Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA

Disusun Oleh :

Dawiti
P13337420214091
3B

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO
2017
FORMAT PENILAIAN
LAPORAN PENDAHULUAN

Nama : Dawiti
NIM : P1337420214091
Judul Kasus : Laporan Pendahuluan Asma

No Komponen Bobot Nilai


1 Pendahuluan : Latar Belakang 6
2 Definisi Penyakit 6
3 Etiologi 6
4 Tanda dan gejala 6
5 Patofisiologi 6
6 Komplikasi 6
7 Pathway 8
8 Pemeriksaan Penunjang 6
9 Konsep Keperawatan Pengkajian 7
10 Diagnosa Keperawatan 8
11 Perencanaan Tindakan 8
12 Evaluasi 5
13 Daftar Pustaka : Lebih dari 5 7
mutahir
14 Sistematika Penulisan 5
15 Ketepatan waktu pengumpulan 5
16 Penampilan LP 5
TOTAL 100

Ajibarang, 1 Februari
2017
Pembimbing,

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit Asma


1. Latar Belakang
Pada era globalisasi saat ini penyakit sistem
pernapasan masih ditemukan. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain faktor lingkungan misalnya
paparan polusi udara seperti asap pabrik, asap rokok, dan
asap kendaraan bermotor. Faktor cuaca juga bisa menjadi
faktor penyebab misalnya musim hujan dan musim
kemarau. Faktor-faktor ini memicu munculnya berbagi
macam penyakit sistem pernapasan salah satunya adalah
penyakit asma.
Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis
saluran pernapasan yang dihubungkan dengan
hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversible
dan gejala pernapasan. (Setiati, dkk, 2014, p. 1595).
Menurut Rab (2010, p. 382) berdasarkan tingkat
kegawatanya asma dapat dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu
asma bronkiale, status asmatikus, dan asmatikus
emergency.
Menurut WHO, penyandang asma saat ini
diperkirakan 100-150 juta penduduk dunia dan
diperkirakan akan mengalami penambahan 180.000 setiap
tahunnya. Di Indonesia, berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 mendapatkan hasil
prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur
mencapai 4,5 %. Sementara umur 25-34 tahun mempunyai
prevalensi asma tertinggi yaitu sebesar 5,7 %, dan umur
<1 tahun memiliki prevalensi asma terendah sebesar 1,5
%. Prevalensi asma untuk provinsi Jawa Tengah mencapai
3,4 %, sedangkan menurut hasil RISKESDAS tahun 2007 di
Kabupaten Banyumas penduduk yang terkena penyakit
asma sebanyak 1,1%.
Gambaran klinis atau tanda gejala asma adalah
dispnea/ sesak napas, batuk terutama pada malam hari,
pernapasan yang dangkal dan cepat, mengi yang dapat
terdengar pada auskultasi paru biasanya terdengar pada
saat ekspirasi, serta peningkatan usaha bernapas (Corwin,
2009). Menurut Muttaqin (2008) tanda gejala dari asma
tersebut akan memunculkan diagnosa keperawatan
ketidakefektifan pola napas.
Ketidakefektifan pola napas adalah inspirasi dan atau
ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat. (Nanda
Internasional, 2015). Ketidakefektifan pola napas yang
terjadi pada asma yang disebabkan oleh adanya
bronkospasme, edema mukosa dan dinding bronkus, serta
hipersekresi mukus yang menyebabkan terjadinya
penyempitan bronkhus dan ini akan mengakibatkan
timbulnya napas berbunyi serta mengi. (Muttaqin, 2008)

2. Definisi Penyakit
Menurut Herdman & Kamitsuru (2015, p.448) asma
adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan
mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap
rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan,
penyempitan ini berulang namun reversible, dan diantara
episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan
ventilasi yang lebih normal.

