Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian
Asma bronchial adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten
reversible dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap
stimulasi tertentu. Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan cirri
meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan
dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari
pengobatan (Musliha, 2010).
Asma bronchial adalah penyakit inflamasi kronis di saluran
pernapasan, dimana terdapat banyak sel-sel induk, eosinofil, T-Limfosit,
neutrofil, dan sel-sel epitel. Pada individu yang rentan, inflamasi ini
menyebabkan episode wheezing, sulit bernapas, dada sesak, dan batuk
secara berulang, khususnya pada malam hari dan di pagi hari. Episode ini
biasanya berkaitan dengan gangguan aliran udara secara menyebar namun
berubah-ubah (Syamsudin & Keban, 2013).
Asma bronchial adalah suatu keadaan dimana saluran napas
mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan dari
luar seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab
alergi. Gejala kemunculan sangat mendadak, sehingga jika tidak segera
mendapat pertolongan bisa menyebabkan kematian (Nurarif & Kusuma,
2016).
Asma bronchial adalah penyakit obstruksi saluran pernapasan
akibat penyempitan saluran napas yang sifatnya reversible yang ditandai
oleh episode obstruksi pernapasan diantara dua interval asimtomatik
(Djojodibroto, 2016).
Jadi dapat disimpulkan bahwa asma bronchial adalah penyakit paru
yang menyerang pada saluran pernapasan dengan klinik penyempitan pada
saluran pernapasan yang disebabkan oleh stimulant yang ditandai dengan
spasme otot bronkiolus, yang diakibatkan oleh faktor biokimia, infeksi,
otonomik dan psikologi.

2. Etiologi
Etiologi asma bronchial menurut Nurarif & Kusuma (2016) adalah
sebagai pemicu timbulnya serangan dapat berupa infeksi (infeksi virus,
RSV), iklim (perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan (debu,
kapuk, sisa-sisa serangga mati, bulu binatang, serbuk sari, bau asap, uap

1
cat), makanan, obat (aspirin), kegiatan fisik (olahraga berat, kecapekan,
tertawa terbahak-bahak), dan emosi.
Etilogi asma bronchial menurut Muttaqin (2008) adalah sebagai berikut :
a. Allergen
Allergen adalah zat-zat yang bila dihisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma misalnya debu rumah, spora jamur, bulu
kucing, beberapa makanan laut, dan sebagainya.
b. Infeksi Saluran Pernapasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus
influenza merupakan salah satu actor pencetus yang paling sering
menimbulkan asma bronchial. Diperkirakan dua pertiga penderita
asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran
pernapasan.
c. Tekanan Jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma, karena
banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi
penderita asma bronchial, beberapa faktor ini mencetuskan serangan
asma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini
lebih menonjol pada wanita dan anak.
d. Olahraga/Kegiatan Jasmani yang Berat
Sebagai penderita asma bronchial akan mendapatkan serangan
asma yang bila melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang
berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah dua jenis kegiatan paling
mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena kegiatan
jasmani terjadi setelah olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat
dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.
e. Obat-obatan
Beberapa klien dengan asma bronchial sensitive terhadao obat
tertentu seperti penisilin, salsilat, beta bloker, kodein, dan sebagainya.
f. Polusi Udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik,
kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan
oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
g. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang
menyumbang 2-5% klien dengan asma bronchial.

3. Manifestasi Klinis
Menurut Djojodibroto (2016) tanda dan gejala asma terdiri dari :
batuk, mengi, sesak napas, penggunaan otot napas tambahan, timbul
pulsus paradoksus, serta timbulnya pernapasan cepat dan dangkal
(kussmaul).

2
Menurut Corwin (2009) gambaran klinis asma meliputi :
a. Dispnea yang bermakna
b. Batuk, terutama pada malam hari
c. Pernapasan yang cepat dan dangkal
d. Mengi yang dapat terdengar pada auskultasi paru. Biasanya mengi
terdengar hanya saat ekspirasi, kecuali kondisi pasien parah.
e. Peningakat usaha bernapas, ditandai dengan retraksi dada, disertai
perburukan kondisi, nafas cuping hidung.
f. Kecemasan yang berhubungan dengan ketidakmampuan mendapat
udara yang cukup
g. Udara yang terperangkap karena obstruksi aliran udara, terutama
terlihat selama ekspirasi pada pasien asma. Kondisi ini terlihat dengan
memanjangnya waktu ekspirasi
h. Diantara serangan asmatik, individu biasanya asimtomatik. Akan
tetapi, dalam pemeriksaan perubahan fungsi paru mungkin terlihat
bahkan diantara serangan pada pasien memiliki asma persisten.

4. Patofisiologi
Patofisiologi asma tampaknya melibatkan hiper-respinsivitas pada
jalan napas setelah terpajan satu atau lebih rangsangan iritan. Stimulant
yang diketahui memicu reaksi asmatik antara lain infeksi virus, respon
alergik terhadap debu, serbuk sari, tungau, atau bulu binatang, latihan
fisik, pajanan dingin, dan refluks saluran cerna. Karena jalan napas yang
rentan dan hiper-responsif, reaksi dan bronkokonstriksi, keduanya dapat
terjadi bersamaan. Meskipun bronkokonstriksi dan perasaan saluran napas
menyempit merupakan gejala pertama dari serangan asmatik, reaksi
inflamasi yang lambat dapat memburuk asma menjadi penyakit yang
serius (Corwin, 2009).
Mediator inflamasi utama pada reaksi asmatik adalah eosinofil,
salah satu jenis sel darah putih. Eosinofil terkonsentrasi di satu area dan
melepaskan zat kimia yang menstimulasi degranulasi sel mast. Eosinofil
juga menarik jenis sel darah putih lainnya, termasuk basofil dan neutrofil,
menstimulasi produksi mucus, dan meningkatkan pembengkakan serta
edema jaringan. Respon inflamasi diawali oleh stimulus, tetapi mungkin
memerlukan waktu paling lama 12 jam untuk memperlihatkan gejala
(Corwin, 2009).
Asma yang lebih akut adalah efek dari histamine kimiawi pada otot
polos bronkus. Histamine dilepaskan bersamaan dengan IgE yang
memediasi degranulasi sel-mast dan dengan cepat menyebabkan konstriksi
dan spasme otot polos bronkiolus. Histamine juga menstimulasi produksi
mucus dan meningkatkan permeabilitas kapiler, selanjutnya menyebabkan
kongesti dan pembengkakan ruang intertisial paru (Corwin, 2009).

3
Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara
fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini
mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa
diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas
residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas pada volume yang
tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini
bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan
lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu
napas. Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas
yang besar, sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada
penyempitan di saluran napas yang besar, sedangkan pada saluran napas
yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibandingkan mengi
(Sudoyo,2010).
Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata diseluruh bagian
paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah
kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksia. Untuk
mengatasi kekurangan oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi agar
kebutuhan oksigen terpenuhi (Sudoyo, 2010).
Dengan demikian adanya penyempitan jalan napas pada asma
dapat memunculkan masalah keperawatan bersihan jalan napas tidak
efektif, pola napas tidak efektif, gangguan pertukaran gas, dan intoleransi
aktivitas.

4
5. Pathways
Faktor pencetus : allergen,
cuaca, stress

Antigen yang terikat IgE pada


permukaan sel mast

Mengeluarkan mediator,
histamine, platelet bradikinin,
dll

Permeabilitas kapiler
meningkat

Edema mukosa, sekresi


produktif, kontriksi otot polos

Spasme otot polos, Konsentrasi O2 dalam


sekresi kelenjar bronkus darah turun
meningkat

hipoksemia
Penyempitan/obstruksi
proksimal
Gangguan Suplai darah dan O2 ke
pertukaran gas jantung berkurang
Mucus berlebih, batuk,
wheezing, sesak napas
Penurunan cardiac
Peningkatan kerja output
otot pernapasan,
Bersihan jalan napas penggunaan otot
tidak efektif bantu pernapasan Tekanan darah turun

Kelemahan dan
Pola napas tidak
keletihan
efektif

Intoleransi aktivitas

5
6. Pengkajian :
a. Primary Survey
1) Airway
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya
penumpukan sputum pada jalan napas. Hal ini menyebabkan
penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini
memperlihatkan kondisi yang sesak karena kebutuhan akan
oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.
2) Breathing
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan
bertambahnya usaha napas pasien untuk memperoleh oksigen yang
diperlukan oleh tubuh. Namun pada status asmatikus pasien
mengalami napas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini
memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien ttidak efektif.
Disamping itu adanya bising mengi dan sesak napas berat sehingga
pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali
napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajjian ini dapat
diperoleh frekuensi napas lebih dari 25 x/menit. Pantau adanya
mengi. Suara paru-pari diklasifikasikan menjadi 4 kelas yaitu suara
tracheal, suara vesicular, suara crackle, dan suara wheeze. Suara
tracheal dan vesicular mengindikasikan paru-paru normal,
sedangkan suara crackle dan wheeze mengindikasikan kelainan
pada paru-paru.

3) Circulation
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat
untuk memperoleh oksigen maka jantung berkontraksi kuat untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, hal ini ditandai dengan adanya
peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula
penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi. Pulsus
paradoksus, lebih dari 10 mmHg. Arus puncak ekspirasi (APE)

6
kurang dari 50% nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah
dicapai atau kurang dari 120 lt/menit. Adanya kekurangan oksigen
ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap circulation
ini. Pada kondisi ringan dan sedang tidak terdapat sianosis, akan
tetapi dalam kondisi berat tanda sianosis ada. Capillary refill time
dapat memburuk jika pasien mengalami gejala lain yang
menyebabkan kurangnya cairan dalam tubuh.
4) Disability
Pada tahap pengkajian ini diperoleh bahwa pasien dengan
status asmatikus mengalami penurunan kesadaran. Disamping itu
pasien yang masih dapat berespon hanya dapat mengeluarkan
kalimat yang terbata-bata dan tidak mampu menyelesaikan satu
kalimat akibat usaha napas yang dilakukannya sehingga dapat
menimbulkan kelelahan. Namun pada penurunan kesadaran pada
kondisi asma ringan dan sedang kesadaran biasanya irrable, akan
tetapi pada asma berat pasien akn terlihat kebingungan.
5) Exposure
Adanya suatu trauma yang dapat mempengaruhi exposure,
reaksi kulit, adanya tusukan dan tanda-tanda lain yang harus
diperhatikan.
Setelah tindakan pemantauan airway, breathing, circulation,
disability, dan exposure dilakuakn, maka tindakan selanjutnya
yakni transportasi ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan
lebih intensif.

b. Secondary Survey
1) Anamnesa
a) Keluhan Utama
Keluhan utama yang biasa timbul pada pasien yang
mengalami asma bronchial adalah sesak.
b) Riwayat Penyakit Saat Ini
Riwayat penyakit sekarang yang biasa timbul pada pasien
asma bronchial adalah pasien mengalami sesak napas, batuk
berdahak, biasanya pasien sudah lama menderita penyakit
asma, dalam keluarga ada yang menderita penyakit asma
(Ghofur A, 2008).
Keluhan juga dapat timbul berupa peningkatan sputum,
dispnea (bisa berhari-hari atau berbulan-bulan), hemoptisis,
wheezing, stridor dan nyeri dada (Somantri, 2009).

7
c) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan
pasien. Secara umum perawat perlu menanyakan mengeani
hal-hal berikut :
 Riwayat merokok, merokok merupakan penyebab utama
kanker paru-paru, emfisema, dan bronchitis kronis.
Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non perokok.
Pengobatan saat ini, alergi dan tempat tinggal.
Anamnesis harus mencakup hal-hal :
 Usia mulainya merokok secara rutin
 Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari
 Usia menghentikan kebiasaan merokok

2) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum klien
Keadaan umum pada pasien asma yaitu compos mentis,
lemah, dan sesak napas
b) pemeriksaan Thoraks
 pemeriksaan Paru
 inspeksi
batuk produktif/nonproduktif, terdapat sputum yang
kental dan sulit dileuarkan, bernapas dengan
menggunakan otot-otot tambahan, sianosis
(Somantri, 2009). Mekanika bernapas, pernapasan
cuping hidung, penggunaan oksigen, dan sulit bicara
karena sesak napas (Marelli, 2008).
 palpasi
bernapas dengan menggunakan otot-otot tambahan
(Somantri, 2009). Takikardi akan timbul di awal
serangan, kemudian diikuti sianosis sentral
(Djojodibroto, 2016).
 perkusi
lapang paru yang hipersonor pada perkusi (Kowalak,
Welsh, & Mayer, 2012)
 auskultasi
respirasi terdengar kasar dan suara mengi
(Wheezing) pada fase respirasi semakin menonjol
(Somantri, 2009).
 pemeriksaan Jantung
 inspeksi
ictus cordis tidak nampak

8
 palpasi
ictus cordis terletak di ICS V mid clavicula kiri
 auskultasi
BJ 1 dan BJ 2 terdengar tunggal, tidak ada suara
tambahan
 perkusi
suara pekak

3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah Lengkap

Paramete Nilai Unit Remarks Nilai Normal


r
WBC 16,39 103µL Tinggi 4,10-11,00
RBC 6,21 103µL Tinggi 4,50-5,90
Interpretasi : leukistosis
- WBC tinggi, white blood cell (WBC), hal ini bisa disebabkan
karena adanya infeksi yang mana biasanya disebabkan oleh
virus. Hal ini berkaitan dengan penyebab atau etiologi dari
asma bronkial
- RBC tinggi, red blood cell (RBC), hal ini bisa disebabkan
karena adanya kelainan genetic atau faktor keturunan.
Analisa Gas Darah dan Elektrolit

Parameter Nilai Remarks Nilai Normal


pH 7,30 Rendah 7,35-7,45
pCO2 46,00 Tinggi 35-45 mmHg
pO2 133,00 Tinggi 80-100 mmHg
HCO3- 26,60 Tinggi 22-26 mmol/L
Interpretasi : asidosis respiratorik terkompensasi
- pH, karbon dioksida yang terlarut dalam air menjadi faktor
yang mempengaruhi pH. Penyebabnya adalah karbon dioksida
memicu naiknya konsentrasi ion hydrogen yang membuat
kadar pH air menurun. Itu artinya ketika karbon dioksida
tinggi, secara otomatis pH air akan menjadi asam. Karbon
dioksida ini berasal dari atmosfer dan udara di sekitar air yang
terkena polusi.
- pCO2 tinggi, tekanan parsial karbon dioksida diukur dengan
melihat tekanan karbon dioksida yang larut di dalam darah
pengukuran ini menentukan seberapa baik karbon dioksida
dapat dikeluarkan dari tubuh. Nilai 46,00 menandakan dalam
keadaan asidosis.

9
- pO2 tinggi, tekanan parsial oksigen diukur berdasarkan
tekanan oksigen yang larut dalam darah. Pengukuran ini
menentukan seberapa baik oksigen dapat mengalir dari paru
ke dalam darah.
- HCO3- tinggi, merupakan zat kimia penyeimbang yang
mencegah pH darah menjadi terlalu asam atau terlalu basa.
Nilai 26,60 menandakan dalam keadaan alkalosis

Photo thoraks

Interpretasi :
- Cor : besar dan bentuk normal
- Pulmo : tak tampak infiltrat atau nodul. Corakan
bronkovaskular normal
- Diafragma kanan dan kiri normal
- Sinus pleural kanan dan kiri tajam
- Tulang-talang : tidak Nampak adanya kelainan

4) Tindakan Medis

Nama Obat Dosis Golongan Farmakodinamik


Oksigen  Nasal canul (1- Khalkogen Kebutuhan basal
6 L/m) saturasi oksigen manusia
90-100% adalah 250
 Reabrithng ml/menit/1.8m2 area
mask (6-10 tubuh. Dalam kondisi
L/m) saturasi normal, udara di
85-90% alveolar mengandung
 Non reabrithing 14% oksigen dan
mask (10-15 memiliki tekanan 105
L/m) saturasi mmHg. Sedangkan
<85% arteri memiliki tekanan
oksigen sebesar 97
mmHg. Perbedaan
tekanan inilah yang
menyebabkan oksigen

10
dapat berdifusi ke
dalam darah. Sebagian
besar oksigen (98%)
berikatan secara
reversible dengan
haemoglobin, sebagian
kecil sisanya (2%)
larut dalam plasma.
RL  Bb 3-10 kg : Kristaloid Ringer laktat sama
200 dengan cairan isotonic
mL/kgBB/hari lainnya, yaitu dengan
mengganti cairan pada
 Bb 10-15 kg : kompartemen
175 ekstraseluler.
mL/kgBB/har Kompartemen
ekstraseluler
 >15 kg : 135 mencakup 33% dari
mL/kgBB/hari total cairan tubuh,
sedangkan
kompartemen
intraseluler mencakup
sekitar 67%. Tonisitas
cairan dan gradien
osmotic akan
menentukan
pergerakan cairan
didalam kompartemen
tubuh. Ringer laktat
merupakan Cairan
isotonic yang
mengandung air dan
elektrolit, biasanya
digunakan untuk
menggantikan cairan
ekstraseluler yang
hilang. Osmolalitas
274 mOsm/l.
Terbutalin  Dewasa : 0,25- Bronkodilator Obat untuk
(SC) 0,5 mg 4 kali meringankan gejala
sehari mengi, batuk, dan
 Anak usia 2-15 sesak akibat asma.
tahun 0,01 Obat ini bekerja
mg/kgBB. dengan cara
Dosis maksimal melebarkan saluran
0,3 mg pernapasan sehingga
aliran udara lebih
lancar. Obat ini akan
mempengaruhi
reseptor pada otot
saluran pernapasan
sehingga bisa lebih
rileks.
Efek samping berupa
gelisah, tremor, sakit
kepala, pusing, mual
atau muntah, kantuk.
Terbutalin  Dewasa : 2,5 Bronkodilator Obat untuk

11
(nebulizer) atau 10 mg 2-4 meringankan gejala
kali sehari. mengi, batuk, dan
 Anak dengan sesak akibat asma.
BB ≥ 25 kg Obat ini bekerja
dengan dosis 5 dengan cara
mg 2-4 melebarkan saluran
kali/hari. pernapasan sehingga
 Anak dengan aliran udara lebih
BB < 25 kg 2-5 lancar. Obat ini akan
mg 2-4 kali/hari mempengaruhi
reseptor pada otot
saluran pernapasan
sehingga bisa lebih
rileks.
Efek samping berupa
gelisah, tremor, sakit
kepala, pusing, mual
atau muntah, kantuk.
Fenoterol  Dewasa : 100 adrenergik Termasuk dalam obat
HBr mcg/dosis. yang langsung
Batasan 8 kali terhubung dengan
dengan setiap saraf simpatik
melakukannya manusia. Cara
hanya 1-2 kali kerjanya adalah
inhalasi. dengan melancarkan
 Anak : 50 saluran udara
mcg/tetes. reversible sehingga
saluran ini tidak akan
menghambat jalannya
napas.
Efek samping berupa
gemetar, gelisah,
pusing, sakit kepala,
batuk.
Aminofilin  Dewasa : 5 Theophyline Untuk meredakan
mg/kgBB atau ethilenediami sesak napas, mengi
250-500 mg ne atau sulit bernapas
 Anak usia 6 yang disebabkan oleh
bulan – 9 asma. Aminofilin
tahun : 1 bekerja dengan cara
mg/kgBB per melebarkan saluran
jam pernapasan yang
 Anak usia 10- sebelumnya
16 tahun : 0,8 menyempit, sehingga
mg/kgBB per udara dapat mengalir
jam dari dan menuju paru-
paru tanpa hambatan.
Efek samping berupa
gelisah, sakit kepala,
merasa lelah,
gangguan tidur, sakit
perut, diare.
Dexamethaso  Dewasa : 0,5-9 Kortikosteroid Dexamethason bekerja
n mg/hr dengan mengurangi
 Anak : 0,02-0,3 peradangan dan
mg/kgBB/hr menurunkan sistem
kekebalan tubuh, sama

12
seperti steroid yang
dihasilkan tubuh
secara alami.
Efek samping berupa
nafsu makan
meningkat, berat badan
meningkat, perubahan
siklus mentruasi,
gangguan tidur,
pusing, sakit kepala,
sakit perut.
Salbutamol  Dewasa : 2-4 bronkodilator Untuk mengatasi sesak
mg 3-4 kali/hr. napas akibat
Dosis bisa penyempitan pada
ditingkatkan saluran udara pada
maksimal 8 mg paru-paru. Salbutamol
3-4 kali/hr bekerja dengan cara
 Anak : 1-2 mg melemaskan otot-otot
3-4 kali/hr di sekitar saluran
pernapasan yang
menyempit, sehingga
udara dapat mengalir
lebih lancar ke dalam
paru-paru.
Efek samping berupa
jantung berdebar,
tungkai gemetaran,
sakit kepala, nyeri atau
kram otot.

5) Analisa Data

No Data Etiologi Problem


1 Ds : hipersekresi Bersihan jalan
Pasien mengatakan jalan napas napas tidak
batuk dan efektif
mengeluarkan sekret
Do :
 Batuk tidak
efektif
 Sputum berlebih
 Wheezing
 Dispneu
 Gelisah
 Frekuensi napas
berubah
2 Ds : Hiperventilasi Pola napas tidak
Pasien mengeluh efektif
sesak napas
Do :
 Fase ekspirasi
memanjang

13
 Pernapasan
cuping hidung
 Kapasitas vital
menurun
 Ekskursi dada
berubah

6) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respons individu terhadap
rangsangan yang timbul dari diri sendiri maupun luar
(lingkunagn). Sifat diagnosis keperawatan adalah berorientasi
pada kebutuhan dasara manusia, menggambarkan respon individu
terhadap proses , kondisi, dan situasi sakit, dan berubah bila
respon individu juga berubah. Unsur dalam diagnosis keperawatan
meliputi problem, etiologi, dan sign/symptom (Nursalam, 2016)
a) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
hipersekresi jalan napas dibuktikan dengan batuk tidak efektif,
sputum berlebih, wheezing, dispneu, gelisah, frekuensi napas
berubah.
b) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
dibuktikan dengan, fase ekspirasi memanjangpernapasan
cuping hidung, kapasitas vital menurun, dan ekskursi dada
berubah.

7) Nursing Care Planning (NCP)


Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan dengan
tujuan mengubah atau manipulasi stimulus fokal, kontekstual, dan
residual. Pelaksanaannya juga ditujukkan kepada kemampuan
klien dalam menggunakan koping secara luas, supaya stimulus
secara keseluruhan dapat terjadi pada klien (Nursalam, 2016).
Intervensi keperawatan yang tepat bagi penderita asma bronchial
menurut Kidd, Sturt dan Fultz (2010) dan Nurarif & Kusuma
(2016) adalah :
a) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
hipersekresi jalan napas dibuktikan dengan batuk tidak efektif,
sputum berlebih, wheezing, dispneu, gelisah, frekuensi nafas
berubah.
Tujuan : bersihan jalan nafas kembali efektif
Kriteria hasil :
Dapat mendemonstrasikan batuk efektif, dapat menyatakan
startegi untuk menurunkan secret, tidak ada suara napas
tambahan, pernapasan normal (bernapas 16-22 x/menit).

14
Intervensi :
 Kaji status pernapasan dan perubahan tanda-tanda vital
R : menilai status pernapasan dan perubahan tanda-tanda
vital
 Atur posisi semi fowler
R : meningkatkan ekspansi dada
 Auskultasi suara napas
R :auskultasi suara napas tambahan menunjukkan kelainan
pernapasan
 Berikan oksigen sesuai program
R : memperbaiki status oksigenasi
 Bantu pasien latihan batuk efektif
R : batuk efektif dapat mempermudah pengeluaran secret
pada jalan napas
 Lakukan pengisapan endotrakea sesuai program
R : pengisapan endotrakea atau suction dapat
mengeluarkan sekret
 Berikan agen mukolitik dan bronkodilator atau nebulizer
sesuai program.
R : pemberian bronkodilator akan langsung menuju area
bronkus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat
berdilatasi.
b) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
dibuktikan dengan fase ekspirasi memanjang, pernapasan
cuping hidung, kapasitas vital menurun, dan ekskursi dada
berubah.
Tujuan : pola napas kembali efektif
Kriteria hasil :
Pasien tidak mengalami sesak napas, menunjukkan jalan napas
yang paten, tanda-tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi :
 Kaji status pernapasan dan perubahan tanda-tanda vital
R : menilai status pernapasan dan perubahan tanda-tanda
vital
 Auskultasi suara napas
R : auskultasi suara napas tambahan menunjukkan kelainan
pernapasan
 Atur posisi semi fowler
 R : memaksimalkan ekspansi dada
 Berikan oksigen sesuai program
R : memperbaiki status oksigenasi

15
 Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi (bronkodilator
dan kortikosteroid.
R : bronkodilator membantu menurun spasme jalan napas.
Kortikosteroid untuk menurunkan spasme jalan napas dan
inflamasi pernapasan.

16

Anda mungkin juga menyukai