat yang terjadi dapat berat, namun survival baik.

G. Komplikasi
1. Apabila asidosis metabolik disebabkan oleh gagal ginjal kronis,
komplikasi dapat berupa osteodistrofi (penguraian tulang akibat penyakit
ginjal) dan ensefalopati ginjal
2. Apabila pH lebih dari 7,0 maka dapat terjadi disritmia jantung. Hal ini
dapat terjadi akibat perubahan dalam hantaran jantung, yang timbul
sebagai respon langsung terhadap penurunan pH dan karena efek
peningkatan konsentrasi Ion hydrogen pada kalium plasma dan intrasel

12 | P a g e
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asidosis metabolik didefinisikan sebagai penurunan pH serum dan
konsentrasi bikarbonat serum. Untuk klasifkasi, asidosis metabolik biasanya
dibagi menjadi keadaan dengan celah anion normal dan keadaan yang
berhubungan dengan kenaikan celah anion. Penyebab asidosis metabolik
dengan celah anion normal terdiri dari penyakit ginjal yang menimbulkan
pembuangan bikarbonat, obat-obatan tertentu, gelung ileum dengan statis,
diare, atau fistula pancreas.
Asidosis metabolik sering tidak spesifik. Tanda fisik terpenting adalah
hiperventilasi yang ada pada keadaan ekstrim berupa pernafasan cepat dan
dalam yang diperlukan untuk kompensasi respirasi. Asidosis berat sendiri
dapat mengakibatkan penurunan resistensi vaskuler perifer dan fungsi
ventrikel jantung, menimbulkan hipotensi, udem paru dan hipoksia jaringan.
Gambaran laboratorium berupa penurunan pH serum dan penurunan kadar
HCO3 dan PCO2.
Diagnosis dapat ditegakan melalui tanda dan gejala dari penyebab dasar
yang mengakibatkan asidosis dapat ditemukan lalu dengan gas darah arterial.
Asidosis metabolik terjadi karena nefron yang rusak tidak dapat
mengekskresikan asam yang dihasilkan dari metabolisme tubuh. Selain itu
penyebab asidosis metabolic adalah asam eksogen (mis keracunan salisilat,
metanol, etilen glikol), akumulasi asam endogen seperti asam laktat
(hipoperfusi jaringan pada henti jantung atau syok) atau asam aseto-asetat
pada ketoasidosis diabtes, hilangnya alkali (mis kehilangan melalui saluran
cerna pada diare berat, fistula empedu atau enterik; atau kehilangan melalui
ginjal akibat asidosis tubulus proksimal), dan gagalnya pembuangan asam
melalui ginjal (gagal ginjal dan asidosis tubulus distal).
Asidosis kadang tidak dapat dikoreksi dengan natrium bikarbonat sebab
dengan menurunnya aliran darah obat itu tidak dapat sampai kejaringan. Yang
diperlukan adalah memberikan cairan pengganti seperti ringer laktat sampai

13 | P a g e
syoknya teratasi. Jika aliran darah perfusi kejaringan membaik, sampah
metabolic akan terbawa keluar. Asam laktat akan dimetabolisme di hati
menjadi bikarbonat, selanjutya sampai akhirnya menjadi CO2. Fixed acids
akan dibawa dan diekskresikan di ginjal. Jadi, asidosi sakan hilang sendiri
jika sirkulasi darah sudah normal.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami
tentang konsep dasar aidosis metabolik dan penatalaksanaanya. Dan
diharapkan sebagai calon tenaga kesehatan profesional mahasiswa dapat
melakukan penanganan pada pasien dengan asidosis metabolik secara tepat
dalam praktek keperawatan.

14 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Abdurrahim Rasyid, dkk.


http://www.academia.edu/34276860/ASIDOSIS_METABOLIK diakses
pada tanggal 9 Oktober 2018 pukul : 20.00

Aisya, rahmayati, dkk. 2015. Asidosis Metabolik.


http://www.academia.edu/15110103/ASIDOSIS_METABOLIK_MAKAL
AH diakses pada tanggal 9 Oktober 2018 pukul :20.10

http://edoc.tips/download/makalah-asidosis-metabolikdocx_pdf

15 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai