1) Pembentukan Urine
Nefron merupakan unit fungsional dari ginjal, yang merupakan awal
pembentuk urine. Ginjal ini tersusun + 1 juta nefron yang terdiri dari sebuah
glomerulus dan sebuah tubulus. Dinding kapiler glomerulus tersusun oleh sel-sel
endotel dan membran basalis, Glomerulus membentang dan membentuk tubulus
yang terdiri atas 3 bagian yaitu :
2) Tubulus proximal :
Dalam keadaan normal, + 20 % dari plasma melewati glomerulus akan
disaring ke dalam nefron dengan jumlah 80 liter per hari yang terdiri dari filtrat
yaitu : air, elektrolit dan molekul kecil lainnya masuk ke dalam tubulus proximal
di proses hingga 60 % dan filtrat tersebut di serap kembali ke dalam darah, kecuali
glukosa 100 % di serap yang disebut dengan “Reabsorbsi Obligat” (mutlak).
3) Ansa Henle
Cairan dari tubulus proximal masuk ke Ansa henle. Ketika cairan turun ke
ansa henle desenden, ada transportasi aktif ureum yang menyebabkan kepekatan
meningkat, ketika naik lewat ansa henle asenden ada transportasi aktif H2O
(dikeluarkan)
4) Tubulus Distal
Di dalam tubulus ini terjadi 3 proses yaitu :
a. Reabsorbsi air oleh Anti Diuretik Hormon
Bila tubuh kekurangan air maka otak akan membuat banyak anti diuretic
hormon sehingga penyerapan di distal banyak juga dan urine menjadi
sedikit. Begitu sebaliknya bila air berlebih jumlah anti diuretik hormon
sedikit dan filtrat dapat lolos yang akhirnya jadi urine banyak.
b. Bekerjanya anti diuretik hormon
Anti diuretik hormon dapat juga dikeluarkan oleh korteks anak ginjal
untuk melakukan transportasi aktif yaitu mengeluarkan kalsium dan
menarik natrium.
c. Sekresi zat-zat sisa metabolime dan zat racun tubuh.
5) Ductus Kolligentes
Merupakan tubulus penampung setelah tubulus distal. Di sini masih terjadi
proses reabsorbsi air oleh anti diuretik hormon. Bila cairan sudah melewati ductus
kolligentes maka disebut dengan “urine” yang dilanjutkan ke kalix minor menuju
kalix mayor dan melewati pelvis ginjal mengalirkan urine ke ureter menuju ke
vesika urinaria dengan gerakan peristaltik yang membuka sfingter ureter,
kemudian urine masuk ke dalam vesika urinaria, sebagai tempat penampungan
sementara.
6) Vesika Urinaria
Suatu kantong berotot yang disebut musculus Detrusor, yang terisi sedikit
demi sedikit urine, mulai dari volume 0 – 100 cc, tekanan kandung kemih sedikit
bertambah. Dari volume 100 – 400 cc tekanan kandung kemih tidak berubah,
karena Musculus Detrusor mengembang mengikuti jumlah air kemih lewat 400
cc ke atas tekanan meningkat dan meregangkan Musculus Detrusor.
Regangan ini mengirim impuls afferent ke medula spinalis lumbal dan
sacral dengan susunan saraf pusat. Dari lumbal sacral keluar impuls efferent ke
Musculus Detrusor (mengerut). Merangsang pembukaan sfingter urethra internal
untuk membuka sehingga timbul keinginan untuk BAK, dengan mengalirkan
urine keluar tubuh melalui sfingter urethra eksterna.
7) Komposisi Urine
Urine yang normal biasanya berwarna jernih sampai dengan kuning muda,
tidak terdapat glukosa, eritrosit, leukosit dan trombosit serta protein. Bau sedikit
pesing, berat jenis 1010 – 1030.Urine terdiri dari :Air, Elektrolit, Zat asam sisa
metabolisme
1.1.3 ETIOLOGI
Pasien post operasi dan post partum merupakan bagian yang terbanyak
menyebabkan retensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung
kemih dan edema sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural
anestesi, obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma
pelvik, nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang
mengosongkan kandung kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine pos
operasi biasanya membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandung kemih
yang adekuat.
1.1.4 PATOFISIOLOGI
Pada masa kehamilan terjadi peningkatan elastisitas pada saluran kemih,
sebagian disebabkan oleh efek hormon progesteron yang menurunkan tonus otot
detrusor. Pada bulan ketiga kehamilan, otot detrusor kehilangan tonusnya dan
kapasitas vesika urinaria meningkat perlahan-lahan. Akibatnya, wanita hamil
biasanya merasa ingin berkemih ketika vesika urinaria berisi 250-400 ml urin.
Ketika wanita hamil berdiri, uterus yang membesar menekan vesika urinaria.
Tekanan menjadi dua kali lipat ketika usia kehamilan memasuki 38 minggu.
Penekanan ini semakin membesar ketika bayi akan dilahirkan, memungkinkan
terjadinya trauma intrapartum pada uretra dan vesika urinaria dan menimbulkan
obstruksi. Tekanan ini menghilang setelah bayi dilahirkan, menyebabkan vesika
urinaria tidak lagi dibatasi kapasitasnya oleh uterus. Akibatnya vesika urinaria
menjadi hipotonik dan cenderung berlangsung beberapa lama.
Retensi urin post partum paling sering terjadi akibat dissinergis dari otot
detrusor dan sfingter uretra. Terjadinya relaksasi sfingter uretra yang tidak
sempurna menyebabkan nyeri dan edema. Sehingga ibu post partum tidak dapat
mengosongkan kandung kemihnya dengan baik.
1.1.5 KLASIFIKASI
a. Retensi urin akut
Merupakan retensi urine yang berlangsung ≤ 24 jam post partum. Retensi
urine akut lebih banyak terjadi akibat kerusakan yang permanen khususnya
gangguan pada otot detrusor berupa kontraksi dari otot detrusor kurang atau tidak
adekuat dalam fase pengosongan kandung kemih. Adanya obstruksi pada uretra,
karena overaktivitas otot uretra atau karena oklusi mekanik. Kerusakan juga bisa
pada ganglion parasimpatis dinding kandung kemih. Pasien post operasi dan post
partum merupakan penyebab terbanyak retensi urine akut. Fenomena ini terjadi
akibat dari trauma kandung kemih dan edema sekunder akibat tindakan
pembedahan atau obstetri, epidural anestesi, obat-obat narkotik, peregangan atau
trauma saraf pelvik, hematomapelvik, nyeri insisi episiotomi atau abdominal,
khususnya pada pasien yang mengosongkan kandung kemihnya dengan manuver
Valsalva. Retensi urine pos operasi biasanya membaik sejalan dengan waktu dan
drainase kandung kemih yang adekuat. Retensio urine biasanya disebabkan oleh
trauma kandung kemih. Nyeri atau interfensi sementara pada persyarafan kandung
kemih, nyeri sering mengecilkan usaha volunter yang diperlukan untuk memulai
urinasi/ miksi. uretra,dinding kandung kemih kurang sensitif. Pada keadaan ini,
kandung kemih sangat mengembang ketika keinginan dan kemampuan untuk
berkemih sangat rendah. Walaupun sejumlah kecil urine dapat
dikeluarkan,kandung kemih banyak mengandung urine residu.
1. Retensio urin pasca persalinan pervaginam
Trauma intrapartum menyebabkan udem dan hematom jaringan, selain itu
penekanan yang lama bagian terendah janin terhadap periuretra
menyebabkan gangguan kontraksi otot detrussor, sehingga terjadi
ekstravasasi ke otot kandung kemih Nyeri karena laserasi atau episiotomi
juga menyebabkan hambatan terhadap kontraksi detrusor .
2. Retensio urin pasca seksio sesaria :
a. Seksio sesaria dengan riwayat partus lama menyebabkan udem dan
hematom jaringan periuretra
b. Nyeri luka insisi pada dinding perut menyebabkan pasien enggan
mengkontraksikan otot dinding perut guna memulai pengeluaran urin
c. Manipulasi kandung kemih selama seksio sesarea menyebabkan spastik
sfingter uretra
d. Anestesi
b. Retensi urin kronik
Merupakan retensi urin yang berlangsung > 24 jam post partum. Pada kasus
retensi urine kronik, perhatian dikhususkan untuk peningkatan tekanan
intravesical yang menyebabkan reflux ureter, penyakit traktus urinarius bagian
atas dan penurunan fungsi ginjal.
1.1.7 KOMPLIKASI
a. Perdarahan.
b. Ekstravasasi urin
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan
cairan, karena itu perawat perlu memantau. Adanya edema ekstremitas
mendadak terjadi retensi cairan yang parah.
e. B5 (Bowel)
Pasien biasanya merasakan mual dan muntah, penurunan nafsu
makan, serta penurunan berat badan.Terdapat linea nigra, striae
uvidae/albican,dan terdapat pembesaran abdomene.
f. B6 (Bone)
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, serta mudah
lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2) Sistem Reproduksi
Payudara : Mengamati bentuk, ukuran, dan kesimetrisannya, puting susu
menonjol atau masuk ke dalam. Adanya kolostrum atau cairan lainnya,
misalnnya ulkus, retraksi akibat adanya lesi,masa atau pembesaran
pembuluh limfe.
Genetalia : Apakah terdapat varices pada vulva dan vagina, oedema,
condilomatalata, condylomaacuminata, pembesaran kelenjar skene dan
bartholini, keputihan dan untuk mengetahui adanya kelainan alat
reproduksi
1.2.3 INTERVENSI
Rencana Tindakan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi TTD
Keperawatan
Keperawatan
1. Nyeri Akut Setelahdilakukantindakankeperawatanselama - Ajarkan teknik
Berhubungan 3 x 24 jam diharapkannyeriberkurang / nonfarmakologi
Dengan hilangdengankriteriahasil : s untuk
peningkatan - Melaporkan nyeri berkurang / hilang mengurangi
tekanan - Skala nyeri berkurang rasa nyeri
uretra - Ketegangan otot berkurang / hilang - Berikan plester
- Dapat istirahat dan tidur selang drainase
pada paha dan
kateter pada
abdome
- Anjurkan
monitor nyeri
secara mandiri
- Identifikasi
skala nyeri
- Monitor
kualitas nyeri
(mis: terasa
tajam,tumpul
diremas-
remas,ditimpa
beban berat)
- Monitor lokasi
dan penyebaran
nyeri
- Monitor
intensitas nyeri
dengan
menggunakan
skala
- Monitor durasi
dan frekuensi
nyeri
- Kolaborasi
pemberian
analgetik
1.2.4 IMPLEMENTASI
Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan dalam tindakan, selama
fase implementasi ini merupakan fase kerja aktual dari proses keperawatan.
Rangkaian rencana yang telah disusun harus diwujudkan dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan. Pelaksanaan dapat dilakukan oleh perawat yang bertugas
merawat klien tersebut atau perawat lain dengan cara didelegasikan pada saat
pelaksanaan kegiatan maka perawat harus menyesuaikan rencana yang telah
dibuat sesuai dengan kondisi klien maka validasi kembali tentang keadaan klien
perlu dilakukan sebelumnya.
1.2.5 EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses perawatan untuk mengukur
keberhasilan dari rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien Bila
masalah tidak dipecahkan atau timbul masalah baru, maka perawat harus berusaha
untuk mengurangi atau mengatasi beban masalah dengan meninjau kembali
rencana perawatan dengan menyesuaikan kembali terhadap keadaan masalah yang
ada