TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN
PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. LOEKMONO HADI
Jl. dr. Lukmonohadi No. 19 Telp. (0291) 444001 (Hunting) Fax. (0291) 438195
email : rsuddrloekmonohadi@kuduskab.go.id, rsudkudus @yahoo.co.id website :
www.rsuddrloekmonohadi.kuduskab.go.id Kudus 59348
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. LOEKMONO HADI
NOMOR : 01 TAHUN 2019
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. LOEKMONO HADI
3
21. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 411/Menkes/PER/2010 tentang
Laboratorium Klinik;
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
6
dr.Loekmono Hadi Kabupaten Kudus adalah Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Loekmono Hadi Tipe B Non
Pendidikan di Kabupaten Kudus.
(2) Pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah
dr.Loekmono Hadi Kabupaten Kudus harus selalu
berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien.
(3) Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Loekmono Hadi Kabupaten Kudus yang
selanjutnya disebut BLUD adalah Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat tanpa
mengutamakan mencari keuntungan dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip
efisiensi dan produktifitas.
(4) Direktur adalah Direktur RSUD dr. Loekmono Hadi
Kabupaten Kudus.
(5) Wakil Direktur adalah Wakil Direktur Umum dan
Keuangan serta Wakil Direktur Pelayanan pada RSUD
dr. Loekmono Hadi
(6) Pelayanan Instalasi adalah suatu unit pelayanan
yang merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan
yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta
pelayanan yang terkait ditujukan untuk keperluan
rumah sakit.
(7) Komunikasi adalah suatu proses dalam mana
seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi,
dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan
informasi agar terhubung dengan lingkungan dan
orang lain.
(8) Komunikasi Efektif adalah: komunikasi yang tepat
waktu, akurat, jelas dan mudah dipahami oleh
penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat
kesalahan (kesalah pahaman).
(9) Obat High Alert adalah sejumlah obat-obatan yang
memiliki risiko tinggi menyebabkan bahaya yang besar
pada pasien jika tidak digunakan secara tepat.
(10) Hand Hygiene adalah salah satu cara untuk
mengurangi infeksi yang berkaitan dengan Terapi
7
kesehatan dengan cara 6 (enam) langkah mencuci
tangan dengan benar menurut WHO.
(11) Risiko Jatuh adalah pasien yang berisiko untuk
jatuh yang umumnya disebabkan oleh faktor
lingkungan dan faktor fisiologis yang dapat berakibat
cidera.
(12) Transfer adalah hal yang terjadi ketika seseorang
mengaplikasikan pengalaman dan pengetahuan yang
dimilikinya untuk mempelajari atau memecahkan
problem dalam situasi baru.
(13) Transportasi adalah perpindahan manusia atau
barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan
menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh
manusia atau mesin.
(14) Pendidikan Pasien dan Keluarga adalah pengetahuan
yang diperlukan oleh pasien dan keluarga selama
proses asuhan maupun pengetahuan yang dibutuhkan
setelah pasien dipulangkan ke pelayanan kesehatan
lain atau ke rumah. Pendidikan pasien dapat
mencakup informasi sumber-sumber di komunitas
untuk tambahan pelayanan dan tindak lanjut
pelayanan apabila diperlukan, serta bagaimana akses
ke pelayanan emergensi bila dibutuhkan.
(15) Hak Pasien dan Keluarga adalah pasien berhak
memperoleh informasi mengenai tata tertib dan
peraturan yang berlaku di rumah sakit, pasien dan
keluarga berhak mempoleh informasi tentang hak dan
kewajiban pasien, pasien berhak memperoleh layanan
yang manusia, adil jujur dan tanpa diskriminasi.
(16) Pelayanan Pasien adalah semua penyediaan
kebutuhan pasien dan atau keluarga yang berobat di
rumah sakit, meliputi tata laksana asuhan pasien,
pemenuhan sarana dan prasarana sesuai kaidah
pengobatan di RSUD dr.Loekmono Hadi Kudus.
(17) Asuhan Pasien adalah tindakan kegiatan atau proses
dalam praktik pengobatan yang diberikan secara
langsung kepada pasien untuk memenuhi kebutuhan
objektif dan tatanan pelayanan kesehatan pasien
8
sehingga pasien dapat mengatasi masalah yang
dihadapinya.
(18) Assesmen Pasien adalah tahapan dari proses dimana
dokter, perawat, bidan, dietisien/nutrisionis,
professional pemberi asuhan (PPA), terapis
mengevaluasi data pasien baik subyektif, maupun
obyektif untuk membuat keputusan terkait status
kesehatan pasien, kebutuhan Terapi, intervensi dan
evaluasi.
(19) Manajemen Obat adalah komponen yang penting
dalam pengobatan paliatif, simptomatik, preventif dan
kuratif terhadap penyakit dan berbagai kondisi.
(20) Manajemen Pelayanan Gizi adalah pelayanan asuhan
gizi, terapi gizi dan dietetik yang diberikan kepada
pasien dan disesuaikan dengan keadaan klinis, status
gizi, dan status metabolisme tubuhnya dalam rangka
mendukung perbaikan status gizi dan penyembuhan
penyakit pasien.
(21) Manajemen Nyeri adalah salah satu bagian dari
displin ilmu medis yang berkaitan dengan upaya-upaya
menghilangkan nyeri atau pain relief.
(22) Pasien Tahap Terminal adalah pasien yang
mengalami sakit atau penyakit yang tidak mempunyai
harapan untuk sembuh dan menuju pada proses
kematian diprediksi menuju proses kematian dalam
kurun 6 (enam) bulan atau kurang.
(23) Pelayanan Risiko Tinggi adalah pelayanan yang
memerlukan peralatan yang kompleks untuk
pengobatan penyakit yang mengancam jiwa, resiko
bahaya pengobatan, potensi yang membahayakan
pasien atau efek toksik dari obat berisiko tinggi.
(24) Manajer Pelayanan Pasien (MPP) merupakan tenaga
ahli yang memberikan dukungan dan keahlian yang
berkesinambungan dalam mengkoordinasikan
kontinuitas layanan melalui assessment yang
komprehensif meliputi : perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi menyeluruh mengenai kebutuhan
9
individu sejak pasien datang hingga perencanaan
pulang.
(25) Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan jasmani maupun rohani tenaga kerja
khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil
karya dan budaya menuju masyarakat adil dan
makmur.
(26) Kredensial adalah suatu proses menjamin tenaga
kesehatan yang kompeten dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada pasien sesuai dengan
standar profesi dan peraturan yang berlaku.
(27) Tenaga kesehatan dan/ atau Profesional Pemberi
Asuhan (PPA) adalah setiap orang yang mengabdikan
diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau ketrampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan.
(28) Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan
dokumen antara lain identitas pasien, hasil
pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta
tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien.
(29) Pelayanan Anestesi adalah suatu tindakan
kedokteran yang pada awalnya dibutuhkan untuk
memungkinkan suatu tindakan operasi oleh ahli bedah
dapat dilakukan. Oleh karenanya tindakan pemberian
anestesi termasuk sebagai salah satu tindakan
kedokteran yang berisiko tinggi, karena tujuannya
adalah pasien dapat bebas dari rasa nyeri dan stres
psikis serta pasien dapat pulih kembali pasca-operasi
sesuai dengan derajat berat ringannya kerusakan yang
dialami pasien.
(30) Pelayanan Bedah adalah tindakan pembedahan yang
dilakukan dokter untuk mengobati kondisi yang sulit
atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-
obatan sederhana.
10
(31) Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit adalah upaya
untuk meningkatkan kesehatan lingkungan rumah
sakit melalui upaya sanitasi dasar, pengawasan mutu
lingkungan dan tempat umum, termasuk pengendalian
pencemaran lingkungan dengan meningkatkan peran
serta masyarakat dan keterpaduan pengelolaan
lingkungan melalui analisis dampak lingkungan.
(32) Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi adalah
bagian esensial dari asuhan lengkap yang yang di
berikan kepada klien untuk melindungi petugas
kesehatan itu sendiri dan melindungi klien dan
petugas pelayanan dari akibat tertularnya penyakit
infeksi.
(33) PPRA adalah Program Pengendalian Resistensi Anti
Mikroba di RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus, dengan
penerapan penggunaan antibiotik secara bijak (prudent
use of antibiotics), dan penerapan prinsip pencegahan
penyebaran mikroba resisten melalui kewaspadaan
standar.
(34) Pasien Geriatri adalah pelayanan pasien lanjut usia
dengan multi penyakit dan/atau gangguan akibat
penurunan fungsi organ, psikologi, sosial, ekonomi dan
lingkungan yang membutuhkan pelayanan kesehatan
secara terpadu dengan pendekatan multidisiplin yang
bekerja secara interdisiplin.
(35) Pelayanan Rehabilitasi Rawat Jalan Napza adalah
pelayanan rehabilitasi napza bagi pasien yang
menghendaki rawat jalan atas kehendak sendiri ingin
sembuh dari ketergantungan napza.
(36) Sistim Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
(SPGDT) adalah suatu mekanisme pelayanan
korban/pasien gawat darurat yang terintegrasi dan
berbasis call center dengan menggunakan kode akses
telekomunikasi 119 dengan melibatkan masyarakat.
(37) Pelayanan One Day Care adalah Terapi dalam jangka
waktu pendek (relative singkat) yaitu 1 hari (24 jam).
(38) Pelayanan Keperawatan adalah pelayanan asuhan
keperawatan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan
pada ilmu dan kiat Keperawatan ditujukan kepada
11
individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik
sehat maupun sakit.
(39) Pelayanan Asuhan Keperawatan adalah Suatu
proses atau rangkaian kegiatan pada
p r a k t e k keperawatan yang langsung diberikan
kepada klien pada berbagai tatanan pelayanan
kesehatan, d a la m upaya pemenuhan
Kebutuhan Da s a r Manusia (KDM), dengan
m e n g g u na k a n m et o d o l o g i dalam proses
keperawatan.
(40) Pelayanan Isolasi adalah pelayanan yang digunakan
untuk pencegahan penularan/penyebaran kuman
pathogen dari sumber infeksi (petugas, pasien,
pengunjung) ke orang lain.
(41) Pelayanan Home care adalah Pelayanan kesehatan
yang berkesinambungan dan komprehensif yang
diberikan kepada individu dan keluarga di tempat
tinggal pasien yang bertujuan untuk meningkatkan,
mempertahankan atau memulihkan kesehatan atau
memaksimalkan tingkat kemandirian dan
meminimalkan akibat dari penyakit.
(42) Pelayanan Rehabilitasi Medis adalah proses
pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri
secara maksimal atau usaha mempersiapkan
penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan
kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai
dengan kemampuan yang ada padanya, meliputi
layanan fisioterapi, okupasi terapi, terapi wicara dan
orthentik prostetik dalam cakupan preventif, promotif,
kuratif dan rehabilitatif.
(43) Mutu Rumah Sakit adalah: derajat kesempurnaan
pelayanan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan standar profesi danmb standar
pelayanan dengan menggunakan potensi suer daya
yang tersedia secara wajar, efisien, efektif serta
diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan
norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan
12
memperhatikan keterbatasan dan kemampuan Rumah
Sakit dan masyarakat konsumen
(44) Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien adalah :
keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif
dan integratif yang menyangkut struktur, proses dan
outcome secara objektif, sistematik dan berlanjut
memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan
terhadap pasien dan memecahkan masalah-masalah
yang terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan
di rumah sakit berdaya guna dan berhasil guna
(45) Indikator Area Klinis adalah : merupakan indikator
yang menilai seluruh struktur, proses, output dan
outcome area klinik seluruh unit/instalasi di RS
(46) Indikator Area Manajeman adalah : merupakan
indikator yang menilai seluruh struktur, proses, output
dan outcome manajemen RS.
(47) Indikator Area Keselamatan Pasien adalah
merupakan indikator upaya untuk mendorong
perbaikan spesifik dalam sasaran keselamatan pasien
(48) Root Cause Analysis (RCA) adalah: Suatu proses
terstruktur untuk mengidentifikasi faktor penyebab
atau faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
penyimpangan kinerja, termasuk KTD.
(49) Clinical Pathway (CP) adalah: suatu konsep
perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum
setiap langkah yang diberikan kepada pasien
berdasarkan standar pelayanan medis (Panduan
Praktik Klinis), asuhan keTerapi, dan pemberi asuhan
lainnya (Farmasist dan nutrisionist) yang berbasis
bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka
waktu tertentu selama di rumah sakit
(50) Budaya Keselamatan adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang
meliputi asesemen resiko, identifikasi dan pengelolaan
hal yang berhubungan dengan resiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar
dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
13
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(51) Validasi Data adalah alat penting untuk memahami
mutu dari data mutu dan untuk mencapai tingkat
dimana data tersebut cukup meyakinkan bagi para
pembuat keputusan
(52) Validator Data adalah seseorang yang memiliki
keahlian dan mengikuti pelatihan validasi yang
bertugas untuk memeriksa apakah data tersebut valid
atau tidak dengan menggunakan beberapa metode
validasi
(53) Kamus Indikator adalah buku yang berisi keterangan
numerator dan denumerator indikator mutu beserta
definisi setiap indikator dan cara mengumpulkan data
indikatornya.
(54) Prioritas Pelayanan Klinis adalah penetapan
pelayanan klinis pada unit tertentu yang akan
dilakukan perbaikan-perbaikan sehingga pelayanan
tersebut menjadi lebih baik atau meningkat. Upaya ini
dilakukan secara komprehensif dan integratif sesuai
misi RSUD dr. Loekmono Hadi sebagai Pusat Rujukan
Regional .
(55) Penilaian Kinerja Profesi Pemberi Asuhan (PPA) adalah
Penilaian kinerja terhadap Profesi Pemberi Asuhan
(PPA) dalam hal ini adalah Dokter, Perawat, Psikolog
Klinis dan Staf Tenaga Kesehatan lainnya yang
dilakukan secara berkala dengan beberapa parameter
yang telah ditetapkan dan berguna untuk menilai
apakah kinerja PPA ini sudah menunjukkan
kesesuaian dengan Peningkatan Mutu Dan
Keselamatan Pasien atau belum dilakukan oleh
masing-masing komite sesuai profesi.
(56) Insiden Keselamatan Pasien adalah Setiap kejadian
yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan
atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat
dicegah.
(57) Manajemen Risiko adalah upaya yang dikaitkan
kepada aktivitas perlindungan diri yang berarti
mencegah ancaman yang nyata atau berpotensi nyata
14
terhadap kerugian keuangan akibat kecelakaan, cedera
atau malpraktik medis
(58) Risk Register adalah suatu susunan daftar risiko
yang telah diidentifikasi, dianalisis dan telah dilakukan
pengelolaan risiko.
(59) Failure Mode Effects Analysis (FMEA) adalah :
Metode perbaikan suatu proses/kegiatan dengan
mengidentifikasi dan mencegah potensi kegagalan
sebelum terjadi dengan menemukan desain proses
baru yang lebih efektif.
(60) Pelayanan Pemulasaraan jenazah adalah kegiatan
merawat jenazah bagi pasien yang meninggal dari
dalam maupun luar rumah sakit.
(61) Pelayanan Pasien Korban Kekerasan adalah
pelayanan untuk melindungi pasien dari kekerasan
yang berakibat timbulnya penderitaan/kesengsaraan
baik secara fisik, sexual maupun psikologis.
BAB II
KEBIJAKAN PELAYANAN
Pasal 2
PELAYANAN PASIEN
15
kebijakan rumah sakit atau uraian tugas wewenang
(UTW).
(6) Pelayanan anak dilakukan pada anak sejak lahir
sampai sebelum anak berusia 18 (Delapan Belas)
Tahun.
(7) Asuhan pasien dilakukan oleh Profesional Pemberi
Asuhan (PPA) dan staf klinis lain, dengan Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) sebagai pimpinan
klinis/ ketua tim PPA (clinical leader).
(8) Pelayanan berfokus pada pasien (PCC) diterapkan
dalam bentuk asuhan pasien terintegrasi yang bersifat
horizontal dan vertical.
(9) Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) sebagai
Ketua Tim Profesional Pemberi Asuhan (PPA) melakukan
evaluasi atau review berkala dan verifikasi harian untuk
menjaga terlaksananya asuhan terintegrasi dan
membuat nota kesesuaian dengan kebutuhan.
(10) Kepala unit pelayanan menggunakan alat dan teknik
untuk melakukan integrasi dan koordinasi pelayanan
serta asuhan (contoh: asuhan secara tim oleh PPA,
ronde pasien multidisiplin, form catatan perkembangan
pasien terintegrasi, dan manajer pelayanan pasien/case
manager).
(11) Rencana asuhan individual setiap pasien dibuat dan
didokumentasikan pada Catatan Perkembangan Pasien
Terintegrasi (CPPT) Rekam Medis, diintegrasikan dan
dikoordinasikan berbagai unit pelayanan
(12) Kegiatan asuhan pasien yang membutuhkan seorang
PPA yang kompeten dan berwenang untuk menuliskan
instruksi yang harus dicatat di rekam medik pasien.
(13) Tindakan klinik dan diagnostik serta pencatatannya di
rekam medis.
Pasal 3
JENIS PELAYANAN
16
c. Petugas Kesehatan Lainnya.
(3) Semua Pelaksanaan Asuhan Pasien berdasarkan
Standar Prosedur Operasional sesuai dengan
kewenangan Petugas Pemberi Asuhan terkait dan
dilaksanakan konsisten.
