Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

DIARE

Disusun Oleh :

Siti Jazimah (20149011023)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES BINA HUSADA PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2020-2021


A. Konsep Laporan Pendahuluan
1. Pengertian
Nursalam (2008), mengatakan diare pada dasarnya adalah frekuensi buang air
besar yang lebih sering dari biasanya dengan konsistensi yang lebih encer.
Diare merupakan gangguan buang air besar atau BAB ditandai dengan BAB lebih
dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau
lender (Riskesdas, 2013).
Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses.
Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari biasanya, dan bila buang
air besar lebih dari tiga kali, atau buang air besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam
waktu 24 jam (Dinkes, 2016).

2. Klasifikasi
Pedoman dari Laboratorium/ UPF Ilmu Kesehatan Anak, Uniersitas Airlangga
dalam Nursalam (2008), diare dapat dikelompokkan menjadi:
a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung paling lama 3-5 hari.
b. Diare berkepanjangan bila diare berlangsung lebih dari 7 hari.
c. Diare kornik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari. Diare kronik bukan suatu
kesatuan penyakit, melainkan suatu sindrom yang penyebab dan patogenesisnya
multikompleks. Mengingat banyaknya kemungkinan penyakit yang dapat
mengakibatkan diare kronik dan banyaknya pemeriksaan yang harus dikerjakan maka
dibuat tinjauan pustaka ini untuk dapat melakukan pemeriksaan lebih terarah.

3. Etiologi
Ngastiyah (2014), mengatakan diare dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, selain
penyebab lain seperti malabsorbsi. Diare sebenarnya merupakan salah satu gejala dari
penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain di luar saluran pencernaan. Tetapi
sekarang lebih dikenal dengan “penyakit diare”, karena dengan sebutan penyakit diare
akan mempercepat tindakan penanggulangannya. Penyakit diare terutama pada bayi perlu
mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat membawa bencana bisa terlambat.
Faktor penyebab diare, antara lain :
a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut :
a) Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas, dan sebagainya.
b) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis) Adeno-virus,
Rotavirus, Astrovirus, dan lainlain.
c) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides); protozoa
(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis); jamur (Candida
albicans)
2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti: otitis media
akut (OMA) , tonsilitis/ tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2
tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat
2) Malabsorbsi lemak.
3) Malabsorbsi protein.
c. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang
lebih besar). Selain kuman, ada beberapa perilaku yang dapat meningkatan resiko
terjadinya diare, yaitu :
a. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama dari kehidupan.
b. Menggunakan botol susu.
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.
d. Air minum tercemar dengan bakteri tinja.
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja, atau
sebelum menjamaah makanan.

Menurut Wong (2008), penyebab infeksius dari diare akut yaitu :


1. Agens virus
a. Rotavirus, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan mengalami demam (38oC atau lebih tinggi),
nausea atau vomitus, nyeri abdomen, disertai infeksi saluran pernapasan atas dan diare
dapat berlangsung lebih dari 1 minggu. Biasanya terjadi pada bayi usia 6-12 bulan,
sedangkan pada anak terjadi di usia lebih dari 3 tahun.
b. Mikroorganisme, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan demam, nafsu makan terganggu,
malaise. Sumber infeksi bisa didapat sembuh sendiri dalam waktu 2-3 hari.
2. Agens bakteri
a. Escherichia coli, masa inkubasinya bervariasi bergantung pada strainnya. Biasanya anak
akan mengalami distensi abdomen, demam, vomitus, BAB berupa cairan berwarna hijau
dengan darah atau mukus bersifat menyembur. Dapat ditularkan antar individu, disebabkan
karena daging yang kurang matang, pemberian ASI tidak eksklusif.
b. Kelompok salmonella (nontifoid), masa inkubasi 6-72 jam untuk gastroenteritis. Gejalanya
bervariasi, anak bisa mengalami nausea atau vomitus, nyeri abdomen, demam, BAB
kadang berdarah dan ada lendir, peristaltik hiperaktif, nyeri tekan ringan pada abdomen,
sakit kepala, kejang. Dapat disebabkan oleh makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh binatang seperti kucing, burung, dan lainnya.

3. Keracunan makanan
a. Staphylococcus, masa inkubasi 4-6 jam. Dapat menyebabkan kram yang hebat pada
abdomen, syok. Disebabkan oleh makanan yang kurang matang atau makanan yang
disimpan di lemari es seperti puding, mayones, makanan yang berlapis krim.
b. Clostridium perfringens, masa inkubasi 8-24 jam. Dimana anak akan mengalami nyeri
epigastrium yang bersifat kram dengan intensitas yang sedang hingga berat. Penularan bisa
lewat produk makanan komersial yang paling sering adalah daging dan unggas.
c. Clostridium botulinum, masa inkubasi 12-26 jam. Anak akan mengalami nausea, vomitus,
mulut kering, dan disfagia. Ditularkan lewat makanan yang terkntaminasi. Intensitasnya
bervariasi mulai dari gejala ringan hingga yang dapat menimbulkan kematian dengan cepat
dalam waktu beberapa jam.

4. Patofisiologi
Hidayat (2008), mengatakan proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai
kemungkinan faktor diantaranya :
a. Faktor infeksi
1) Virus
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan infeksi rotavirus. Setelah
terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh bersama dengan
makanan dan minuman yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian
melekat pada sel-sel mukosa usus, akibatnya sel mukosa usus menjadi rusak yang
dapat menurunkan daerah permukaan usus. Sel-sel mukosa yang rusak akan digantikan
oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum
matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vili
usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan dengan
baik. Selanjutnya, terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan
gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya
toksin bakteri atau virus akan menyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga
sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan
meningkat.
2) Bakteri
Bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu ke dalam mukosa,
terjadi perbanyakan diri sambil membentuk toksin. Enterotoksin ini dapat diresorpsi ke
dalam darah dan menimbulkan gejala hebat seperti demam tinggi, nyeri kepala, dan
kejang-kejang. Selain itu, mukosa usus yang telah dirusak mengakibatkan mencret
berdarah berlendir. Penyebab utama pembentukan enterotoksin ialah bakteri Shigella
sp, E.coli. diare ini bersifat self-limiting dalam waktu kurang lebih lima hari tanpa
pengobatan, setelah sel-sel yang rusak diganti dengan sel-sel mukosa yang baru
(Wijoyo, 2013).
b. Faktor malabsorpsi,
1) Gangguan osmotik
Cairan dan makanan yang tidak dapat diserap akan terkumpul di usus halus dan
akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Akibatnya akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meningkat. Gangguan osmotik meningkat
menyebabkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Hal ini
menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan
terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan
didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare (Nursalam, 2008).
2) Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul
diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus (Nursalam, 2008).
3) Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bisa peristaltik usus menurun
akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.
Akibat dari diare yaitu kehilangan air dan elektrolit yang dapat menyebabkan cairan
ekstraseluler secara tiba-tiba cepat hilang, terjadi ketidakseimbangan elektrolit yang
mengakibatkan syok hipovolemik dan berakhir pada kematian jika tidak segera
diobati (Nursalam, 2008).
c. Faktor makanan, ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan
baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan
kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare (Hidayat,
2008). Diare akut berulang dapat menjurus ke malnutrisi energy protein, yang
mengakibatkan usus halus mengalami perubahan yang disebabkan oleh PEM tersebut
menjurus ke defisiensi enzim yang menyebabkan absorpsi yang tidak adekuat dan
terjadilah diare berulang yang kronik. Anak dengan PEM terjadi perubahan respons
imun, menyebabkan reaksi hipersensitivitas kulit terlambat, berkurangnya jumlah
limfosit dan jumlah sel T yang beredar. Setelah mengalami gastroenteritis yang berat
anak mengalami malabsorpsi. Malabsorpsi juga terdapat pada anak yang mengalami
malnutrisi, keadaan malnutrisi menyebabkan atrofi mukosa usus, faktor infeksi silang
usus yang berulang menyebabkan malabsorpsi, enteropati dengan kehilangan protein.
Enteropati ini menyebabkan hilangnya albumin dan imunogobulin yang
mengakibatkan kwashiorkor dan infeksi jalan nafas yang berat (Suharyono, 2008).
d. Faktor psikologis, faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik
usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat
menyebabkan diare. Proses penyerapan terganggu (Hidayat, 2008).
5. Patoflow Diare
6. Tanda dan Gejala
Anak yang mengalami diare akibat infeksi bakteri mengalami kram perut, muntah,
demam, mual, dan diare cair akut. Diare karena infeksi bakteri invasif akan mengalami
demam tinggi, nyeri kepala, kejangkejang, mencret berdarah dan berlendir (Wijoyo,
2013).
Ngastiyah (2014), mengatakan anak yang mengalami diare mula-mula akan cengeng,
gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang. BAB cair, mungkin disertai
lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijauan karena bercampur dengan
empedu. Anus dan daerah sekitarnya akan lecet karena sering defekasi dan tinja makin
lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang
tidak diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau
sesudah diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Jika anak telah banyak kehilangan
cairan dan elektrolit, serta mengalami gangguan asam basa dapat menyebabkan dehidrasi,
asidosis metabolik dan hipokalemia, hipovolemia. Gejala dari dehidrasi yang tampak
yaitu berat badan turun, turgor kulit kembali sangat lambat, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung, mukosa bibir kering.
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik,
dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat
(Juffrie, 2010).

7. Komplikasi
Menurut Suharyono dalam Nursalam (2008), komplikasi yang dapat terjadi dari diare
akut maupun kronis, yaitu:
1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi)
2. Hipoglikemia
3. Gangguan gizi
4. Gangguan sirkulasi
5. Hiponatremia

8. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien yang mengalami dehidrasi berat atau toksisitas berat atau diare
berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaannya
antara lain pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis
leukosit), kadar elektrolit serum, ureum dan kreatinin, pemeriksaan tinja, pemeriksaan
Enzym-linked immunosorbent assay (ELISA) mendeteksi giardiasis dan tes serologi
amebiasis, dan foto x-ray abdomen. Pasien dengan diare karena virus, biasanya mempunyai
jumlah dan hitung jenis leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri
terutama bakteri yang invasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih
muda. Neutropenia dapat timbul pada salmonellosis. Ureum dan kreatinin diperiksa untuk
mengetahui adanya kekurangan volume cairan dan mineral tubuh. Pemeriksaan tinja
dilakukan untuk melihat adanya leukosit dalam tinja yang menunjukkan adanya infeksi
bakteri, adanya telur cacing dan parasit dewasa. Pasien yang telah mendapatkan pengobatan
antibiotik dalam tiga bulan sebelumnya atau yang mengalami diare di rumah sakit sebaiknya
diperiksa tinja untuk pengukuran toksin clostridium difficile. Rektoskopi atau sigmoidoskopi
perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien yang toksik, pasien dengan diare berdarah atau
pasien dengan diare akut persisten. Pada sebagian besar pasien, sigmoidoskopi mungkin
adekuat 13 sebagai pemeriksaan awal. Pada pasien dengan AIDS yang mengalami diare,
kolonoskopi dipertimbangkan karena kemungkinan penyebab infeksi atau limfoma di daerah
kolon kanan. Biopsi mukosa sebaiknya dilakukan juga jika mukosa terlihat inflamasi berat.
(Wawan, 2013)

9. Penatalaksanaan
1. Penggantian cairan dan elektrolit
Aspek paling penting adalah menjaga hidrasi yang adekuat dan keseimbangan
elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, yang harus dilakukan
pada semua pasien, kecuali jika tidak dapat minum atau diare hebat membahayakan jiwa
yang memerlukan hidrasi intavena. Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5
gram natrium klorida, 2,5 gram natrium bikarbonat, 1,5 gram kalium klorida, dan 20
gram glukosa per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket yang
mudah disiapkan dengan dicampur air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan
rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½
sendok teh baking soda, dan 2-4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1
cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus minum cairan tersebut
sebanyak mungkin sejak merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intravena diperlukan,
dapat diberikan cairan normotonik, seperti cairan salin normal atau ringer laktat,
suplemen kalium diberikan sesuai panduan kimia darah.

2 Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian antibiotik. 2
Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi, seperti
demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi
lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa.

3. Pemberian tablet Zinc untuk semua penderita diare


a. Pastikan semua anak yang menderita diare mendapatkan tablet
Zinc sesuai dosis dan waktu yang telah ditentukan.
b. Dosis tablet Zinc (1 tablet = 20 mg). Berikan dosis tunggal selama 10 hari:
1) Umur < 6 bulan : . tablet
2) Umur ≥ 6 bulan : 1 tablet

4. Pemberian Perbiotik Pada Penderita Diare


Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan sebagai suplemen
makanan yang memberikan pengaruh menguntungkan pada penderita dengan
memperbaiki keseimbangan mikroorganisme usus, akan terjadi peningkatan kolonisasi
bakteri probiotik di dalam lumen saluran cerna. Probiotik dapat meningkatkan produksi
musin mukosa usus sehingga meningkatkan respons imun alami (innate immunity).
Probiotik menghasilkan ion hidorgen yang akan menurunkan pH usus dengan
memproduksi asam laktat sehingga menghambat pertumbuhan bakteri patogen.
Probiotik saat ini banyak digunakan sebagai salah satu terapi suportif diare akut.
Hal ini berdasarkan peranannya dalam menjaga keseimbangan flora usus normal yang
mendasari terjadinya diare. Probiotik aman dan efektif dalam mencegah dan mengobati
diare akut pada anak (Yonata, 2016).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis: pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, dan penghasilan.
1) Keluhan Utama
Biasanya pasien mengalamin buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB <
4 kali dan cair (diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/
sedang), atau BAB > 10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung <14 hari
maka diare tersebut adalah diare akut, sementara apabila berlangsung selama 14 hari
atau lebih adalah diare persisten (Nursalam, 2008)
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien mengalami:
a. Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada, dan kemungkinan timbul diare.
b. Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja berubah
menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
c. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan sifatnya makin
lama makin asam.
d. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
e. Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan eletrolit, maka gejala dehidrasi
mulai tampak.
f. Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi dehidrasi. Urine
normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan atau
sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam (dehidrasi berat) (Nursalam, 2008).
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
a. Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak Diare lebih sering terjadi pada
anak-anak dengan campak atau yang baru menderita campak dalam 4 minggu
terakhir, sebagai akibat dari penuruan kekebalan tubuh pada pasien. Selain
imunisasi campak, anak juga harus mendapat imunisasi dasar lainnya seperti
imunisasi BCG, imunisasi DPT, serta imunisasi polio.
b. Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik), makan
makanan basi, karena faktor ini merupakan salah satu kemungkinan penyebab
diare.
c. Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja, menggunakan botol susu,
tidak mencuci tangan setelah buang air besar, dan tidak mencuci tangan saat
menjamah makanan.
d. Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun biasanya
adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi sebelumnya, selama, atau
setelah diare. Informasi ini diperlukan untuk melihat tanda dan gejala infeksi lain
yang menyebabkan diare seperti OMA, tonsilitis, faringitis, bronkopneumonia, dan
ensefalitis (Nursalam, 2008).
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya, yang dapat menular ke
anggota keluarga lainnya. Dan juga makanan yang tidak dijamin kebersihannya yang
disajikan kepada anak. Riwayat keluarga melakukan perjalanan ke daerah tropis
(Nursalam, 2008; Wong, 2008).
5) Riwayat Nutrisi
Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami diare, meliputi:
a. Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi resiko diare
dan infeksi yang serius.
b. Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air masak dan diberikan
dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan mudah menimbulkan
pencemaran.
c. Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum biasa).
Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus ingin minum banyak.
Sedangkan pada dehidrasi berat, anak malas minum atau tidak bisa minum
(Nursalam, 2008).

3. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubunnya biasanya
cekung
b) Mata
Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya normal.
Apabila mengalami dehidrasi ringan atau sedang kelopak matanya cekung
(cowong). Sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak matanya sangat
cekung.
c) Hidung
Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada hidung, tidak sianosis, tidak ada
pernapasan cuping hidung.
d) Telinga
Biasanya tidak ada kelainan pada telinga.
e) Mulut dan Lidah
(1) Diare tanpa dehidrasi: Mulut dan lidah basah
(2) Diare dehidrasi ringan: Mulut dan lidah kering
(3) Diare dehidrasi berat: Mulut dan lidah sangat kering
f) Leher
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak ada kelainan pada
kelenjar tyroid.
g) Thorak
(1) Jantung
a. Inspeksi : Pada anak biasanya iktus kordis tampak terlihat.
b. Auskultasi : Pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung normal, diare dehidrasi
ringan atau sedang denyut jantung pasien normal hingga meningkat, diare
dengan dehidrasi berat biasanya pasien mengalami takikardi dan bradikardi.
(2) Paru-paru
a. Inspeksi : Diare tanpa dehidrasi biasanya pernapasan normal, diare dehidrasi
ringan pernapasan normal hingga melemah, diare dengan dehidrasi berat
pernapasannya dalam.
h) Abdomen
a. Inspeksi : Anak akan mengalami distensi abdomen, dan kram.
b. Palpasi : Turgor kulit pada pasien diare tanpa dehidrasi baik, pada pasien diare
dehidrasi ringan kembali < 2 detik, pada pasien dehidrasi berat kembali > 2
detik.
c. Auskultasi : Biasanya anak yang mengalami diare bising ususnya meningkat
i) Ektremitas
Anak dengan diare tanpa dehidrasi Capillary refill (CRT) normal, akral teraba
hangat. Anak dengan diare dehidrasi ringan CRT kembali < 2 detik, akral dingin.
Pada anak dehidrasi berat CRT kembali > 2 detik, akral teraba dingin, sianosis.
j) Genitalia
Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang perlu di lakukan pemeriksaan
yaitu apakah ada iritasi pada anus.

c. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan laboratrium
a. Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum Biasanya penderita
diare natrium plasma > 150 mmol/L, kalium > 5 mEq/L
b. Pemeriksaan urin
Diperiksa berat jenis dan albuminurin. Eletrolit urin yang diperiksa adalah Na+
K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan adanya ketosis (Suharyono, 2008).
c. Pemeriksaan tinja
Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan
bikarbonat.
d. Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa
Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar protein leukosit dalam
feses atau darah makroskopik (Longo, 2013). pH menurun disebabkan
akumulasi asama atau kehilangan basa (Suharyono, 2008).

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Endoskopi
1. Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2, jika dicurigai
mengalami penyakit seliak atau Giardia. Dilakukan jika pasien mengalami
mual dan muntah.
2. Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan perdarahan segar
melalui rektum.
3. Kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi, untuk semua pasien jika pada
pemeriksaan feses dan darah hasilnya normal, yang bertujuan untuk
menyingkirkan kanker.
b. Radiologi
1. CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok menjalani kolonoskopi
2. Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika di curigai mengalami penyakit
bilier atau prankeas

2. Diagnosa Keperawatan
1. Diare berhubungan dengan parasit, psikologis, proses infeksi, inflamasi, iritasi,
malabsorbsi.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif,
kegagalan mekanisme regulasi.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis, faktor psikologis, ketidakmampuan mencerna makanan,
ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien.

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
.
1. Diare berhubungan dengan NOC: NIC:
parasit, psikologis, proses a. Kontinensi usus a. Manajemen diare
infeksi, inflamasi, iritasi, Setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan:
malabsorbsi. keperawatan diharapkan pasien dapat 1. Evaluasi efek samping pengobatan
mengontrol pengeluaran feses dari terhadap gastrointestinal
usus, dengan Kriteria 2. Anjurkan pasien untuk
hasil: menggunakan obat antidiare
1. Diare 3. Evaluasi intake makanan yang
2. Mengeluarkan feses paling tidak dikonsumsi sebelumnya
kali per hari 4. Identifikasi faktor penyebab diare
3. Minum cairan secara adekuat (misalnya, bakteri)
4. Mengkonsumsi serat secara adekuat 5. Berikan makanan dalam porsi kecil
dan lebih sering serta tingkatkan
b. Fungsi Gastrointestinal porsi secara bertahap
Setelah dilakukan tindakan 6. Monitor tanda dan gejala diare
keperawatan diharapkan saluran
pencernaan pasien mampu untuk
mencerna, dan menyerap nutrisi dari b. Manajemen Saluran Cerna
makanan, dengan Kriteria Tindakan keperawatan:
hasil: 1. Monitor buang air besar termasuk
1. Frekuensi BAB frekuensi, konsistensi, bentuk,
2. Konsistensi feses volume, dan warna, dengan cara yang
3. Distensi perut tepat.
4. Peningkatan peristaltik 2. Monitor bising usus
5. Diare 3. Instruksikan pasien mengenai
makanan tinggi serat
2. Kekurangan Volume cairan NOC: NIC:
berhubungan dengan a. Keseimbangan cairan a. Manajemen cairan
kehilangan cairan aktif, Setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan:
kegagalan mekanisme keperawatan diharapkan keseimbangan 1. Monitor status hidrasi (misalnya,
regulasi. cairan didalam tubuh pasien tidak membran mukosa lembab, denyut
terganggu, dengan Kriteria hasil: nadi adekuat)
1. Tekanan darah 2. Jaga intake/asupan yang akurat dan
2. Denyut nadi perifer catat output pasien
3. Keseimbangan intake dan output 3. Monitor makanan/cairan yang
dalam 24 jam dikonsumsi dan hitung asupan kalori
4. Berat badan stabil harian
5. Turgor kulit 4. Kolaborasi pemberian cairan IV
6. Kelembaban membrane mukosa 5. Monitor status nutrisi
6. Timbang berat badan setiap hari
b. Hidrasi dan monitor status pasien
Setelah dilakukan tindakan 7. Monitor tanda-tanda vital
keperawatan diharapkan ketersediaan 8. Dorong keluarga untuk membantu
air didalam tubuh pasien tidak pasien makan
terganggu, dengan Kriteria hasil:
1. Turgor kulit b. Manajemen Hipovolemia
2. Membran mukosa lembab Tindakan Keperawatan:
3. Intake cairan 1. Monitor status cairan termasuk
4. Mata dan ubun-ubun cekung intake dan output cairan
5. Nadi cepat dan lemah 2. Pelihara IV line
3. Monitor tingkat Hb dan hematokrit
c. Status nutrisi: asupan makanan & 4. Monitor tanda-tanda vital
cairan 5. Monitor respon pasien terhadap
Setelah dilakukan tindakan penambahan cairan
keperawatan diharapkan jumlah 6. Dorong pasien untuk menambah
makanan dan cairan yang masuk ke Intake oral
dalam tubuh pasien adekuat, dengan
Kriteria hasil: c. Monitor cairan
1. Asupan makanan secara oral Tindakan keperawatan:
2. Asupan makan secara tube feeding 1. Monitor berat badan
(NGT/OGT) 2. Monitor intake dan output
3. Asupan cairan intravena 3. Monitor nilai serum dan elektrolit
4. Asupan nutrisi parenteral urin
4. Monitor serum albumin dan total
protein
5. Monitor TD, nadi, pernafasan
6. Monitor kelembaban
mukosa, turgor kulit
3. Ketidakseimbangan nutrisi: NOC: NIC:
kurang dari kebutuhan a. Status nutrisi a. Manajemen nutrisi
tubuh Setelah dilakukan tindakan Tindakan keperawatan:
keperawatan diharapkan nutrisi pasien 1. Identifikasi adanya alergi atau
dapat terpenuhi, dengan Kriteria hasil: intoleransi makanan
1. Asupan makanan 2. Instruksikan pasien mengenai
2. Asupan cairan kebutuhan nutrisi
3. Rasio berat/tinggibadan 3. Atur diet yang diperlukan (yaitu,
4. Energi Menyediakan makana protein
5. Hidrasi tinggi, menambah atau mengurangi
kalori, menambah atau menurangi
b. Status nutrisi: Asupan Makanan vitamin, mineral)
& Cairan 4. Tentukan jumlah kalori dan jenis
Setelah dilakukan tindakan nutrisi yang dibutuhkan untuk
keperawatan diharapkan jumlah memenuhi persyaratan gizi
makanan dan cairan yang masuk ke
dalam tubuh pasien adekuat, dengan
Kriteria hasil: b. Monitor nutrisi
1. Asupan makanan secara oral Tindakan keperawatan:
2. Asupan makan secara tube feeding 1. Monitor kecendrungan turun BB
(NGT/OGT) 2. Monitor turgor kulit
3. Asupan cairan secara oral 3. Monitor adanya mual dan muntah
4. asupan nutrisi parenteral
4. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
5. Monitor diet dan asupan kalori
Daftar Pustaka

Juffrie, M.; Soenarto, S.S.Y.; Oswari, H.; Arief, S.; Rosalina, I.; & Mulyani, N.S. 2010. Buku
Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI

Ngastiyah. 2014. Perawatan anak sakit edisi 2. Jakarta : EGC

Nursalam, Susilaningrum, R.; & Utami, R. 2008. Asuhan keperawatan bayi dan anak. Jakarta :
Salemba Medika

Wijoyo, yosef. 2013. Diare Pahami Penyakit dan Obatnya. Yogyakarta: PT Citra
Aji Parama

Anda mungkin juga menyukai