BRONKOPNEUMONIA
2. Etiologi
Secara umum bronkopneumonia diakibatkan penurunan mekanisme
pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang normal dan
sehat memiliki mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan
yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan
silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ dan sekresi humoral
setempat. Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri virus dan
jamur, antara lain :
1) Bakteri :Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella
2) Virus : Legionella Pneumoniae
3) Jamur : Aspergillus Spesies, Candida Albicans
4) Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung kedalam paru
5) Terjadi karena kongesti paru yang lama (Nurarif dan Kusuma, 2015).
3. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada penderita bronkopneumonia
menurut Wijayaningsih (2013), ialah :
1) Biasanya didahului infeksi traktus respiratori bagian atas
2) Demam (39°C-40°C) kadang-kadang disertai kejang karena demam
yang tinggi.
3) Anak sangat gelisah, dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk,
yang dicetuskan saat bernafas dan batuk.
4) Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan
sianosis sekitar hidung dan mulut.
5) Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
6) Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi, wheezing.
7) Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya
serius.
8) Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang
menyebabkan atelectasis absorbsi.
4. Patofisiologi
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah
mikroorganisme (jamur, bakteri, virus) awalnya mikroorganisme masuk
melalui percikan ludah (droplet) invasi ini dapat masuk kesaluran
pernafasan atas dan menimbulkan reaksi imonologis dari tubuh. reaksi ini
menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi peradangan ini tubuh
menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada penderita.
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan sekret, semakin lama
sekret semakin menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi
semakin sempit dan pasien dapat merasa sesak. Tidak hanya terkumpul
dibronkus lama-kelamaan sekret dapat sampai ke alveolus paru dan
mengganggu sistem pertukaran gas di paru.
Tidak hanya menginfeksi saluran nafas, bakteri ini juga dapat
menginfeksi saluran cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat
membuat flora normal dalam usus menjadi agen patogen sehingga timbul
masalah GI.
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme. keadaan ini disebabkan adanya mekanisme pertahanan
paru. terdapatnya bakteri didalam paru menunjukkan adanya gangguan
daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan
mengakibatkan timbulnya infeksi penyakit. masuknya mikroorganisme ke
dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain
inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahan- bahan yang ada
dinasofaring dan orofaring serta perluasan langsung dari tempat-tempat
lain, penyebaran secara hematogen ( Nurarif dan Kusuma, 2013)
5. Pathway
6. Penatalaksanaan
Ada dua jenis penatalaksanaan pada pasien bronkopneumonia yaitu secara
asuhan keperawatan dan medis
1) Asuhan keperawatan
a) Melakukan fisioterapi dada atau mengajarkan batuk efektif pada
anak yang mengalami gangguan bersihan jalan nafas
b) Mengatur posisi semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
c) Memberikan kompres untuk menurunkan demam
d) Pantau input dan output untuk memonitor balance cairan
e) Bantu pasien memenuhi kebutuhan ADLs
f) Monitor tanda-tanda vital
g) Kolaborasi pemberian O2
h) Memonitor status nutrisi dan berkolaborasi dengan ahli gizi
2) Medis
a) Farmakologi
Pemberian antibiotik misalnya penisilin G, streptomisin, ampicillin,
dan gentamicin. Pemberian antibiotik ini berdasarkan usia, keaadan
penderita, dan kuman penyebab.
b) Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi yaitu foto thoraks, terdapat konsolidasi
satu atau beberapa lobus yang bebercak-bercak.
b. Pemeriksaan laboratorium biasanya terjadi peningkatan leukosit.
c. Pemeriksaan AGD untuk mengetahui status kaardiopulmuner
yang berhubungan dengan oksigen.
d. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : untuk mengetahui
mikroorganisme penyebab dan obat yang cocok diberikan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan
objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan
diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berfikir
kompleks tentang data yang dikumpulkaan dari klien, keluarga,
rekammedis, dan pemberi pelayanan kesehatan lain (suara, dkk, 2013).
Masalah keperawatan yang muncul menurut Nurarif dan Kusuma (2015) :
1). (D.0001) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme
jalan nafas.
2). (D.0003) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,perubahan membrane alveolus-kapiler.
3). (D.0019) Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan
makanan, ketidakmampuan mencerna makanan, faktor psikologis (mis.
Stress, keengganan untuk makan)
4). (D.0056) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dengan kebutuhan oksigen, kelemahan.
5). Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, lingkungan
yang asing, ketidaknyamanan.
6). (D.0106) Gangguan tumbuh kembang b.d terpisah dari orang tua,
keterbatasan lingkungan
3. Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang
merupakan keputusan awal tentang suatu apa yang akan dilakukan,
bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua
tindakan keperawatan (Dermawan,2012).
4. Implementasi
Implementasi / pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2008).
Ada 3 tahap implementasi :
1. Fase orentasi
Fase orientasi terapeutik dimulai dari perkenalan klien pertama kalinya
bertemu dengan perawat untuk melakukan validasi data diri.
2. Fase kerja
Fase kerja merupakan inti dari fase komunikasi terapeutik, dimana
perawat mampu memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan, maka
dari itu perawat diharapakan mempunyai pengetahuan yang lebih
mendalam tentang klien dan masalah kesehatanya.
3. Fase terminasi
Pada fase terminasi adalah fase yang terakhir, dimana perawat
meninggalkan pesan yang dapat diterima oleh klien dengan tujuan, ketika
dievaluasi nantinya klien sudah mampu mengikuti saran perawat yang
diberikan, maka dikatakan berhasil dengan baik komunikasi terapeutik
perawat-klien apabila ada umpan balik dari seorang klien yang telah
diberikan tindakan atau asuhan keperawatan yang sudah direncanakan.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Meskipun
tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi
merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Tujuan
evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien.
Jenis-jenis evaluasi menurut (suara, dkk, 2013) :