(4) Jenis Pelayanan Rawat Jalan di RSUD dr. Loekmono
Hadi meliputi :
Klinik Umum, Klinik Gigi dan Mulut, Poliklinik
Spesialisasi (Klinik Bedah, Klinik Dalam, Klinik Anak,
Klinik Penyakit Kandungan dan Kebidanan, Klinik
Syaraf, Klinik Mata, Klinik THT, Klinik Paru, Klinik
Klinik TB-DOTS, Klinik TB-MDR, Klinik Jiwa, Klinik
Ortopedi, Klinik Jantung dan Pembuluh Darah, Klinik
Urologi, Klinik Penyakit Kulit dan Kelamin, Klinik Gizi
Klinik, Klinik Gigi Spesialis), Klinik Konseling Diet,
Klinik Psikologi, Klinik Gardenia (Pelayanan HIV/AIDS),
Klinik Rehabilitasi Medik, Klinik Rehabilitasi Rawat
Jalan Napza, Pelayanan Geriatri, Pelayanan Sub
Spesialis Konsultan Kardiovaskuler, Pelayanan
Radiologi, Pelayanan Farmasi, Pelayanan Laboratorium,
Pelayanan Haemodialisa.
(5) Jenis Pelayanan Rawat Inap meliputi pelayanan medis,
pelayanan keperawatan dan kebidanan, Pelayanan
PONEK, Pelayanan One Day Care, Pelayanan Isolasi,
Pelayanan Geriatri, Pelayanan Homecare, serta
pelayanan penunjang lainnya.
(6) Kelas perawatan rawat inap di RSUD dr. Loekmono Hadi
meliputi : ruang kelas III, ruang kelas II, ruang kelas I,
ruang VIP dan ruang VVIP.
(7) Jenis pelayanan bedah meliputi : Bedah Umum,
Obsgyn, Ortopedi, Urologi, Mata, THT.
(8) Jenis Pelayanan Penunjang meliputi : Radiologi,
Farmasi, Laboratorium, CSSD dan Laundry, Gizi, Kamar
Jenazah, Rekam Medis, Penyehatan Lingkungan.
Pasal 4
PELAYANAN KEPERAWATAN
17
(2) Pelayanan asuhan keperawatan diberikan 1 x 24 jam
dalam 3 shift :
Dinas Pagi jam 07.00 – 14.00 WIB
Dinas Siang jam 14.00 – 21.00 WIB
Dinas Malam jam 21.00 – 07.00 WIB
(3) Dalam pemenuhan kebutuhan jumlah tenaga
keperawatan berdasarkan Analisa Beban Kerja (ABK)
dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(4) Pengembangan karir profesional staf keperawatan
dalam bentuk jenjang karir perawat dimaksudkan
untuk meningkatkan kinerja profesionalisme yang
akuntabel dan etis sesuai batas kewenangan.
(5) Jenjang karir perawat klinis dilakukan melalui
pengembangan pendidikan berkelanjutan, pelatihan,
workshop, penelitian dan pengabdian masyarakat
(6) Pada unit pelayanan khusus, perawat penanggung
jawab pasien (PPJP) harus bersertifikat kompetensi
sesuai dengan spesifikasi unit pelayanan dimana
perawat itu bekerja.
(7) Monitoring dan evaluasi dalam pelayanan keperawatan
dilakukan secara berkala sesuai program.
Pasal 5
PELAYANAN INSTALASI
18
opersional yang berlaku, serta sesuai dengan etika
profesi, etika RS dan etiket RS yang berlaku.
(3) Semua petugas Instalasi wajib memiliki izin sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
(4) Seluruh staf RS dalam melaksanakan pekerjaannya
wajib selalu sesuai dengan ketentuan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3), termasuk dalam
penggunaan alat pelindung diri (APD).
(5) Rumah sakit melakukan kredensial dan rekredensial
untuk profesi kesehatan meliputi: dokter, perawat serta
tenaga kesehatan lainnya.
(6) Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola
ketenagaan.
(7) Melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib
dilaksanakan rapat rutin bulanan minimal satu bulan
sekali.
(8) Setiap bulan wajib membuat laporan.
(9) Peralatan di Instalasi harus selalu dilakukan
pemeliharaan dan kaliberasi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, untuk menjamin semua sediaan farmasi
tetap dalam kondisi yang baik.
(10) Pelayanan instalasi yang tidak dapat dilakukan oleh
Rumah Sakit akan di pihak ketigakan dalam bentuk
kontrak klinis.
Pasal 6
PELAYANAN GAWAT DARURAT
19
Pelatihan Penanggulangan Gawat Darurat Obstetri
Neonatus (PPGDON) yang masih berlaku.
(3) Pelayanan gawat darurat di Rumah Sakit Umum Daerah
dr. Loekmono Hadi Kudus merupakan pelayanan gawat
darurat level III.
(4) Pelayanan gawat darurat tanpa membayar uang muka.
(5) Dalam memberikan pelayanan harus selalu
mengutamakan keselamatan pasien.
(6) Selain menangani kasus “true emergency” IGD juga
melayani kasus “false emergency” yang pelayanannya
berdasarkan tingkat kegawatan pasien dan bukan
berdasarkan urut kedatangan pasien.
(7) Karena tidak tersedianya ruang transit khusus
Jenazah, Pemindahan pasien meninggal di IGD ke
kamar jenazah dilakukan kurang dari 2 jam post
mortem.
(8) Pasien-pasien yang terindikasi menular maupun
infeksius dapat diterima di IGD, setelah dilakukan
skrining dan ditempatkan secara terpisah dari pasien
lainnya (di ruang isolasi/khusus).
(9) Dokter Umum yang bertugas di IGD harus memiliki
sertifikat ATLS dan atau ACLS yang masih berlaku.
(10) Perawat yang bertugas memilliki sertifikat Emergency
Nursing dan atau BTCLS yang masih berlaku sebagai
Penanggung Jawab Shift.
(11) Obat dan alat kesehatan sesuai standar yang berlaku
harus selalu tersedia.
(12) Setiap pasien yang datang ke IGD dilakukan skrining /
triage untuk mendapatkan pelayanan yang tepat dan
sesuai dengan kondisi pasien.
(13) Triage di IGD dilakukan oleh dokter jaga IGD atau
perawat IGD.
(14) Setiap pasien yang memerlukan pemeriksaan
diagnostik /terapi/spesimen dan tindakan medis yang
tidak tersedia di Rumah Sakit dapat dilakukan rujukan
ke Rumah Sakit lain, termasuk juga bagi pasien yang
memerlukan rujukan rawat inap yang diindikasikan
karena penyakitnya.
20
(15) Bila terjadi bencana, baik yang terjadi di dalam atau di
luar Rumah Sakit, IGD siap untuk melakukan
penanggulangan bencana.
(16) Setiap petugas/staf IGD wajib mengikuti pelatihan
yang sudah diprogramkan.
(17) Setiap tindakan medis harus mendapat persetujuan
tertulis dari pasien atau keluarganya / penanggung
jawabnya, kecuali pada kondisi gawat darurat yang
mengancam kehidupannya.
(18) Pelayanan SPGDT dilaksanakan 24 jam (dua puluh
empat), pengelolaan fungsional dilakukan IGD.
(19) Pelayanan obstetri neonatal merupakan upaya
penyediaan pelayanan bagi ibu dan bayi baru lahir
secara terpadu dalam bentuk PONEK di Rumah Sakit.
(20) Pelayanan PONEK di Rumah Sakit dimulai dari IGD
dan persiapan tindakan definitif.
(21) Penanganan operatif meliputi laparatomi dan seksio
sesaria dilakukan di IBS.
Pasal 7
SKRINING
21
(3) a. Skrining luar diterima oleh petugas informasi atau
call center di teruskan ke layanan gawat darurat
untuk dilakukan identifikasi awal kemudian
diteruskan ke akses layanan yang dibutuhkan
sesuai kriteria kasus dengan berkoordinasi dengan
DPJP dan Perawat Penanggung Jawab Pasien (PPJP).
b. Koordinasi dengan kepala Instalasi untuk melaporkan
adanya bencana dan jumlah korban untuk
kebutuhan layanan di Instalasi Gawat Darurat.
(4) Pelaksanaan skrining pasien dilakukan oleh Satuan
Petugas Keamanan (Satpam), dan atau petugas
resepsionis yang sudah dilatih dan mempunyai
kemampuan pemilahan dan akses layanan yang
dibutuhkan oleh pasien.
(5) Kebutuhan darurat, mendesak, atau segera
diidentifikasi dengan proses triase berbasis bukti untuk
memprioritaskan pasien dengan kebutuhan emergensi.
(6) Skrining HIV dilakukan untuk pasien yang akan
dirawat/pelayanan di IGD yang terindikasi secara klinis
mengarah ke HIV/AIDS, ICU/PICU-NICU/HCU, Kamar
Bedah, Ruang Persalinan, Pasien Rawat Jalan di Klinik
Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Pasien klinik paru
positif TB (yang belum dilakukan penapisan oleh
puskesmas) dan Pasien Hemodialisa.
Pasal 8
TRIAGE
Pasal 9
22
PENUNDAAN DAN KELAMBATAN PELAYANAN
Pasal 10
PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI
KOMPREHENSIF (PONEK)
23
(5) Pelayanan persalinan dapat dilakukan di ruang PONEK
IGD, oleh dokter jaga dan atau Bidan Jaga yang telah
memiliki sertifikat Asuhan Persalinan Normal (APN)
bilamana saat datang dengan pembukaan lengkap
(inpartu) atau bila bangsal bersalin dalam kondisi
penuh.
(6) Penanganan operatif meliputi laparatomi dan seksio
sesaria.
(7) Terapi intermediate dan intensif ibu dan bayi.
(8) Pelayanan asuhan ante natal resiko tinggi.
(9) Pelayanan kesehatan maternal fisiologis dan resiko
tinggi pada masa ante natal, intra natal dan post natal.
(10) Pelayanan neonatal fisiologis (pelayanan inisiasi
menyusui dini, rendah gizi dan ASI) dan resiko tinggi
pada level II B (asuhan neonatal dengan ketergantungan
tinggi).
(11) Pelayanan metode kanguru pada bayi berat lahir
rendah.
(12) Pelayanan rumah sakit sayang ibu dan bayi dengan 10
langkah menuju keberhasilan menyusui.
(13) Pelayanan rujukan PONEK.
Pasal 11
SISTEM PENANGGULANGAN
GAWAT DARURAT TERPADU
24
Pasal 12
IDENTIFIKASI PASIEN
Pasal 13
ASESMEN PASIEN
28
dari 30 hari harus dilakukan asesmen ulang dan dicatat
dalam rekam medis.
(15) Asesmen medis dan perawatan tambahan yang
ditemukan seperti asesmen pra operasi dan pra anestesi
harus dicatat dalam rekam medis sebelum operasi
dilakukan dan mudah diakses.
(16) Setiap pasien yang dalam hasil skrining perlu
dilakukan asesmen gizi( risiko malnutrisi) fungsional
dan resiko jatuh yang dilakukan oleh seorang perawat
yang kompeten dan berkualifikasi dan hasilnya
diintervensi oleh ahli gizi atau ahli rehabilitasi medik
dan dicatat dalam rekam medis.
(17) Setiap pasien yang mempunyai gangguan pada kasus
Neuromuskuloskeletal seperti kelainan postur tubuh,
kelemahan otot, gangguan komunikasi dan lainnya
dikonsultasikan dan di assesmen oleh Dokter Spesialis
Kesehatan Fisik dan Rehabilitasi.
(18) Setiap pasien dengan keluhan nyeri harus dilakukan
asesmen nyeri secara mendalam oleh perawat yang
kompeten dan diintervensi oleh dokter yang kompeten
serta dicatat dalam rekam medis. Dan bila diperlukan
maka harus dilakukan asesmen ulang yang teratur dan
ditindak lanjuti sesuai kriteria yang dikembangkan oleh
rumah sakit dan kebutuhan pasien.
(19) Setiap pasien dengan karakteristik khusus seperti
pasien anak, lanjut usia, pasien terminal, pasien
menjelang akhir hayat, pasien HIV/AIDS, penyakit
menular, harus dilakukan asesmen khusus dan dicatat
dalam rekam medis.
(20) Setiap pasien yang akan meninggal dan keluarganya
harus dilakukan asesmen dan asesmen ulang sesuai
kondisi pasien dan ditangani segera mungkin sesuai
temuan yang diperoleh dan dicatat dalam rekam medis.
(21) Bila pada asesmen awal pasien ditemukan kebutuhan
khusus seperti gigi, THT, mata, kulit kelamin, dan
lainnya maka harus dikonsultasikan dengan dokter
bidang terkait untuk dilakukan asesmen khusus
tersebut dan dicatat dalam rekam medis.
29
(22) Perencanaan pemulangan pasien dimulai segera setelah
pasien diterima sebagai pasien rawat inap. Untuk pasien
yang pemulangannya kritis harus dilakukan identifikasi
mulai saat dia masuk rawat inap sampai pulang dengan
kriteria khusus dan direncanakan dengan sebaik-
baiknya.
(23) Setiap pasien yang dirawat harus dilakukan asesmen
ulang minimal sekali dalam sehari dalam 7 hari dan
dicatat dalam catatan pasien terintegrasi. Untuk pasien
non akut dapat dilakukan asesmen medis kurang dari
sekali sehari dan dilakukan asesmen ulang sesuai
kondisi pasien. Contoh: Rehabilitasi Medis dapat
dilakukan asesmen ulang setelah 4 x tindakan
fisioterapi.
(24) Asesmen awal dan asesmen ulang baik di instalasi
gawat darurat, rawat jalan dan rawat inap dilakukan
oleh mereka yang profesional dibidangnya, kompeten
dengan bukti sertifikasi, memiliki surat izin praktek dan
surat penugasan klinis.
(25) Untuk pasien kompleks harus dilakukan penanganan
yang efektif dengan diadakan klinikal meeting semua
yang terlibat pelayanan pasien tersebut dan
menginformasikan kepada keluarga serta tercatat dalam
rekam medis.
(26) Staf yang kompeten mengembangkan kriteria untuk
mengidentifikasi pasien yang memerlukan assesmen
fungsional lebih lanjut. Pasien disaring untuk menilai
kebutuhan asesmen fungsional lebih lanjut sebagai
bagian dari assesmen awal. Pasien yang memerlukan
asesmen fungsional sesuai kriteria dikonsul untuk
asesmen tersebut.
(27) Apabila teridentifikasi kebutuhan tambahan asesmen
khusus, pasien dirujuk di dalam atau keluar rumah
sakit. Asesmen khusus yang dilakukan di dalam rumah
sakit dilengkapi dan dicatat dalam rekam medis.
(28) Pasien dilakukan asesmen ulang untuk menentukan
respon mereka terhadap pengobatan dan perencanaan
pengobatan lanjutan atau pemulangan pasien dalam
30
interval sesuai dengan kondisi pasien dan bilamana
terjadi perubahan yang signifikan pada kondisi mereka,
rencana asuhan, kebutuhan individual atau sesuai
kebijakan dan prosedur rumah sakit.
(29) Permintaan pemeriksaan diagnostik imajing dan
laboratorium klinis harus menyertakan indikasi klinis,
dan ditulis oleh tenaga yang kompeten.
(30) Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan
diiintegrasikan di dalam rekam medis.
(31) Urutan penyimpanan lembar-lembar RM diatur sesuai
dengan standar dan ketentuan yang berlaku di Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Loekmono Hadi
(32) Pasien dan keluarga diberi informasi tentang hasil dari
proses asesmen dan setiap diagnosis yang telah
ditetapkan apabila diperlukan serta rencana pelayanan
dan pengobatan diikutsertakan dalam keputusan
tentang prioritas kebutuhan yang perlu dipenuhi.
Pasal 14
Pasal 14
RISIKO JATUH
RESIKO JATUH
(1) Penerapan asesmen awal risiko jatuh dan melakukan
asesmen ulang terhadap pasien bila diindikasikan
terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.
(2) Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko
jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap
berisiko.
(3) Langkah-langkah dimonitor pada hasilnya, baik
tentang keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh
maupun dampak yang berkaitan secara tidak disengaja.
(4) Assesmen awal Resiko Jatuh Rawat Inap untuk dewasa
menggunakan “MORSE FALL TEST”, untuk anak
menggunakan “HUMPTY-DUMPTY TEST”, untuk
Psikiatri “EDMONSON TEST”, lansia/geriatri
menggunakan “ONTARIO MODIFIED STRATIFY-SIDNEY
SCORING”, Rawat jalan dan IGD menggunakan “GET UP
dan GO TEST”
(5) Identitas pasien risiko jatuh :
a. Rawat jalan menggunakan pita warna kuning
b. Rawat inap :
31
a) Stiker kecil : warna kuning bertuliskan
“FALL RISK” di gelang identitas pasien
b) Stiker sedang : warna kuning bertuliskan
“RISIKO PASIEN JATUH” ditempelkan di status
pasien
c) Stiker besar : warna kuning bertuliskan
“RISIKO PASIEN JATUH” di tempelkan dipintu
pasien (kelas VIP/VVIP) dan di bed pasien (kelas
I/II/III).
Pasal 15
KOMUNIKASI EFEKTIF
Pasal 16
TRANSFER / PERPINDAHAN
DI DALAM RUMAH SAKIT
Pasal 17
PELAYANAN RAWAT JALAN
32
b. Hari Jum’at jam 07.00 sampai 10.00 WIB
c. Hari Sabtu jam 07.00 sampai 11.00 WIB.
(3) Semua Pasien Rawat Jalan mendaftar di Tempat
Pendaftaran Rawat Jalan (TPPRJ) dan mendapat tanda
bukti jaminan berupa kwitansi untuk pasien umum,
surat jaminan untuk pasien asuransi.
(4) Semua pasien baru di rawat jalan terlebih dahulu
mengisi formulir pendaftaran pasien.
(5) Petugas Administrasi/Perawat memeriksa data pasien
dan pelayanan yang diberikan antara lain : Jam datang
Dokter/PPA, DPJP /PPA yang memeriksa, Tindakan
yang diberikan, Diagnosa, Jenis Jaminan / Asuransi
(Umum, BPJS, In Health, dan lainnya)
(6) Pelayanan Pasien Rawat Jalan/Poliklinik melakukan
pemeriksaan penunjang antara lain :
a. Klinik Saraf : EEG, EMG, TCD dan PSG.
b. Klinik Mata : Biometri, USG dan Tonometri.
c. Klinik THT : Audiometri.
d. Klinik Paru : Spirometri.
e. Klinik dalam : EKG
f. Klinik Jantung : EKG, Treadmil, Ecocardiograph.
g. Klinik Obsgyin : USG
(7) Semua Pasien Rawat Jalan di lakukan assesment.
(8) Pasien dengan Resiko Jatuh di berikan Pita Kuning.
(9) Pasien Geriatri pelayanan di dahulukan
Pasal 18
PELAYANAN GERIATRI
33
(4) Pelayanan geriatri tingkat sederhana pada ayat (3)
meliputi pelayanan rawat jalan dan kunjungan rumah
(home care).
Pasal 19
PELAYANAN RAWAT INAP
Pasal 20
HAK PASIEN DAN KELUARGA
35
materi dari pasien selama mendapat pelayanan di
Rumah Sakit
(6) Manajemen Komplain
Apabila pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit
dirasa tidak sesuai dengan harapan dari pasien, pasien
dan atau keluarga berhak mengajukan pengaduan atas
kualitas pelayanan yang didapatkan.
(7) Dokter Pelayanan Jawab Pasien (DPJP)
Setiap pasien yang melakukan pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit berhak memilih dokter penanggung jawab
dan kelas Terapi sesuai dengan keinginannya dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit. Pasien wajib
mengenal identitas para dokter dan praktisi yang lain
yang bertanggung jawab melayani mereka. Adapun
pemilihan dokter penanggung jawab pelayanan
berdasarkan form yang telah diisi oleh pasien /
keluarga. Rumah Sakit merespon keinginan pasien
terhadap permintaan tambahan informasi tentang
tanggung jawab praktisi untuk pelayanannya.
(8) Second opinion
Rumah Sakit memberitahukan kepada pasien dan atau
keluargannya mengenai alternatif pelayanan dan
pengobatan di luar Rumah Sakit. Pasien berhak
meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya
kepada dokter lain yang mempunyai kompetensi dan
Surat Ijin Praktek (SIP) baik didalam maupun diluar
Rumah Sakit tanpa dibayangi rasa takut. Dan Rumah
Sakit memberikan dukungan atas hak pelayanan
second opinion kepada pasien yang menghendaki
permintaan second opinion sepanjang dokter yang
diminta adalah dokter diluar Rumah Sakit dan seluruh
biaya yang dikeluarkan dari permintaan tersebut
menjadi tanggungan pasien. Hak pasien tentang second
opinion diwujudkan dalam bentuk pemberian formulir
permintaan second opinion, apabila diminta oleh pasien/
keluarga dan rumah sakit menyediakan data – data
yang dibutuhkan untuk pelaksanaan second opinion.
(9) Kerahasiaan Informasi dan Privasi
36
Perlindungan kerahasiaan informasi dan privasi pasien
adalah suatu usaha perlindungan yang diberikan oleh
pihak Rumah Sakit terhadap segala kerahasiaan
informasi, privasi dan data-data medis atas kondisi
pasien selama dirawat/mendapat pelayanan kesehatan.
Semua pasien yang mendapat pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit berhak atas perlindungan kerahasiaan
informasi, informasi dan data-data medis dari pihak-
pihak yang tidak berkompeten.
(10) Informasi Medis
Pasien berhak mendapatkan informasi yang meliputi
diagnosis penyakitnya dan tata cara tindakan medis,
tujuan tindakan medis yang akan dilakukan, alternatif
tindakan, resiko tindakan dan komplikasi yang mungkin
terjadi atas tindakan tersebut dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan.
(11) Persetujuan dan Penolakan Tindakan
Saat pertama kali melakukan pelayanan dan
pengobatan di Rumah Sakit, pasien dan keluaganya
diberikan persetujuan umum (General Consent) dan
didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.
Disetiap akan melakukan tindakan medis, pasien akan
diberi tahu dan berhak memberikan persetujuan atau
penolakan atas tindakan yang akan dilakukan oleh
tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya
setelah pasien mendapatkan informasi atas tindakan
tersebut, dengan mengisi form persetujuan/penolakan
dan informasi tindakan. Segala akibat atas
keputusannya tersebut, pasien telah memahaminya dan
tidak akan menyalahkan pihak Rumah Sakit atas
keputusan tersebut apabila terjadi sesuatu hal yang
tidak diharapkan.
Pada saat pasien memberikan penolakan terhadap
pelayanan resusitasi dan membatalkan atau mundur
dari pengobatan bantuan hidup dasar, Rumah Sakit
merespon permintaan tersebut dengan memberikan
form DNR untuk diisi oleh pasien dan ditindak lanjuti
37
oleh pihak terkait. Rumah Sakit memperlakukan pasien
DNR sesuai dengan norma agama dan budaya
masyarakat, persyaratan hukum dan peraturan yang
berlaku. Apabila pasien yang akan dilakukan tindakan
medis dalam kondisi tidak dapat bertanggung jawab dan
atau tidak sadar, sedangkan tindakan tersebut tidak
bisa ditunda lagi (live saving), prosedur untuk
persetujuan tindakan diberikan oleh keluarga kandung
terdekat atau wali syah pasien. Prosedur tersebut sesuai
dengan undang-undang, budaya dan adat istiadat.
Pihak lain selain pasien yang memberikan persetujuan
dicatat dalam rekam medis pasien.
Rumah Sakit membuat daftar tindakan yang
memerlukan persetujuan sebelum dilakukan tindakan
medis dan pengobatan yang beresiko tinggi. Identitas
petugas yang memberikan penjelasan kepada pasien
dan keluarganya dicatat di dalam rekam medis pasien
disertai tanda tangan atau catatan dari persetujuan
lisan.
(12) Pasien Kondisi Kritis
Saat pasien berada dalam kondisi kritis dan atau
terminal, pasien berhak mendapat perlakuan khusus
didampingi oleh keluarga dekat atau wali yang
berkepentingan/yang dikehendaki pasien. Pasien dan
atau keluarga dapat menyampaikan harapannya kepada
petugas unit terkait atas harapan tersebut untuk
diberikan kemudahan khusus saat keluarga yang
berkepentingan berkunjung.
Rumah Sakit memahami bahwa pasien yang
menghadapi kematian memiliki kebutuhan unik dan
menghargai hak pasien yang sedang menghadapi
kematian.
(13) Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama
dankepercayaannya
Rumah Sakit memberikan kesempatan kepada pasien
dan keluarga untuk menjalankan ibadah sesuai dengan
keyakinannya sepanjang tidak menggangu pasien lain.
Adapun dalam pelaksanaan ibadahnya pasien/ keluarga
38
pasien dibatasi dalam hal suara dan jumlah jamaah
ibadah yang sekiranya dapat menggangu pasien lain.
Pemberian pembatas tirai juga diperlukan dalam hal
menjaga privasi pasien lain yang berdampingan.
(14) Perlindungan
Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan
dirinya selama dalam pelayanan dan Terapi di Rumah
Sakit. Pasien yang termasuk dalam resiko tinggi yang
tidak dapat melaksanakan tanggung jawabnya. Lokasi
yang terpencil atau terisolasi di beri monitor/cctv dan
dipantau secara berkala oleh petugas keamanan.
(15) Memberi Saran dan Masukan
Demi peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit, pasien
dan keluarga berhak mengajukan usul, saran dan
masukan/perbaikan atas perilaku Rumah Sakit
terhadap dirinya.
(16) Bimbingan Rohani
a. Setiap pasien mempunyai hak atas kebutuhan
pelayanan kerohanian
b. Setiap pasien berhak menolak apabila
ditawarkan/diberikan pelayanan bimbingan rohani
yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan
yang dianutnya.
c. Rumah Sakit dan seluruh stafnya memiliki proses
untuk mengidentifikasi dan menghormati nilai-nilai
dan kepercayaan pasien dan atau keluarganya
dalam asuhan. Terdapat pula proses merespon
permintaan yang berkenaan dengan agama atau
dukungan spiritual.
d. Setiap pasien mempunyai hak atas kebutuhan
pelayanan kerohanian selama dalam Terapi di
Rumah Sakit. Pelayanan bimbingan kerohanian
dilakukan oleh pihak luar yang bekerja sama dengan
Rumah Sakit serta pihak internal Rumah Sakit
sendiri. Pelayanan bimbingan kerohanian dapat
dilaksanakan atas permintaan pasien/keluarga
pasien dengan mengisi formulir yang telah
disediakan oleh rumah sakit
39
e. Segala beban biaya yang muncul atas pelayanan ini
dibebankan kepada pasien.
(17) Penyampaian Keluhan
Pasien berhak mengutarakan keluhan, konflik, atau
perbedaan pendapat terhadap pelayanan Rumah Sakit
yang tidak sesuai dengan standar pelayanan dan
harapan pasien melalui custumer service, unit terkait,
media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Rumah Sakit memiliki proses penyelidikan, telaah,
penyelesaian, klarifikasi terhadap keluhan, konflik, atau
perbedaan pendapat mengenai pelayanan Rumah Sakit.
Lihat point no. 6 tentang Managemen Komplain.
(18) Perlindungan Harta Milik Pasien
Rumah Sakit mengkomunikasikan tanggungjawabnya
bila ada, terhadap barang-barang milik pasien kepada
pasien dan keluarganya. Ketika rumah sakit mengambil
tanggung jawab untuk beberapa atau semua barang
milik pribadi pasien yang dibawa ke rumah sakit ada
proses mencatat milik barang tersebut dan memastikan
barang tersebut tidak akan hilang atau dicuri. Proses ini
berlaku bagi barang milik pasien emergensi, pasien
rawat inap dan pasien yang tidak mampu
mengamankan barang miliknya serta mereka yang tidak
mampu membuat keputusan mengenai barang pribadi.
(19) Adapun yang terkait dengan penelitian klinik,
pemeriksaaan/investigasi atau clinical trial yang
melibatkan manusia sebagai subyek dan yang terkait
dengan donasi organ / menyumbangkan organ dan
jaringan tubuh serta pengambilan, transplatasi organ
dan jaringan belum bisa di jalankan di RSUD dr.
Loekmono Hadi di karenakan belum memiliki sarana
dan prasarana yang mendukung.
Pasal 21
PENOLAKAN PELAYANAN DAN PENGOBATAN
Pasal 22
MANAJEMEN NYERI
41
e. Comfort Scale : Untuk pasien tersedasi untuk
mengetahui derajat sedasinya.
Pasal 23
PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN
TERAPI INTENSIVE
Pasal 24
PELAYANAN PASIEN TAHAP TERMINAL
Pasal 25
42
RESUME PASIEN PULANG
Pasal 26
PERENCANAAN PEMULANGAN PASIEN
(Discharge Planning)
Pasal 27
PELAYANAN PASIEN RISIKO TINGGI DAN
PENYEDIAAN PELAYANAN RESIKO TINGGI
43
Warning System (EWS) dan mampu melakukan
tindakan.
(5) Rumah sakit memberikan asuhan pasien risiko tinggi
dan pemberian pelayanan risiko tinggi,berdasar atas
panduan praktik klinis dan peraturan perundangan.
(6) Pasien dengan risiko tinggi yang dilayani meliputi :
a. Pasien emergensi;
b. Pasien dengan penyakit menular;
c. Pasien koma;
d. Pasien dengan alat bantuan hidup dasar;
e. Pasien “immuno-suppressed”;
f. Pasien dialisis;
g. Pasien dengan risiko bunuh diri;
h. Populasi pasien rentan, lansia, anak-anak, dan
pasien berisiko tindak kekerasan atau
diterlantarkan;
(7) Pelayanan dengan risiko tinggi meliputi :
a. Pelayanan resusitasi
b. Pelayanan restrain
c. Pelayanan darah
d. Pelayanan dialisis
(8) Risiko tambahan sebagai hasil tindakan atau rencana
asuhan kebutuhan mencegah :
a. Trombosis vena dalam,
b. Luka decubitus,
c. Infeksi terkait penggunaan ventilator pada pasien,
d. Cedera neurologis dan pembuluh darah pada
pasien restrain,
e. Infeksi melalui pembuluh darah pada pasien
dialisis, infeksi saluran / slang sentral
f. Pasien jatuh
Pasal 28
PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH
44
Tersedianya pelayanan anestesi (termasuk sedasi
moderat dan dalam) untuk memenuhi kebutuhan
pasien dan harus dikerjakan dalam kerja sama tim.
(3) Pelayanan Anestesi Pada Kedaruratan
Layanan Anestesi kedaruratan yang terjadi diluar jam
kerja dilakukan oleh dokter anestesi dan didampingi
perawat terlatih sebagai pelaksana anestesi, mencakup
layanan anestesi dikamar bedah dan luar kamar bedah
termasuk ruang Terapi intensif, ruang rawat jalan dan
rawat inap. Pasien kedaruratan harus mendapatkan
prioritas utama dari layanan anestesi serta layanan-
layanan lain yang berhubungan dengan tindakan
anestesi tersebut dengan tujuan untuk menyelamatkan
nyawa pasien.
(4) Persiapan Anestesi
Setiap pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi
dan sedasi harus melalui proses kunjungan pra anestesi
dan proses penilaian pra induksi.
(5) Pemantauan Selama Sedasi dan Anestesi
Selama pemberian anestesi harus dibuat evaluasi
pemantauan tanda vital dan fungsi fisiologis pasien.
Hasil pemantauan selama anestesi dapat menjadi dasar
untuk pengelolaan pasca anestesi dan juga menjadi
panduan untuk perencanaan asuhan keTerapi,
tindakan medis dan kebutuhan pemeriksaan diagnostik
serta penunjang lainnya.
(6) Pemulihan Pasca Sedasi dan Anestesi
Setelah pesien dinyatakan selesai menjalani sedasi atau
anestesi oleh pelaksana anestesi, pasien dipindahkan ke
ruang pemulihan, apabila dokter anestesi menilai pasien
perlu dirawat di ruang Terapi intensif pasien dapat
langsung dikirim ke ruang Terapi intensif. Selama di
ruang pemulihan pasien diobservasi oleh perawat
terlatih, untuk pasien paska anestesi umum tetap
diberikan bantuan oksigenasi sampai dinyatakan layak
pindah ke ruangan.
(7) Perencanaan Pembedahan
Setiap pasien yang akan menjalani pembedahan, baik
elektif maupun emergensi harus dilakukan penilaian
dan perencanaan. Untuk kasus kedaruratan, proses
penilaian dan perencanaan pembedahan dilakukan
45
sesingkat mungkin sesuai urgensi pembedahan. Proses
penilaian harus dapat memberikan informasi yang
diperlukan untuk memilih dan memutuskan prosedur
bedah yang sesuai serta waktu pembedahan yang
optimal, dapat melakukan pembedahan secara aman,
dan menginterprestasi hasil temuan dari pemantauan
pasien. Dokter yang bertanggung jawab harus
mendokumentasikan setiap informasi yang didapat dari
hasil penilaian yang dilakukan untuk mengarahkan dan
mendukung prosedur pembedahan.
(8) Asuhan Pasca Pembedahan
Asuhan medis dan keperawatan pasca bedah setiap
pasien harus direncanakan sesuai kebutuhan pasien.
Asuhan tersebut termasuk tingkatan asuhan serta
tempat asuhan, pemantauan tindak lanjut atau
pengobatan dan kebutuhan obat. Perencanaan asuhan
pasca bedah dimulai sebelum pembedahan berdasarkan
asesmen kondisi dan kebutuhan pasien.
Pendokumentasian laporan operasi harus memuat :
diagnosis pasca operasi, nama dokter bedah dan
asistennya, prosedur operasi yang dilakukan dan
rincian temuan, temuan komplikasi, specimen operasi
yang dikirim untuk diperiksa, jumlah darah yang hilang
dan jumlah yang masuk lewat transfusi, nomor
pendaftaran alat yang dipasang (implant), tanggal,
waktu dan tandatangan DPJP. Asuhan yang
direncanakan didokumentasikan di Catatan Integrasi
dan rencana asuhan keperawatan pasca bedah
didokumentasikan pada catatan perioperatif.
(9) Pemantauan Selama Pembedahan Dengan Anestesi
Lokal
Setiap pasien yang menjalani pembedahan dengan
anestesi lokal harus dilakukan pemantauan kondisi
fisiologis pasien secara kontinyu selama pembedahan
dan segera setelah pembedahan. Pemantauan kondisi
fisiologis pasien dilakukan oleh tim bedah.
Pasal 29
SURGICAL SAFETY CHECKLIST
46
(1) Asesmen Pra Operasi
Dilakukan oleh dokter operator sebelum tindakan
operasi dilaksanakan waktunya H-1 sebelum operasi.
(2) Asesmen Pra Anestesi
Dilakukan oleh dokter Anestesi sebelum tindakan
pembiusan / Sedasi di laksanakan. Waktunya H-1
sebelum pembiusan / sedasi dilaksanakan.
(3) Digunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien dalam
proses penandaan / pemberian tanda.
(4) Menggunakan suatu Surgical Savety Checklist (sesuai
WHO) untuk melakukan verifikasi pra operasi tepat-
lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien dan semua
dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia,
tepat/benar, dan fungsional.
(5) Tim operasi yang lengkap menerapkan dan
mencatat/mendokumentasikan prosedur “sebelum
insisi / time-out” tepat sebelum dimulainya suatu
prosedur / tindakan pembedahan.
Pasal 30
TRANSFER KELUAR RUMAH SAKIT / RUJUKAN
Pasal 31
DOKTER PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN
47
(2) DPJP bertanggungjawab terhadap semua pelayanan
kepada pasien.
(3) DPJP wajib melengkapi berkas rekam medis pasien.
(4) DPJP wajib memenuhi hak pasien dan keluarga, sesuai
peraturan yang berlaku.
(5) Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dalam
asuhan pasien menggunakan pola IAR (Informasi
dikumpulkan, Analisis Informasi dan Rencana
Pelayanan) serta wajib mengisi rekam medis pasien
dengan metoda SOAP dan ADIME (untuk Gizi) sesuai
peraturan, pedoman, panduan dan prosedur yang
berlaku.
(6) DPJP di Intensive Care Unit (ICU), PICU-NICU dan High
Care Unit (HCU) adalah DPJP utama yang merawat
pasien yang ditunjuk, apabila terjadi kegawat daruratan
atau critical maka pasien bisa dilakukan tindakan
darurat oleh dokter anestesi sebagai konsultan ICU,
PICU-NICU dan HCU dan atau dokter umum atas advice
DPJP/konsultan terkait.
(7) Bilamana DPJP berhalangan maka pengelolaan pasien
bisa dialihkan pada DPJP lain yang seprofesi dengan
pengaturan tentang alih tanggung jawab, menganut
azas kontinuitas pelayanan, profesionalisme, efektifitas
dan efesiensi pelayanan yang tidak merugikan pasien
(berfokus pada pasien).
(8) Penunjukan DPJP untuk mengelola pasien
berdasarkan :
a. Kiriman dokter DPJP RSUD dr. Loekmono Hadi
Kudus ;
b. Semua pasien berhak memilih DPJP;
c. Bila pasien tidak memilih DPJP, maka DPJP untuk
pasien tersebut sesuai jadwal piket dokter.
Dalam penunjukan DPJP, pasien serta keluarga
dijelaskan dan menandatangani blangko
persetujuan.
(9) DPJP dapat mengajukan konsultasi kepada dokter
spesialis yang lain dan/atau Profesional Pemberi
Asuhan (PPA) apabila diperlukan.
48
(10) Bilamana ada beberapa DPJP maka perlu dipilih DPJP
Utama dengan kriteria sebagai berikut:
a. DPJP utama dapat merupakan DPJP yang pertama
kali mengelola pasien;
b. DPJP utama dapat merupakan DPJP yang
mengelola pasien dalam kondisi (relatif) menonjol
atau terparah;
c. DPJP utama dapat ditentukan melalui kesepakatan
antar DPJP terkait;
d. DPJP utama dapat merupakan pilihan dari pasien;
e. Pada pelayanan di Intensive Care Unit (ICU), PICU-
NICU dan High Care Unit (HCU) maka DPJP Utama
adalah DPJP yang merawat pasien yang ditunjuk,
apabila terjadi kegawat daruratan atau critical
maka pasien bisa dilakukan tindakan darurat oleh
dokter anestesi sebagai konsultan ICU, PICU-NICU
dan HCU dan atau dokter umum atas advice DPJP/
konsultan terkait.
Pasal 32
PROFESIONAL PEMBERI ASUHAN
49
ADIME (Dietisien/Nutrisionis) sesuai peraturan,
pedoman, panduan dan prosedur yang berlaku.
(7) Penunjukan PPA untuk mengelola pasien
berdasarkan:
a. Konsulan dokter DPJP/DPJP Utama RSUD
dr.Loekmono Hadi Kudus dan berdasarkan
kebutuhan pasien;
b. Dalam penunjukan PPA, pasien serta keluarga
diberitahu, dijelaskan dan menandatangani blangko
persetujuan.
(8) PPA Perawat dalam mengelola asuhan pasien dikelola
oleh kepala ruang masing-masing ruangan pasien di
rawat, melalui perawat penanggung jawab asuhan oleh
perawat primer (PP) dan perawat assosiate (PA).
Pasal 33
MANAJER PELAYANAN PASIEN-MPP
(Case Manager)
51
7. Pemulangan/rujukan yang belum memenuhi
kriteria, atau sebaliknya, pemulangan /rujukan
yang ditunda.
d. MPP harus segera mengidentifikasi kebutuhan
jangka pendek, jangka panjang, maupun
kebutuhan berjalan/ongoing, sehingga dapat
menyusun strategi dan sasaran manajemen
pelayanan pasien untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan tersebut.
e. Melakukan asesmen untuk respons pasien
terhadap pemberian/ pelaksanaan rencana
asuhan.
f. Memfasilitasi koordinasi, komunikasi dan
kolaborasi dengan pasien dan pemangku
kepentingan lain untuk mencapai sasaran dan
memaksimalkan hasil positif asuhan pasien.
g. Memberikan advokasi pada pelaksanaan
pelayanan, manfaat administrasi, pengambil
keputusan
h. Memaksimalkan kesehatan, wellness pasien,
safety, adaptasi terhadap perubahan self-care,
kepuasaan dan efisiensi biaya.
i. Memahami dan tanggap terhadap beragam
budaya populasi dimana pasien berasal dan
kekhasan profilnya.
j. Mengintegrasikan faktor-faktor terkait mutu,
keselamatan, akses, dan efektivitas biaya dalam
proses asesmen, monitoring, dan evaluasi sumber
daya untuk asuhan pasien.
k. Mengakhiri pelaksanaan manajemen pelayanan
pasien sesuai dengan regulasi rumah sakit yang
berlaku.
(5) MPP mempunyai peran dalam proses Perencanaan
Pemulangan Pasien-P3 (Discharge Planning), dengan
menggunakan prinsip sebagai berikut :
a. Perencanaan Pemulangan Pasien (P3) dimulai saat
admisi rawat inap dan dilanjutkan pada hari
berikutnya sesuai kebutuhan.
b. Melakukan identifikasi apakah pasien memerlukan
kebutuhan yang sederhana atau kompleks untuk
pemulangan atau transfernya.
c. Melakukan koordinasi proses pemulangan/transfer
melalui kepemimpinan dan tanggung jawab,
perencanaan harus terintegrasi secara multi
disiplin.
52
d. MPP mendiskusikan dengan PPA untuk
menetapkan tanggal yang diharapkan untuk
pemulangan/transfer 24-48 jam setelah admisi.
e. Setiap hari lakukan review atau rencana klinis
asuhan dan juga update EDD (Expected Discharge
Date) oleh MPP bersama PPA dan pasien dengan
mendokumentasikan yang jelas dan konsisten.
f. Pasien dan keluarga pasien di edukasi/dilatih
untuk memberdayakan pelayanan individual
sehingga memaksimalkan kemandiriannya.
(6) MPP dalam mengumpulkan informasi dengan
menggunakan basis IAR (Informasi, Analisis, Rencana)
agar dapat dibutuhkan oleh Profesional Pemberi Asuhan
(PPA), dengan demikian dokumentasi MPP harus berada
dalam rekam medis pasien untuk akses bagi PPA
(7) MPP mendokumentasikan kegiatan manajemen
pelayanan pasien dalam rekam medik pasien secara
benar, jelas dan tepat waktu.
(8) Perangkat Pendukung disesuaikan dengan fasilitas yang
ada di RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
(9) Dalam pelaksanaan tugas kegiatan bertanggung jawab
kepada Wakil Direktur Pelayanan dan berkoordinasi
dengan Kepala Instalasi Rawat inap, Kepala Instalasi
terkait, Bidang Keperawatan, Bidang Pelayanan dan
Bidang-bidang terkait.
Pasal 34
PELAYANAN REKAM MEDIS
53
Klinik, Dietisien/Nutrisionis, Penata Anestesi, Penata
Rontgen, Tenaga Rehabilitasi Medis, Perekam Medis.
(2) Semua pasien di RSUD dr. Loekmono Hadi mempunyai
catatan klinis tentang Terapi di rumah sakit yang di
simpan di Instalasi Rekam Medis dan Instalasi Sistem
Informasi Managemen Rumah Sakit (SIM-RS).
(3) Pencatatan Rekam Medis sesuai standar isi rekam
medis yang spesifik baik format dan lokasi entri dalam
catatan klinis pasien.
(4) Semua formulir rekam medis pasien diberlakukan
dengan keputusan Direktur RSUD dr. Loekmono Hadi.
(5) Pihak yang berhak mengakses rekam medis adalah:
a. Dokter yang merawat.
b. Dokter gigi.
c. Psikolog Klinis.
d. Keperawatan (perawat dan Bidan)
e. Dietisien/Nutrisionis
f. Radiografer / Radioterapis
g. Analis Kesehatan / Laborat
h. Apoteker / Farmasi Klinis
i. Fisioterapis
j. Okupasi Terapi
k. Terapi Wicara
l. Peneliti yang sudah disumpah.
m. Petugas Verifikator Internal, Verifikator Independen,
dan petugas administrasi klaim yang telah disumpah
menurut peraturan sebelum menjalankan tugas.
n. Petugas rekam medis.
o. Penegak hukum untuk keperluan Negara.
(6) Penulisan berkas rekam medis yang dilakukan
perawat/bidan dan tenaga kesehatan lainnya harus
dilakukan verifikasi oleh Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan (DPJP) serta harus dibaca dan ditanda
tangani oleh DPJP yang bersangkutan dalam waktu 1x
24 jam.
(7) Penulisan Dokumen Rekam Medis
a. Dalam penulisan rekam medis, tulisan harus jelas
sehingga bisa dibaca oleh semua orang yang mampu
baca tulis.
b. Jika ada penulisan yang tidak terbaca bisa ditulis
ulang menggunakan pensil di bawahnya.
c. Penulisan di dalam berkas rekam medis tidak
diperkenankan memakai tinta merah.
d. Setiap tindakan dan hasil tindakan harus ditulis
dalam Rekam Medis, dengan huruf tegak sehingga
bisa dibaca oleh tenaga kesehatan lainnya.
54
e. Setiap pencatatan (entry) ke dalam rekam medis
harus di bubuhi nama, waktu (tanggal dan jam) dan
tanda tangan dokter dan atau tenaga kesehatan
yang memberikan pelayanan pada pasien secara
langsung.
f. Jika terjadi kesalahan pencatatan pada rekam
medis, maka tenaga medis/profesional pemberi
asuhan yang bertanggung jawab melakukan
pembetulan/koreksi terhadap pencatatan yang
salah.
g. Apabila ada dokumen rekam medis yang tidak di isi
dan/atau tidak di kaji 1(satu) kolom diberi tanda
strip (-), apabila lebih diberi tanda zero (Z Penuh).
(8) Penggunaan Kode, Simbol dan Singkatan
a. Rumah sakit menentukan kode diagnosis, kode
prosedur, definisi, symbol, dan singkatan yang
terstandar dan penggunaanya di monitor.
b. Rumah sakit tidak mengijinkan penggunaan kode
diagnosis, kode prosedur, definisi, simbol dan
singkatan diluar yang sudah ditentukan dan
diberlakukan dengan Keputusan Direktur.
(9) Kerahasiaan Informasi Medis
a. Rumah sakit menjaga kerahasiaan berkas rekam
medis dan informasi yang terkandung di dalamnya
dari pihak-pihak yang tidak berwenang dalam
mengakses berkas rekam medis.
b. Rumah sakit mewajibkan setiap petugas yang
memiliki hak entry dan hak akses rekam medis
untuk menjaga informasi yang terkandung di
dalamnya.
c. Informasi medis pasien dapat dibuka untuk
kepentingan kesehatan pasien, penegak hukum,
kepentingan penelitian / pendidikan, permintaan
pihak ketiga (asuransi atau institusi lain) sesuai
perundang-undangan yang berlaku.
d. Penjelasan tentang isi rekam medis dalam hal
pembukaan informasi medis pasien (Informed
Consent) hanya boleh dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi atau petugas kesehatan lain yang
merawat pasien dengan ijin tertulis pasien atau
berdasarkan peraturan perundang-undangan
55
e. Pimpinan rumah sakit dapat menjelaskan isi rekam
medis secara tertulis atau langsung kepada pihak
ketiga (asuransi atau institusi lain) tanpa ijin pasien
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(10) Penyimpanan dan pemusnahan Berkas rekam Medis
a. Berkas rekam medis disimpan pada tempat yang
telah ditentukan dan selain petugas rekam medis
tidak diperbolehkan memasuki ruang penyimpanan
rekam medis.
b. Sistem penyimpanan rekam medis yang diterapkan
RSUD dr. Loekmono Hadi adalah sistem
Sentralisasi.
c. Sistem penjajaran rekam medis menggunakan
sistem Terminal Digit Filling (TDF) yaitu penjajaran
rekam medsi berdasarkan angka akhir dari nomor
rekam medis.
d. Masa penyimpanan rekam medis yaitu sekurang-
kurangnya 5 tahun, sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Setelah melewati masa tersebut berkas
rekam medis dilakukan retensi, dan dilanjutkan
dengan proses pemusnahan.
(11) Isi Rekam Medis Pasien
a. Rekam medis pasien berisi informasi yang cukup,
untuk proses identifikasi, pasien diidentifikasikan
dengan 3 (tiga) identitas utama pasien (nama
pasien, tanggal lahir pasien dan nomor rekam
medis) dan dapat juga ditambah dengan beberapa
identitas tambahan seperti nomor register, alamat,
ruang Terapi, jenis kelamin dan lain-lain.
b. Rekam Medis pasien berisi informasi yang cukup
untuk mendukung diagnosis.
c. Rekam Medis berisi informasi yang cukup untuk
menentukan Terapi dan terapi yang akan
diberikan.
d. Rekam Medis pasien berisi informasi yang cukup
untuk mendokumentasikan program dan hasil
pengobatan.
e. Rekam Medis pasien Gawat Darurat memuat waktu
kedatangan dan keluar dari ruang Gawat Darurat.
f. Rekam Medis Kepulangan Pasien Gawat darurat
(resume akhir pasien Gawat Darurat), memuat :
56
1. Waktu Kedatangan
2. Diagnosis
3. Kondisi pada saat keluar
4. Tindak lanjut pengobatan dan terapi
5. Obat yang di bawa pulang
6. Edukasi ke pasien dan keluarga.
7. Waktu selesai pelayanan gawat darurat.
(12) Telaah Rekam Medis
a. Pemeriksaan kelengkapan dan keterisian dokumen
rekam medis baik maupun rawat inap dilakukan
setiap Tri Wulan dalam satu tahunnya, dengan
menggunakan metode sampling.
b. Telaah rekam medis dilakukan oleh petugas rekam
medis, meliputi :
1. Telaah medis pasien yang masih dirawat.
2. Telaah Medis pasien pulang dilakukan di
Instalasi Rekam Medis.
c. Hasil dari telaah rekam medis disampaikan dalam
bentuk laporan tertulis dan ditujukan kepada
pihak yang memiliki kewenangan untuk mengisi
catatan medis, yang terdiri dari:
1. Staf Medis
2. Tenaga keperawatan
3. Profesional Pemberi Asuhan (PPA) dan tenaga
kesehatan yang terkait dengan pelayanan
pasien.
d. Alat Telaah menggunakan “Lembar Review Rekam
Medis” yang menilai:
1. Ketepatan waktu
2. Kelengkapan
3. Keterbacaan
4. Proses penilaian pada isi catatan klinis yang
diwajibkan undang undang atau peraturan
yang berlaku.
e. Hasil proses telaah dimasukkan ke dalam
mekanisme pengawasan mutu rumah sakit.
(13) Informed Concent
a. Informed Concent adalah suatu persetujuan pasien
terhadap tindakan medis atau persetujuan
tindakan kedokteran’ yang akan dilakukan kepada
diri pasien, tertuang dalam suatu dokumen rekam
medis yang ditandatangani pasien/wali/keluarga
pasien yang berhak dan bertanggung jawab
terhadap pasien.
57
b. Sebelum penanda tanganan Informed Consent,
maka dilakukan penjelasan tentang tindakan
kedokteran/tindakan medis oleh DPJP dan/atau
tenaga kesehatan yang menangani pasien tersebut.
(14) Visum et Repertum
a. Visum et Repertum adalah pemeriksaan kesehatan
untuk kepentingan penegakan hukum.
b. Penulisan Visum et Repertum dilakukan atas
permintaan penegak hukum dengan adanya surat
resmi dari kepolisian kepada direktur.
c. Visum ed Repertum yang dilakukan di RSUD
dr.Loekmono Hadi adalah Visum Luar.
d. Penanda tanganan Visum dilakukan oleh Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) yang
memeriksa pasien yang terakhir.
e. Visum et Repertum Psikiatricum adalah visum yang
dilakukan oleh dokter spesialis kedokteran jiwa
(Psikiatri) yang menangani dan memeriksa pasien
tersebut.
(15) Pendaftaran pasien
a. Pendaftaran pasien rawat Jalan, rawat inap dan
pasien gawat darurat meliputi pasien
umum/pribadi dan pasien asuransi.
b. Setiap pasien yang baru datang ke pendaftaran
rawat jalan, rawat inap dan pasien gawat darurat
mengisi berkas rekam medis.
c. Untuk pasien lama baik rawat jalan rawat, inap
dan pasien gawat darurat didaftar sesuai nomor
rekam medis.
d. Setiap melakukan pendaftaran petugas harus
meminta pasien/keluarga menunjukan KTP, SIM
dll.
e. Pasien asuransi harus memenuhi kelengkapan
berkas persyaratan klaim yang diajukan oleh
asuransi penjamin, apabila tidak bisa memenuhi
berkas persyaratan klaim diharuskan membayar
seluruh total biaya keperawatan di rumah sakit.
Pasal 35
PELAYANAN RADIOLOGI
58
(1) Instalasi Radiologi RSUD dr. Loekmono Hadi dipimpin
oleh dokter Spesialis Radiologi yang bertanggung jawab
untuk mempertahankan program kontrol mutu,
pengawasan administrasi, memberikan rekomendasi
dan menetapkan pelayanan radiologi dan diagnostik
imajing diluar serta memantau dan meriview semua
pelayanan radiologi dan diagnostik imajing.
(2) Semua tindakan medis radiologi harus dilengkapi
dengan Standar Prosedur Operasional (SPO), memenuhi
standar nasional, undang-undang dan peraturan yang
berlaku.
(3) Instalasi Radiologi RSUD dr. Loekmono Hadi
memberikan pelayanan radiologi dan diagnostik imajing
rutin maupun gawat darurat 24 jam.
(4) Melakukan pemeriksaan rujukan atas permintaan
klinisi yang tidak tersedia di RSUD dr. Loekmono Hadi
atau alat yang mengalami kerusakan ke rumah sakit
lain.
(5) Pasien diberitahu alasan pemilihan rumah sakit
rujukan berdasarkan surat perjanjian kerjasama atau
MOU dengan rumah sakit rujukan dan memiliki rekam
jejak kinerja yang baik tentang tepat-waktu dan
memenuhi undang-undang dan peraturan yang berlaku.
(6) Setiap staf radiologi dan diagnostik imajing wajib
melakukan orientasi dan pelatihan tentang prosedur
baru, bahan berbahaya dan praktik keselamatan di
Instalasi Radiologi.
(7) Tindakan pelayanan medis radiologi hanya boleh
dilakukan oleh tenaga kesehatan bidang radiologi sesuai
dengan penugasan klinis yang dimilikinya serta
memiliki kredensial yang diperlukan untuk dapat
melakukan pekerjaannya.
(8) Hasil pemeriksaan radiologi regular diselesaikan dalam
3 jam sedangkan cito dalam jam kerja selesai dalam
waktu 60-120 menit. Jika ada foto cito diluar jam kerja,
foto dan hasil pemeriksaan dikirmkan menggunakan
fasilitas e-mail.
59
(9) Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan
Bencana (K3) Rumah Sakit:
a. Untuk mengurangi risiko bahaya radiasi wajib
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti
apron timah, film badge dan TLD saat bekerja dan
mengevaluasi dosis yang diterima setiap bulan
b. Laporan keamanan radiasi sekurang-kurangnya
sekali setahun dan bila ada kejadian / insiden
harus dilaporkan untuk mengatur risiko keamanan
dan antisipasi bahaya yang bisa terjadi didalam
atau diluar unit kerja.
(10) Instalasi Radiologi tidak menggunakan reagen kimia /
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dalam cetak foto
hasil radiologi karena sudah menggunakan computer
radiografi.
(11) Setiap kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan
radiasi pengion wajib memperhatikan keselamatan,
keamanan, kesehatan pekerja dan anggota masyarakat,
serta perlindungan terhadap lingkungan hidup.
(12) Pengoperasian alat di unit radiologi dilakukan sesuai
prosedur yang berlaku dan dilakukan oleh petugas yang
berkompeten.
(13) Alat Pelindung Diri (APD) harus tersedia dan disertai
petunjuk/prosedur yang benar.
(14) Pelayanan di unit radiologi harus selalu berorientasi
pada mutu dan keselamatan pasien
(15) Material untuk pelayanan radiologi adalah material yang
layak dipakai, siap dan tidak kadaluarsa.
(16) Untuk penggunaan film dan kontras pemakaiannya
menggunakan kaidah FEFO (First Expire First Out) guna
menjamin material film dan kontras tersebut tidak
rusak akibat penyimpanan yang terlalu lama.
(17) Pelayanan radiologi diselenggarakan dengan
pengorganisasian yang terstruktur untuk menjamin
kesinambungan pelayanan yang berkualitas, efektif dan
efisien.
60
(18) Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar
profesi, standar prosedur operasional yang berlaku,
etika profesi dan menghormati hak pasien.
(19) Pemberian ekspertise hasil radiologi dilaksanakan oleh
dokter spesialis radiologi sesuai dengan kewenangan
klinis yang dimilikinya.
(20) Rumah Sakit menetapkan dan berhubungan dengan
para ahli dalam bidang diagnostik spesialistik.
(21) Hasil foto radiologi yang menunjukkan gambaran
kritis /critical result, harus segera diberitahukan kepada
dokter pengirim/DPJP sehingga dapat segera dapat
dilakukan penanganan.
(22) Semua tindakan radiografi yang dilakukan di Instalasi
Radiologi dapat dicetak di film dan harus diberikan
ekspertise oleh dokter spesialis radiologi.
(23) Hasil bacaan personal monitoring radiasi setiap pekerja
dilakukan pendokumentasian dalam bentuk kartu dosis
pekerja.
(24) Pelayanan radiologi dilakukan sesuai standar mutu dan
standar profesi yang berlaku untuk mencegah terjadinya
insiden keselamatan pasien.
(25) Pemeriksaan radiologi bedside dilakukan di ICU dan
PICU-NICU dimana pasiennya tidak memungkinkan
untuk dibawa ke Instalasi Radiologi.
(26) Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib
mematuhi ketentuan dalam K3RS.
Pasal 36
PELAYANAN LABORATORIUM
61
Instalasi Laboratorium mengacu pada Struktur
Organisasi RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus.
(4) Setiap petugas dan staf Laboratorium bekerja sesuai
standar kompetensi dan pengembangan ilmu
pengetahuan.
(5) Semua petugas Instalasi Laboratorium wajib
melakukan pelayanan sesuai dengan Pedoman,
Panduan dan SPO yang berlaku.
(6) Pelayanan laboratorium, tersedia 24 jam termasuk
pelayanan darurat, diberikan di dalam rumah sakit dan
rujukan sesuai dengan peraturan perundangan. Rumah
sakit dapat juga menunjuk dan menghubungi para
spesialis di bidang diagnostik khusus,seperti
parasitologi, virologi, atau toksikologi,
(7) Pelayanan laboratorium diluar rumah sakit dipilih
berdasarkan reputasi yang baik, rekomendasi dari
pimpinan, yang memenuhi peraturan perundang-
undangan dan mempunyai sertifikat mutu
(8) Pemeriksaan yang tidak dapat dilakukan di
laboratorium RSUD dr. Loekmono Hadi dirujuk ke
laboratorium luar yang sudah ada kerjasama dengan
rumah sakit. Pelayanan bersifat satu pintu melalui
Instalasi Laboratorium RSUD dr. Loekmono Hadi.
(9) Pelayanan laboratorium RSUD dr.Loekmono Hadi
berada dibawah pimpinan dokter Spesialis Patologi
klinik , yang bertanggung jawab mengelola fasilitas dan
terlaksananya pelayanan laboratorium sesuai regulasi
termasuk pemeriksaan yang dilakukan di tempat tidur
pasien (POCT-point-of-care testing), menyusun dan
mengevaluasi regulasi, melaksanakan regulasi rumah
sakit secara konsisten seperti pelatihan,manajemen
logistik, dan lain sebagainya, mengawasi pelaksanaan
administrasi, melaksanakan program kendali mutu
(PMI dan PME), memonitor dan mengevaluasi semua
jenis pelayanan laboratorium.
(10) Staf laboratorium RSUD dr. Loekmono Hadi yang
memiliki kompetensi dan kewenangan untuk
mengerjakan pemeriksaan laboratorium , termasuk
yang mengerjakan pemeriksaan di tempat tidur pasien
62
(point-of-care testing) adalah yang mempunyai
pendidikan, pelatihan, kualifikasi dan pengalaman yang
dipersyaratkan dan ditetapkan oleh rumah sakit.
Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium dilakukan
oleh dokter Spesialis Patologi Klinik
(11) Pelayanan POCT (Point of care test) gula darah di ruang
perawatan dikerjakan oleh perawat dan alat terkalibrasi.
Pelayanan POCT BGA dilakukan di ruang ICU oleh
perawat terlatih dan alat terkalibrasi
(12) Petugas yang melaksanakan tes dan yang mengarahkan
atau mensupervisi tes ditetapkan oleh rumah sakit.
Pelaksana ekspertise adalah Dokter Spesialis Patologi
Klinik. Pelaksana Tehnis Laboratorium klinik adalah
Analis Kesehatan/Ahli Teknologi Laboratorium Medik
(ATLM). Staf laboratorium yang benar-benar kompeten
dan berpengalaman yang berhak melaksanakan tes dan
membuat interpretasi hasil. Jumlah staf yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan pasien disediakan oleh
rumah sakit. Staf yang ditunjuk sebagai supervisor
adalah staf yang memiliki kompetensi (qualified) dan
cukup berpengalaman. Pengawasan terhadap staf yang
mengerjakan pemeriksaan diatur oleh rumah sakit. Staf
pengawas dan staf pelaksana diberi orientasi tugas
mereka.
(13) Unit kerja laboratorium menyusun dan melaksanakan
program pelatihan (program staf) yang memungkinkan
staf mampu melakukan tugas pekerjaan dengan cepat
(cito) dan juga dengan tujuan untuk memastikan selalu
tersedia cukup tenaga memberikan pelayanan 24 jam.
(14) RSUD dr. Loekmono Hadi menyusun program
manajemen risiko di laboratorium, program
dilaksanakan, dievaluasi dan di dokumentasikan.
Program manajemen risiko laboratorium sejalan dengan
program manajemen risiko fasilitas dan program
pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit.
Program manajemen risiko laboratorium RSUD dr.
Loekmono Hadi , meliputi,
a. Identifikasi risiko
63
b. Analisis risiko
c. Upaya pengelolaan risiko
d. Kegiatan sejalan dengan manajemen risiko fasilitas
rumah sakit dan program pencegahan dan
pengendalian infeksi
e. Kegiatan sejalan dengan peraturan perundang-
undangan
f. Tersedianya peralatan keamanan yang cocok
dengan cara dan lingkungan kerja di laboratorium
serta bahaya yang mungkin timbul karenanya
(contoh antara lain : eye washstation, spillkits)
g. Orientasi bagi staf tentang prosedur keamanan dan
pelaksanaannya.
h. Pelatihan tentang adanya prosedur baru terkait
penerimaan dan penggunaan bahan berbahaya
baru
(15) Laboratorium RSUD dr. Loekmono Hadi melaksanakan
proses untuk mengurangi risiko infeksi akibat paparan
bahan-bahan dan limbah biologis berbahaya.
Infeksi yang didapat dilaboratorium di catat dan
dilaporkan secara internal sesuai regulasi PPI,
dilaporkan ke dinas kesehatan setempat sesuai
peraturan perundang-undangan.
daftar hal-hal yang harus ditangani dan persyaratan
yang harus dilakukan:
a. Pengendalian paparan aerosol
b. Jas laboratorium, jubah atau baju dinas harus
dipakai untuk perlindungan dan mencegah
kontaminasi, termasuk fasilitas "eye washer" dan
dekontaminasi.
c. Almari bio-safety dipakai untuk pemeriksaan
tertentu
d. Terdapat regulasi tentang pembuangan bahan
infeksius, luka tusuk, terpapar dengan bahan
infeksius. Dalam ketentuan juga diatur, prosedur
dekontaminasi,siapa yang harus dihubungi untuk
mendapat tindakan darurat, penempatan
danpenggunaan peralatan keamanan. Untuk
64
pengelolaan bahan berbahaya disertakan MSDS
(Material Safety Data Sheet) / LDP (Lembar Data
Pengaman)
e. Terdapat prosedur pengumpulan, transpor,
penanganan spesimen secara aman.
i. Juga diatur larangan untuk makan, minum,
pemakaian kosmetik, lensa kontak,pipet dimulut di
tempat staf bekerja melakukan kegiatannya
f. Staf diberi pelatihan tentang tindakan, cara
penularan dan pencegahan penyakit yang
ditularkan melalui darah dan komponen darah
g. Terdapat prosedur untuk mencegah terpapar
penyakit infeksi seperti tuberculosis,MERS dll.
i. Bila teridentifikasi masalah praktik laboratorium
atau terjadi kecelakaan, maka ada tindakan
korektif, dicatat (dokumentasi), dilakukan evaluasi
dan dilaporkan kepada Penanggung jawab /
koordinator K3 RS.
(16) Ada prosedur melaporkan hasil laboratorium yang
kritis. Pelaporan dari hasil laboratorium yang kritis
adaiah bagian dari risiko terkait keselamatan pasien.
Hasil laboratorium yang secara signifikan diluar batas
nilai normal dapat memberi indikasi risiko tinggi atau
kondisi yang mengancam kehidupan pasien. Hasil
laboratorium yang kritis dilaporkan segera kepada
dokter yang meminta pemeriksaan melalui perawat
jaga ruangan agar segera dilaporkan ke dokter yang
meminta pemeriksaan guna dilakukann tindakan
/terapi selanjutnya. Hasil Tes Laboratorium yang
dianggap kritis sesuai ketentuan/kesepakatan SMF di
RSUD dr.Loekmono Hadi melalui rapat komite medis.
(17) Rumah sakit menetapkan waktu selesainya laporan
hasil pemeriksaan rutin ≤ 140 menit. Hasil
pemeriksaan yang urgen / cito untuk pemeriksan
hematologi dilaporkan maksimal 60 menit untuk
pemeriksaan hematologi.
Hasil pemeriksaan cito, antara lain dari unit darurat,
kamar operasi, unit intensif diberi perhatian khusus
65
terkait kecepatan asuhan. Jika pemeriksaan dilakukan
melalui laboratorium rujukan, kerangka waktu
melaporkan hasil pemeriksaan juga mengikuti
ketentuan rumah sakit dan MOU dengan laboratorium
rujukan
(18) Hasil pemeriksaan laboratorium pasien rawat jalan
diberikan kepada pasien dan bagian rekam medis.
Hasil pemeriksaan laboratorium yang sah adalah
apabila sudah dilakukan validasi oleh dokter
laboratorium dan dikonfirmasi dengan kondisi pasien
diberikan ekspertisi bila diperlukan. Pengiriman hasil
laboratorium dilakukan oleh petugas laboratorium
kecuali diluar jam sampling. Penyimpanan arsip
laboratorium ditempatkan sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
(19) Staf laboratorium harus memastikan semua peralatan
laboratorium berfungsi dengan baik dan aman bagi
penggunanya. Laboratorium menetapkan dan
melaksanakan program pengelolaan peralatan
laboratorium termasuk peralatan yang merupakan
kerjasama dengan pihak ketiga yang meliputi,
a. uji fungsi
b. inspeksi berkala
c. pemeliharaan berkala
d. kaliberasi berkala
e. identifikasi dan inventarisasi peralatan
laboratorium
f. monitoring dan tindakan terhadap kegagalan fungsi
alat
g. proses penarikan (recall)
h. pendokumentasian
(21) Rumah sakit menetapkan dan menyediakan reagensia
esensial dan bahan lain yang selalu harus ada untuk
pelayanan laboratorium bagi pasien. Kepala Instalasi
merencanakan kebutuhan dan mengusulkan
reagen/bhp kepada bidang penunjang.
66
Koordinator logistik mendata stock reagen setiap bulan
dan dilaporkan kepada Kepala Instalasi (Dokter
Spesialis Patologi Klinik)
Koordinator logistik mengawasi dan mencatat keluar
masuk reagen.
Semua reagensia disimpan dan didistribusikan sesuai
prosedur yang ditetapkan dan dievaluasi secara
periodik untuk memastikan akurasi dan presisi hasil
pemeriksaan.
Laboratorium mempunyai pedoman tertulis untuk
memastikan pemberian label reagensia dan larutan
secara lengkap dan akurat , untuk akurasi serta
presisi dari hasil pemeriksaan.
(22) Petugas harus mematuhi dan melaksankan
prosedur yang meliputi :
a. Permintaan pemeriksaan
b. Pengambilan, pengumpulan dan identifikasi
spesimen
c. Pengiriman, pembuangan, penyimpanan dan
pengawetan spesimen
d. Penerimaan, penyimpanan, telusur spesimen
(tracking). Tracking adaiah telusur spesimen bila
ada keluhan tidak ada hasil dari suatu spesimen
yang telah dikirim atau bila ada permintaan
mengulang pemeriksaan. Telusur dilakukan untuk
spesimen yang diambil dalam waktu 24 jam.
Untuk pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium
luar rumah sakit prosedur tersebut harus
diperhatikan.
(23) Setiap pemeriksaan laboratorium harus mengikuti
petunjuk tehnis pemeriksaan.
(24) Setiap pasien RSUD dr. Loekmono Hadi memiliki satu
nomor identitas atau medical record yang digunakan
untuk pendaftaran pemeriksaan laboratorium.
(25) Permintaan pemeriksaan laboratorium hanya bisa
diberikan untuk kepentingan menegakkan
diagnosis, check up dan pemantauan terapi pasien
atau permintaan dokter.
67
(26) Pengambilan spesimen dilakukan oleh perawat dan
analis ( khusus untuk pengambilan spesimen PA,
Mikrobiologi, BMP/BMB dilakukan oleh dokter )
(27) Pengiriman spesimen dan hasil pemeriksaan yang
dilakukan harus terjamin kerahasiaan dan keutuhan
spesimen sampai ke tempat yang dituju.
(28) Laboratorium menetapkan nilai normal dan rentang
nilai rujukan untuk setiap pemeriksaan yang
dilaksanakan. Rentang nilai normal / rujukan
dicantumkan dalam laporan hasil pemeriksaan.
Apabila pemeriksaan dilaksanakan laboratorium luar
rumah sakit rentang nilai normal/ rujukan yang
digunakan adalah nilai normal dan rentang nilai
rujukan tempat laboratorium rujukan. Rentang nilai
dievaluasi dan direvisi berkala sesuai dengan metode
pemeriksaan yang dilakukan .
(29) Rumah sakit menetapkan regulasi untuk
melaksanakan prosedur kendali mutu pelayanan
laboratorium, hasil dari kendali mutu di evaluasi dan
dicatat sebagai dokumen.
Kendali mutu yang baik sangat esensial bagi
pelayanan laboratorium agar laboratorium dapat
memberikan layanan prima.
Program kendali mutu (pemantapan mutu internal -
PMI) mencakup tahapan Pra-analitik, Analitik dan
Pasca analitik yang memuat antara lain :
a. Validasi tes yang digunakan untuk tes akurasi,
presisi, hasil rentang nilai
b. Dilakukan surveilans hasil pemeriksaan oleh staf
yang kompeten
c. Pengetesan Reagensia
d. Koreksi cepat jika ditemukan kekurangan
e. Dokumentasi hasil dan tindakan koreksi
(30) Rumah Sakit mengikuti program PME (pemantapan
Mutu Eksternal) Nasional sebagai tes pembanding
mutu. Unit laboratorium RSUD dr. Loekmono Hadi
mengikuti program PME, sertifikat sebagai bukti dari
partisipasi didalam program dikumpulkan dan
68
didokumentasikan. Hasil dari keikutsertaan
pelaksanaan program PME dievaluasi dan
didokumentasikan.
(31) Laboratorium rujukan yang bekerja sama dengan
RSUD dr. Loekmono Hadi adalah laboratorium yang
mempunyai ijin, terakreditasi , ada sertifikasi dari
pihak yang berwenang dan mengikuti program
kendali mutu.
(32) Rumah sakit menunjuk staf yang kompeten yang
bertanggung jawab atas kontrol mutu dan mereview
hasil kontrol mutu laboratorium luar rumah sakit
(33) Rumah sakit menunjuk staf yang kompeten dan
bertanggungjawab untuk melakukan tindak lanjut
atas dasar hasil kontrol mutu.
(34) Rumah sakit menetapkan regulasi tentang
penyelenggaraan pelayanan darah dan menjamin
pelayanan yang diberikan sesuai peraturan
perundang-undangan dan standar pelayanan.
Pelayanan darah, yang diselenggarakan di Rumah
Sakit berada dibawah tanggung jawab seorang
professional dengan pendidikan , keahlian dan
pengalaman yang memenuhi syarat dan berdasarkan
peraturan perundang-undangan dalam hal ini
kerjasama dengan PMI (Palang Merah Indonesia ).
Staf tersebut bertanggung jawab terhadap semua
aspek pelayanan darah di Rumah Sakit.
Lingkup pelayanan meliputi penetapan, pelaksanaan,
dokumentasi dan proses untuk :
a. Permintaan darah
b. Penyimpanan darah
c. Tes Kecocokan
d. Distribusi Darah
(35) Rumah sakit menetapkan regulasi bahwa seorang
profesional yang kompeten dan berwenang,
bertanggung jawab untuk penyelenggaraan pelayanan
darah dan menjamin pelayanan yang diberikan sesuai
peraturan perundangan dan standar pelayanan.
69
(36) Rumah Sakit menetapkan program dan pelaksanaan
kendali mutu pelayanan darah sesuai peraturan
perundang –undangan..
(37) Pada pasien darah langka, dan keterbatasan stok
darah, crossmatching dan usaha darah langsung
berhubungan dengan UTD PMI.
Pasal 37
MANAJEMEN OBAT
70
epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang
tersedia.
(8) Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai di RSUD dr. Loekmono Hadi
dilakukan melalui pembelian, produksi dan
sumbangan/droping/hibah.
(9) Instalasi Farmasi RSUD dr. Loekmono Hadi melakukan
produksi sediaan farmasi yang tidak ada di pasaran dan
sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih
kecil/repacking.
(10) Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan
pelaporan terhadap penerimaan dan penggunaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sumbangan/dropping/ hibah.
(11) Untuk mencegah kekosongan stok obat yang secara
normal tersedia dan dibutuhkan untuk pelayanan dapat
dilakukan dengan proses pembelian insidentil pada
distributor Apotek diluar rumah sakit dan atau instalasi
farmasi rumah sakit lain di seputar wilayah Kabupaten
Kudus.
(12) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang diterima harus sesuai jenis,
spesifikasi, mutu, waktu penyerahan dan harga yang
tertera dalam kontrak/ pesanan.
(13) Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan
Bahan Medis Habis Pakai harus dapat menjamin
kualitas dan keamanan sesuai dengan persyaratan
kefarmasian untuk menjaga stabilitas produk.
(14) Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk
mempersiapkan Obat diberi label yang secara jelas
terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan
dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus.
(15) Metode penyimpanan dilakukan berdasarkan bentuk
sediaan, jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis
dengan menerapkan prinsip First Expired First Out
(FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem
informasi manajemen.
71
(16) Elektrolit konsentrasi tinggi disimpan di gudang dan
depo farmasi serta di unit pelayanan yang
membutuhkan secara klinis dan peyiapan serta
pemberian dilakukan dengan double check (pengecekan
ganda).
(17) Obat emergensi harus selalu tersedia dan terkunci,
pengawasan dilakukan secara kolaboratif antara
penanggung jawab ruangan dan instalasi farmasi.
(18) Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) disimpan
berdasarkan tabel penyimpanan bahan kimia
bercampur.
(19) Produk nutrisi disimpan terpisah sesuai dengan
persyaratan kefarmasian.
(20) Seluruh tempat penyimpanan obat dimonitor waktu
kadaluwarsanya dan diinspeksi secara periodik sesuai
kebijakan rumah sakit untuk memastikan obat
disimpan secara benar.
(21) Rumah Sakit harus memiliki mekanisme mendapatkan
Obat saat Gudang Farmasi tutup.
(22) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang dibawa oleh pasien harus disimpan
secara khusus dan dapat diidentifikasi.
(23) Perbekalan farmasi yang rusak atau mendekati
kadaluwarsa dikembalikan ke distributor sesuai
ketentuan yang telah ditetapkan.
(24) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang kadaluwarsa atau sudah tidak
memenuhi syarat sesuai standar dimusnahkan
dengan cara yang aman dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan yang berlaku.
(25) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang izin edarnya dicabut oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ditarik kembali
dari seluruh tempat penyimpanan obat di rumah sakit
dan dikembalikan ke pabrikan asal atau dimusnahkan
dengan cara yang aman.
(26) Pelayanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habbis pakai sesuai kebutuhan kondisi pasien
72
berdasarkan permintaan dokter yang ditulis dalam
lembar resep untukmpasien rawat jalan dan dalam
kartu permintaan obat untuk pasien rawat inap.
(27) Dokter yang berhak menulis resep ditetapkan oleh
rumah sakit sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
(28) Penulisan resep yang akseptabel sekurang-kurangnya
memuat :
a. Data identifikasi pasien secara akura;
b. Data identifikasi penulis resep, tanggal penulisan
dan ruang pelayanan;
c. Informasi riwayat alergi obat dan berat badanasien
usia < 12 tahun;
d. Menuliskan R/ pada setiap sediaan, untuk nama
obat tunggal, untuk nama obat tunggal ditulis
dengan nama generik, ubtuk obat kombinasi ditulis
sesuai nama dalam formularium, dilengkapi dengan
bentuk sediaan obat, kekatan sediaandan jumlah
sediaan;
e. Bilamanaobat berupa racikan ditulis nama setiap
jenis, bahan obat dan jumlah obat;
f. Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian),
untuk aturan pakai pro renata atau bila perlu harus
dituliskan dosisn maksimal dalam sehari;
g. Pemesanan obat secara verbal atau melalui telepon
menggunakan metode TbaK ( tulis, baca dan
konfirmasi) dan alphabetic order untuk LASA.
(29) pemesanan obat pasien rawat inap dapat dilakukan oleh
perawat atau petugas farmasi yang dizinkan olh rumah
sakit berdasarkan pada peresepan yang ditulis oleh
dokter;
(30) Iinformasi spesifik untuk telaah resep sekurang
kurangnya terdapat identitas pasien yang tercetak dan
ditempel pada lembar, berat badanuntuk usia <12
tahun serta informasi alergi obat serta catatan profil
pengobatan untuk pasien rawat inap;
(31) Jika terdapat hal yang harus dikonfirmasi berkaitan
dengan telaah resep mengenai kelengkapan resep, resep
73
tidak terbaca, interaksi obat dan hal lainnya petugas
farmasi menghubungi penulis resep untuk
mendapatkan solusi;
(32) Peresepan alprazolam untuk penggunaan rutin hanya
dapat diresepkan oleh dokter Spesialis Jiwa dan
Internist Psikosomatik. Peresepan oleh dokter penyakit
dalam maksimal 5 hari/bulan;
(33) Sistem distribusi di unit layanan rawat jalan dilakukan
dengan sistem resep perorangan.
(34) Sistem distribusi di unit layanan rawat inap dilakukan
dengan sistem unit dosis tunggal yang disiapkan untuk
pemakaian satu hari.
(35) Pemberian obat sebelum diserahkan pada pasien
dilakukan pemeriksaan akhir dengan menggunakan
prinsip 5 benar.
(36) Jadwal pemberian obat per oral
Aturan pakai Waktu Pemberian Obat (jam;WIB)
Pagi (1x1) 06.00 – 07.00
2x1 06 – 07 18 – 19
3x1 06 - 07 14-15 22-23
4x1 08 – 09 14 – 15 20 – 21 02 – 03
5x1 06 – 07 10 – 11 14 – 15 20 – 21
23-24
74
(40) Pencampuran obat injeksi dengan menggunakan teknik
aseptik dilakukan oleh petugas yang sudah
mendapatkan pelatihan teknik aseptik.
(41) Pencampuran sediaan nutrisi parenteral dan sediaan
sitostatika harus dilakukan oleh petugass farmasi
dengan menggunakan teknik aseptik dan sudah
mendapatkan pelatihan teknik aseptik dan handling
cytotoxic.
(42) Pengelolaan gas medis menjadi tanggung jawab instalasi
farmasi yang didelegasikan kepada Instalasi Pengelolaan
Sarana dan Prasarana Rumah Sakit yang diketahui oleh
Direktur Rumah Sakit.
(43) Rumah Sakit tidak menggunakan obat sitostatika, obat
radioaktif, dan obat sampel, alat kesehatan dan alat
kedokteran yang masih uji coba.
(44) Temuan Reaksi obat Yang Tidak diharapkan (ROTD)
dilakukan manajemen efek samping oleh tim MESO
rumah sakit dan dicatat dalam status pasien, obat yang
diprioritaskan untuk dipantau efek sampingnya adalah
obat baru/obat yang baru masuk formularium rumah
sakit atau obat yang terbukti dalam literatur
menimbulkan efek samping yang serius.
(45) Setiap insiden keselamatan pasien seperti Kejadian
Nyaris Cedera (KNC) YANG terjadi di Instalasi Farmasi
dilaporkan ke Komite Mutu Keselamatan Pasien.
(46) Rekonsiliasi obat dilakukan pada pasien yang dirawat di
RSUD dr. Loekmono Hadi yaitu pada saat admisi (pasien
masuk), transfer (perpindahan antar ruang perawatan),
serta pada pasien yang pulang/keluar dari rumah sakit.
Pasal 38
PELAYANAN GIZI
75
(3) Semua pasien rawat jalan dan rawat inap dilakukan
asesmen awal (skrining) risiko malnutrisi diantaranya
menggunakan metode Malnutrition Screening Tools
(MST) oleh perawat dalam waktu 1 x 24 jam.
(4) Pasien rawat jalan yang berisiko malnutrisi (skor MST ≥
2) dan atau diagnosis khusus (DM, Stroke, Jantung dan
CKD) harus dikonsulkan ke Dietisien/Nutrisionis untuk
mendapat asuhan gizi terstandar dimulai dengan
kegiatan asesmen gizi lanjut dalam waktu paling lambat
pada saat kontrol pemeriksaan ke – 2.
(5) Pasien rawat inap yang berisiko malnutrisi (skor MST ≥
2)dan atau diagnosis khusus (DM/stroke/jantung/
CKD/bedah mayor/kanker/ infeksi kronis/gizi buruk/
sindroma nefrotik/ gangguan fungsi tiroid/preeklamsi)
harus dikonsulkan ke Dietisien/Nutrisionis untuk
mendapat asuhan gizi terstandar/terapi gizi, dimulai
dengan kegiatan asesmen gizi lanjut dalam waktu
maksimal 2 x 24 jam.
(6) Jika pasien rawat inap tidak berisiko
malnutrisi/berisiko malnutrisi ringan (skor MST < 2)
akan dilakukan asesmen ulang oleh perawat paling
lambat pada hari ke – 7 perawatan.
(7) Asuhan gizi terstandar meliputi ;
a. Asesmen gizi lanjut (data riwayat personal, data
riwayat gizi, data antropometri, data fisik/klinis dan
data biokimia).
b. Penentuan diagnosis gizi (masalah, sebab dan
gejala/tanda).
c. Intervensi gizi meliputi :
Tujuan diet
Preskripsi diet definitif meliputi jenis diet dan
bentuk makanan, kebutuhan energi dan zat gizi.
Implementasi gizi meliputi pemberian
makanan/diet, standar porsi, jenis formula
oral/enteral, suplemen gizi, frekuensi dan jalur
pemberian diet sesuai preskripsi diet definitif.
Edukasi/konseling gizi.
Kolaborasi pelayanan gizi dilakukan oleh
Dietisien/Nutrisionis dengan DPJP, Dokter
Konsulen, Perawat, Apoteker atau profesi lain
yang melakukan asuhan klinis kepada pasien.
76
d. Monitoring dan evaluasi gizi/asesmen gizi ulang
meliputi pengetahuan dan kepatuhan diet pasien,
tingkat asupan zat gizi, perubahan jenis diet/bentuk
makanan, status gizi, perubahan dan penilaian data
fisik/klinis dan biokimia.
(8) Asuhan gizi terstandar didokumentasikan di rekam
medis pasien dalam bentuk form asuhan gizi terstandar,
form catatan perkembangan pasien terintegrasi dan
form pendidikan pasien dan keluarga terintegrasi.
(9) Dokumentasi asuhan gizi terstandar di rekam medis
menggunakan format ADIME (Asesmen gizi lanjut,
Diagnosis gizi, Intervensi gizi dan Monitoring Evaluasi).
(10) Dietisien/Nutrisionis dapat mengusulkan kepada DPJP
agar pasien dengan malnutrisi berat, criticall ill di ICU,
PICU, NICU, HCU, luka bakar berat atau pasien dengan
Terapi (TPN) Total Parenteral Total dikonsulkan/rawat
bersama ke Dokter Spesialis Gizi Klinik untuk mendapat
terapi medika mentosa gizi.
(11) DPJP dapat mengkonsulkan pasien diagnosis
malnutrisi berat, DM, Stroke, Jantung, CKD, Bedah
Mayor, Gangguan Fungsi Tiroid, Criticall ill di ICU,
PICU, NICU, HCU, luka bakar berat atau pasien dengan
Terapi (TPN) Total Parenteral Total ke Dokter Spesialis
Gizi Klinik untuk mendapat terapi medika mentosa gizi.
(12) Perawat harus mengkomunikasikan semua pasien yang
mendapat terapi diet sementara dari Dokter IGD kepada
DPJP dan Dietisien/Nutrisionis.
(13) Preskripsi diet definitif/terapi gizi yang dilakukan oleh
Dietisien/Nutrisionis dan terapi medika mentosa gizi
oleh Dokter Spesialis Gizi Klinik harus diverifikasi oleh
DPJP.
(14) Asuhan Gizi terintegrasi dilakukan oleh DPJP, dokter
konsulen, Dietisien/Nutrisionis, Perawat dan
pasien/keluarga.
(15) Rumah sakit menyediakan berbagai pilihan makanan
sesuai dengan status Gizi pasien dan konsisten dengan
asuhan klinisnya.
(16) Keluarga pasien yang menyediakan makanan dari luar
rumah sakit harus seijin DPJP/Dokter Konsulen atau
Dietisien/Nutrisionis untuk mendapat edukasi gizi.
77
(17) Distribusi makanan pasien yaitu makan pagi jam 06.45
– 07.30 WIB, snack pagi jam 09.30 – 10.00 WIB, makan
siang jam 11.30 – 12.30 WIB, snack sore jam 15.00 –
15.30 WIB dan makan malam jam 17.00 – 18.00 WIB.
(18) Produksi dan penyajian makanan menggunakan
prinsip higiene sanitasi makanan dan food safety.
(19) Penyimpanan bahan makanan/makanan di tempat
yang aman dan terhindar dari binatang pengerat/tikus,
kucing, kecoa, lalat dan semut.
(20) Kualitas bahan makanan yang bermutu berdasarkan
spesifikasi bahan makanan yang telah ditetapkan.
(21) Kegiatan penyelenggaraan/produksi makanan meliputi
perencanaan menu, pemesanan bahan makanan,
pengadan bahan makanan, persiapan, produksi
makanan, distrisbusi/penataan porsi makanan,
pelabelan dan penyajian makanan sesuai jenis diet dan
bentuk makanan pasien di masing – masing kelas
perawatan.
(22) Kegiatan Litbang Gizi Terapan (survei kepuasan, tingkat
konsumsi, survei standar pelayanan minimal, modifikasi
resep dan pengembangan menu) dilakukan untuk
meningkatakan mutu pelayanana gizi.
(23) Pelayanan makanan pegawai terdiri dari penyediaan
bahan makanan rutin dan konsumsi rapat/tamu.
Pasal 39
PELAYANAN HEMODIALISA
Pasal 40
PELAYANAN REHABILITASI MEDIS
79
Pasal 41
PELAYANAN NAPZA
Pasal 42
PELAYANAN HIV/AIDS
80
a. Penderita TB positif berisiko HIV positif diskrining
dan dikonsulkan ke klinik Gardenia.
b. Penderita HIV positif diskrining TB dan atau
dikonsulkan ke klinik TB-DOTS.
(5) Pelayanan Diagnostik meliputi pemeriksaan
laboratorium, Radiologi.
(6) Program dukungan Gizi pada ODHA meliputi penyuluhan
tentang tatalaksana nutrisi pada pasien HIV/AIDS.
(7) Setiap petugas wajib menggunakan Alat Pelindung diri
(APD) untuk mengurangi dampak penularan;
(8) Pasien yang akan melakukan Pembedahan (Tindakan
Bedah), Hemodialisa, Pasien masuk ICU/PICU-
NICU/HCU, Pasien Persalinan, Pasien Rawat Jalan di
Klinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Pasien
klinik paru positif TB (yang belum dilakukan penapisan
oleh puskesmas) wajib discreening/ penapisan dan
dilakukan tes HIV, bila hasil tes reaktif maka pasien
dilaporkan ke klinik gardenia untuk tata laksana
lanjutan;
(9) Pasien HIV/AIDS yang meninggal di RSUD dr.Loekmono
Hadi Kabupaten Kudus jenasah wajib dipulasara di
RSUD dr.Loekmono Hadi, sesuai pedoman, panduan dan
peraturan yang berlaku;
Pasal 43
PELAYANAN TUBERCULOSIS (TB)
DENGAN STRATEGI DOT
Pasal 44
TUBERCULOSIS MULTI DRUG RESISTANT
(TB-MDR)
Pasal 45
PEMBERIAN PENDIDIKAN PASIEN DAN KELUARGA
83
dicatat dalam catatan pemberian informasi dan edukasi
serta didokumentasikan ke dalam Rekam Medik.
(5) Assesmen Pendidikan meliputi kondisi penyakit,
penggunaan obat yang aman, interaksi obat dan
makanan, diet dan zat gizi, manajemen nyeri dan
rehabilitasi medik.
(6) Pasien diagnosis khusus/komplikasi yang kontrol
ulang/baru dan belum pernah mendapat konseling
kesehatan dan keluarga mendapatkan pendidikan
tentang kondisi kesehatan, diagnosa penyakit, keamanan
dan efektifitas penggunaan peralatan medis, managemen
nyeri, diet dan nutrisi, penggunaan obat yang aman,
efektif dan interaksi obat dengan obat lainnya, teknik
rehabilitasi.
(7) Pendidikan dan Pelatihan yang membantu pemenuhan
kebutuhan kesehatan berkelanjutan dari pasien :
a. Pelaksanaan pemberian pendidikan dan
pelatihan pasien dan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan kesehatan berkelanjutan pasien.
b. Rumah Sakit mengidentifikasi dan menjalin
kerjasama dengan sumber-sumber yang ada di
komunitas yang mendukung promosi
kesehatan berkelanjutan dan pendidikan untuk
mencegah penyakit.
c. Bila kondisi pasien mengindikasikan pasien
dirujuk ke sumber-sumber yang tersedia di
komunitas.
(8) Metode pendidikan mempertimbangkan nilai-nilai dan
pilihan pasien dan keluarga dan memperkenankan
interaksi yang memadai antara pasien, keluarga dan staf
agar terjadi pembelajaran :
a. Proses verifikasi bahwa pasien dan keluarga
mengerti/memahami dan mengerti materi pendidikan
yang diberikan/disediakan
b. Usaha/tehnik-tehnik yang mendorong pasien menjadi
aktif dengan bertanya dan memberi pendapat
c. Adanya materi tertulis/leaflet sebagai pelengkap
materi pendidikan yang diberikan secara verbal.
d. Informasi dan pendidikan kesehatan secara
berkelanjutan.
(9) Tenaga kesehatan profesional yang memberi pelayanan
pasien berkolaborasi dalam memberikan pendidikan :
84
a. Bila ada indikasi, pendidikan pasien dan keluarga
diberikan secara kolaboratif.
b. Adanya persyaratan dan kompetensi staf RS yang
diizinkan memberikan pendidikan kepada pasien dan
keluarganya
c. Pelaksanaan pendidikan kepada pasien dan keluarga
disediakan waktu yang adekuat.
d. Staf yang memberikan pendidikan kepada pasien
mempunyai ketrampilan dalam berkomunikasi secara
efektif.
(10) Setelah mendapatkan pendidikan dilakukan verifikasi
bahwa pasien dan keluarga telah menerima dan
memahami pendidikan yang diberikan.
Pasal 46
PELAYANAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
RUMAH SAKIT
85
orang sakit, maka kualitas dan kuantitasnya perlu
dipertahankan setiap saat agar tidak mengakibatkan
sumber infeksi baru bagi pasien.
(5) Penyelenggaraan Pengendalian Vektor dan Binatang
Pembawa Penyakit adalah upaya untuk mencegah dan
mengendalikan populasi serangga, tikus, dan binatang
pembawa penyakit lainnya sehingga keberadaannya tidak
menjadi media penularan penyakit.
(6) Pelayanan Pengelolaan Kualitas Udara merupakan upaya
untuk memantau kondisi udara sehingga dapat menekan
timbulnya infeksi nosokomial diantara pasien,
pengunjung, petugas serta masyarakat di sekitar rumah
sakit.
Pasal 47
MEDICAL CHECK UP
Pasal 48
PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
86
(2) Peningkatan Mutu dilakukan dimulai denganpenetapan
indikator dan mutu unit, indikator mutu utama Rumah
Sakit, validasi data, benchmarking data, penetapan
prioritas mutu pelayanan klinis, penetapan Clinical
Pathways, dan penilaian kinerja staf Profesi Pemberi
Asuhan (PPA). Semua kegiatan ini mengacu pada
literature-literatur ilmiah dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(3) Rumah Sakit telah menetapkan Indikator Mutu yang
mengacu pada Indikator Mutu Nasional dan disesuaikan
dengan kondisi nyata yang ada. Penetapan Indikator
Mutu ini berdasarkan area :
a. Indikator area Klinis
b. Indikator area Manajemen
c. Indikator area Sasaran Keelamatan Pasien
Adapun indikator mutu utama RSUD dr. Loekmono Hadi
Kudus adalah :
1) Kepatuhan terhadap Clinical Pathways
2) Kepatuhan penggunaan Formularium Nasional
(FORNAS)
3) Prosentase Kejadian Pasien Jatuh
4) Penerapan Keselamatan Operasi
5) Infeksi Daerah Oparasi (IDO)
6) Ventilator Assoviated Pneumonia (VAP)
7) Kepatuhan Cuci Tangan (Hand Hygiene)
8) Waktu lapor hasil Test Kritis LAboratorium
9) Kematian pasien di IGD
10) Ketepatan identifikasi Pasien
11) Insiden keamanan Obat yang perlu diwaspadai
12) Kepatuhan verifikasi TBaK
13) Pasien AMI yang tidak mendapatkan terapi Aspirin
(antitrombotik) dalam waktu 24 jam sejak
kedatangan
14) Ketersediaan Obat Aspirin
15) Kecepatan Respon terhadap Komplain
16) Emergency Respon Time 2 (KRK)
17) Waktu tunggu rawat jalan (WTRJ)
18) Waktu tunggu Operasi Elektif (WTE)
19) Waktu tunggu Pelayanan Radiologi (WTPR)
20) Waktu Tunggu Pelayanan Resep Obat Jadi (WTOJ)
21) Pengembalian Rekam Medik Lengkap dalam waktu
24 jam (PRM)
(4) Clinical Pathway atau alur klinis adalah suatu regimen
(rangkaian) pengobatan yang disepakati yang meliputi
semua elemen (unsur) asuhan dengan
mengorganisasikan, mengurutkan dan menjadwalkan
87
intervensi-intervensi utama oleh para profesional pemberi
asuhan (PPA) dan staf lainnya.
(5) Penilaian Kinerja Profesi Pemberi Asuhan (PPA)
a. Penilaian kinerja Staf Medis (Dokter) berdasarkan
pada 3 komponen yaitu : Penilaian perilaku,
pengembangan professional dan kinerja klinis.
b. Penilaian kinerja Perawat.
c. Penilaian kinerja staf medis lain
(6) Prioritas pelayanan klinis adalah penetapan pelayanan
klinis pada unit tertentu yang akan dilakukan perbaikan-
perbaikan sehingga pelayanan tersebut menjadi lebih
baik atau meningkat bahkan menjadi unggulan. Upaya
ini dilakukan secara komprehensif dan integratif sesuai
misi RSUD dr. Loekmono Hadi sebagai Pusat Rujukan
Regional . Rumah Sakit telah menetapkan unit Jantung
dengan pelayanan Konsultan Kardiovaskuler sebagai
pelayanan klinis yang akan ditingkatkan mutunya
dengan pengambilan data 1 tahun sebelumnya.
(7) Rumah Sakit menetapkan jenis-jenis InsidenKeselamatan
Pasien, pencatan dan pelaporan kejadian-kejadian
keselamatan pasien yang didukung oleh data yang valid
dan dilakukan secara berkala. Laporan IKP dilakukan
setiap 6 bulan ke Komite PMKP, Direktur, Dewan
Pengawas dan Komite Nasional Keselamatan
Pasien.Pelaporan Insiden keselamatan pasien yang
masuk kategori sentinel harus dilakukan 1x24 jam
kepada Komite PMKP dan 2x24 jam kepada KNKP.
(8) Budaya Keselamatan atau culture of safety, merupakan
budaya orgasnisasi yang mendukung anggota staf (klinis
dan administratif) untuk melaporkan concerns (antara
lain insiden keselamatan pasien, keluhan) terkait
keselamatan atau mutu asuhan tanpa takut mendapat
sanksi. Hasil pengukuran Budaya keselamatan ini
dievaluasi tiap 3 bulan sekali dan representasi pemilik
Rumah Sakit (Dewan Pengawas Rumah Sakit) diberi
tembusan.
(9) Manajemen Risiko adalah upaya yang dikaitkan kepada
aktivitas perlindungan diri yang berarti mencegah
ancaman yang nyata atau berpotensi nyata terhadap
kerugian keuangan akibat kecelakaan, cedera atau
88
malpraktik medis. Upaya yang dilakukan adalah dengan
mengidentifikasi risiko yang ada, menganalisa risiko
apakah risiko tersebut diterima atau ditolak, mengelola
risiko dengan berbagai cara serta membuat peringkat
risiko dengan sistem matrik gradingsehingga
memudahkan dalam pengambilan keputusan risiko mana
yang akan ditindaklanjuti terlebih dahulu sesuai
urgensinya. Dalam pelaksanaan manajemen risiko
digunakan 2 alat bantu yaitu Risk Register dan Failure
Mode Effects Analysis (FMEA).
(10) Risk Register adalah alat bantu dalam manajemen risiko
yang berupa tabel tentang pengelolaan risiko yang
dilengkapi dengan peringkat risiko dan penanggungjawab
pengelolaan risiko tersebut. Sebelum jadi dalam bentuk
risk register, para penanggungjawab (PJ) unit melakukan
identifikasi risiko dalam suatu proses/kegiatan yang
berjalan dan telah mengelompokkan risiko tersebut pada
insiden-insiden yang telah disepakati bersama. Kegiatan
ini dituangkan dalam Risk Assesment. Untuk pelaporan
Risk Assesment unit dikumpulkan tiap awal bulan dan
pelaporan Risk Register dilakukan setahun sekali pada
awal Januari tahun berikutnya.
(11) Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) merupakan
cara sistematik untuk meneliti sebuah rancangan secara
prospektif atas cara-cara yang memungkinkan terjadinya
kesalahan. Diasumsikan bahwa, betapapun pandai dan
hati-hatinya orang, kesalahan (errors) akan terjadi pada
beberapa situasi tertentu dan mungkin saja terjadi.
Analisis ini melalui beberapa langkah antara lain yaitu:
a. Penetapan topik FMEA
b. Pembentukan Tim FMEA (Ad Hoc)
c. Identifikasi alur proses
d. Menetapkan sub-sub proses
e. Mengelola risiko dengan pembobotan suatu risiko
dengan 3 variabel yaitu tingkat keparahan (Severity),
tingkat keseringan/ frekuensi (Occurancy) dan
tingakat pendeteksian (Detectable). Hasil perkalian S
(severity) dan O (occurancy) serta D (detectable)
adalah Risk Priority Number (RPN). Hasil RPN paling
89
besar adalah peringkat utama proses yang harus
segera dibahas pada tahap selanjutnya.
f. Mengidentifikasi hal-hal apa saja yang dapat
menyebabkan suatu sub proses berjalan tidak lancar,
ada hambatan dan sebagainya
g. Membuat analisa fish bone
h. Merancang suatu proses baru yang dapat mengatasi
hambatan.
i. Melakukan uji coba proses baru
j. Melakukan rancana tindak lanjut
k. Melakukan monitoring proses baru
l. Melakukan evaluasi proses baru dilakukan secara
berkala tiap tahun.
m. Penetapan proses barusebagai proses yang resmi
dijalankan.
(12) Rumah Sakit memfasilitasi ketersediaan pelatihan,
bimbingan KARS dan studi banding ke Rumah Sakit
lain tentang Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
bagi pimpinan, pengelola dan staf Rumah Sakit.
(13) Rumah Sakit memfasilitasi regulasi sistem pelaporan
dengan SISMADAK .
(14) Rumah Sakit menyediakan semua sarana dan prasarana
demi terciptanya peningkatan mutu dan keselamatan
pasien di RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus
Pasal 49
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
91
Kabupaten/Kota secara berkala setiap 6 (enam) bulan
sekali atau sesuai dengan kebutuhan.
(15) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan PPI
dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
sesuai dengan tugas dan fungsinya .
(16) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (14) dapat melibatkan perhimpunan/asosiasi
Fasilitas Rumah Sakit dan organisasi profesi yang
terkait.
(17) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (15) dilaksanakan melalui:
a. Advokasi, sosialisasi, dan bimbingan teknis;
b. Pelatihan dan peningkatan kapasitas sumber daya
c. manusia; dan/atau
d. Monitoring dan evaluasi.
(18) PPI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan
melalui penerapan:
a. Prinsip kewaspadaan standar dan berdasarkan
transmisi;
b. Penggunaan antimikroba secara bijak; dan
c. Bundles.
92
silang sebelum pasien didiagnosis, sebelum adanya
hasil pemeriksaan laboratorium dan setelah pasien
didiagnosis
Kewaspadaan standar meliputi:
1. Kebersihan tangan
2. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
3. Penanganan peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pengelolaan limbah dan benda tajam
6. Penatalaksanaan linen
7. Perlindungan kesehatan karyawan
8. Penempatan pasien
9. Kebersihan nafas dan etika batuk
10. Penyuntikan aman
11. Praktek lumbal pungsi
b. Kewaspadaan berdasarkan transmisi
Kewaspadaan berdasarkan transmisi sebagai
tambahanKewaspadaan Standar yang dilaksanakan
sebelum pasien didiagnosis dan setelah terdiagnosis
jenis infeksinya. Jenis kewaspadaan berdasarkan
transmisi sebagai berikut:
1. Melalui kontak
2. Melalui droplet
3. Melalui udara (airborne)
4. Melalui common vehicle (makanan, air,
obat,peralatan)
5. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)
(23) Kebijakan Kebersihan Tangan
a. Kebersihan tangan dilakukan oleh seluruh civitas
hospitalia di Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Loekmono Hadi Kudus.
b. Metode kebersihan tangan dilakukan menurut WHO
tahun 2009 dengan 6 langkah. Indikasi kebersihan
tangan (5 momen) yaitu:
1. Sebelum kontak dengan pasien
2. Sebelum tindakan aseptik
3. Setelah terkena cairan tubuh pasien
4. Setelah kontak dengan pasien
5. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar
Pasien
c. RumahSakit menyediakan fasilitas kebersihan
tangan secara kontinyu disemua unit .
d. Dilakukan audit setiap 6 bulan sekali.
(24) Kebijakan Penggunaan Alat Pelindung Diri
93
a. Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau
peralatan yang dipakai petugas untuk memproteksi
diri dari bahaya fisik, kimia, biologi/bahan infeksius.
b. APD terdiri dari sarung tangan, masker/respirator
partikulat, pelindung mata (goggle),
perisai/pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun
pelindung/apron, sandal/sepatu tertutup (sepatu
boot).
c. APD digunakan sesuai dengan tindakan/pelayanan
danarea pemakaian
d. Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah
selesai dilakukan.
e. Rumah sakit menyediakan APD secara kontinyu di
semua unit pelayanan sesuai dengan kebutuhan.
f. Dilakukan audit 3 bulan sekali
(25) Kebijakan Penanganan Peralatan Perawatan Pasien
a. Penanganan peralatan perawatan pasien dipusatkan
di Instalasi CSSD
b. Pemrosesan alat/instrumen paska pakai dipilih
berdasarkan kategori Spaulding (kritikal,
semikritikal dan non kritikal)
c. Penatalaksanaan peralatan bekas pakai perawatan
pasien yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh
(pre-cleaning, cleaning, disinfeksi, dan sterilisasi)
sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) di
Instalasi CSSD
d. Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan
dimusnahkan sesuai prinsip pembuangan sampah
dan limbah yang benar
e. Untuk peralatan bekas pakai yang akan dipakai
ulang, setelah dibersihkan, dilakukan DTT dengan
klorin 0,5% selama 10 menit.
f. Pengelolaan reuse of single use devices
1. Alat Medis Sekali Pakai (AMSP) dapat
digunakan ulang (reuse of single use devices)
dengan syarat AMSP sangat dibutuhkan
penggunaannya, tetapi sulit diperoleh atau
sangat mahal harganya dan pengelolaan sesuai
dengan standar
94
2. Pengelolaan reuse of single use devicessesuai
standar
3. Dilakukan perawatan dan uji fungsi secara
kontinyu, dan segera diganti sewaktu-waktu
jika sudah tidak layak pakai.
g. Penetapanpengelolaan bataskadaluarsa bahan habis
pakai dan bahan medis dikelola sesuai dengan SPO
yang berlaku
(26) Kebijakan Pengendalian lingkungan
Pengendalian lingkungan berupa upaya perbaikan yang
dilakukan untuk mencegah transmisi mikroorganisme
kepada pasien, petugas dan pengunjung.
a. Kualitas udara
1. Tidak dianjurkan melakukan fogging dan sinar
ultraviolet untuk kebersihan udara, kecuali dry
mist dengan H2O2 dan penggunaan sinar UV
untuk terminal dekontaminasi ruangan pasien
dengan infeksi yang ditransmisikan melalui air
borne.
