Anda di halaman 1dari 12

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep Dasar Penyakit Ispa


1.1.1 Defenisi Penyakit Ispa
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut.
Dimana penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih
dari saluran nafas mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan
adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Maramis, 2013).
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernapasan yang bersifat akut dengan berbagai macam gejala (sindrom)
(Hariani, dkk, 2014).
Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut
dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya Mikroorganisme
ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan
penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga Alveoli
beserta organ Adneksa nya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14
hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, kurang dari 14 hari. Biasanya
diperlukan waktu penyembuhan 5–14 hari (Kusumawati, 2010).

1.1.2 Etiologi Ispa


Penyakit ini disebabkan oleh berbagai sebab (multifaktorial). Penyebab dari
penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu terdapat beberapa
faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/neonatus, ukuran dari
saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta
keadaan cuaca (Maramis, 2013).
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari
terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang
merupakan penyebab utama yakni golongan A -hemolityc streptococus,
staphylococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma
dan pneumokokus (Kusumawati, 2010).
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka
kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari
air susu ibu (Kusumawati, 2010).
Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh
didalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin
sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan
dari jalan nafas (Maramis, 2013).
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi
antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung
mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim,
tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Kusumawati, 2010).
Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah
banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan
juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan
adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian
menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran
nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Hariani, dkk,
2014).
Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah,
sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran
pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru
sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Kusumawati, 2010).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan
aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di
saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan
sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri
dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system
imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada
saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula
bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas
mukosa saluran nafas (Hariani, dkk, 2014).
Dari uraian diatas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu (1) Tahap patogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita
belum menunjukkan reaksi apa-apa. (2) Tahap dini penyakit, dimulai dari
munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan batuk.(3) Tahap
inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah
rendah. (4) Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.
Timbul gejala demam dan batuk.(5) Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi
empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi
kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia (Kusumawati, 2010).

1.1.3 Manifestasi Klinis Ispa


Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam,
adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu
saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali
tidak mau minum (Firdausia, 2013).
Adapun tanda dan gejala yang sering muncul, antara lain :
1. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul
jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali
demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa
mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada
meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas,
gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk,
terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan
menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama
bayi tersebut mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan
lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,
mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan (Kusumawati, 2010).

1.1.4 Patofisiologi Ispa


Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan
silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong
virus ke arah pharing atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.
Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan
mukosa saluran pernafasan. Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut
menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding
saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang
banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran
cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk (Kusumawati, 2010).
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap
infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat
pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus
influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut
(Kusumawati, 2010).
1.1.4 Komplikasi
Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh
sendiri 5 sampai 6 hari, jika tidak terjadi invasi kuman lain. Tetapi penyakit
ISPA yang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat
menimbulkan komplikasi seperti: Kejang demam, sinusitis,radang paru
paranasal, penutupan tuba eustachi, empiema, meningitis dan bronco
pneumonia serta berlanjut pada kematian karena adanya sepsis yang menular
(Ngastiyah, 2005).

1.1.5 Pemeriksaan Penunjang


Dalam Marilyn Dongoes (2001), pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada penderita ISPA antara lain :
1) X – Ray pada sinus : Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan
mengindentifikasi masalah – masalah struktur, malformasi rahang.
2) CT – Scan sinus : Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoidal dan
etmoidal.
3) Darah Lengkap : Mendeteksi adanya tanda – tanda infeksi dan anemi
(Serviyanti, 2013).
4) Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah
biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,
5)  Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia dan,
6) Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Suryadi, Yuliani R, 2001)

1.1.6 Penatalaksanaan Ispa


Untuk batuk pilek tanpa komplikasi diberikan pengobatan simtomatis,
misalnya ekspektoransia untuk mengatasi batuk, sedatif untuk menenangkan
pasien, dan anti peiretik untuk menurunkan demam. Obstruksi hidung pada
bayi sangat sukar diobati. Penghisapan lendir hidung tidak efektif dan sering
menimbulkan bahaya. Cara yang paling mudah untuk pengeluaran sekret
adalah dengan membaringkan bayi tengkurap. Pada anak besar dapat
diberikan tetes hidung larutan efedrin 1 %, bila ada infeksi sekunder
hendaknya diberikan antibiotik. Batuk yang produktif (pada bronkoinfeksi dan
trakeitis) tidak boleh diberikan antitusif, misalnya : kodein, karena
menyebabkan depresi pusat batuk dan pusat muntah, penumpukan sekret
hingga dapat meyebabkan bronkopneumonia. Selain pengobatan tersebut,
terutama yang kronik, dapat diberikan pengobatan dengan penyinaran
(Firdausia, 2013).
a. Prinsip perawatan ISPA antara lain :
1) Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
2) Meningkatkan makanan bergizi
3) Bila demam beri kompres dan banyak minum
4) Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan
sapu tangan yang bersih
5) Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak
terlalu ketat.
6) Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak
tersebut masih menetek
7) Mengatasi panas (demam) dengan memberikan kompres, memberikan
kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak
perlu air es).
8) Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional
yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½
sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan Pasien dengan Ispa


1.2.1 Pengkajian
Pengkajian menurut Nursalam (2008) meliputi:
1.2.1.1 Identitas
Biodata klien terdiri atas Nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat, agama.Biodata penanggung jawab terdiri atas Nama, jenis
kelamin, umur, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, agama, dan hubungan dengan
klien.
1.2.1.2 Riwayat Keperawatan
1. Keluhan Utama
Keluhan utama pada Ispa pada umumnya suhu badan klien meningkat diatas
38˚C dan sesak napas.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang dikembangkan dari keluhan utama dengan
PQRST. P(Paliative) yaitu faktor yang memperberat dan meringankan
keluhan utama dari sesak, apa yang dapat memperberat/meringankankeluhan
utama  seperti sesak pada penderita Ispa. Aktivitas apa yang dapat yang
dilakukan saat gejala pertama dirasakan, apa ada hubungan dengan aktivitas.
Q (Quantity)  seberapa berat gangguan yang dirasakan klien, bagaimana
gejala yang dirasakan, pada saat dikaji apa gejala ini lebih berat atau lebih
ringan dari yang sebelumnya. R (Regio) dimana tempat terjadinya gangguan,
apakah mengalami penyebaran atau tidak.S(Skala) seberapa berat sesak yang
diderita klien. (Timing) kapan keluhan mulai dirasakan, apakah keluhan
terjadi mendadak atau bertahap, Seberapa lama keluhan berlangsung ketika
kambuh.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada keluarga yang terserang Ispa.
1.2.1.3 Pemeriksaan Fisik
1. B1 (Breating), Inspeksi didapatkan pernafasan cepat, klien sesak nafas,
menggunakan otot bantu nafas. Ada sianosis pada bibir dan dasar kuku,
warna kulit agak pucat, ada pernapasan cuping hidung dan retraksi dada.
Palpasi terdapat taktil fremitus meningkat, gerakan dada tidak simetris.
Perkusi terdapat pekak pada area paru. Sedangkan Auskultasi ditemukan
bunyi nafas ronkhi (+).
2. B2 (Blood), pada pasien dengan Ispa pengkajian yang didapat meliputi
inspeksi yaitu didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, palpasi
didapatkan denyut nadi perifer melemah, perkusididapatkan bahwa batas
jantung tidak mengalami pergeseran sedangkan auskultasi terdapat tekanan
darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan.
3. B3 (Brain), pasien dengan Ispa yang berat sering terjadi penurunan
kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi berat. Pada
pengkajian objektif, wajah pasien tampak meringis, menangis, merintih,
mengerang, dan menggeliat.
4. B4 (Bladder), pengukuran volume urine berhubungan dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria, karena hal tersebut
tanda awal dari syok.
5. B5 (Bowel), pasien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan.
6. B6 (Bone), kelemahan dan keletihan fisik secara umum sering menyebabkan
ketergantungan pasien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan
aktivitas sehari-hari.
7.
1.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada anak dengan kasus Ispa berdasarkan rumusan
diagnosa keperawatan (SDKI, 2017) yaitu:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001, hal 18)
2. Gangguan pertukaran gas (D.0003, hal 22)
3. Gangguan keseimbangan suhu tubuh (D.0130, hal 284)
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (D.0019, hal 56)
5. Intoleransi aktivitas (D.0056, hal 128)

1.2.3 Intervensi
1.2.3.1 Bersihan jalan nafas tidak efektif
Tujuan:
1. Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas.
2. Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret.
Hasil yang diharapkan:
1. Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas.
2. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas.
Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi:
1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
2. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi pemberian bronkodilator
1.2.3.2 Gangguan pertukaran gas
Tujuan:
Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang
normal dan tidak ada distres pernafasan.
Kriteria hasil:
1. Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan.
2. Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.
Intervensi:
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
2. Atur interval pemantaian respirasi sesuai kondisi klien
3. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
1.2.3.3 Gangguan keseimbangan suhu tubuh
Tujuan:
Termoregulasi membaik.
Kriteria hasil:
1. Suhu tubuh dalam rentang normal
2. Nadi RR dalam rentang normal
3. Tidak ada perubahan warna kulit
Intervensi:
1. Monitor suhu tubuh
2. Sediakan lingkunga yng dingin
3. Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
1.2.3.4 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan:
1. Menunjukkan peningkatan nafsu makan.
2. Mempertahankan/meningkatkan berat badan.
Intervensi:
1. Identifikasi status nutrisi
2. Sajikan makanaan secaraa menarik dan suhu yang sesuai
3. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
1.2.3.5 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan:
Menunjukkan toleransi terhadap aktivitas.
Kriteria Hasil:
1. Tidak adanya dispnoe.
2. Tidak adanya kelemahan.
3. Tanda-tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi:
1. Monitor kelemahan fisik dan emosional
2. Sediakan lingkungan nyaman dan reendah stimulus
3. Anjurkan tirah baring
4. Kolaborassi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan.

1.2.4 Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang
telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan
perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi
prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap
intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan
(Suriyadi, 2009).
1.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana tahap
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk
memodifikasi tujuan akan intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine,
2003).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Ispa adalah:
1. Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas.
2. Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret.
3. Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang
normal dan tidak ada distres pernafasan.
4. Menunjukkan toleransi terhadap aktivitas.
5. Menunjukkan peningkatan nafsu makan.
6. Mempertahankan/meningkatkan berat badan.
DAFTAR PUSTAKA

Firdausia, A. 2013. Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Pekerjaan Ibu Dengan


Perilaku Pencegahan ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Gang
Sehat Pontianak. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura Pontianak.
Hariani, dkk. 2014. Hubungan Status Imunisasi, Status Gizi, Dan Asap Rokok
Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Dipuskesmas Segeri Pangkep. Jurnal ilmiah
kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 5 Tahun 2014 ● ISSN : 2302-1721.
Poltekkes Kemenkes Makassar dan STIKES Nani Hasanuddin Makassar.
Kusumawati, 2010. Hubungan Antara Status Merokok Anggota Keluarga Dengan
Lama Pengobatan ISPA Balita Di Kecamatan Jenawi. Program Pasca Sarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Maramis, dkk. 2013. Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Pengetahuan Ibu Tentang
ISPA Dengan Kemampuan Ibu Merawat Balita ISPA Pada Balita Di
Puskesmas Bahu Kota Manado. ejournal keperawatan (e-Kp) Volume 1. Nomor
1. Agustus 2013.
Serviyanti, 2013. Pola Bakteri Dari Sputum Penderita Infeksi Saluran Pernapasan
Di Puskesmas Bahu. Bagian Mikrobiologi Universitas Sam Ratulangi Manado.

Anda mungkin juga menyukai