Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


PADA KASUS ASIDOSIS METABOLIK

Disusun Oleh :
Niswatun Hasanah
(P27820716001)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN KAMPUS SURABAYA

2020
1. LAPORAN PENDAHULUAN ASIDOSIS METABOLIK

1.1. Definisi 

Asidosis metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan,yang di tandai


dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman
melampaui sistem penyangga pH,darah akan benar benar menjadi asam. Seiring
dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat
sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara
menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya ginjal juga akan berusaha
mengkonpensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam
dalam urin. Tetapi ke-2 mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus
menerus menghasilkan terlalu banyak asam. Sehingga terjadi  asidosis berat dan
berakhir dengan keadaan koma.
Asidosis metabolik (kekurangan HCO3 ) adalah gangguan sistemik yang di
tandai dengan penurunan primer kadar bikarbonat plasma,sehingga
menyebabkan terjadinya penurunan ph (peningkatan [H+]). [HCO3-] ECF
adalah kurang dari 22 mEq/L dan pH nya kurang dari 7,35. Konpensasi
pernapasan kemudian segera di mulai untuk menurunkan PaCO2  melalui
hiperventilasi sehingga asidosis metabolik jarang terjadi secara akut.

1.2. Etiologi 
Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan ke dalam 3 bentuk utama :
1.2.1. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi  suatu
asam atau bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang
dapat mengakibatkan asidosis bila di makan di anggap beracun.
Contohnya adalah methanol (alcohol kayu ) dan zat anti beku (etilen
glikol). Overdosis aspirinpun dapat menyebabkan asidosis metabolik.
1.2.2. Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai  suatu akibat
dari beberapa penyakit, salah satu diantaranya adalah diabetes tipe 1. Jika
diabetes tidak dikendalikan dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan
menghasilkan asam yang di sebut keton. Asam yang berlebihan juga di
temukan pada shok stadium lanjut, dimana asam laktat  di bentuk dari
metabolisme gula.
1.2.3. Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang
asam dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normal
pun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal.
Kelainan fungsi ginjal ini di kenal sebagai asidosis  tubulus renalis, yang
biasa terjadi pada penderita gagal ginjal atau pada penderita kelainan
yang mempengaruhi  kemampuan ginjal untuk membuang asam.
1.3. Manifestasi Klinis 

Asidosis metabolik sering tidak spesifik. Tanda fisik terpenting adalah


hiperventilasi yang ada pada keadaan ekstrim berupa pernafasan cepat dan
dalam yang diperlukan untuk kompensasi respirasi. Meskipun demikian,
asidosis berat sendiri dapat mengakibatkan penurunan resistensi vaskuler
perifer dan fungsi ventrikel jantung, menimbulkan hipotensi, edema paru dan
hipoksia jaringan. Gambaran laboratorium berupa penurunan pH serum dan
penurunan kadar HCO3 dan PCO2.
Asidosis metabolik ditandai dengan turunnya kadar ion-HCO3 diikuti
dengan penurunan tekanan parsiil CO2 di dalam arteri. Kadar ion-HCO3
normal adalah sebesar 24 meq /L dan kadar normal PCO2 adalah 40 mmHg
dengan kadar ion-H sebesar 40 nanomol/L.
Penurunan kadar ion-HCO3 sebesar 1 meq/L akan diikuti oleh
penurunan PCO2 sebesar 1,2 mmHg. Penyebab asidosis metabolik dapat dibagi
dalam 3 kelompok yaitu:
1) Pembentukan asam yang berlebihan di dalam tubuh
2) Berkurangnya kadar ion-HCO3 di dalam tubuh
3) Adanya retensi ion-H di dalam tubuh.
Kompensasi paru dengan cara hiperventilasi yang menyebabkan
penurunan tekanan parsiil CO2, dapat bersifat lengkap, sebagian atau
berlebihan. Berdasarkan kompensasi ini, asidosis metabolik dapat dibagi
menjadi 3 kelompok yaitu:
Asidosis metabolik sederhana (simpel), dimana penurunan kadar ion-
HCO3 sebesar 1 meq/L diikuti penurunan PCO2 sebesar 1,2 mmHg.
Asidosis metabolik bercampur dengan Asidosis Respirasi, dimana
penurunan kadar ion-HCO3 sebesar 1 meq/L diikuti penurunan PCO2 sebesar
kurang dari 1,2 mmHg.
Asidosis metabolik bercampur dengan Alkalosis Respirasi, dimana
penurunan kadar ion-HCO3 sebesar 1 meq/L diikuti penurunan PCO2 sebesar
lebih dari 1,2 mmHg.
Peran ginjal
Dalam keadaan asidosis metabolik, kompensasi tubuh melalui ginjal
adalah meningkatkan sekresi dan ekskresi ion-H (asidifikasi urin, pH urin
turun) sebanyak 50-100 meq/hari serta reabsorbsi ion-HCO3 yang terdapat
dalam cairan filtrat glomerulus.
Sekresi ion-H terjadi di tubulus proksimal (sampai dengan bagian
tebal/asending loop dari henle) dan di tubulus distal (sel intercalated duktus
koligentes). Sekresi ion-H di tubulus proksimal terjadi melalui penukar
(antiporter) Na-H dan pompa H-ATPase pada bagian apical (lumen) sel
tubulus. Sebanyak dua pertiga sekresi ion-H di tubulus proksimal adalah
melalui penukar Na-H sedang sisanya melalui pompa H-ATPase. Ion-H yang
disekresi di tubulus proksimal akan bergabung dengan ion-HCO3 yang
difiltrasi glomerulus membentuk H2CO3, kemudian terdisosiasi menjadi H2O
dan CO2 dengan bantuan enzim karbonik anhidrase dalam lumen tubulus
proksimal. Secara pasif CO2 dan H2O akan di reabsorbsi masuk ke dalam sel
tubulus proksimal yang kemudian bereaksi dengan H2O membentuk ion-
HCO3. Ion-HCO3 ini kemudian akan masuk ke dalam sirkulasi darah oleh
kontraspor Na-3HCO3 pada membran basolateral (perivaskular). sebagian
besar (90% dari yang difiltrasi) ion-HCO3 direabsorbsi di tubulus poroksimal
dan sisa 10% dibagian tebal loop dari henle melalui penukar Na-H dan di
duktus koligentes bagian medula luar.
Tampilan Klinik Asidosis Metabolik
pH lebih dari 7,1 :
1) Rasa lelah
2) Sesak nafas
3) Nyeri perut
4) Nyeri tulang
5) Mual/muntah
pH kurang dari atau sama dengan 7,1:
1) Gejala pada pH > 7,1
2) Efek inotropik negatip, aritmia
3) Konstriksi vena perifer
4) Dilatasi arteri perifer
5) Penurunan tekanan darah
6) Aliran darah ke hati menurun
7) Konstriksi pembuluh darah paru

1.4. Patofisiologi

Syok akan mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh akibat metabolisme


seluler yang terganggu. Gangguan metabolisme sering terjadi karena aliran
darah dalam mikrosirkulasi menurun, kadar O2 dalam darah atau kombinasi
keduanya. Bila kapasitas sel dalam produksi adenosine trifosfap (ATP) melalui
metabolisme aerob menurun karena kurangnya kadar O2 sel akan mengubah
adenosine difosfat (ADP) menjadi ATP melalui glikolisis anaerobic. Akibatnya,
piruvat yang merupakan produk akhir dari glikolisis,diubah menjadi laktat dalam
jumlah yang besar. Perbandingan laktat terhadap piruvat (normal adalah 10:1)
merupakan indikator hipoksia seluler yang baik. Dalam keadaan syok terjadi
asidosis karena ATP dihidrolisasi menjadi ADP danfosfat, dengan melepaskan
proton.
Dalam keadaan anaerobik, konversi dari ADP ke ATP akan menurun, ion
hydrogen akan diakumulasi sehingga mengurangi buffer dari bikarbonat. Asam
laktat akan meningkat dan laktat juga mem-buffer proton. Dalam keadaan
normal, yaitu keadaan aerobic, laktat diangkut dari perifer kehati untuk
dikonversi menjadi CO2 yang dapat dikeluarkan melalui pernapasan .Produksi
asam laktat yang berlebihan dalam keadaan syok akan diperburuk pada disfungsi
hati. Asidosis laktat dapat terjadi dengan cepat dan dapat dideteksi dengan cepat
pula dengan pemeriksaan analisas gas darah. Kadar normal dari laktat dalam
serum adalah kurang dari 1 mEq/L, dan kadar serum laktat merupakan indikasi
kuantitatif dari beratnya syok. Asidosis metabolic dapat digambarkan sebagai
kelebihan (ekses) bikarbonat yang dapat dihitungdari pH dan PCo2 dalam
contoh darah arteri. Base excess normal adalah 0, dan asidosis metabolik karena
syok member nilai negative.
Pada pasien trauma, beratnya syok dapat dinilai dari base excess yang dapat
dikelompokkan atas asidosis ringan bila base excess -2 sampai -5 mEq/L
,asidosis sedang bila base excess antara-5 sampai-15 mEq/L dan asidosis berat
bila base excess kurang dari -15 mEq/L.Semakin besar defisit base
excess,semakin banyak cairan dan darah yang dibutuhkan untuk resusitasi
penderita trauma, dan semakin tinggi mortalitasnya.
Pasien trauma dengan syok hemoragik yang terkompensasi memperlihatkan
base excess yang nyata. Asidosis laktat yang persisten merupakan
indikasiadanya oxygen debt yang berkelanjutan yang berkaitan dengan
hipoperfusi.Pasien trauma dengan syok yang dengan telah diresusitasi dengan
base excess di bawah -5 mEq/ L,berarti resusitasi harus diteruska nuntuk
meningkatkan perfusi jaringan. Dan asidosis tidak perlu dikoreksi karena dengan
kembalinya perfusi jaringan, keadaan ini akan terkoreksi sendiri dalam 2-4 jam,
kecuali bila pH darah terlalu asam dan sudah mengancam jiwa,dapat dikoreksi
dengan bikarbonasnatrikus.
1.5. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan melalui:
1.5.1. Jika tanda dan gejala dari penyebab dasar yang mengakibatkan
asidosis dapat ditemukan.
1.5.2. Gas darah arterial
1) PaCO2 harus dievaluasi untuk mengetahui adanya hipoventilasi,
yakni PaCO2 yang lebih tinggi dari 40 mmHg. pH yang
diharapkan harus diperhitungkan.
2) pH pasien harus dibandingkan dengan pH yang diharapkan yang
dihitung dari PaCO2. Apabila pH pasien kurang dari pH yang
diharapkan, berarti terjadi asidosis metabolik. Suatu keadaan
dimana pH di bawah 7,1 dapat menimbulkan efek serius pada
jantung dan fungsi neurologis.
3) Lakukan pengecekan terhadap osmolalitas serum, elektrolit dan
tes-tes fungsi ginjal.
(1) Osmolalitas serum dihitung dan dibandingkan dengan kadar
yang terukur pada laboratorium. Osmolal gap yang bermakna
menunjukkan adanya zat-zat tambahan yang terlarut dalam
serum.
(2) Elektrolit dievaluasi untuk menentukan anion gap.
a. Na – ( Cl + HCO3- ) = anion gap
b. Suatu anion gap yang lebih besar dari 15 menunjukkan
adanya kelebihan dari laktat atau ion-ion asam yang serupa
menimbulkan asidosis metabolik.
(3) Peningkatan dari kadar Blood Urea Nitrogen (BUN)
menunjukkan adanya gagal ginjal atau azotemmia pra-renal
atau pasca renal.
4) Pemeriksaan toksikologi
Jika dicurigai adanya kasus overdosis, pemeriksaan darah, urine,
dan aspirat lambung dapat mengidentifikasi tertelannya obat yang
menimbulkan asidosi metabolik.

1.6. Pemeriksaan penunjang

1) Darah Lengkap
Meningkatnya leukosit merupakan penemuan yang nonspesifik, tetapi harus
dipertimbangkan adanya septikemia, yang menyebabkan asidosis laktat.
Anemia berat dengan berkurangnya delivery O2 dapat menyebabkan
asidosis laktat.
2) Urinalisa
Pengukuran pH urine dengan adanya hipobikarbonatemia sering digunakan
untuk menilai asidifikasi ginjal. pH urine biasanya asam < 5.0. Dalam
asidemia, urine biasanya menjadi lebih asam. Jika pH urine di atas 5,5 pada
kondisi asidemia, temuan ini merupakan tipe I RTA. Urin yang alkali khas pada
keracunan salisilat. Toksisitas terhadap Ethylene glycol dapat ditemukan kristal
kalsium oksalat, yang muncul berbentuk jarum, dalam urin.
3) Serum Kimia
Kadar natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat yang digunakan dalam
perhitungan serum anion gap (SIG). Fosfat, magnesium, serta kadar serum
albumin juga digunakan untuk menghitung SIG.
Hiperkalemia sering mempersulit asidosis metabolik. Ini biasanya terlihat
pada asidosis anorganik (yaitu, non - AG). Diabetik ketoasidosis (DKA)
sering terjadi hiperkalemia yang merupakan akibat dari defisiensi insulin
dan efek hiperosmolalitas. Asidosis laktat dan bentuk lain dari asidosis
organik umumnya tidak muncul dengan pergeseran kalium secara
signifikan. Kadar glukosa umumnya meningkat pada DKA, dan mungkin
rendah, normal, atau sedikit meningkat pada alkohol ketoasidosis. BUN dan
kadar kreatinin meningkat pada asidosis uremik.
4) Serum Anion Gap (AG)
Perhitungan AG sering membantu dalam diagnosis diferensial asidosis
metabolik. AG adalah perbedaan antara konsentrasi plasma dari kation
plasma yang diukur (yaitu, Na+) dan anion yang diukur (yaitu, klorida [Cl-],
HCO3-).
Perhitungan : AG = (Na +) - ([Cl-] + [HCO3-])
AG yang normal adalah 8 - 16 mEq/L, dengan nilai rata-rata 12. Beberapa
penulis menambahkan K+ pada pengukuran kation, dengan nilai normal AG
adalah 12 - 20 mEq/L.
Asidosis metabolik dengan AG yang tinggi dikaitkan dengan penambahan
asam endogen atau eksogen yang dihasilkan. Asidosis metabolik dengan AG
normal dihubungkan dengan hilangnya HCO3 atau kegagalan untuk
mengeluarkan H+ dari tubuh.
5) Kadar Keton
Peningkatan keton menunjukkan diabetes, alkohol, dan ketoasidosis
starvation.
6) Kadar serum laktat
Konsentrasi laktat plasma normal adalah 0,5 - 1,5 mEq/L. Asidosis laktat
dapat dipertimbangkan jika kadar laktat plasma melebihi 4 - 5 mEq/L pada
pasien asidemia.
1.7. Penatalaksanaan medis

Pengobatan asidosis metabolik tergantung pada penyebabnya. Sebagai


contoh, diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan dilatasi  dengan
membuang bahan racun tersebut dari dalam darah. Kadang-kadang perlu
dilakukan analisa untuk mengobati overdosis atau keracunan yang berat.
Asidosis metabolik juga dapat diobati secara langsung bila terjadi asidosis
ringan, yang di perlikan hanya caira  intravena dan pengobatan terhadap
penyebabnya. Bila terjadi asidosis berat, diberikan bikarbonat mungkin secara
intravena ,tetapi bikarbonat hanya memberikan kesembuhan sementara dan dapat
membahayakan.
Penanganan asidosis metabolik adalah untuk meningkatkan pH sistemik
sampai ke batas aman,dan mengobati  penyebab asidosis yang mendasari. Untuk
dapat kembali ke batas aman pada pH 7,20 atau 7,25 hanya di butuhkan sedikit
peningkatan pH. Gangguan proses psikologis yang serius baru timbul jika
HCO3- <15 mEq/L dan pH <7,20. Asidosis metabolik aharus dikoreksi secara
berlahan untuk menghindari timbulnya komplikasi akibat pemberian NaHCO3.

1.8. Prognosis

Prognosis pasien asidosis metabolik laktat lebih buruk dibandingkan asidosis


metabolik non-laktat meskipun kadar asidodis lebih ringan. Penentuan kadar
laktat penting pada pasien dengan syok, sepsis, asma, pasca operasi, cedera otak,
gagal hati, cedera paru akut (acute lung injury), dan keracunan. Kadar laktat
tinggi pada pemeriksaan awal secara bermakna berhubungan dengan
peningkatan angka mortalitas.
Kadar laktat yang diukur pada 24 jam setelah masuk rumah sakit mempunyai
sensitivitas 55,6% dan spesifisitas 97,2% untuk memperkirakan prognosis pasien
sakit berat. Angka kematian (mortalitas) pasien asidosis metabolik laktat dewasa
hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan pasien sakit berat dengan asidosis
metabolik non laktat. Mortalitas asidosis metabolik laktat pasien yang dirawat
unit perawatan intensif, berkisar 22-80,8%.
1.9. Patofisiologi pathway

 Penambahan asam Ketoasidosis


 Kehilangan karbonat biasa Gagal Ginjal diabetikum
 Penumpukan asam laktat dan
asan non organik

Ginjal tidak mampu Metabolisme Keton


mengurai H2CO3

Penurunan
Asam

Asidosis Metabolik pH
↓ , PCO2 normal , Kompensasi
HCO3 ↓ Paru - paru

Penurunan curah
jantung
Aritmia Jantung Me↓ Pengeluaran Co2

Hiperventilasi
Intoleransi
aktivitas Koma / Kematian Dispneu

Pola napas tidak efektif


2. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI PADA KASUS ASIDOSIS
METABOLIK

2.1. Pengkajian keperawatan pada kasus asidosis metabolik


2.1.1. Riwayat kesehatan
1) Riwayat mengonsumsi alkohol
2) Riwayat berolahraga untuk waktu yang lama
3) Memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus
2.1.2. Pemeriksaan fisik
1) B1 (Breathing)
Pasien dengan asidosis metabolik akut menunjukkan takipnea dan
hiperpnea (pernapasan kussmaul) sebagai tanda-tanda fisik yang
menonjol. Hiperventilasi juga ditemukan pada pasien asidosis
metabolik.
2) B2 (Blood)
Asidemia berat (yaitu, pH <7.10) dapat mempengaruhi pasien untuk
terjadinya aritmia ventrikel yang fatal, dan dapat mengurangi
kontraktilitas jantung dan respon inotropik katekolamin,
mengakibatkan hipotensi dan gagal jantung kongestif.
3) B3 (Brain)
(1) Kelumpuhan saraf kranial dapat terjadi pada keracunan etilena
glikol.

(2) Edema retina dapat dilihat pada keracunan metanol.

(3) Kelesuan, pingsan, dan koma dapat terjadi pada asidosis metabolik
yang berat, terutama jika dikaitkan dengan konsumsi zat beracun.
4) B4 (Bladder)
Tidak ditemukan keluhan.
5) B5 (Bowel)
Mual, muntah, sakit perut, dan diare (terutama dalam ketoasidosis
diabetik dan uremik asidosis)
6) B6 (Bone)
Tidak ditemukan keluhan
2.1.3. Pemeriksaan penunjang
1) Gas darah arteri :

(1) Analisa gas darah arteri

pH < 7.35
HCO3 < 22 mEq/L

PaCO2 < 38 mmHg

(2) Serum HCO3 < 22 mEq/L

(3) Serum elektrolit: potasium

(4) EKG: disritmia

2) Serum elektrolit

3) pH urine

2.2. Diagnosis keperawatan pada kasus asidosis metabolik


2.2.1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi paru-paru
ditandai dengan dispneu
2.2.2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan aritmia ditandai dengan
penurunan tekanan darah
2.2.3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
2.3. Perencanaan keperawatan pada kasus asidosis metabolik
2.3.1. Diagnosis keperawatan : Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan kompensasi paru-paru ditandai dengan dispneu
Kriteria hasil :
1) Dispnea menurun
2) Penggunaan otot bantu napas menurun
3) Pemanjangan fase ekspirasi menurun
4) Frekuensi napas membaik
5) Kedalaman napas membaik
Tindakan:
Observasi
1) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2) Monitor bunyi napas tambahan (gurgling,mengi, wheezing, ronkhi
kering)
3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
1) Pertahankan kepatenan jalan napan dengan head-tilt dan chin-lift
2) Posisikan semi-fowler atau fowler
3) Berikan minum hangat
4) Lakukan fisioterapi dada, bila perlu
5) Berikan oksigen
Edukasi
1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
2) Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu
2.3.2. Diagnosis keperawatan : Penurunan curah jantung berhubungan
dengan aritmia ditandai dengan penurunan tekanan darah
Kriteria hasil :
1) Kekuatan nadi perifer meningkat
2) Bradikardi menurun
3) Takikardi menurun
4) Gambaran EKG aritmia menurun
5) Dyspnea menurun
6) Takanan darah membaik
Tindakan:
Observasi
1) Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi
dyspnea, kelelahan, edema)
2) Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung
3) Monitor tekanan darah
4) Monitor intake dan output cairan
5) Monitor saturasi oksigen
6) Monitor aritmia
Terapeutik
1) Posisikan semi-fowler atau fowler dengan kaki ke bawah atau posisi
yang nyaman
2) Berikan diet yang sesuai
3) Berikan dukungan emosional dan spiritual
4) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
Edukasi
1) Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
2) Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu

2.3.3. Diagnosis keperawatan : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan


kelemahan
Kriteria hasil :
1) Frekuensi nadi meningkat
2) Keluhan lelah menurun
3) Dispnea saat aktivitas menurun
4) Dispnea setelah aktivitas menurun
Tindakan:
Observasi
1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
3) Monitor pola dan jam tidur
4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
1) Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus
2) Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif
3) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Edukasi
1) Anjurkan tirah baring
2) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Kolaborasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI
Sudoyo, Aru W., et al. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai