Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONCHOPNEUMONIA

DI SUSUN OLEH :
ENDANG ADININGSIH
E520173208

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS


PROGRAM PROFESI NERS
2019
BRONCHOPNEUMONI

A. PENGERTIAN
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi
dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C,
2002 : 572)
Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan
diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A.
Price & Lorraine M.W, 1995 : 710)
Menurut Whaley & Wong, Bronchopneumonia adalah bronkiolus terminal yang
tersumbat oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk
gabungan di dekat lobulus, disebut juga pneumonia lobaris.
Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di
bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang
membentuk bercak-barcak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering
bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik
dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh.(Sudigdiodi dan Imam Supardi, 1998)
Kesimpulannya bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan
oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveoli

B. ETIOLOGI
Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh
adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen.
Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ
pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia
yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.

Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa,


mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2001 : 682) antara lain:
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.
2. Virus : Legionella pneumoniae
3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien
yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam
mulut dan karena adanya pneumocystis cranii, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C,
2002 : 572 dan Sandra M. Nettina, 2001 : 682)
C. PATHOFISIOLOGI
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang
disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi
makanan dan minuman.
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran
pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut,
sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan
ganbaran sebagai berikut:
1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh
darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.
2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran
pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal
dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian
terjadilah diare yang beresiko trehadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
PATHWAYS
Bakteri Stafilokokus aureus
Bakteri Haemofilus influezae

 Penderita akit berat yang dirawat di RS


 Penderita yang mengalami supresi
sistem pertahanan tubuh
 Kontaminasi peralatan Saluran
RS Pernafasan Atas

Kuman berlebih di Kuman terbawa di Infeksi Saluran Pernafasan Bawah


bronkus saluran pencernaan

Proses peradangan Infeksi saluran Dilatasi Peningkatan suhu Edema antara


pencernaan pembuluh darah kaplier dan
alveoli
Akumulasi sekret
di bronkus Peningkatan flora
Eksudat plasma Septikimia Iritasi PMN
normal dalam usus
masuk alveoli eritrosit pecah

Gangguan difusi
Bersihan jalan Mukus bronkus Peningkatan dalam plasma Peningkatan Edema paru
nafas tidak meningkat peristaltik usus metabolisme
efektif
Gangguan
Bau mulut tidak Malabsorbrsi pertukaran gas Evaporasi Pengerasan
sedap meningkat dinding paru

Anoreksia Diare Penurunan


compliance paru

Intake kurang
Gangguan Suplai O2
keseimbangan menurun
cairan dan eletrolit
Nutrisi kurang dari
kebutuhan Hipoksia

Hiperventilasi
Metabolisme
anaeraob meningkat
Dispneu

Akumulasi asam
Retraksi dada / laktat
nafas cuping
hidung
Fatigue

Gangguan pola
nafas
Intoleransi
D. MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di
saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal,
penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas
seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung
kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul
sianosis.
(Barbara C. long, 1996 :435)
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar
ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat).
(Sandra M. Nettina, 2001 : 683)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan
cara:
1. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan darah
Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi
leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil). (Sandra M. Nettina,
2001 : 684)
 Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang
spontan dan dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis
dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen
infeksius. (Barbara C, Long, 1996 : 435)
 Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status
asam basa. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
 Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
 Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk
mendeteksi antigen mikroba. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)
2. Pemeriksaan Radiologi
 Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada
infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali
dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus. (Barbara C,
Long, 1996 : 435)
 Laringoskopi/ bronkoskopi untuk
menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh benda padat.
(Sandra M, Nettina, 2001)

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan
produksi sputum. (Doenges, 1999 : 166)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa
aksigen darah, ganggguan pengiriman oksigen. (Doenges, 1999 : 166)
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses
inflamasi dalam alveoli. (Doenges, 1999 :177)
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih, penurunan masukan
oral. (Doenges, 1999 : 172)
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses
infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri bau dan
rasa sputum, distensi abdomen atau gas.( Doenges, 1999 : 171)
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari-hari. (Doenges, 1999 : 170)
G. FOKUS INTERVENSI
1. DP : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan
produksi sputum
Tujuan :
- Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas
- Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret
Hasil yang diharapkan :
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya:
mengi, krekels dan ronki.
Rasional: Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat
dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas adventisius
b. Kaji/ pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi
Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan atau selama stres/ adanya
proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan
frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi
fowler
Rasional: Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk
bernafas
d. Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan
mengontrol dipsnea dan menurunkan jebakan udara
e. Observasi karakteristik batik, bantu tindakan untuk memoerbaiki
keefektifan upaya batuk.
Rasional: Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektif. Batuk paling
efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah
setelah perkusi dada.
f. Berikan air hangat sesuai toleransi jantung.
Rasional: Hidrasi menurunkan kekentalan sekret dan
mempermudah pengeluaran.
2. DP : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen
darah, gangguan pengiriman oksigen.
Tujuan :
- Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam
rentang normal dan tidak ada distres pernafasan.
Hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
- Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi
Intervensi :
a. kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan
Rasional :Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat
keterlibatan paru dan status kesehatan umum
b. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya
sianosis
Rasional :Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh
terhadap demam/ menggigil dan terjadi hipoksemia.
c. Kaji status mental
Rasional :Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan
hipoksemia.
d. Awsi frekuensi jantung/ irama
Rasional :Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam/
dehidrasi.
e. Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi
demam dan menggigil
Rasional :Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan
metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu
oksigenasi seluler.
f. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas
dalam, dan batuk efektif
Rasional :Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal,
meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiaki
ventilasi.
g. Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan
indikasi
Rasional :Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
3. DP: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi
dalam alveoli
Tujuan:
- Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang
normal dan paru jelas/ bersih
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional :Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi
peningkatan kerja nafas, kedalaman bervariasi, ekspansi
dada terbatas.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius.
Rasional :Bunyi nafas menurun/ tidak ada bila jalan nafas terdapat
obstruksi kecil.
c. Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi.
Rasional :Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
memudahkan pernafasan.
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional :Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan
mengindikasikan adanya kelainan.
e. Bantu pasien untuk nafas dalam dan latihan batuk efektif.
Rasional :Dapat meningkatkan pengeluaran sputum.
f. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan.
Rasional :Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
g. Berikan humidifikasi tambahan
Rasional :Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan
membantu pengenceran sekret untuk memudahkan
pembersihan.
h. Bantu fisioterapi dada, postural drainage
Rasional :Memudahkan upaya pernafasan dan meningkatkan
drainage sekret dari segmen paru ke dalam bronkus.
4. Dp : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan kehilngan cairan berlebih, penurunan masukan oral.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit
Intervensi :
a. Kaji perubahan tanda vital, contoh :peningkatan suhu, takikardi,,
hipotensi.
Rasional :Untuk menunjukkan adnya kekurangan cairan sisitemik
b. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
Rasional :Indikator langsung keadekuatan masukan cairan
c. Catat lapporan mual/ muntah.
Rasional :Adanya gejala ini menurunkan masukan oral
d. Pantau masukan dan haluaran urine.
Rasional :Memberikan informasi tentang keadekuatan volume
cairan dan kebutuhan penggantian
e. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional :Memperbaiki ststus kesehatan

5. DP : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan
proses infeksi, anoreksia, distensi abdomen.
Tujuan :
- Menunjukkan peningkatan nafsu makan
- Mempertahankan/ meningkatkan berat badan
Intervensi :
a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/ muntah.
Rasional :Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering
mungkin, bantu kebersihan mulut.
Rasional :Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan pasien
dan dapat menurunkan mual
c. Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam
sebelum makan.
Rasional :Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan
pengobatan ini
d. Auskultasi bunyi usus, observasi/ palpasi distensi
abdomen.
Rasional :Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat,
distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara
dan menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada saluran
gastro intestinal
e. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan
kering atau makanan yang menarik untuk pasien.
Rasional :Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun
nafsu makan mungkin lambat untuk kembali
f. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional :Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi,
rendahnya tahanan terhadap infeksi, atau lambatnya
responterhadap terapi
6. DP : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen
untuk aktifitas hidup sehari-hari.
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Intervensi :
a. Evakuasi respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional :Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi
b. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama
fase akut.
Rasional :Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat
c. Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan
perlunya keseimbamgan aktivitas dan istirahat.
Rasional :Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan
kebutuhan metabolik
d. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional :Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :EGC
Nettina, Sandra M. (1996). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta :EGC
Long, B. C.(1996). Perawatan Madikal Bedah. Jilid 2. Bandung :Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan
Soeparma, Sarwono Waspadji. (1991). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta
:Balai Penerbit FKUI
Sylvia A. Price, Lorraine Mc Carty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai