Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


“BRONKOPNEUMONIA”

Disusun Oleh :
LIA KHAIRIZZIAH
3720200008

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
T.A 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
BRONKOPNEUMONIA

A. Definisi
Bronchopneumoni merupakan salah satu jenis pneumonia yang memiliki pola penyebaran
berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi & meluas ke
parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 ).
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang meluas sampai bronkioli
atau dengan kata lain peradangan terjadi pada jaringan paru melalui cara penyebaran
langsung dari saluran pernapasan atau hematogen sampai ke bronkus )Sujono dan
Sukarmin 2009 dalam Rufaedah 2010).
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus
paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur dan benda asing (Wijayaningsih, 2013).

B. Etiologi
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. seperti : Steptococcus
pneumonia, streptococcus pyogenesis, klebsiella pneumonia.
2. Virus
Disebabkan oleh virus Haemophilus influenza yang menyebar melalui transmisi
droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia
virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan
udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah
serta kompos.
4. Benda asing
Bronkopneumonia dapat juga dikatakan sebagai suatu peradangan pada parenkim paru
yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur. Penyebab paling sering adalah
stafilokokus, streptococcus, H. influenza (Putri, 2011).
C. Anatomi dan Fisiologi
1. Hidung

Hidung merupakan organ utama saluran pernapasan yang langsung


berhubungan dengan dunia luar yang berfungsi sebagai jalan masuk dan
keluarnya udara melalui proses pernapasan. Selain itu hidung juga berfungsi
untuk mempertahankan dan menghangatkan udara yang masuk, sebagai filter
dalam membersihkan benda asing yang masuk dan berperan untuk resonansi
suara, sebagai tempat reseptor alfaktorius.

2. Faring

faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan


makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan
mulut sebelah depan ruas tulang leher.

3. Laring

Laring merupakan saluran pernapasan yang terletak antara orofaring dan trakea,
fungsi dari laring adalah sebagai jalan masuknya udara, membersihkan jalan
masuknya makanan ke esofagus dan sebagai produksi suara.

Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :


- Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama
menelan
- Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
4. Trachea

Trakea merupakan organ tabung antara laring sampai dengan puncak paru,
panjangnya sekitar 10-12 cm, setinggi servikal 6-torakal 5 Disebut juga batang
tenggorokan Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina

5. Bronkus
Bronkus merupakan cabang dari trakea yang bercabang dua keparu-paru kanan
dan paru-paru kiri.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar
diameternya.Bronkus kiri lebih horizontal, lebih panjang dan lebih sempit.
a. Bronkus
- Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri Disebut bronkus lobaris kanan
(3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus)
- Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan
bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental
- Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi subsegmental
yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan
saraf
b. Bronkiolus
- Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
- Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi yang
membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan
napas
c. Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang
tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)
d. Bronkiolus respiratori
Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan
napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas
6. Paru-paru

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar berada pada
rongga dada bagian atas, di bagian samping di batasi oleh otot dan rusuk dan di
bagianb bawah di batasi oleh diafragma yang berotot kuat.
Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut Terletak dalam rongga dada
atau toraks Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung
dan beberapa pembuluh darah besar Setiap paru mempunyai apeks dan basis
Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris Paru
kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus Lobos-lobus tersebut terbagi lagi
menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya.
7. Alveolus

Merupakan bagian terminal cabang-cabang bronkus dan bertanggung jawab


akan struktur paru-paru yang menyerupai kantong kecil terbuka pada salah satu
sisinya dan tempat pertukaran O2 dan CO2 Terdapat sekitar 300 juta yang jika
bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2.

D. Fisiologi

Ada tiga langkah dalam proses oksigenasi, yakni: ventilasi, perfusi dan difusi (Potter &
Perry, 2006).
1. Ventilasi
Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan ke paru-paru, jumlahnya
sekitar 500 ml. Udara yang masuk dan keluar terjadi karena adanya perbedaan
tekanan antara intrapleural lebih negative (752 mmHg) daripada tekanan atmosfer
(760 mmHg) sehingga udara akan masuk ke alveoli.
2. Perfusi
Perfusi paru adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi paru untuk dioksigenasi, di
mana pada sirkulasi paru adalah darah dioksigenasi yang mengalir dalam arteri
pulmonaris dari ventrikel kanan jantung. Darah ini memperfusi paru bagian respirasi
dan ikut serta dalam proses pertukaran oksigen dan karbondioksida di kapiler dan
alveolus. Sirkulasi paru merupakan 8-9% dari curah jantung. Sirkulasi paru bersifat
fleksibel dan dapat mengakodasi variasi volume darah yang besar sehingga dapat
dipergunakan jika sewaktu-waktu terjadi penurunan volume atau tekanan darah
sistemik.
3. Difusi
Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi yang lebih
tinggi kedaerah degan konsentrasi yang lebih rendah. Difusi gas pernafasan terjadi di
membrane kapiler alveolar dan kecepatan difusi dapat dipegaruhi oleh ketebalan
membrane (Potter & Perry, 2006).

E. Manifestasi Klinis
Bronkopneumonia ditandai dengan beberapa gejala yaitu :
1. Biasanya di dahului infeksi traktus respiratori bagian atas
2. Demam , kadang-kadang disertai kejang karena demam yang terlalu tinggi
3. Batuk berdahak
4. Sesak nafas
5. Nyeri dada
6. Pernafasan cepat dan dangkal
7. Meriang
8. Kelelahan
9. Nafsu makan menurun

F. Patofisiologi
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah mikroorganisme (jamur, bakteri,
virus) awalnya mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet) invasi ini dapat
masuk kesaluran pernafasan atas dan menimbulkan reaksi imonologis dari tubuh. reaksi
ini menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi peradangan ini tubuh menyesuaikan
diri maka timbulah gejala demam pada penderita. Reaksi peradangan ini dapat
menimbulkan sekret, semakin lama sekret semakin menumpuk di bronkus maka aliran
bronkus menjadi semakin sempit dan pasien dapat merasa sesak. Tidak hanya terkumpul
dibronkus lama-kelamaan sekret dapat sampai ke alveolus paru dan mengganggu sistem
pertukaran gas di paru. Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme. keadaan ini disebabkan adanya mekanisme pertahanan paru. terdapatnya
bakteri didalam paru menunjukkan adanya gangguan daya tahan tubuh, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan mengakibatkan timbulnya infeksi penyakit.
masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara,
antara lain inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahan- bahan yang ada dinasofaring
dan orofaring serta perluasan langsung dari tempat-tempat lain, penyebaran secara
hematogen ( Nurarif dan Kusuma, 2013)
G. Pathway

Jamur, virus, bakteri, protozoa

Saluran pernapasan atas

Kuman berlebih di bronkus Stimulasi leukosit oleh Infeksi saluran Edema antara kapiler dan alveoli
pirogen eksogen pernapasan bawah
(bakteri/virus/jamur)
Pelepasan histamin
Iritan PMN eritrosit pecah
Dilatasi pembuluh darah
Penge-
Proses peradangan luaran
pirogen Edema paru
Eksudat plasma masuk
endoge
alveoli
Rangsangan pada mukosa untuk memproduksi mukus n

Gangguan difusi dalam plasma Pergeseran dinding paru


Akumulasi secret di bronkus Naiknya
termo-
stat
Gangguan pertukaran gas
Ketidakefektifan bersihan PaO2 pada bayi: 45-95 mmHg
jalan napas PaCO2 normal pada bayi : 27-40 mmHg
Suara napas tambahan (+) Hipertermia
(Ronkhi, crackles.) (36,4-37,50 C)
Suplai O2 menurun Penurunan capiliance paru

Hiperventilasi Hipoksia

Dispneu Metabolic anaerob meningkat

Retraksi dada/ napas cuping hidung Akumulasi asam laktat

Ketidakefektifan pola napas Fatique


RR normal : 40-60 x/menit

Intoleransi aktivitas

(Nurarif dan Hardhi, 2013)


H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan radiologi yaitu foto thoraks, terdapat konsolidasi satu atau beberapa
lobus yang bebercak-bercak.
b. Pemeriksaan laboratorium biasanya terjadi peningkatan leukosit.
c. Pemeriksaan AGD untuk mengetahui status kaardiopulmuner yang berhubungan
dengan oksigen.
Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : untuk mengetahui mikroorganisme
penyebab dan obat yang cocok diberikan.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgenogram thoraks
Menunujukan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi
pneumokokal atau klebsiella. Infilrate multiple seringkali dijumpai pada infeksi
stafilokokus dan haemofilus (Barbara C, Long, 1996 : 435).
b. Laringoskopi / bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh
benda padat (Sandra M, Nettina, 2001).

I. Penatalaksanaan
Ada dua jenis penatalaksanaan pada pasien bronkopneumonia yaitu secara asuhan
keperawatan dan medis
1) Asuhan keperawatan
a. Melakukan fisioterapi dada atau mengajarkan batuk efektif pada pasien yang
mengalami gangguan bersihan jalan nafas
b. Mengatur posisi semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
c. Memberikan kompres untuk menurunkan demam
d. Pantau input dan output untuk memonitor balance cairan
e. Bantu pasien memenuhi kebutuhan ADLs
f. Monitor tanda-tanda vital
g. Kolaborasi pemberian O2
h. Memonitor status nutrisi dan berkolaborasi dengan ahli gizi
2) Medis
1. Farmakologi
a. Pemberian antibiotik misalnya penisilin G, streptomisin, ampicillin, dan
gentamicin. Pemberian antibiotik ini berdasarkan usia, keaadan penderita, dan
kuman penyebab.

J. Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru yang
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflek batuk hilang.
2. Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalm rongga pleura yang
terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dala jaringan paru yang meradang.
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian Fokus
a. Demografi meliputi;nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.
b. Keluhan utama
Saat dikaji biasanya penderita bronchopneumonia akan mengeluh sesak nafas, disertai
batuk ada secret tidak bisa keluar.
c. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit bronchitis mulai dirasakan saat penderita mengalami batuk menetap dengan
produksi sputum setiap hari terutama pada saat bangun pagi selama minimum 3 bulan
berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun produksi sputum (hijau, putih/ kuning) dan
banyak sekali. Penderita biasanya menggunakan otot bantu pernfasan, dada terlihat
hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, bunyi nnafas krekels, warna kulit pucat
dengan sianosis bibir, dasar kuku.
d. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya penderita bronchopneumonia sebelumnya belum pernah menderita kasus
yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat penyakit yang dapat memicu terjadinya
bronchopneumonia yaitu riwayat merokok, terpaan polusi kima dalam jangka panjang
misalnya debu/ asap.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya penyakit bronchopneumonia dalam keluarga bukan merupakan faktor
keturunan tetapi kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat seperti merokok.

B. Pola Pengkajian
1. Pernafasan
Gejala :
Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan batuk menetap dengan produksi sputum
setiap hari ( terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut- turut) tiap
tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (Hijau, putih/ kuning) dan banyak sekali
Riwayat pneumonia berulang, biasanya terpajan pada polusi kimia/ iritan pernafasan
dalam jangka panjang (misalnya rokok sigaret), debu/ asap (misalnya : asbes debu,
batubara, room katun, serbuk gergaji) Pengunaaan oksigen pada malam hari atau terus
-menerus.
Tanda :
Lebih memilih posisi tiga titik ( tripot) untuk bernafas, penggunaan otot bantu pernafasan
(misalnya : meninggikan bahu, retraksi supra klatikula, melebarkan hidung).
Dada :
Dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP ( bentuk barel), gerakan
difragma minimal.
Bunyi nafas : Krekels lembab, kasar.
Warna : Pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku abu- abu keseluruhan.
2. Sirkulasi
Gejala :
Pembengkakan ekstremitas bawah.
Tanda :
Peningkatan tekanan darah
Peningkatan frekuensi jantung / takikardi berat, disritmia, distensi vena leher (penyakit
berat) edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung. Bunyi jantung redup
(yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada). Warna kulit / membrane
mukosa : normal atau abu-abu/ sianosis perifer. Pucat dapat menunjukan anemia.
3. Makanan / cairan
Gejala :
Mual / muntah.
Nafsu makan buruk / anoreksia ( emfisema).
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
Tanda :
Turgor kulit buruk.
Berkeringat.
Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali.
4. Aktifitas / istirahat
Gejala :
Keletihan, keletihan, malaise.
Ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari- hari
karena sulit bernafas.
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam
posisi duduk tinggi.
Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktifitas atau istirahat.
Tanda :
Keletihan.
Gelisah/ insomnia.
Kelemahan umum / kehilangan masa otot.
5. Integritas ego
Gejala :
Peningkatan faktor resiko.
Tanda :
Perubahan pola hidup.
Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
6. Hygiene
Gejala :
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan
melakukan aktifitas sehari- hari.
Tanda :
Kebersihan buruk, bau badan.
7. Keamanan
Gejala :
Riwayat alergi atau sensitive terhadap zat / faktor
lingkungan.
Adanya infeksi berulang.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan dibuktikan
dengan sputum yang berlebih dan RR meningkat (SDKI : D.0001)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi- perfusi
dibuktikan dengan klien mengeluh sesak, pola napas abnormal, tampak ada bantuan otot
napas , frekuensi nafas 30x/ menit (D.0003)
3. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan dengan badan terasa panas,
akral hangat, leukosit 11,9 ribu/uL, suhu tubuh 38⸰c (D. 0130).
4. Risiko Defisit nutrisi dibuktikan dengan klien tidak nafsu makan (SDKI : D.0032)
5. Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dibuktikan dengan tidak nafsu makan
(SDKI : D.0037)
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan mengeluh lelah
dan merasa tidak nyaman setelah beraktivitas (SDKI : D.0056)

D. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa keperawatan : Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan sekresi
yang tertahan dibuktikan dengan sputum yang berlebih dan RR meningkat (D.0001)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 3x24 jam diharapkan
bersihan jalan nafas kembali meningkat
Kriteria Hasil: Bersihan Jalan Nafas ( L.01001)
1. Batuk efektif meningkat (5)
2. Produksi sputum menurun (5)
3. Suara Ronchi menurun (5)
4. Gelisah menurun (5)
5. Frekuensi nafas membaik ( 20-30 x/mnt) (5)
6. Pola nafas membaik (5)
Intervensi
Manajemen jalan nafas (I.01011)
Observasi
1. Monitor pola nafas (Frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
2. Monitor bunyi nafas tambahan ( mis : gurgling, mengi, wheezing, ronchi)
3. Monitor sputum
Terapeutik
1. Posisikan klien semi fowler atau fowler
2. Berikan minum hangat
3. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
4. Berikan oksigen, jika perlu
5. Berikan terapi nebulizer
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2. Diagnosa keperawatan : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi- perfusi dibuktikan dengan klien mengeluh sesak, pola
napas abnormal, tampak ada bantuan otot napas , frekuensi nafas 30x/ menit (D.0003)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, maka pertukaran
gas meningkat
Kriteria hasil : Pertukaran Gas (L.01003)
1. Tingkat kesadaran (5)
2. Dyspnea (5)
3. Bunyi nafas tambahan (5)
4. Takikardi (5)
5. Pusing (5)
6. Penglihatan kabur (5)
7. Diaphoresis (5)
8. Gelisah (5)
9. Nafas cuping hidung (5)
10. PCO2 (5)
11. PO2 (5)
12. pH arteri (5)
13. Sianosis (5)
14. Pola nafas (5)
15. Warna kulit (5)

Intervensi :
Pemantauan respirasi (I.01014)
Observasi
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
2. Monitor pola napas
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
6. Auskultasi bunyi napas
7. Monitor saturasi oksigen
8. Monitor nilai AGD
9. Monitor X-ray toraks
Terapeutik :
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3. Diagnosa keperawatan : Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan
dengan badan terasa panas, akral hangat, leukosit 11,9 ribu/uL, suhu tubuh 38⸰c (D.
0130).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, maka hipertermia
membaik
Kriteria hasil : Termoregulasi (L.14134)
1. Menggigil (5)
2. Kulit merah (5)
3. Kejang (5)
4. Pucat (5)
5. Takikardi (5)
6. Takipnea (5)
7. Bradikardi (5)
8. Suhu tubuh (5)
9. Suhu kulit (5)
10. Tekanan darah (5)
Intervensi :
Manajemen Hipertermia (I.15506)
Observasi
1. Identifikasi penyebab hipertermia
2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Berikan cairan oral
4. Lakukan pendinginan eksternal (kompres dingin)
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
2. Berikan antipireutik jika perlu

4. Diagnosa keperawatan : Risiko Defisit nutrisi dibuktikan dengan klien tidak nafsu
makan (SDKI : D.0032)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, maka status
nutrisi membaik.
Kriteria hasil :
1. Porsi makan yang dihabiskan meningkat (5)
2. Kekuatan otot pengunyah meningkat (5)
3. Kekuatan otot menelan meningkat (5)
4. Perasaan cepat kenyang menurun (5)
5. Nyeri abdomen menurun (5)
6. Sariawan menurun (5)
7. Rambut rontok menurun (5)
8. Diare menurun (5)
9. Berat badan membaik (5)
10. Bising usus membaik (5)
11. Nafsu makan membaik (5)
12. Membran mukosa membaik (5)
Intervensi
Manajemen Gangguan Makan (I. 03111)
Observasi
Monitor asupan dan keluarnya makanan dan cairan serta kebutuhan kalori
Terapeutik
1. Timbang berat badan secara rutin
2. Diskusikan perilaku makan dan jumlah aktivitas fisik (termasuk olahraga) yang
sesuai
3. Lakukan kontrak perilaku (mis. Target berat badan , tanggung jawab perilaku)
4. Dampingi kekamar mandi untuk pengamatan perilaku memuntahkan kembali
makanan
5. Berikan penguatan positif terhadap keberhasilan target dan perubahan perilaku
6. Berikan konsekuensi jika tidak mencapai target sesuai kontrak
7. Rencanakan program pengobatan untuk perawatan dirumah (mis. Medis,
konseling)
Edukasi
1. Anjurkan membuat catatan harian tentang perasaan dan situasi pemicu
pengeluaran makanan (mis. Pengeluaran yang disengaja, muntah, aktivitas yang
berlebihan)
2. Ajarkan pengaturan diet yang tepat
3. Ajarkan keterampilan koping untuk penyelesaian masalah perilaku makan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan, kebutuhan kalori dan
pilihan makanan
DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. jtptunimus-


gdl-ruffaedahg-6294-2-babii.html
2. Suriadi, Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV Sagung Seto
3. Smeltzer, Suzanne. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 1. Jakarta: EGC
4. Suriadi, Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV Sagung Seto
5. Smeltzer, Suzanne. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 1. Jakarta: EGC
6. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
7. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
8. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Zul Dahlan. 2000. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai