Anda di halaman 1dari 13

RESUMAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis


Dosen: Karmitasari Yanra Katimenta, Ns.,M.Kep

Oleh:
Tri Panji Kusuma
2017.C.09a.0867

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2020

1
A. Konsep Keperawatan Kritis
1. Definisi
Kritis adalah keadaan krisis, gawat, genting (tentang suatu keadaan),
keadaan yang paling menentukan berhasil atau gagalnya suatu usaha. Kritis
juga didefiniskan sebagai penilaian dan evaluasi secara cermat dan hati-hati
terhadap suatu kondisi dalam rangka mencari penyelesaian.
Secara keilmuan, keperawatan kritis berfokus pada penyakit yang
kritis atau pasien yang tidak stabil. Untuk pasien kritis, pernyataan paling
penting yang harus dipahami adalah “waktu adalah vital”.
AACN mendefinisikan keperawatan kritis adalah keahlian khusus di
dalam ilmu perawatan yang dihadapkan secara rinci dengan manusia
(pasien) dan bertanggung jawab atas masalah yang mengancam jiwa.
Perawat kritis adalah perawat profesional yang resmi dan bertanggung
jawab untuk memastikan pasien degan sakit kritis dan keluarga pasien
mendapat kepedulian optimal.
AACN juga menjelaskan secara spesifik bahwa asuhan keperawatan
kritis mencakup diagnosis dan penatalaksanaan respon manusia terhadap
penyakit aktual atau potensial yang mengancam kehidupan. Lingkup praktik
askep kritis didefinisikan degan interaksi perawat kritis, pasien dengan
penyakit kritis, dan lingkungan yang memberikan sumber-sumber adekuat
untuk pemberian perawatan. Pada umumnya, lingkungan yang mendukung
rasio perbandingan perawat pasien adalah 1:2 (tergantung kebutuhan
pasien), satu perawat dapat menjaga 3 pasien dan terkadang seorang pasien
membutuhkan bantuan >1 perawat untuk dapat bertahan hidup.
Perawat harus mengaktualisasi diri secara fisik, emosional, dan
spiritual untuk memenuhi tantangan merawat pasien yang mengalami
penyakit kritis. Pelayanan askep kritis harus berkualitas tinggi dan
komprehensif. Askep kritis juga membutuhkan kemampuan untuk
menyesuaikan situasi kritis degan kecepatan dan ketepatan dalam
pengambilan keputusan dan bertindak, dimana kondisi tidak dibutuhkan
pada situasi keperawatan lain. Esensi asuhan keperawatan kritis tidak
berdasarkan pada lingkungan khusus atau alat khusus, tetapi proses

2
pengambilan keputusan yang didasarkan pada pemahaman yang sungguh-
sungguh terhadap fisiologis dan psikologis.

2. Lingkup Keperawatan Kritis


a. The Critically Ill Patient  masalah yang aktual dan potensial
mengancam kehidupan pasien dan membutuhkan ovservasi dan
intervensi mencegah komplikasi. Pasien sakit kritis didefinisikan sebagai
pasien yang beresiko tinggi untuk masalah kesehatan actual atau
potensial mengancam jiwa. Semakin sakit kritis pasien, semakin besar
kemungkinan dia menjadi rentan, tidak stabil, sehingga butuh asuhan kep
yang intens. Pasien membutuhkan observasi dan intervensi secara
intensif untuk mencegah terjadinya perburukan dan komplikasi.
b. The Critically Care Nurse  membutuhkan perawat yang profesional
untuk perawatan pasien kritis. Perawat dalam praktik keperawatan kritis
dalam pengaturan dimana pasien butuh pengkajian yang kompleks, terapi
intensitas tinggi dan intervensi berkesinambungan kewaspadaan
keperawatan. Perawat perawatan kritis mengandalkan pengetahuan
khusus, keterampilan dan pengalaman untuk memberikan perawatan
kepada pasien dan keluarga untuk mencapai lingkungan yang
menyembuhkan, manusiawi dan peduli. Perawat menjadi pelindung atau
pembela pasien. AACN mendefinisikan advokasi adalah menghormati
dan mendukung nilai-nilai dasar, hak, keyakinan pasien kritis. Perawat
perawatan kritis memiliki keahlian (skill) yaitu skill kognitif (cognitive
skill), skill interpersonal (interpersonal skill) dan skill tehnik (technical
skill) sebagai pendukung praktik keperawatan kritis. Perawat perawatan
kritis mampu melaksanakan praktik regulasi asuhan keperawatan kritis,
di mana pasien memerlukan pengkajian yang kompleks, intervensi
keperawatan yang intensitas tinggi dan berkesinambungan serta
kewaspadaan keperawatan yang ketat.
c. The Critically Care Environment  ruang perawatan intensif adalah
lingkungan yang berpotensi memusuhi pasien yang rentan terhadap sakit
kritis. Selain stres fisik akibat penyakit, nyeri, obat penenang, intervensi,

3
dan ventilasi mekanik, ada stress psikologi dan psikososisla yang
dirasakan oleh pasien. Salah satu faktor tambahan adalah lingkungan
ICU yang juga diduga berkontribusi terhadap sindrom yang dikenal
dengan ICU psikosis/delirium. Sering melaporkan faktor stres
lingkungan adalah kebisingan, cahaya, pembatas mobilitas, dan isolasi
sosial.

3. Pelayanan Intensive Khusus


a. Bedah jantung : CABG, MVR/DVR (Mitral/Double Valve Replacement),
VSD (Ventrikel Septal Defek), ASD (Atrial Septal Defek).
b. Isolasi pasien kritis: Avian Influenza, Flu Meksiko, MRSA (Methicyllin
Resistan Staphylococcus Aureus), ESBL (Ekstendet Beta Lactamasa),
TB Paru

4. Prinsip Keperawatan Kritis


Pasien kritis adalah pasien dengan perburukan patofisiologi yang
cepat dan dapat menyebabkan kematian. Ruangan untuk mengatasi pasien
kritis di RS terdiri dari: unit gawat darurat (UGD), dimana pasien diatasi
pertama kali; unit perawatan intensif (ICU), bagian yang mengatasi keadaan
kritis, sedangkan bagian yang lebih memusatkan perhatian pada
penyumbatan dan penyempitan pembuluh darah koroner disebut dengan unit
perawatan intensif koroner (ICCU). Baik UGD, ICU, dan ICCU adalah unit
perawatan kritis dimana perburukan patofisiologis dapat terjadi secara cemat
dan berakhir dengan kematian.
Pada kenyataannya, praktik penatalaksanaan kritis ini telah dimulai di
tempat kejadian maupun dalam waktu pengangkutan ke RS yang disebut
dengan fase prehospital. Tindakan yang dilakukan adalah resusitasi dan
stabilisasi sambil memantau perubahan yang mungkin terjadi dan tindakan
yang diperlukan.
Alasan pasien masuk ke intensive care:
Secara umum, pasien masuk ke unit perawatan karena membutuhkan
monitoring intensif dan perawatan diberikan untuk dukungan kehidupan.

4
Pasien masuk ICU dpt berasal dari kamar bedah, UGD, dan berbagai
unit lain. Berikut ini beberapa alasan yg menyebabkan pasien dirawat di
ruang intensive:
a. Kesulitan/kerusakan sisten pernapasan yang mengakibatkan
ketidakmampuan klien mempertahankan ventilasi dan oksigen. Masalah
ventilasi dan oksigen umumnya terjadoi pada pasien penumonia, emboli
paru, overdosis obat, dan distres pernapasan. ICU mempunyai fasilitas
dan alat utk menjamin kepatenan oksigenasi dan ventilasi.
b. Masalah Sirkulasi seperti hipotensi, gangguan irama jantung: Pasien
infark miokard akut (heart attack), irama jantung tidak teratur yg
membutuhkan monitoring secara rutin, perdarahan internal atau
eksternal, pasien hemodinamik tidak stabil.
c. Gangguan neurologis. Pasien tidak sadar atau gangguan status mental
yang membutuhkan monitoring statuis neurologis secara intensif untuk
mendapat data tentang perfusi sentral.
d. Ancaman infeksi (risiko), seperti luka bakar atau sepsis, membutuhkan
perawatan intensif untuk mengontrol tekanan dan mempertahankan
perfusi jantung, otak, paru, ginjal. Contoh lain adalah pasien sepsis dan
luka bakar terbuka yang sangat membutuhkan perawatan intensif
terhadap pemberian obat dan manajemen cairan.
e. Pasien dengan masalah metabolik, seperti ketidakseimbangan elektrolit
karena diabetes, gagal ginjal, ketidakseimbangan asam basa yang
membutuhkan monitoring intensif dan titrasi pengobatan untuk
mengontrol dan mencegah komplikasi.
f. Pasien pasca bedah jantung terbuka, bedah thoraks, bedah otak, bedah
abdomen (laparatomi), bedah ortopedi dimasukkan ke ICU karena
membutuhkan monitoring intensif. Pasien yang tidak ada prosedur
intensif tapi memiliki riwayat penyakit jantung atau pernapasan, dapat
juga dimasukkan ke unit perawatan intensif untuk observasi dan
membutuhkan frekuensi pengkajian intensif.

5
5. Peran dan Fungsi perawat Kritis
Perawat critical care mempunyai berbagai peran formal, yaitu :
a. bedsite nurse  peran dasar dari keperawatan kritis. Hanya mereka yang
selalu bersama pasien 24 jam, dalam 7 hari seminggu
b. pendidik critical care  mengedukasi pasien
c. case manager mempromosikan perawat yang sesuai dan tepat waktu
d. manager unit atau departemen (kepala bagian)  menjadi pengarah
e. perawat klinis spesialis  dapat membantu membuat rencana askep
f. perawat praktisi  mengelola terapi dan pengobatan.
Pada akhirnya perawat critical care mengkoordinkasikan dengan tim
mengimplementasikan rencana askep, memodif rencana sesuai kebutuhan
dan respon pasien.
Adapun kompetensi perawat kritis adalah:
a. Pengkajian klinis : mengumpulkan data tentang pasien, evaluasi praktik
b. Pembuatan keputusan klinis: menilai/membuat keputusan berdasarkan
data dan tanda gejala
c. Perawatan: memberi askep pada pasien
d. Advokasi: melindungi hak pasien dan keluarga
e. Memikirkan sistem: mengarahkan sistem pelayanan yang bermanfaat
bagi pasien
f. Fasilitator pembelajaran: sebagai edukator
g. Berespons terhadap keberagaman: terima pasien dengan budaya yang
berbeda
h. Kolaborasi: kerjasama dengan profesi lain
AACN juga menjelaskan bahwa peran perawat kritis adalah peran advokat.
AACN mendefinisikan advokat adalah menghormati dan mendukung nilai-
nilai dasar, hak-hak, dan keyakinan pasien sakit kritis. Dalam peran ini,
perawat kritis melakukan hal:
a. menghormati dan mendukung hak pasien atau pengganti pasien yang
ditunjuk untuk pengambilan keputusan otonom
b. campur tangan ketika kepentingan terbaik pasien yang bersangkutan
c. membantu pasien mendapatkan perawatan yang dibutuhkan

6
d. menghormati nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan hak-hak pasien
e. menyediakan pendidikan dan dukungan untuk membantu pasien atau
pengganti pasien yang ditunjuk membuat keputusan.
f. Mewakili pasien sesuai dengan pilihan pasien
g. Mendukung keputusan dari pasien atau pengganti yang ditunjuk, atau
perawatan transfer pasien kritis sama-sama berkualitas
h. Berdoa bagi pasien yang tidak dapat berbicara untuk mereka sendiri
i. Memantau dan menjaga kualitas perawatan pasien
j. Bertindak sebagai penghubung antara pasien, keluarga, dan profesional
kesehatan lainnya

6. Tujuan Perawatan Intensif


a. Menyelamatkan kehidupan
b. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui
observasi dan monitoring yang ketat disertai kemampuan
menginterpretasikan setiap data yang di dapat dan melakukan tindak
lanjut.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mempertahankan kehidupan.
d. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
e. Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat proses
penyembuhan pasien.

7. Klasifikasi ICU
a. ICU Primer : Tingkat 1 (RS Tipe D/Kecil)
1) Memantau dan mencegah penyulit pasien dan bedah yang berisiko
2) Ventilasi mekanik dan pemantauan kardiovaskuler sederhana selama
beberapa jam
3) Ruangan dekat dengan kamar bedah
4) Kebijakan / criteria pasien masuk, keluar dan rujukan
5) Kepala : dokter spesialis anestesi
6) Dokter jaga 24 jam, mampu RJP
7) Konsultan dapat dihubungi dan dipanggil setiap saat

7
8) Jumlah perawat cukup dan sebagian besar terlatih
9) Pemeriksaan Laborat : Hb, Hct, Elektrolit,GD, Trombosit
10) Kemudahan Rontgen dan Fisioterapi
b. ICU Sekunder : Tingkat 2
1) Memberikan pelayanan ICU umum: bedah, trauma, bedah syaraf,
vaskuler dsb.
2) Tunjangan ventilasi mekanik lebih lama
3) Ruangan khusus dekat kamar bedah
4) Kebijakan dan kriteria pasien masuk, keluar dan rujukan
5) Kepala intensivis, bila tidak ada SpAn.
6) Dokter jaga 24 jam mampu RJP ( A,B,C,D,E,F )
7) Ratio pasien : perawat = 1 : 1 untuk pasien dengan ventilator,RT dan 2
: 1 untuk pasien lainnya.
8) 50% perawat bersertifikat ICU dan pengalaman kerja minimal 3 tahun
di ICU Mampu melakukan pemantauan invasife Lab, Ro, fisioterapi
selama 24 jam
c. ICU Tersier : Tingkat III (RS Tipe A/B)
1) Tempat khusus tersendiri di Rumah Sakit
2) Memiliki kriteria klien masuk, keluar dan rujukan
3) Memilki dokter sepesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggil
setiap saat.
4) Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensif care atau
ahli yang lain, yang bertanggung jawab secara keseluruhan.
5) Ada dokter jaga 24 jam dan mampu melakukan CPR (BHD dan BHL).
6) Ratio pasien : perawat = 1:1 untuk pasien dengan ventilator, dan 2 : 1
untuk pasien lainnya.
7) 75% perawat bersertifikat ICU atau minimal pengalaman kerja di ICU
3 tahun
8) Mampu melakukan pemantauan / terapi non invasive maupun
invasive.
9) Laborat, Ro, Fisioterapi selama 24 jam
10) Mempunyai pendidikan medik dan perawat

8
11) Memiliki prosedur pelaporan resmi dan pengkajian, Memiliki staf
administrasi, rekam medik dan tenaga lain.
Standar Minimun Pelayanan Instalasi Perawatan Intensive
1. Resusitasi Jantung Paru (BHD)
2. Air Way Management
3. Terapi Oksigen: Ventilator
4. Monitoring EKG, Pulse Oximetri
5. Pemeriksaan Lab
6. Terapi Titrasi
7. Tehnik khusus sesuai pasien

8. Tanggung Jawab Peran Perawat:


a. Mendukung dan menghargai otonomi pasien, serta pengambilan
keputusan yang diinformasikan
b. Menjadi penengah apabila ada keraguan kepentingan siapa yang dilayani
c. Membantu pasien untuk memperoleh perawatan yang diperlukan
d. Menghormati nilai, keyakinan, dan hak pasien
e. Memberikan edukasi kepada pasien/yang mewakilkan dalam
pengambilan keputusan
f.Menerangkan hak pasien untuk memilih
g. Mendukung keputusan pasien/yang mewakilkan atau
memindahtangankan perawatan kepada perawat keperawatan kritis
dengan kualifikasi yang setara
h. Menjadi perantara basi pasien yang tidak bisa mengambil keputusan
sendiri dan juga pasien yang memerlukan intervensi darurat
i. Memonitor dan menjamin kualitas pelayanan
j. Berlaku sebagai penghubung antara pasien/keluarga pasien dan anggota
tim kesehatan lain

9
B. Proses Keperawatan Area Keperawatan Kritis
Proses keperawatan memberikan suatu pendekatan yang sistematis,
dimana perawat keperawatan kritis dapat mengevaluasi masalah pasien
dengan cepat.
1. Pengkajian
Dilakukan pada semua sistem tubuh untuk menopang dan
mempertahankan sistem-sistem tersebut tetap sehat dan tidak terjadi
kegagalan. Pengkajian meliputi proses pengumpulan data, validasi data,
menginterpretasikan data dan memformulasikan masalah sesuai hasil
analisa data.
Pengkajian awal di dalam keperawatan intensive sama dengan
pengkajian umumnya yaitu dengan pendekatan sistem yang meliputi
askep bio-psiko-sosio-kultural-spiritual. Namun, jika klien dirawat dan
telah terpasang alat-alat bantu mekanik seperti alat bantu napas,
hemodialisa, pengkajian juga diarahkan pada hal-hal yang lebih khusus
yakni terkait dengan terapi dan dampak dari penggunaan alat tersebut.
Data subjektif dan objektif harus selalu didapat dari pasien. Pada situasi
kritis, data subjektif lebih sedikit didapat dibandingkan data objektif,
dikarenakan wawancara tidak domain dipraktikkan untuk memperoleh
data. Data objektif sering dan representatif digunakan sebagai data
pengkajian di unit keperawatan intensif dengan tidak mengabaikan
respon subjektif yang ada.
Adapun jenis pengkajian yg dilakukan:
a. Pengkajian awal: di UGD
b. Pengkajian dasar : menerapkan tindakan review of sistem, misalnya
pengkajian neurologis, karviovaskular. Aspek yang dilihat
direpresentasikan ke sistem
c. Pengkajian terus menerus (intens)
d. Pengkajian khusus : pengkajian mesin-mesin pendukung kehidupan,
seperti titrasi obat, HD, sll.

10
2. Diagnosa
Setelah melakukan pengkajian, data dikumpulkan dan
diinterpretasikan kemudian dianalisa lalu ditetapkan masalah/diagnosa
keperawatan berdasarkan data yang menyimpang dari keadaan fisiologis,
mengutamakan diagnosa aktual, risiko, problem kolaboratif, dan
syndrome diagnostic. Kriteria hasil ditetapkan untuk mencapai tujuan
dari tindakan keperawatan yang diformulasikan berdasarkan pada
kebutuhan klien yang dapat diukur dan realistis.
Diagnosa keperwatan ditegakkan untuk mencari perbedaan serta
mencari tanda gejala yang sulit diketahui untuk mencegah
kerusakan/gangguan yang lebih luas.
Diagnosa keperawatan atau masalah area keperawatan kritis
difokuskan pada kondisi fisiologis yang menjadi alasan aktual pasien
dirawat atau mengancam. Kondisi yang membutuhkan perawatan kritis
adalah gangguan (patologis) sistem pernapasan, sistem kardiovaskular,
sistem neurologis, calit, sistem perkemihan, nutrisi. Masalah yang
membutuhkan perawatan ICU adalah :
a. Gg difusi gas
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
c. Penurunan curah jantung
d. Defisit volume cairan
e. Kelebihan volume cairan
f. Risiko defisit volume cairan
g. Risiko ketidakseimbangan volume cairan
h. Risiko ketidakseimbangan elektrolit
i. Risiko infeksi
j. Risiko syok
k. Kecemasan
l. Defisit perawatan dirin
m. Risiko gg integritas kulit
n. Problem Kolaboratif: potensial komplikasi gagal napas, potensial
komplikasi hipokalemia, potensial komplikasi hipernatremia

11
o. Syndrome diagnostic: kumpulan diagnosa keperwatan yang dominan
menghasilkan diagnosa baru.

3. Perencanaan
Sebelum dibuat rencana tidakan, terlebih dahulu memprioritaskan
masalah. Prioritas masalah dibuat berdasarkan pada ancaman/risiko
ancaman hidup (contoh: penurunan curah jantung, defisit volume cairan,
bersihan jalan napas tidak efektif, gangguan pertukaran gas, pola napas
tidak efektif, inefektif perfusi jaringan (cerebral, ginjal, abdomen)).
Diagnosa keperawatan dibuat untuk meningkatkan keamanan,
kenyamanan (contoh: risiko ketidakseimbangan cairan, risiko infeksi,
risiko trauma) dan diagnosa keperawatan untuk mencegah komplikasi
(seperti risiko gangguan integritas kulit). Yang terakhir adalah
mengidentifikasi diagnosa syndrome (cth: defisit perawatan diri).
Perencanaan tindakan mencakup 4 unsur kegiatan:
a. Observasi/monitoring
b. Terapi keperawatan
c. Pendidikan
d. Terapi kolaboratif.
Pertimbangan lain adalah kemampuan untuk melaksanakan rencana
dilihat dari keterampilan perawat, fasilitas, kebijakan, dan standar
operasional prosedur. Perencanaan tindakan perlu pula diprioritaskan
dengan perencanaan ini untuk membuat efisiensi sumber-sumber,
mengukur kemampuan perawat dan mengoptimalkan penyelesaian
masalah. Perawatan harus dibuat berdasarkan pada parameter yang
objektif dan jelas.

4. Implementasi
Semua tindakan yang dilakukan dalam pemberian askep dilakukan
sesuai dengan rencana tindakan. Hal ini penting untuk mencapai tujuan.
Tindakan keperawatan dapat dalam bentuk observasi, tindakan prosedur
tertentu, tindakan kolaboratif, dan pendidikan kesehatan. Dalam tidnakan

12
perlu ada pengawasan terus menerus terhadap kondisi klien termasuk
perilaku. Terapi ditujuan pada gejala yang muncul pertama kali untuk
mencegah krisis dan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama
sampai dapat beradaptasi dengan tercapainya tingkat kesembuhan yang
lebih tinggi atau terjadi kematian.
Dokumentasi setiap tindakan yang telah dilakukan sehingga
meyakinkan bahwa setiap tindakan telah terlaksana dengan benar.

5. Evaluasi
Merupakan proses penentuan perbaikan kondisi pasien terhadap
pencapaian hasil yang diharapkan. Dilakukan secara tepat, terus menerus
dan dalam waktu yang lama untuk mencapai keefektifan masing-masing
terapi/tindakan, secara terus menerus menilai kriteria hasil untuk
mengetahui perubahan status pasien. Dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pasien kritis prioritas pemenuhan kebutuhan tetap mengacu
pada hirarki dasar Maslow dengan tidak meninggalkan prinsip holistik.
Proses evaluasi terdiri atas 3 jenis:
a. Evaluasi progres: dilakukan terus menerus, untuk menilai keberhasilan
suatu tindakan. Perbaikan masalah langsung dilakukan saat itu juga.
b. Evaluasi intermitten: memiliki batas waktu dan indikator, pelaporan
dilakukan di akhir shift merupakan kesimpulan dari evaluasi progres.
c. Evaluasi terminal: dilakukan pada saat pasien hendak dipindahkan ke
ruang, dirujuk, atau dipulangkan.

13

Anda mungkin juga menyukai