Disusun Oleh:
Mahfuz Azianoor
NIM: 11194692111032
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPOKALEMIA DI RUANG TOPAZ
RSUD H. BADARUDDIN KASIM
Disusun oleh :
Mahfuz Azianoor
NIM. 11194692111032
Banjarmasin, …………………….
Mengetahui,
Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,
Homeostasis Kalium
Kalium (K+) memainkan peran kunci dalam menjaga fungsi sel normal. K+ adalah
kation intraseluler utama, 98% kalium tubuh ditemukan intraseluler dan hanya 2% di
ekstraseluler. Hampir semua sel memiliki pompa Na-K-ATPase yang berfungsi memompa
natrium (Na+) keluar dari sel dan menarik K+ ke dalam sel, sehingga menciptakan gradien K+
membran sel (K+ dalam > K+ luar) untuk menjaga perbedaan potensial antar membran.1
Kalium ekstraseluler berlebihan (hiperkalemia) menurunkan aksi potensi membran, sementara
hipokalemia menyebabkan hiperpolarisasi dan tidak responsifnya membran.
Untuk mempertahankan konsentrasi K+ ekstraseluler dalam kisaran yang tepat,
beberapa faktor dapat memodulasi redistribusi K+ intraseluler-ekstraseluler dan ekskresinya.
Pada intrasel, ditentukan oleh distribusi kalium di otot, tulang, hati, sel darah merah, dan
K+ akan meningkatkan kadar K+ plasma sebesar 2,5 mEq/l apabila distribusi total di
ekstraseluler.12 Pada kenyataannya, hanya sekitar seperempat asupan K+ tersisa di ekstraseluler,
karena adanya penyimpanan di sel otot, hati, dan sel darah merah sebagai penyangga (“buffer”).
Ginjal, sebagai penentu utama homeostasis K+ eksternal, mengeluarkan hampir 90% asupan
harian. Tubulus kontortus proksimal menyerap kembali sekitar 2/3 filtrat, juga menyerap
kembali sekitar 2/3 (70%) K+ yang disaring. 3 Reabsorpsi ini kebanyakan bersifat pasif dan
digerakkan oleh potensi elektrik tubulus yang bernilai positif sepanjang segmen S2 dan S3 dan
arus air paraseluler. Sepanjang lengkung Henle desending, K+ disekresikan ke dalam lumen
tubulus dari interstitium dan diserap kembali melalui kotransport Na-K-2 Cl pada bagian
asending tebal (+ 20%).
Sepanjang tubulus kontortus distal dan duktus kolektivus, terjadi sekresi bersih K+
yang dirangsang oleh aldosteron dan bila ada diet K+ berlebih. Pada defisiensi K+ terjadi
penurunan sekresi dan reabsorpsi. Regulasi ekskresi K+ ginjal berada pada duktus kolektivus dan
sebagian besar oleh perubahan tingkat sekresi K+.
Dalam duktus kolektivus, sekresi K+ dilakukan oleh sel prinsipal (melalui saluran
luminal K dan Na-K ATPase basolateral), sementara reabsorpsi K+ dilakukan oleh sel alfa
terinterkalasi melalui H-K ATPase luminal.
BAB II
KONSEP HIPOKALEMIA
A. DEFINISI
Hipokalemia atau hypopotassaemia (ICD-9), mengacu pada kondisi di mana
konsentrasi kalium (K+) dalam darah rendah. Tingkat normal kalium serum adalah
antara 3,5-5,0 mEq / L, setidaknya 95% dari kalium tubuh ditemukan di dalam sel,
dengan sisanya dalam darah. Ini gradien konsentrasi dipertahankan terutama oleh
pompa Na+/K+.
B. ETIOLOGI
Penyebab hipokalemia meliputi:
a. Antibiotik (penisilin, nafcillin, karbenisilin, gentamisin, amfoterisin B, foskarnet)
b. Diare (termasuk penggunaan pencahar terlalu banyak, yang dapat menyebabkan
diare)
c. Penyakit yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk mempertahankan kalium
(sindrom Liddle, sindroma Cushing, hiperaldosteronisme, Bartter sindrom, sindrom
Fanconi)
d. Diuretik obat, yang dapat menyebabkan buang air kecil yang berlebihan
e. Gangguan makan (seperti bulimia)
f. Makan dalam jumlah besar licorice atau menggunakan produk seperti teh herbal dan
mengunyah tembakau yang mengandung licorice dibuat dengan asam glycyrrhetinic
(zat ini tidak lagi digunakan dalam licorice dibuat di Amerika Serikat)
g. Magnesium Kekurangan
h. Berkeringat
i. Muntah
C. KLASIFIKASI
Hipokalemia adalah kondisi dimana kadar kalium dalam darah berada dibawah
normal. Kalium adalah bahan kimia (elektrolit) yang sangat penting untuk proses kerja
saraf dan otot sel, terutama sel otot jantung. Sehingga penurunan kadar kalium dapat
menyebabkan terganggunya kerja sel dalam tubuh. Kadar kalium darah normal adalah
3,6-5,2 mmol/L. Tingkat kalium yang sangat rendah (<2,5mmol/L) dapat menyebabkan
kematian sehingga membutuhkan terapi pengobatan secepatnya. Berikut klasifikasi
hipokalemia :
Hipokalemia ringan memiliki kadar kalium 3,1 - 3,5 mmol/L
Hipokalemia sedang memiliki kadar kalium 2,5 – 3,0 mmol/L
Hipokalemia berat memiliki kadar kalium <2,5 mmol/L
Konsentrasi serum kalium berhubungan dengan keseimbangan tubuh antara cairan
intraseluler dan cairan ekstraseluler.
D. MANIFESTASI KLINIK
Hipokalemia ringan sering tanpa gejala, meskipun dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah kecil dan kadang-kadang dapat menimbulkan aritmia jantung.
Hipokalemia moderat, dengan konsentrasi kalium serum 2,5-3 mEq / L (Nl: 3,5-5,0 mEq
/ L), dapat menyebabkan kelemahan otot, mialgia, dan kram otot (karena terganggu
fungsi otot rangka), dan sembelit (dari terganggu fungsi otot halus). Dengan hipokalemia
yang lebih parah, dan hyporeflexia flaccid paralysis bisa terjadi. Ada laporan dari
rhabdomyolysis terjadi dengan hipokalemia yang mendalam dengan kadar kalium serum
kurang dari 2 mEq / L. Depresi pernapasan dari kerusakan parah fungsi otot rangka
ditemukan pada banyak pasien. Beberapa elektrokardiografi (EKG) temuan yang terkait
dengan hipokalemia mencakup diratakan atau terbalik gelombang T, gelombang U,
depresi ST dan interval PR yang luas. Karena repolarisasi berkepanjangan dari serat
Purkinje ventrikular, gelombang U menonjol terjadi, yang sering ditumpangkan pada
gelombang T dan oleh karena itu menghasilkan penampilan dari suatu interval QT
berkepanjangan.
E. PATOFISIOLOGI
a. Perpindahan Trans-selular
Hipokalemia bisa terjadi tanpa perubahan cadangan kalium sel. Ini
disebabkan faktor-faktor yang merangsang berpindahnya kalium dari intravaskular
ke intraseluler, antara lain beban glukosa, insulin, obat adrenergik, bikarbonat, dsb.
Insulin dan obat katekolamin simpatomimetik diketahui merangsang influks kalium
ke dalam sel otot. Sedangkan aldosteron merangsang pompa Na+/K+ ATP ase yang
berfungsi sebagai antiport di tubulus ginjal. Efek perangsangan ini adalah retensi
natrium dan sekresi kalium
Pasien asma yang dinebulisasi dengan albuterol akan mengalami penurunan
kadar K serum sebesar 0,2—0,4 mmol/L2,3, sedangkan dosis kedua yang diberikan
dalam waktu satu jam akan mengurangi sampai 1 mmol/L3. Ritodrin dan terbutalin,
yakni obat penghambat kontraksi uterus bisa menurunkan kalium serum sampai
serendah 2,5 mmol per liter setelah pemberian intravena selama 6 jam.
Teofilin dan kafein bukan merupakan obat simpatomimetik, tetapi bisa
merangsang pelepasan amina simpatomimetik serta meningkatkan aktivitas Na+/K+
ATP ase. Hipokalemia berat hampir selalu merupakan gambaran khas dari keracunan
akut teofilin. Kafein dalam beberapa cangkir kopi bisa menurunkan kalium serum
sebesar 0,4 mmol/L. Karena insulin mendorong kalium ke dalam sel, pemberian
hormon ini selalu menyebabkan penurunan sementara dari kalium serum. Namun, ini
jarang merupakan masalah klinik, kecuali pada kasus overdosis insulin atau selama
penatalaksanaan ketoasidosis diabetes.
b. Deplesi Kalium
Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan kalium
tubuh. Dalam keadaan normal, kalium total tubuh diperkirakan 50 mEq/kgBB dan
kalium plasma 3,5--5 mEq/L. Asupan K+ yang sangat kurang dalam diet
menghasilkan deplesi cadangan kalium tubuh. Walaupun ginjal memberi tanggapan
yang sesuai dengan mengurangi ekskresi K+, melalui mekanisme regulasi ini hanya
cukup untuk mencegah terjadinya deplesi kalium berat. Pada umumnya, jika asupan
kalium yang berkurang, derajat deplesi kalium bersifat moderat. Berkurangnya
asupan sampai <10 mEq/hari menghasilkan defisit kumulatif sebesar 250 s.d. 300
mEq (kira-kira 7-8% kalium total tubuh) dalam 7—10 hari4. Setelah periode
tersebut, kehilangan lebih lanjut dari ginjal minimal. Orang dewasa muda bisa
mengkonsumsi sampai 85 mmol kalium per hari, sedangkan lansia yang tinggal
sendirian atau lemah mungkin tidak mendapat cukup kalium dalam diet mereka.
c. Kehilangan K+ Melalui Jalur Ekstra-renal
Kehilangan melalui feses (diare) dan keringat bisa terjadi bermakna.
Pencahar dapat menyebabkan kehilangan kalium berlebihan dari tinja. Ini perlu
dicurigai pada pasien-pasien yang ingin menurunkan berat badan. Beberapa keadaan
lain yang bisa mengakibatkan deplesi kalium adalah drainase lambung (suction),
muntah-muntah, fistula, dan transfusi eritrosit.
d. Kehilangan K+ Melalui Ginjal
Diuretik boros kalium dan aldosteron merupakan dua faktor yang bisa
menguras cadangan kalium tubuh. Tiazid dan furosemid adalah dua diuretik yang
terbanyak dilaporkan menyebabkan hipokalemi.
e. Implikasi Klinik pada Pasien Penyakit Jantung
Tidak mengherankan bahwa deplesi kalium sering terlihat pada pasien
dengan CHF. Ini membuat semakin bertambah bukti yang memberi kesan bahwa
peningkatan asupan kalium bisa menurunkan tekanan darah dan mengurangi risiko
stroke. Hipokalemia terjadi pada pasien hipertensi non-komplikasi yang diberi
diuretik, namun tidak sesering pada pasien gagal jantung bendungan, sindrom
nefrotik, atau sirosis hati. Efek proteksi kalium terhadap tekanan darah juga dapat
mengurangi risiko stroke.
Deplesi kalium telah dikaitkan dalam patogenesis dan menetapnya hipertensi
esensial. Sering terjadi salah tafsir tentang terapi ACE-inhibitor (misal Kaptopril).
Karena obat ini meningkatkan retensi kalium, dokter enggan menambah kalium atau
diuretik hemat kalium pada terapi ACE-inhibitor. Pada banyak kasus gagal jantung
bendungan yang diterapi dengan ACE-inhibitor, dosis obat tersebut tidak cukup
untuk memberi perlindungan terhadap kehilangan kalium.
Potensi digoksin untuk menyebabkan komplikasi aritmia jantung bertambah
jika ada hipokalemia pada pasien gagal jantung. Pada pasien ini dianjurkan untuk
mempertahankan kadar kalium dalam kisaran 4,5-5 mmol/L. Nolan dkk.
mendapatkan kadar kalium serum yang rendah berkaitan dengan kematian kardiak
mendadak di dalam uji klinik terhadap 433 pasien di UK.
Hipokalemia ringan bisa meningkatkan kecenderungan aritmia jantung pada
pasien iskemia jantung, gagal jantung, atau hipertrofi ventrikel kanan. Implikasinya,
seharusnya internist lebih "care" terhadap berbagai konsekuensi hipokalemia.
Asupan kalium harus dipikirkan untuk ditambah jika kadar serum antara 3,5--4
mmol/L. Jadi, tidak menunggu sampai kadar < 3,5 mmol/L.
F. PATHWAY
G. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi dari penyakit hipokalemia ini adalah sebagai berikut :
- Akibat kekurangan kalium dan cara pengobatan yang kurang hati-hati dapat
menimbulkan otot menjadi lemah, kalau tidak diatasi dapat menimbulkan
kelumpuhan.
- Hiperkalemia yang lebih serius dari hipokalemia, jika dalam pengobatan
kekuarangan kalium tidak berhati-hati yang memungkinkan terlalu banyaknya
kalium masuk kedalam pembuluh darah.
- Selain itu juga adapun hal-hal yang dapat timbul pada hipokalemia yaitu : Aritmia
(ekstrasistol atrial atau ventrikel) dapat terjadi pada keadaan hipokalemia terutama
bila mendapat obat digitalis, leus paralitik, Kelemahan otot sampai kuadriplegia,
Hipotensi ortostatik, Vakuolisasi sel epitel tubulus proksimal dan kadang-kadang
tubulus distal, Fibrosis interstisial, atropi atau dilatasi tubulus, PH urine kurang
akibatnya ekskresi ion H+ akan berkurang, Hipokalemia yang kronik bila ekskresi
kurang dari 20 mEq/L.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan yang paling penting dalam hipokalemia berat adalah menangani
penyebabnya, seperti memperbaiki diet, mengobati diare. Pasien tanpa sumber yang
signifikan kehilangan kalium dan yang tidak menunjukkan gejala hipokalemia mungkin
tidak memerlukan pengobatan. Hipokalemia ringan (> 3,0 mEq / L) dapat diobati
dengan lisan suplemen kalium klorida (Klor-Con, Sando-K, Lambat-K). Karena ini
sering menjadi bagian dari asupan gizi yang buruk, makanan yang mengandung kalium
mungkin disarankan, seperti sayuran berdaun hijau, tomat, buah jeruk, jeruk atau
pisang. Kedua suplemen makanan dan farmasi yang digunakan untuk orang yang
memakai obat diuretik. Hipokalemia berat (<3,0 mEq / L) mungkin memerlukan
intravena (IV) suplementasi. Biasanya, digunakan larutan garam, dengan 20-40 mEq
KCl per liter selama 3-4 jam. Pemberian kalium IV di tingkat lebih cepat (20-25 mEq /
jam) dapat predisposisi tachycardias ventrikel dan membutuhkan pemantauan intensif.
Tingkat umumnya aman adalah 10 mEq / jam. Bahkan di hipokalemia parah,
suplementasi oral lebih disukai diberikan profil keamanannya. Formulasi rilis
berkelanjutan harus dihindari dalam pengaturan akut. Kasus-kasus sulit atau resisten
dari hipokalemia mungkin dapat digunakan untuk diuretik hemat kalium, seperti
amilorid, triamterene, atau spironolactone atau eplerenone.
I. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
- Pengkajian
1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
1. Pemasukan dan pengeluaran cairan dan makanan (oral dan parenteral)
2. Tanda umum masalah elektrolit
3. Tanda kekurangan cairan seperti rasa dahaga, kulit kering, membrane
mukosa kering, konsentrasi urine dan urine output
4. Tanda kelebihan cairan: seperti kaki bengkak, kesulitan nafas dan BB
meningkat.
5. Pengobatan tertentu yang sedang dijalani dapat mengganggu status cairan
6. Status perkembangan seperti usia atau situasi social
b. Pengukuran klinik
Berat badan : kehilangan / bertambahnya berat badan menunjukkan adanya
masalah keseimbangan cairan. Perubahan berat badan :
Turun 2 % - 5 % Kekurangan volume cairan * ringan
Turun 5% - 10 % Kekurangan volume cairan * sedang
Turun 10 % - 15 % kekurangan volume cairan *berat
Turun 15 % - 20 % Kematian
Naik 2 % Kelebihan volume cairan ringan
Naik 5 % Kelebihan volume cairan sedang
Naik 8 % Kelebihan volume cairan berat
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama.
1. Keadaan umum : pengukuran tanda vital seperti :
a) suhu : Kekurangan volume cairan : < 36 – 37 ° c
Kelebihan volume cairan : > 35 – 36 ºC
b) Tekanan darah : Kekurangan volume ciran : < 120/80
Kelebihan volume cairan : > 120/80 atau tetap
c) Nadi : Kekurangan vol cairan : < 60-100x/mnt
Kelebihan volume cairan : > 60-100 x /mnt
d) Pernapasan : kekurangan volume cairan : > 16 – 24 x/ menit,
kelebihan volume cairan : < 16 – 24 x/menit
e) Pengukuran pemasukan cairan : cairan oral (NGT dan oral), cairan
parenteral termasuk obat-obatan IV, makanan yang cenderung
mengandung air, irigasi kateter atau NGT.
f) Pengukuran pengeluaran cairan : urine (volume, kejernihan /
kepekatan), feses (jumlah dan konsistensi), muntah, tube drainase,
IWL.
g) Ukur keseimbanagn cairan dengan akurat : normalnya sekitar +/- 200
cc.
2. Pemeriksaan fisik
Kesadaran : Mengkaji GCS
Kepala : Mesocepal
Fontanel : Cekung (Kekurangan volume cairan) Menonjol (Kelebihan
volume cairan)
Mata : Cekung, konjungtiva anemis, air mata berkurang atau tidak
ada (kekurangan volume cairan) Edema periorbital, papiledema
(kelebihan volume cairan)
Telinga : Bentuk simetris kanan dan kiri
Tenggorokan dan Mulut : Membran mukosa kering, lengket, bibir pecah-pecah
dan kering, salvias menurun, lidah di bagian
longitudinal menurun (kekurangan volume cairan)
Sistem Kadiovaskuler
Inspeksi :
- Kekurangan volume cairan : Vena leher datar
- Kelebihan volume cairan : Vena leher distensi
- Dependent body parts (Bagian-bagian tubuh yang tertekan pada saat
berbaring) : Tungkai, sacrum, punggung, Lambatnya
Palpasi :
Kelebihan volume cairan : Denyut nadi kuat, Edema (bagian tubuh
dependent : punggung,sacrum, tungkai)
Kekurangan volume cairan : Denyut nadi lemah, kapiler menurun
Auskultasi :
Kekurangan volume cairan, Hiponatremia, Hiperkalemia,
Hipermagnesemia : Tekanan darah rendah atau tanpa perubahan, tekanan
darah pada posisi orthostatic
Kelebihan Volume cairan : Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Sistem Pernapasan
Inspeksi : Kelebihan Volume cairan : Peningkatan frekuensi napas, dispnea
Auskulatasi : Kelebihan volume cairan : krekels
Sistem Gastrointestinal
Inspeksi :
Kekurangan volume cairan : Abdomen cekung
Kekurangan volume cairan , hiperkalsemia, hiponatremia : muntah
Hiponatremia : diare
J. IMPLEMENTASI
Setelah rencana tindakan di susun maka untuk selanjutnya adalah pengolahan
data dan kemudian pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah
disusun tersebut. Dalam pelaksanaan implementasi maka perawat dapat melakukan
observasi atau dapat mendiskusikan dengan klien atau keluarga tentang tindakan yang
akan kita lakukan.
K. EVALUASI
Evaluasi adalah langkah terakhir dalam asuhan keperawatan, evaluasi dilakukan
dengan pendekatan SOAP ( data subjektif, data objektif, analisa dan planning ).
Dalam evaluasi ini dapat ditentukan sejauh mana keberhasilan rencana tindakan
keperawatan yang harus dimodifikasi.
DAFTAR PUSTAKA