2. Diperlukan ventilasi yang memadaidan
pembatasan jumlah personil di ruangan.
3. Anak-anak di bawah 12 tahun dilarang
mengunjungi pasien di ruang perawatan, sesuai
Pedoman PPI di Fasilitas Kesehatan, 2011.
4. Kultur dilakukan apabila ada outbreak atau
renovasi/pembangunan gedung baru (sebelum,
selama dan setelah pembangunan)
b. Kualitas air
Seluruh persyaratan kualitas air bersih harus
dipenuhi baik menyangkut bau, rasa, warna dan
susunan kimianya termasuk debitnya sesuai
ketentuan peraturan perundangan mengenai syarat-
syarat dan pengawasan kualitas air minum dan
mengenai persyaratan kualitas air minum.
c. Permukaan lingkungan
Rumah sakit menyediakan desinfektan yang sesuai
standaruntuk mengurangi risiko penularan infeksi
d. Desain dan konstruksi bangunan
1. Desain konstruksi bangunan rumah sakit
sesuai kaidahPersyaratan Teknis Bangunan
Dan Prasarana Rumah Sakit.
95
2. KPPI RS melakukan pengkajian ICRA dan
tindak lanjut berkoordinasi dengan Instalasi
Penyehatan Lingkungan (IPL), Instalasi
Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS) dan
K3 RS (sebelum, selama dan sesudah
pembangunan dilakukan pemantauan)
(27) Kebijakan Pengelolaan Limbah
a. Risiko limbah
b. Rumah sakit melakukan pengelolaan limbah untuk
menghindari risiko penularan penyakit serta
memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan
dan gangguan kesehatan, juga limbah yang dapat
menularkan penyakit
c. Jenis limbah
d. Rumah Sakit harus mampu melakukan minimalisasi
jumlah limbah dengan cara mengurangi bahan
(reduce),menggunakan kembali limbah (reuse)
dandaur ulang limbah (recycle).
e. Proses pengelolaan limbah
1. Identifikasi limbah
2. Limbah medis dibagi menjadi padat, cair, dan
gas.Limbah medis padat terdiridari benda
tajam, limbah infeksius, limbah patologi, limbah
sitotoksik, limbah tabung bertekanan, limbah
genotoksik, limbah farmasi, limbah dengan
kandungan logam berat, limbah kimia.
3. Pemisahan limbah sesuai dengan jenisnya:
- Limbah infeksius: Limbah yang
terkontaminasi darah dan cairan tubuh
dimasukkan kedalam kantong plastik
berwarna kuning.
- Limbah non-infeksius: Limbah yang tidak
terkontaminasi darah dan cairan tubuh,
dimasukkan ke dalam kantong plastik
berwarna hitam.
- Limbah benda tajam: Limbah yang memiliki
permukaan tajam, dimasukkan kedalam
wadah tahan tusuk dan air.
96
- Limbah cair segera dibuang ke tempat
pembuangan/pojok limbah cair di
slopzink(spoelhoek).
f. Pengangkutan
1. Pengangkutan limbah harus menggunakan troli
khusus yang kuat, tertutup dan mudah
dibersihkan, tidak boleh tercecer
2. Petugas menggunakan APD ketika mengangkut
limbah
3. Pengangkutan limbah sesuai dengan jadwal
yang ditentukan sehingga tidak bersimpangan
dengan jadwal distribusi makanan dan linen
g. Tempatpenampungan limbah sementara
1. Pengambilan limbah dari penghasil limbah
minimal 3 kali sehari atau ¾ penuh.
2. Petugas menggunakan APD ketika menangani
limbah.
3. TPS harus di area terbuka, terjangkau oleh
kendaraan, aman dan selalu dijaga
kebersihannya dan kondisi kering.
h. Pengolahan limbah
1. Limbah cair
2. Limbah cair dibuang melaluislopzink oleh
penghasil limbah, kemudian disalurkan,
dilakukan treatmentdan dan diolah di IPAL
3. Limbah padat
4. Infeksius : Dilakukan pembakaran dengan
menggunakan incinerator yang sudah berizin
5. Non infeksius : Dilakukan pengangkutan oleh
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kudus
6. Tajam : Dilakukan pencacahan dan dilanjutkan
dengan pembakaran
(28) Kebijakan Penatalaksanaan Linen
a. Pengelolaan linen dilakukan di unit Londri
97
b. Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen
terkontaminasi. Linen terkontaminasi adalah linen
yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya,
termasuk juga benda tajam.
c. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus
dilakukan dengan hati-hati mencakup penggunaan
perlengkapan APD yang sesuai dan kebersihan
tangan secara teratur sesuai pedoman kewaspadaan
standar
(29) Perlindungan Kesehatan Petugas
a. Rumah sakit melaksanakanperlindungan
kesehatanpetugas terhadap semua petugas
kesehatan maupun nonkesehatan sertamelakukan
tindak lanjut hasil pemeriksaan kesehatan .
b. Rumah Sakit menerapkan penatalaksanaan akibat
tusukan jarum atau benda tajam bekas pakai pasien
sesuai dengan alur penatalaksanaan.
(30) Penempatan Pasien
a. Pasien infeksius ditempatkan terpisah dari pasien
non infeksius.
b. Penempatan pasien infeksius disesuaikan dengan
pola transmisi infeksi penyakit pasien (kontak,
droplet, airborne) dalam ruangan tersendiri.
c. Bila tidak tersedia ruang isolasi, dapat dirawat
bersama pasien lain yang jenis infeksinya sama
dengan menerapkan sistem kohorting.
d. Mobilisasi pasien infeksius transmisi melalui udara
(airborne) di lingkungan rumah sakit sesuai dengan
alur yang ditentukan. Bila tidak memungkinkan,
pasien dipakaikan APD sesuai standar.
(31) Kebersihan Pernapasan/Etika Batuk dan Bersin
a. Diterapkan untuk semua orang, terutama pada
kasus infeksi dengan jenis transmisiairborne dan
droplet
b. Rumah Sakit harus menyediakan sarana cuci
tangan dan APD sesuai standar
c. Edukasi dilakukan melalui audio visual, leaflet,
poster, banner, video melalui TV di ruang tunggu,
ataulisan oleh petugas.
(32) Praktik Menyuntik Yang Aman
98
a. Rumah Sakit menerapkan prinsip menyuntik yang
aman(one syringe, one needle, only one time) dengan
teknik aseptik.
b. Pada penggunakan obat-obatan multidose, semua
alat yang digunakan harus steril
c. Pengoplosan obat dilakukan di ruang khusus
dengan pemakaian APD sesuai standar.
(33) Praktik Lumbal Pungsi Yang Aman
Semua petugas harus memakai APD saat melakukan
tindakan lumbal pungsi, anestesi spinal/epidural/
pasang kateter vena sentral
(34) Kebijakan Pendidikan Dan Pelatihan PPI Rumah Sakit
a. Pendidikan dan pelatihan pencegahan dan
pengendalian infeksi direncanakan dan
dilaksanakan secara periodik dan
berkesinambungan oleh Instalasi Pendidikan dan
Pelatihan (Diklat) bekerjasama dengan PPI RS
diberikan oleh petugas yang memiliki kompetensi di
bidang PPI
b. Pendidikan dan pelatihan bagi semua hospitalia
Rumah Sakit dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Semua petugas Rumah Sakit harus mengetahui
prinsip-prinsip PPI antara lain melalui pelatihan
PPI tingkat dasar.
2. Semua petugas non Rumah Sakit dilatih dan
mampu melakukan upaya pencegahan infeksi
meliputi hand hygiene, etika batuk,
penanganan limbah, APD yang sesuai.
3. Semua karyawan baru dan mahasiswa harus
mendapatkan orientasi PPI.
4. Pendidikan bagi pengunjung dan keluarga
pasien berupa komunikasidan informasi
tentang PPI terkait penyakit yang dapat
menular, etika batuk, APD (terutama
masker)dan handhygiene
c. Untuk meningkatkan kemampuan Tim PPIRS dalam
menjalankan edukasi, petugas harus mengikuti
pelatihan IPCD,pelatihan IPCN tingkatlanjut dan
pelatihan TOT PPI.
99
(35) Kebijakan Bundles Pencegahan Dan Pengendalian
Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
a. Rumah sakit menetapkanbundle untuk mencegah
HAIs
b. Rumah sakit menetapkan penerapan bundles
terhadap 4 risiko HAIs yaitu:
a. Bundles pada pencegahan dan pengendalian
ventilator associated pneumonia (VAP);
b. Bundles pada pencegahan dan pengendalian infeksi
aliran darah (IAD);
c. Bundles pencegahan dan pengendalian infeksi
saluran kemih (ISK);
d. Bundles pada pencegahan dan pengendalian infeksi
daerah operasi (IDO);
(36) Kebijakan PPI Terkait Hais Pada Beberapa Kasus
a. Multi Drug Resistance Tuberculosis (MDR-TB)
b. Tatacara PPI pada kasus MDR TB adalah mengikuti
prinsip-prinsip kewaspadaan standar dan
kewaspadaan transmisi airborne
c. Ebola Virus Disease
d. Tatacara PPI pada kasus ini adalah kewaspadaan
standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi
kontak
(37) Kebijakan strategi penurunan risiko infeksi
a. Rumah Sakit melakukan asessment dan
mendokumentasikanrisiko infeksi setiap tahun
(ICRA);
b. Rumah sakit menetapkan pelaksanaan Infection
Control Risk Assessment (ICRA) meliputi :
1. ICRA HAIS;
2. ICRAPemberian Obat IV;
3. ICRASterilisasi dan Linen;
4. ICRAPembuangan Sampah;
5. ICRAPelayanan Makanan dan Permesinan;
6. ICRAKonstruksi/Renovasi
(38) Kebijakan Kejadian Luar Biasa (Outbreak)
a. Kejadian luar biasa Infeksi Rumah Sakit ditetapkan
oleh direktur RS berdasarkan pertimbangan Komite
PPI RS pada hasil evaluasi epidemiologik
100
kecenderungan angka Infeksi Rumah Sakit melalui
surveilans.
b. Pencegahan dan pengendalian risiko penyebaran
kejadian yang berpotensi menjadi KLB dilakukan
segera secara sinergi melalui kerjasama lintas
unit/satuan kerja oleh Komite PPI RS;
c. Rumah sakit menetapkan strategi atau upaya
untuk mengatasi KLB
(39) Kebijakan Pengelolaan Makanan
a. Pengelolaan makanan di Instalasi Gizi
memperhatikan standar sanitasi makananminuman,
alat, lingkungan produksi dan higiene perorangan
penjamah makanan;
b. Semua bahan makanan yang disiapkan sampai siap
disajikan dikelola sesuai pedoman dan standar
prosedur pelayanan Instalasi Gizi;
c. Penyimpanan bahan makanan harus terpelihara dan
bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya
dan hewan lain, serta suhu penyimpanan
disesuaikan dengan jenis bahan makanan;
d. Petugas penjamah makanan yang kontak langsung
dengan makanan harus dalam kondisi sehat, dan
dilakukan pemeriksaan berkala setiap 6 (enam)
bulan sekali, dikoordinasikan dan di bawah
tanggung jawab Komite K3 RS
e. Pemeriksaan uji kualitas makanan dengan
melakukan uji mikrobiologi dilakukan sewaktu-
waktu atau jika diperlukan
(40) Kebijakan Perbandingan Data Dasar Infeksi
(Benchmarking)
a. Pelaporan data HAI’s dilakukan 3 bulan sekali ke
Komite PMKP, untuk kemudian
dilakukanperbandingandengan Rumah Sakit lain
yang setipe danmemiliki kriteria HAI’s yang
sama,atau dibandingkan dengan standar ilmiah
yang diakui.
b. Hasil perbandingan HAIs dianalisis dan dilaporkan
kepada Direktur.
Pasal 50
101
PROGRAM PENGENDALIAN
RESISTENSI ANTIMIKROBA
Pasal 51
PELAYANAN CSSD DAN LAUNDRY
Pasal 52
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
103
(2) Rumah Sakit mendukung, memberikan perlindungan
pada seluruh orang dan benda yang berada dalam
lingkungan rumah sakit.
(3) Terwujudnya bangunan gedung sesuai fungsi yang
ditetapkan dan yang memenuhi persyaratan teknis :
keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan
serta kelestarian lingkungan.
(4) Setiap pengadaan Bahan B3 harus mengupayakan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja dengan menyertakan
lembar MSDS dalam pengirimannya dan rumah sakit
menyediakan ruang atau tempat penyimpanan khusus
B3.
(5) Setiap pengendalian B3 harus mengupayakan Kesehatan
dan Keselamatan Kerja serta pencegahan pencemaran
lingkungan hidup.
(6) Setiap pekerja/operator sarana, prasarana, dan
peralatan, serta yang bekerja di area beresiko harus
dilakukan pemeriksaan (cek fisik, laboratorium, dan
photo rotgen) dan imunisasi secara berkala sesuai
kebutuhan masing-masing unit terkait Instalasi
Penyehatan Lingkungan terutama bagi petugas di
Instalasi Laboratorium, CSSD, Loundry, IBS,
Hemodialisa, Radiologi, IGD, Poli Paru, Poli Bedah.
(7) Terlaksananya pelaporan Kejadian Kecelakaan Kerja dan
Penyakit Akibat Kerja.
(8) Apabila terdapat pekerja/staf rumah sakit yang terpapar
akibat resiko dari pekerjaannya di rumah sakit, maka
menjadi tanggung jawab pihak rumah sakit;
(9) Penanganan kecelakaan bahan kimia sesuai dengan
prosedur bahan.
(10) Penanganan tumpahan bahan kimia dilakukan dengan
Spill Kit dengan proteksi lengkap menggunakan APD
pada petugas pembersihnya.
(11) Terlaksananya Instalasi penyehatan lingkungan
meliputi: penyehatan ruang bangunan dan halaman
rumah sakit, pembuangan dan pemusnahan limbah,
penyehatan makanan dan minuman, pengelolaan air,
pengendalian serangga dan pengelolaan kualitas udara.
104
(12) Rumah Sakit memiliki sistem peringatan dini (Early
Warning Sistem) dengan menggunakan kode warna
dalam rangka penanggulangan kedaruratan / bencana di
Rumah Sakit.
(13) Untuk pencegahan kejadian kebakaran di area
konstruksi, pihak kontraktor diwajibkan untuk :
a. Menjaga kebersihan
b. Larangan merokok
c. Menerapkan safety lingkungan kerja.
(14) Rumah Sakit saat terjadi bencana eksternal :
a. Merupakan Rumah Sakit yang siap menerima
pasien / korban selama 24 jam,
b. Siap menjadi Rumah Sakit penerima pertama apabila
menjadi RS yang terdekat dengan kejadian bencana
c. Siap menjadi Rumah Sakit pendukung yang
menerima limpahan pasien, mengirimkan Tim ke
lapangan, dan menerima rujukan dari RS penerima
pertama kejadian bencana.
(15) Saat terjadi bencana eksternal, rumah sakit
menyediakan ruang rawat emergensi bagi korban
bencana di Gedung Aula Akademi Kebidanan terletak di
komplek RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus.
(16) Area dekontaminasi korban bencana berada di Bagian
IGD;
(17) Tenaga untuk penanganan korban bencana eksternal
akan diambilkan petugas dari ruangan-ruangan, bila
kurang akan dipanggilkan petugas jaga sift berikutnya,
jika masih membutuhkan bantuan lagi maka Rumah
Sakit akan meminta bantuan kepada institusi pendidikan
yang sudah bekerjasama dengan pihak Rumah Sakit.
(18) Apabila terjadi bencana untuk gedung bertingkat yang
tidak mempunyai Ram maka proses evakuasi pasien yang
tidak dapat berjalan sendiri diangkat menggunakan
tandu atau kain 2 lapis (sprei dan boven laken), evakuasi
menuju titik berkumpul
(19) Area yang menjadi titik kumpul dan jalur evakuasi saat
terjadi bencana internal Rumah Sakit harus bebas dari
kendaraan;
105
(20) Kendaraan yang di parkir di area rumah sakit
diwajibkan untuk tidak dikunci stang dan diposisikan di
gigi nol/tidak boleh di hand rem;
(21) Sosialisasi prosedur evakuasi kejadian bencana
dilaksanakan pada waktu apel, pada waktu pelatihan K3
dan saat simulasi kejadian bencana yang dilaksanakan
minimal 1 tahun sekali.
(22) Memastikan sarana dan prasarana RS dapat digunakan,
diperiksa, dipelihara dan dikalibrasi secara berkala
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(23) Penggudangan alat kesehatan dilakukan apabila ada
permintaan dari User atau hasil pemeriksaan dari
teknisi, terjadi kerusakan atau tidak memenuhi standar
yang kemudian dibuatkan berita acara penarikan barang;
(24) Pelaksanaan recall peralatan kesehatan dilakukan bila
terjadi :
a. Karena cacat produksi,
b. Sesuai pemberitahuan dari pihak yang berwenang
untuk dilakukan Recall alat.
(25) Rumah sakit menjamin ketersediaan 24 jam sehari 7 hari
seminggu dan terpeliharanya sistem kunci listrik, air,
ventilasi, gas medis, dan sistem kunci lainnya.
Pasal 53
PEMULASARAAN JENAZAH
106
(6) Peralatan habis pakai dalam pemulasaraan jenazah
ditanggung oleh keluarga pasien.
Pasal 54
PELAYANAN HOME CARE
Pasal 55
KODE KEDARURATAN
Pasal 56
TRANSPORTASI
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 57
Pasal 58
Peraturan Direktur ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Kudus
pada tanggal 18 April 2019
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
dr. LOEKMONO HADI
108