3. Etiologi
Menurut Danu Susanto (2015, p.10) asma
disebabkan oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Secara
intrinsik asma bisa disebabkan oleh infeksi (virus influenza,
pneumoni mycoplasma) dan lingkungan fisik (cuaca dingin,
perubahan temperatur, kelembaban udara, penggunaan
AC, penggunaan pengharum ruangan) iritan seperti zat
kimia, polusi udara (CO, asap rokok, parfum, asap dapur,
asap obat nyamuk), faktor emosional (takut, cemas,
tegang, tertawa) juga aktivitas yang berlebihan. Secara
ekstrinsik/imunologik asma bisa disebabkan oleh reaksi
antigen-antibody dan inhalasi allergen (debu, serbuk, bulu
binatang), selain itu ada juga faktor penjamu (infeksi
pernafasan, kegemukan, ekspresi emosi)

4. Tanda dan Gejala


Menurut Nugroho, Putri dan Putri (2016) adapun
manifestasi klinis yang di timbulkan antara lain : mengi
atau wheezing, sesak nafas, dada terasa tertekan atau
sesak, batuk produktif, nyeri dada takikardi, retraksi otot
dada, nafas cuping hidung, takipnea, kelelahan, lemah,
anoreksia, sianosis, berkeringat, ekspirasi memanjang dan
gelisah.

5. Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE
yang di kendalikan oleh imfosit T dan B. Asma diaktifkan
oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang
berikatan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang
menimbulkan asma bersifat airbone. Alergen tersebut
harus tersedia dalam jumlah banyak dalam periode waktu
tertentu agar mampu menimbulkan gejala asma.
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi
fase akut asma adalah aspirin, bahan pewarna seperti
tartazin, antagonis beta-adrenergik, dan bahan sulfat.
Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor
perennial lalu menjadi rhinosinusitis hiperplastik dengan
polip nasal dan akhirnya di ikuti oleh asma progresif.
Antagonis beta-adrenergik merupakan hal yang
biasanya menyebabkan obstruksi jalan nafas pada pasien
asma, demikian juga dengan pasien lain dengan
peningkatan reaktivitas jalan napas. Oleh karena itu,
antagonis beta adrenergik harus di hindarkan pada pasien
tersebut. Selain itu senyawa sulfat yang terkandung di
dalam makanan juga harus di hindarkan dari pasien.
Senyawa sulfat tersebut antara lain kalium metabisulfit,
kalium dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat
klorida.
Faktor penyebab yang telah di sebutkan di atas di
tambah dengan sebab internal pasien akan mengakibatkan
timbulnya reaksi antigen dan antibodi. Reaksi tersebut
mnegakibatkan di keluarkannya substansi pereda alergi
yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam
menghadapi serangan, yaitu di keluarkannya histamin,
bradikinin, dan anafilatoksin. Sekresi zat-zat tersebut
menimbulkan tiga gejala seperti berkontraksinya otot
polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan peningkatan
sekresi mukus.

6. Komplikasi
Menurut Nugroho, Putri dan Putri (2016) Komplikasi asma
antara lain :
a. Status Asmatikus
b. Atelektasis
c. Hipoksia
d. Penemothorak
e. Emfisema
f. Deformitas Tulang
g. Gagal Nafas
7. Pathway

Pencetus serangan
( Alergen, emosi/stres, obat-
obatan, dan infeksi )

Reaksi Antigen dan Antibodi

Di keluarkannya substansi vasoaktif


(histamin, bradikinin, dan anafilatoksin)

Kontraksi otot polos Permeabilitas Kapiler Sekresi mukus


meningkat

Kontraksi otot polos


Edema Mukosa Produksi mukus
Bronchospasme Hipersekresi bertambah

Obstruksi Saluran Nafas Ketidakseimbangan


Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Bersihan jalan napas
tidak efektif
Hipoventilasi
Distribusi ventilasi tak merata dengan
sirkulasi darah paru-paru
Gangguan difusi gas di alveoli

Kerusakan
pertukaran gas
Hipoksemia
Hiperkapnia
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Leukositsis dengan netrofil yang meningkat menunjukan
adanya infeksi, eusinofil darah meningkat >250/mm3.
b. Analisa Gas darah
c. Radiologi
Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik
paru biasanya tidak menunjukan adanya kelainan.
Beberapa tanda khas yang menunjukan asma adalah
hiperinflasi, penebalan dinding bronkus, vakulariasasi
paru

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
Jika ada obstruksi maka lakukan :
- Chin lift/jawtrust
- Suction/hisap
- Guedel airway
- Intubasi trakhea dengan leher ditahan
(imobilisasi) pada posisi netral.
2) Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas,
timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak
teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi,
whezing, sonor, stidor/ ngorok, ekspansi dinding
dada.
3) Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi
pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal
pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran
mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
4) Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar,
hanya respon terhadap nyeri atau atau sama sekali
tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun
cara yang cukup jelasa dan cepat adalah Awake : A
Respon bicara :V
Respon nyeri : P
Tidak ada respon :U
5) Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat
dicari semua cidera yang mungkin ada, jika ada
kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in line harus dikerjakan
b. Pengkajian Sekunder

Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan


pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat meggunakan
format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illnes, Last meal,
dan Event/ Environment yang berhubungan dengan
kejadian). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga
kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan
diagnostik.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Soemantri (2007) Diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada pasien asma yaitu :
- Bersihan jalan nafas tidak efektif
- Ketidakefektifan pola nafas
- Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
- Kerusakan Pertukaran Gas

3. Perencanaan
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) intervensi
diagnosa ketidakefektifan pola nafas adalah :
NOC :
a. Respiratory status : Ventilation
b. Respiratory status : Airway patency
c. Vital Sign Status

Kriteria Hasil :

a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas


yang bersih, tidak ada sianosis dan dispnea (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan
mudah).
b. Menunjukan jalan napas yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama napas, frekuensi pernapasan
dalam rentang normal,tidak ada suara napas
abnormal)
c. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernapasan, suhu)

NIC :
Airway Management : 1) Buka jalan napas gunakan
teknik chin liftatau jawthrust bila perlu, 2) Posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi, 3) Identifikasi
pasien perlunya pemasangan alat jalan napas buatan,
4) Pasang mayo bila perlu, 5) Lakukan fisioterapi dada
jika perlu, 6) Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction, 7) Auskultasi suara napas, 8) Lakukan suction
pada mayo, 9) Berikan bronkodilator, 10) Berikan
pelembab udara kassa basah NaCl lembab, 11)
Monitor respirasi dan status O2.

Oxygen Therapy :1) Bersihkan mulut, hidung dan


secret trakea, 2) Atur peralatan oksigenasi, 3) Monitor
aliran oksigen, 4) Pertahankan posisi pasien.
Vital sign Monitoring :1) Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR, 2) Monitor frekuensi dan irama pernafasan, 3)
Monitor suara paru, 4) Monitor pola napas abnormal.

4. Evaluasi
Menurut Wilkinson dan Ahern (2013) evaluasi
keperawatan ketidakefektifan pola nafas adalah:
a. Menunjukan pernafasan optimal pada saat terpasang
ventilator mekanis
b. Mempunyai kecepatan dan irama pernafasan dalam
batas normal
c. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
d. Meminta bantuan pernafasan saat dibutuhkan
e. Tanda-tanda vital dalam batas normal
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth. J. (2009). Buku saku patofisiologi. (Edisi 3).

Jakarta : EGC.

Herdman, T. Heather. (2015). Nanda international diagnosis

keperawatan definisi & klasifikasi 2015-2017. (Edisi 10).

Jakarta : EGC.

Mutaqqin, A. (2008). Asuhan keperawatan pada klien dengan

gangguan pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Nugroho, T., Putri, B. T., Putri, D. K. (2016). Teori Asuhan

Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Nuha Medika

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. edisi revisi jilid 1.

Yogyakarta : Mediaction Publishing

Rab,Tabrani. (2010). Ilmu penyakit paru. Jakarta : Trans Info

Media.

Setiati, Siti, dkk. (2014). Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid II

Edisi VI. Jakarta : Interna Publishing.

Soemantri, Irman. (2007). Asuhan Keperawatan pada Pasien

dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba

Medika

Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. (2013). Buku saku diagnosis keperawatan:

Diagnosis NANDA, intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Terjemahan oleh

Esty Wahyuningsih. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai