Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

TENTANG “ TUBERKULOSIS PARU ” DI RUANG TERATAI ATAS


RSUD SIDOARJO

Oleh :
MELLYA PUSPITASARI
NIM. 2032000020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS NURUL JADID
PAITON PROBOLINGGO
2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
TENTANG “ TUBERKULOSIS PARU ” DI RUANG TERATAI ATAS
RSUD SIDOARJO
Hari :
Tanggal :

Sidoarjo, 04 Mei 2021


Mahasiswa

Mellya Puspitasari
NIM. 2032000020

Mengetahui,

Pembimbing Akademis Pembimbing Ruangan

Kepala Ruangan
LEMBAR KONSUL

No Tanggal Keterangan Paraf


LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERKULOSIS

A. Konsep Tuberkulosis Paru


1. Definisi Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis (Tuberculosis, disingkat Tbc), atau Tb (singkatan dari
“Tuberclebacillus”) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh Mycobacterium Tuberculosis (disingkat “MTb” atau “MTbc”), suatu
basil aerobik tahan asam, yang ditularkan melalui udara (airbone).
Tuberkulosis Paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang
parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Myobacterium tuberculosis.
Sedangkan menurut (Sylfia A.Price), tuberkulosis adalah penyakit infeksi
menular yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang menyerang
paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat
masuk melalui saluran pernapasan dan pencernaan (GI) dan luka terbuka
pada kulit tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari
orang yang terinfeksi bakteri tersebut.
Menurut Robinson, dkk (2014), TB Paru merupakan infeksi akut atau
kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis di tandai dengan
adanya infiltrat paru, pembentukan granuloma dengan perkejuan, fibrosis
serta pembentukan kavitas.
2. Klasifikasi Tuberkulosis
Klasifikasi Tuberkulosis dapat dibedakan menjadi : (Kusuma, Hardi dan
Huda Amin, 2016).
a. Pembagian secara Patologis
1) Tuberkulosis primer (Childhood tuberculosis)
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
kuman tuberkulosis. Infeksi dimulai saat kuman tuberkulosis
berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang
mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan
membawa kuman tuberkulosis ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru,
dan ini disebut kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi
sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu.
2) Tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis)
TB paska primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau
tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh
menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas
dari TB paska primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura.
b. Klasifikasi menurut Ameican Thoracic Society pada Tahun 1974 :
1) Kategori 0: Tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat
kontak negative, tes tuberkulin negative.
2) Kategori 1: Terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi.
Disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negative.
3) Kategori 2: Terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberkulin
positif, radiologis dan sputum negative.
4) Kategori 3: Terinfeksi tuberkulosis dan sakit.
c. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :
1) Tuberkulosis Paru: Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
2) Tuberkulosis Ekstra Paru: Adalah tuberkulosis yang menyerang
organ tubuh lai selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput
jantung (pericardium) kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit usus,
ginjal,saluran kencing, alat kelamin dan lain – lain.
d. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis :
1) Tuberkulosis paru BTA positif
a) Sekurang – kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA poistif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negative
a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
3. Etiologi Tuberkulosis
Penyebab Tuberculosis adalah Myobacterium tuberculosis, yang
merupakan jenis kuman berbentuk batang berwarna merah dalam
pemeriksaan dibawah mikroskopik, berukuran panjang 1-10 mikron
dengan lebar 0,2-0,8 mikron. Bersifat tahan asam dalam pewarnaan
dengan metode Ziehl Neelsen sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA).
Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka
waktu lama pada suhu antara 4ºC sampai -70ºC. Kuman sangat peka
terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet. Paparan langsung
terhadap sinar ultraviolet, sebagian besar kuman akan mati dalam waktu
beberapa menit. Dalam dahak pada suhu antara 30-37ºC akan mati dalam
waktu kurang lebih 1 minggu. Kuman dapat bersifat dormant.

Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang


mengandung percikan dahak yang infeksius. Pada waktu batuk atau bersin,
pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei/percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak yang mengandung kuman sebanyak 0-3500 M.
Tuberculosis. Sedangkan saat bersin dapat mengeluarkan sebanyak 4500-
1.000.000 M.Tuberculosis( Kuswandi, dkk, 2016).
Gambar 2.1 Penampakkan Mycobacterium tuberculosis menggunakan Ziehl-
Nelson stain (Kuswandi, ddk 2016)

4. Manifestasi Klinis
Keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat bermacam-macam
atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali
dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah : (Aru W
Sudoyo, dkk, 2014).
a. Batuk atau Batuk Darah
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk berdahak bisa berlangsung
selama lebih dari 2 minggu, kurang atau sama dengan 3 minggu. Batuk
terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus
pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-
minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai
dari batuk kering (non-produktif) kemudian timbul setelah peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah
berupa batuk darah kerena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi
dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
b. Dahak
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,
kemudian berubah menjadi mukopurulen (mengandung lendir dan
nanah) sehingga warnanya kuning atau kuning hijau sampai purulent
(hanya nanah saja) dan kemudian berubah menjadi kental dan berbau
busuk karena adanya infeksi anaerob.
c. Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru. Gejala ini
ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal
– hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan
lain – lain.
d. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi
gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan
napasnya.
e. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang panas badan dapat mencapai 40-41ºC. Serangan demam
pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.
Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga
pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza.
Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat
ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
f. Keringat Dingin Malam Hari
Bukanlah gejala pasti untuk penyakit tuberkulosis paru dan
umumnya baru timbul bila proses telah lanjut. Keringat dingin ini
terjadi meskipun tanpa kegiatan.
g. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia tidak nafsu makan, badan makin
kurus (berat badan menurun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat
dingin malam hari dan lain sebagainya. Gejala malaise ini makin lama
makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
5. Patofisiologi Tuberkulosis
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung
kuman kuman basil tuberkel yang berasal dari orang–orang yang
terinfeksi. TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag, dan limfosit( biasanya sel
T) adalah sel imunresponsif. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya. Respons ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas seluler
(lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya
di inhalasi sebagai unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Gumpalan
basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang
besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam
ruangan alveolus, biasanya dibagian bawah kubus atau paru atau dibagian
atas lobus bawah, biasanya dibagian bawah kubus atau paru atau dibagian
atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan.
Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit
bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari
pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi, dan timbulkan pneumonia akut. Pneumonia
selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal, atau proses dapat berjalan terus difagosit atau berkembang biak
dalam di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju
ke kelenjer getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk
seltuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya
membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat
dan seperti keju disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel
epiteloid danfibroblas menimbulkan respons berbeda. Jaringan granulaasi
menjadi lebih fibroblas membentuk suatu kapsul yang mengelilingi
tuberkel. Lesi primer paru disebut Fokus Ghon dan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer disebut
Kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat
dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radio
gram rutin.Namun kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat secara klinis
atau dengan radiografi.
Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan,
yaitu bahan cairan lepas kedalam bronkus yang berhubungan dan
menimbulkan kavitas. Bahan tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas
akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat
berulang kembali dibagian lain dari paru, atau basil dapat terbawa sampai
ke laring, telinga tengah atau usus. Walaupun tanpa pengobatan, kavitas
yang kecil dapat menutup dan meninggalkan jaringan parut fibrosis.
Bila peradangan merada, lumen bronkus dapat menyepit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dekat denagan taut bronkus dan rongga.
Bahan perkijuan dapat mengental dan tidak dapat kavitas penu dengan
bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas.
Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala demam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh
darah. Organisme yang lolos dari kelenjer getah bening akan mencapai
aliran darah dalam jumlah kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan
lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai
penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran
hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan
TB miler, ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah
sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar
ke organ – organ tubuh. (Sylvia, 2016).
6. Pathway
7. Pemeriksaan Diagnostik Tuberkulosis Paru
Menurut Sudoyo W Aru, dkk (2010) ada beberapa pemeriksaan
penunjang yang perlu diperhatikan, yakni:
a. Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin
ditemukan konjungtivita mata atau kulit yang pucat karena anemia,
suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun.
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks
(puncak) paru.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang
pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan
dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi
jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang
tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.
Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah
banyak dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography
Scanning (CT Scan). Pemeriksaan ini lebih superior dibanding
radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan
sayatan dapat dibuat transversal.
Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah Magneic Resonance
Imaging (MRI). Pemeriksaan MRI ini tidak secanggih CT Scan, tetapi
dapat mengevaluasi proses-proses dekat apeks paru, tulang belakang,
perbatasan dada-perut. Sayatan bisa dibuat transversal, sagital dan
koronal.
Rontgen thorax PA (Postero-Anterior) dan Lateral. Gambaran foto
thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu: Bayangan lesi terletak di
lapangan paru atas atau segment apical lobus bawah, bayangan
berwarna (patchy) atau bercak (nodular), adanya kavitas, tunggal atau
ganda, kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru, adanya
kalsifikasi, bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu
kemudian, bayangan millie.

Gambar 2.2 X-ray dada pasien tuberkulosis. Infeksi pada kedua paru-paru
ditandai dengan panah putih dan pembentukan rongga ditandai oleh panah
hitam (Kuswandi, dkk 2016)

c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya
kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak
spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan
jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah normal. Laju
endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah
leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju
endap darah mulai turun ke arah normal lagi.
2) Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB
Tes Cepat Molekuler (TCM) atau istilahnya Rapid Molekuler
Diagnostic. Tes ini memeriksa kuman pada dahak pasien, apakah
pasien positif TB atau tidak. Pemanfaatan penggunaan alat tes cepat
Gene Xpert MTB saat ini ditujukan untuk diagnosis terduga TB
resisten obat.
3) Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Cara
pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah: Pemeriksaan
sediaan langsung dengan mikroskop biasa, pemeriksaan sediaan
langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan khusus),
pemeriksaan dengan biakan (kultur), dan pemeriksaan terhadap
resistensi obat.
Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2 dari 3
spesimen SPS BTA hasilnya positif.Apabila hanya1 spesimen yang
positif maka perlu dilanjutkan dengan rontgen dada atau SPS ulang.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 contohuji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu
(SPS):
1. S (Sewaktu): Dahak ditampung pada saat terduga pasien TB
datang berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang,
terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk menampung
dahak pagi pada hari kedua.
2. P (Pagi): Dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di fasyankes.
3. S (Sewaktu): Dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
4) Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu
sedang atau pernah mengalami infeksi M.tuberculosis. Biasanya
dipakai tes mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin
P.P.D (Purified Protein Derivative) intrakutan. Setelah 48-72 jam
tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi
kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi
persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin.
8. Penatalaksanaan Tuberkulosis
Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal atau
intensif (2-3 bulan) dan tahap lanjutan (6 bulan) dengan:
a. Tahap Awal : Pengobatan diberikan setiap hari selama 2-3 bulan.
Paduan pengobatan padatahap ini adalah dimaksudkan secara efektif
menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan
meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin
sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama
2 bulan. Pada umunya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa
adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah
pengobatan selama 2 minggu.
b. Tahap lanjutan: Pengobatan tahap lanjutan 6 bulan, merupakan tahap
yang penting untuk membunuh sisa sisa kuman yang masih ada dalam
tubuh khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan
mencegah terjadinya kekambuhan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan, diantaranya:

Tabel 2.1 Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dan Efek Samping

No Jenis Obat Efek Samping


Tidak nafsu makan, mual, sakit perut, warna
1. Rifampisin (R) kemerahan pada air seni, purpura, sesak nafas,
skin rash, anemia hemalitik.
Kesemutan sampai rasa gatal di kaki, neuropati
INH (Isinikotinilhidrazida)
2. perifer, psikis toksis, gangguan fungsi hati,
atau Isoniazid (H)
kejang.
Nyeri sendi, gangguan gastrointestinal, gout
3. Pirazinamid (Z)
arthritis dan gangguan fungsi hati.
Tuli, gangguan keseimbangan, nyeri ditempat
4. Streptomisin (S)
suntikan, dan trombositopenia.
Gangguan penglihatan, buta warna, neuritis
5. Etambutol (E)
perifer,
Sumber : Kusuma Hardi, dkk. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Edisis Revisi Jilid 2.
Jogjakarta: MediAction

Efek samping yang terjadi hampir pada setiap obat, yaitu : gatal,
kemerahan pada kulit, ikterik, bingung dan muntah-muntah.
3) Pengobatan Suportif atau Simptomatik
Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu diperhatikan
keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi
rawat, dapat rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan
tambahan atau suportif atau simptomatik untuk meningkatkan daya
tahan tubuh atau mengatasi gejala atau keluhan.
4) Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)
a) Bronkoskopi
b) Punksi Pleura
c) Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
9. Pencegahan Tuberkulosis
Beberapa pencegahan Tuberkulosis pada Stranas TB (Strategi
Nasional TB) yang meliputi :
a) Pemeriksaan kontak, pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita Tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi
tes tuberculin, klinis, dan radiologis atau bila tes tuberculin positif,
maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang 6 dan 12 bulan
mendatang. Bila berhasil negatif, maka diberikan vaksin BCG. Bila
positif berarti terjadi konversi hasil tes tuberculin dan diberikan
kemoprofilaksasi.
b) Mass chest X-Ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-
kelompok populasi tertentu, misalnya :Petugas kesehatan, Penghuni
rumah tahanan, Pelajar pesantren.
c) Vakasinasi BCG
Vaksinasi BCG merupakan vaksin hidup yang memberi
perlindungan terhadap penyakit TBC. Vaksin Tb tidak mencegah
infeksi TB, tetapi mencegah infeksi berat (meningitis TB dan TB
milier), yang sangat mengancam nyawa. Vaksin BCG dapat memakan
waktu 6-12 minggu untuk menghasilkan efek (perlindungan)
kekebalannya. Vaksinasi BCG memberikan proteksi yang bervariasi
antara 50-80% terhadap Tuberkulosis.
d) Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/Kg/BB selama 6-12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri
yang masih sedikit.
e) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit
tuberculosis pada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat
rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM atau
(misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia-
PPTI).
f) Tutup mulut saat batuk dan bersin. TBC menular lewat dahak dan air
liur yang keluar dari mulut. Maka, pengidap TBC harus menutup
mulutnya saat bersin atau batuk. Namun, jangan tutup mulut dengan
menangkup kedua tangan. Sebaiknya gunakan tisu atau sapu tangan
pribadi untuk menutup mulut. Jika tidak ada, tutup mulut dengan
memalingkan wajah ke sisi lengan dalam atau siku dalam.
g) Jangan meludah atau buang dahak sembarangan. Bakteri yang ada di
dalam ludah bisa berterbangan di udara dan kemudian terhirup oleh
orang-orang sekitar. Jika ingin membuang dahak atau meludah,
lakukanlah di kamar mandi. Jika situasi dan kondisi tidak
memungkinkan untuk pergi ke kamar mandi terdekat, meludahlah di
selokan atau kali yang airnya mengalir.
h) Hindari kontak langsung dengan bayi, balita, atau anak-anak, karena
sistem imun mereka masih belum kuat dan cenderung lemah
i) Biarkan sinar matahari masuk ke dalam ruangan. Kuman penyebab TB
umumnya dapat bertahan hidup di udara bebas selama satu sampai dua
jam, tergantung dari ada tidaknya paparan sinar matahari, kelembapan,
dan ventilasi. Pada kondisi gelap, lembab, dan dingin, kuman TB dapat
bertahan berhari-hari bahkan sampai berbulan-bulan. Namun, bakteri
bisa langsung mati jika terpapar oleh sinar matahari langsung. maka,
bukalah jendela dan tirai ketika cuaca cerah. Biarkan sinar matahari
masuk ke dalam ruangan untuk membunuh kuman-kuman TBC. Ketika
membuka jendela, sirkulasi udarapun dapat membantu mendorong
kuman-kuman keluar rumah sehingga mereka mati ketika terpapar sinar
ultraviolet dari sinar matahari.
10. Komplikasi Tuberkulosis
Menurut Wahid & Imam (2013), dampak masalah yang sering terjadi
pada TB paru adalah:
a. Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
a. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
b. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada
paru.
c. Pneumothorak (adanya udara dalam rongga pleura) spontan: kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
d. Penyebaran infeksi keorgan lain seperti otak, tulang, persendian,
ginjal, dan sebagainya.
e. Insufisiensi kardiopulmonar (Chardio Pulmonary Insuffciency).
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. PENGKAJIAN
Pada tahap pengkajian dapat dilakukan anamnesa/wawancara terhadap
pasien dengan fraktur femur yaitu :
a. Pengumpulan data
1) Identitas Pasien
Penyakit tuberculosis dapat menyerang manusia mulai dari usia anak
sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-
laki dan perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada
pasien yang tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi, sehingga
masuknya cahaya matahari ke dalam rumah sangat minim (Wahid &
Suprapto, 2013).
2) Keluhan utama
Tuberkulosis dijuluki the great imitator, suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga
memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah
pasien yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-
kadang asimptomatik (Muttaqin, 2008) Keluhan yang sering
menyebabkan pasien dengan TB paru meminta pertolongan dari tim
kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu (Muttaqin, 2008):
Keluhan Respiratori, meliputi :
(a) Batuk
Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Perawat harus menanyakan apakah
keluhan batuk bersifat nonproduktif/produktif atau sputum
bercampur darah.
(b) Batuk Darah
Keluhan batuk darah pada klien dengan TB paru selalu menjadi
alasan utama klien untuk meminta pertolongan kesehatan. Hal ini
disebabkan rasa takut klien pada darah yang keluar dari jalan
napas. Perawat harus menanyakan seberapa banyak darah yang
keluar atau hanya berupa blood streak, berupa garis, atau bercak-
bercak darah.
(c) Sesak Napas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas
atau karena hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothoraks, anemia, dan lain-lain.
(d) Nyeri Dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri ringan. Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura terkena TB (Muttaqin, 2008).
Keluhan Sistemis, meliputi:
(a) Demam
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau
malam hari mirip demam influenza, hilang timbul, dan semakin
lama semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebas
serangan semakin pendek.
(b) Keluhan Sistemis lain
Keluhan yang biasa timbul ialah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan, dan malaise. Timbulnya keluhan biasanya
bersifat bersifat gradual muncul dalam beberapa minggu bulan.
Akan tetapi penanmpilan akut dengan batuk, panas, dan sesak napas
walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
3) Riwayat Penyakit Saat Ini
Pengkajian ini dialkukan untuk mendukung keluhan utama.
Pengkajian yang ringkas dengan PQRST dapat memudahkan perawat
untuk melengkapi data pengkajian. Apabila, keluhan utama klien adalah
sesak napas, maka perawat perlu mengarahkan atau menegaskan
pertanyaan untuk membedakan antara sesak napas yang disebabkan
oleh gangguan pada sistem pernapasan dan kardiovaskular. Sesak napas
yang ditimbulkan oleh TB paru, biasanya akan ditemukan gejala jika
tingkat kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal
yang menyertainya seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia, dan
lainlain. Pengkajian ringkas dengan menggunakan PQRST yaitu,
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
penyebab sesak napas, apakah sesak napas berkurang apabila istirahat.
Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau
digambarkan klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik ataususah
dalam melakukan pernapasan. Region: dimana rasa berat dalam
melakukan pernapasan. Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang
dirasakan klien, bias berdasarkan skala sesak sesuai klasifikasi sesak
napas dan klien menerangkan seberapa jauh sesak napas memengaruhi
aktivitas sehari-hari. Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan,
apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari, sifat mula
timbulnya (onset), tentukan apakah gejala timbul mendadak, perlahan-
lahan atau seketika itu juga, apakah gejala timbul secara terus menerus
atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang dilakukan klien pada
saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut
pertama kali muncul, dan apakah pasien pernah menderita penyakit
yang sama sebelumnya.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Menurut (Muttaqin, 2008) pengkajian yang mendukung adalah
dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita TB paru,
keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari organ lain,
pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB paru
seperti diabetes melitus. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa
diminum oleh klien pada masa yang lalu yang masih relevan, obat-obat
ini meliputi obat OAT dan antitusif. Catat adanya efek samping yang
terjadi dimasa lalu. Adanya alergi obat juga harus ditanyakan serta
reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien mengacaukan suatu alergi
dengan efek samping obat. Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh
penurunan berat badan (BB) dalam enam bulan terakhir. Penurunan BB
pada klien dengan TB paru berhubungan erat dengan proses
penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual yang
disebabkan karena meminum OAT.
5) Pola-pola Fungsi Kesehatan
(a) Pola Persepsi dan Tatalaksana
Hidup Sehat Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok,
minum alkohol dan penggunaan obat-obatan steroid bisa menjadi
faktor resiko timbulnya penyakit. Menurut Kemenkes RI (2013)
tujuan pemberian pengobatan adalah : menyembuhkan,
mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien,
mencegah kamatian akibat TBC, menurunkan tingkat penularan
TBC kepada orang lain.
(b) Pola Nutrisi dan Metabolik
Pasien dengan tuberkulosis paru biasanya kehilangan nafsu makan.
Menurut Muttaqin, bahwa pada pola nutrisi, pasien TB paru akan
mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan
berat badan.
(c) Pola Eliminasi
Dapat ditemukan adanya oliguria. Karena keadaan umum pasien
yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan
menimbulkan konstipasi. Menurut Muttaqin, bahwa pada saat BAK
warna urine pasien akan berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih normal jika pasien TB sudah
mendapatkan OAT.
(d) Pola Aktivitas dan Latihan
Pasien dapat mengalami kelemahan umum, napas pendek karena
kerja, takikaria, takipnea atau dispnea pada kerja, kelemahan otot
dan nyeri. Menurut Muttaqin, menjelaskan bahwa gejala yang
muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup
menetap, dan jadwal olahraga yang tidak teratur.
(e) Pola sensori dan Kognitif
Dalam keadaan kronis perubahan mental (bingung) mungkin dapat
terjadi. Menurut Muttaqin, menjelaskan bahwa Pasien dengan TB
paru kebanyakan berpendidikan rendah, akibatnya mereka sering
kali tidak menyadari bahwa penyembuhan penyakit dan kesehatan
merupakan hal yang sangat penting.
(f) Pola Tidur dan Istirahat
Pasien yang mengalami TB paru harus banyak tirah baring dan
membatasi aktivitas.
(g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Perlu dikaji tentang persepsi pasien terhadap penyakitnya. Persepsi
yang salah dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien.
Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stressor dalam
kehidupan pasien.
(h) Pola Hubungan dan Peran
Gangguan pada pernapasan sangat membatasi pasien untuk
menjalani kehidupan secra normal. Pasien perlu menyesuaikan
kondisinya dengan hubungan dan peran pasien, baik dilingkungan
rumah tangga, masyarakat ataupun lingkungan kerja serta
perubahan peran yang terjadi setelah pasien mengalami gangguan
pernapasan
b. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital Keadaan umum pada pasien
TB dapat dilakukan secraa selintas pandang dengan menilai keadaan
fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang
kesadaran pasien yang terdiri atas compas mentis, apatis, somnolen,
sopor, soporokoma, atau koma. Seorang perlu mempunyai pengalaman
dan pengetahuan tentang konsep anatomi dan fisiologi umum sehingga
dengan cepat dapat menilai keadaan umum, kesadaran, dan pengukuran
GCS bila kesadaran pasien menurun yang memerlukan kecepatan dan
ketepatan penilaian. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien
TB perlu biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara
signifikan, frekuensi napas, meningkatkan apabila disertai sesak napas,
denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu
tubuh dan frekuensi pernapasan. tekanan darah biasanya sesuai dengan
adanya penyakit seperti hipertensi.
1) Pemeriksaan fisik Head To Toe
(a) Kepala
Kaji keadaan kulit kepala bersih/tidak, ada benjolan/tidak,
simetris/tidak.
(b) Rambut
Kaji pertumbuhan rata/tidak, rontok, warna rambut.
(c) Wajah
Kaji warna kulit, struktur wajah simetris/tidak.
(d) Sistem Penglihatan Kaji kesimetrisan mata, conjungtiva
anemis/tidak, sclera ikterik/tidak.
(e) Sistem Pencernaan B5 (Bowel)
Kaji pasien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan.
(f) Sistem Pernafasan B1(Breathing)
Pemeriksaan fisik pada pasien TB paru merupakan pemeriksaan
focus yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.
(1) Palpasi Palpasi trakea. Adanya pergeseran trakea
menunjukkanmeskipuntetapi tidak spesifik-penyakit dari
lobus atas paru. Pada Tb paru disertai adanya efusi pleura
masif dan pneumothoraks akan mendorong posisi trakea ke
arah berlawanan dari sisi sakit. Gerakan dinding thorak
anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa komplikasi
pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas
biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri.
Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya
ditemukan pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim
paru yang luas. Gertaran suara (fremitus vokal). Getaran
yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya di dada
pasien saat pasien berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan
oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon
bronkial untuk membuat dinding dada dalam gerakan
resonan, terutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk
merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil fremitus.
Adanya penurunan taktil fremitus pada pasien dengan TB
paru biasanya ditemukan pada pasien yang disertai
komplikasi efusi pleura masif, sehingga hantaran suara
menurun karena transmisi getaran suara harus melewati
cairan yang berakumulasi di rongga pleura.
(2) Perkusi Pada pasien dengan TB paru minimal tanpa
komplikasi, biasanya akan didapatkan bunyi resonan atau
sonor pada seluruh lapang paru. Pada pasien dengan TB
paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan di
dapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit
sesuai banyaknya akumulasi cairan dirongga pleura.
Apabila disertai pneumothoraks, maka di dapatkan bunyi
hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil yang
mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.
(3) Auskultasi Pada pasiien dengan TB paru didapatkan bunyi
napas tambahan (ronchi) pada sisi yang sakit. Penting bagi
perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil
auskultasi di daerah mana di dapatkan bunyi ronchi. Bunyi
yang terdengar melalaui stetoskop ketika klien berbicara
disebut sebagai resonan vokal. Pasien dengan TB paru yang
disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumothoraks
akandidapatkan penurunan resonan vokal pada sisi yang
sakit.
(g) Sistem Kardiovaskular B2 (Blood)
Pada pasien dengan TB paru pengkajian yang didapat
meliputi: Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan
fisik. Palpasi: Denyut nadi perifer melemah. Perkusi : Batas
jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi
pleura massif mendorong ke sisi sehat. Auskultasi Tekanan
darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak
didapatkan.
(h) Sistem Persyarafan B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya
sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringat berat. Pada
pengkajian objektif, pasien tampak dengan wajah meringis,
menangis, merintih, meregang danmenggeliat. Saat dilakukan
pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva
anemis pada TB paru dengan hemoptoe masif dan kronis, dan
sklera ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.
(i) Sistem Genitourinaria B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake
cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya
oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
Pasien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna
jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih
normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutaman
Rifampisin.
(j) Sistem Muskuloskeletal B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkuarang banyak pada klien TB paru.
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia,
pola hidup menetep dan jadwal olahraga menjadi tak teratur.
(k) Pemeriksaan Dahak
Menurut (Kemenkes RI, 2014) pemeriksaan dahak dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu pemeriksaan dahak mikroskopi
langsung dan pemeriksaan biakkan.
(l) Pemeriksaan Dahak Mikroskopi Langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi
penularan. Pemeriksaan dahakuntuk penegakan diagnosis
dilakukan dengan mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB
datang berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang,
terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk menampung
dahak pagi pada hari kedua.
P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua,
segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri
kepada petugas di fasyankes.
S (Sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua,
saat menyerahkan dahak pagi.
(m) Pemeriksaan Biakkan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium
tuberculosis dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB
pada pasien tertentu. Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana
laboratorium yang terpantau mutunya. Apabila dimungkinkan
pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat yang
direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis
dianjurkan untuk memanfaatkan tes cepat tersebut. Menurut
(Muttaqin, 2008) bahan pemeriksaan secara mikroskopi dengan
membuat sediaan dan diwarnai dengan pewarnaan tahan asam
serta diperiksa dengan lensa rendam minyak. Hasil pemeriksaan
mikroskopi dapat memunculkan tiga kemungkinan. Pertama,
bila setelah pemeriksaan teliti selama 10 menit tidak ditemukan
bakteri tahan asam, maka akan diberikan label (penanda):
“Bakteri tahan asam negatif atau BTA (-). Kedua, bila
ditemukan bakteri tahan asam 1-3 batang pada seluruh sediaan,
maka jumlah yang ditemukan harus disebut, dan sebaiknya
dibuat sediaan ulang. Ketiga, bila ditemukan bakteri-bakteri
tahan asam maka harus diberi label: “Bakteri tahan asam positif
atau BTA (+).
(n) Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pemeriksaan Rontgen Thoraks sangat berguna untuk
mengevaluasi hasil pengobatan dan ini bergantung pada tipe
keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap obat anti
tuberkulosis, apakah sama baiknya dengan respon dari pasien.
Penyembuhan yang lengkap sering kali di beberapa area dan ini
adalahobservasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang
lengkap. Hal ini tampak paling menyolok pada pasien dengan
penyakit akut yang relatif dimana prosesnya dianggap berasal
dari tingkat eksudatif yang besar
(o) Pemeriksaan CT Scan Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk
menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil yang ditunjukkan
dengan adanya gambaran garis-garis fibrotic ireguler, pita
parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan
kelengkungan berkas bronkhovaskular, bronkhiektasis dan
emfisema perisikatriksial. Sebagaimana pemeriksaan Rontgen
thoraks, penentuan bahwa kelainan inaktif tidak dapat hanya
berdasarkan pada CT Scan pada pemeriksaan tunggal, namun
selalu dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan
pemeriksaan secara serial setiap saat. Gambaran adanya kavitas
sering ditemukan pada klien dengan TB dan sering tampak pada
gambaran Rontgen karena kavitas tersebut membentuk
lingkaran yang nyata atau bentuk oval radiolucent dengan
dinding yang cukup tipis. Jika penampakkan kavitas kurang
jelas, dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan untuk memastikan
atau menyingkirkan adanya gambaran kavitas tersebut.
Pemeriksaan CT Scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi
adanya pembentukkan kavitas dan lebih dapat diandalkan dari
pada pemeriksaan Rontgen biasa.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi
mucus yang kental, hemoptosis, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema
tracheal/faringeal
2. Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
3. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kerusakan membrane
alveolar-kapiler
4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
keletihan, anoreksia, dispnea, peningkatan metabolisme tubuh
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan tidur yang berhubungan dengan adanya
batuk, sesak nafas, dan nyeri dada.
6. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari (ADL) yang berhubungan
dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah)
7. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancam kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas) dan prognosis penyakit
yang belum jelas.
8. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan yang
berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan
penatalaksanaan perawatan di rumah
9. Resiko terhadap transmisi infeksi yang berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang resiko pathogen.

C. INTERVENSI

Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Manajemen jalan
bersihan jalan nafas tindakan keperawatan nafas
berhubungan dengan Diharapakan status
pernafasan : a. Bersihkan jalan
eksudat dalam jalan
alveoli pertukaran gas dengan nafas dengan
kriteria hasil: teknik chin lift
atau jaw thrust
a. Tekanan parsal sebagai mana
oksigen di darah mestinya
arteri (PaO2) tidak
ada deviasi dari b. Posisikan pasien
kisaran normal untuk
memaksimalkan
b. Tekanan parsial membuka jalan
karbondioksisa di nafas
darah arteri (PaCO2)
tidak ada deviasi dari c. Lakukan fisioterapi
kisaran normal) dada sebagai mana
Saturasi oksigen tidak mestinya
ada deviasi dari
kisaran normal d. Buang secret
dengan memotivasi
c. Keseimbangan pasien untuk
ventilasi dan perfusi melakukan batuk
tidak ada deviasi atau menyedot
dari kisaran normal lender
Tanda-tanda vital e. Instruksikan
dengan kriteria hasil : bagaimana agar
bias melakukan
a. Suhu tubuh tidak batuk efektif
ada deviasi dari
kisaran normal f. Auskultasi suara
nafas
b. Denyut nadi radial g. Posisikan untuk
tidak ada deviasi dari meringankan sesak
kisaran normal nafas
c. Tingkat pernafasan Monitor pernafasan
tidak ada deviasi dari
kisaran normal a. Monitor kecepatan,
irama, kedalaman
d. Irama pernafasan dan kesulitan
tidak ada deviasi dari bernafas
kisaran normal
b. Catat pergerakan
e. Tekanan darah
dada, catat
sistolik tidak ada
ketidaksimetrisan
deviasi dari kisaran
normal

f. Tekanan darah
diastolik tidak ada
deviasi dari kisaran
normal

2. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan Manajemen jalan


nafas berhubungan tindakan keperawatan nafas
dengan hiperventilasi diharapkan status
pernafasan : ventilasi a. Bersihkan jalan
dengan kriteria nafas dengan
hasil : teknik chin lift
atau jaw thrust
a. Frekuensi pernafasan sebagai mana
tidak ada deviasi mestinya
dari kisaran normal
b. Posisikan pasien
b. Irama pernafasan untuk
tidak ada deviasi memaksimalkan
dari kisaran normal ventilasi
c. Suara perkusi nafas c. Identifikasi
tidak ada deviasi kebutuhan
dari kisaran normal aktual/potensial
pasien untuk
d. Kapasitas vital memasukkan alat
tidak ada deviasi membuka jalan
dari dari kisaran nafas
normal
d. Lakukan fisioterapi
dada sebagai
mana mestinya
e. Buang secret
dengan memotivasi
pasien untuk
melakukan batuk
atau menyedot
lender

3. Ketidakseimbangan Nafsu makan Manajemen nutrisi


nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Kriteria Hasil : a. Tentukan status
berhubungan dengan gizi pasien dan
intake nutrisi tidak a. Hasrat/keinginan kemampuan
adekuat untuk makan pasien untuk
meningkat memenuhi
b. Energi untuk makan kebutuhan gizi
meningkat
c. Intake makanan b. Identifikasi
adekuat adanya alergi
d. Intake nutrisi atau intoleransi
adekuat makanan yang
e. Intake cairan dimiliki pasien
adekuat
c. Instruksikan
pasien mengenai
kebutuhan
nutrisi(diet)
d. Kolaborasi denan
ahli gizi tentang
diet yang
dibutuhkan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat dan pasien. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan
yang berfokus pada pasien dan berorientasi pada tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dimana tindakan dilakukan dan
diselesaikan, sebagaimana digambarkan dalam rencana yang sudah dibuat di
atas. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Wibowo, 2016) ada
beberapa cara untuk menanggulangi sesak nafas dan mengeluarkan sekret.
Metode yang paling sederhana dan efektif untuk mengurangi resiko
penurunan pengembangan dinding dada yaitu dengan pengaturan posisi saat
istirahat. Posisi yang paling efektif bagi pasien dengan penyakit pulmonary
adalah diberikannya posisi semi fowler dengan derajat kemiringan 30-45º.
Batuk efektif merupakan satu upaya untuk mengeluarkan dahak dan menjaga
paru – paru agar tetap bersih, disamping dengan memberikan tindakan
nebulizer dan postural drainage. Pada pasien tuberculosis ini diperlukan terapi
tambahan berupa oksigenasi, terapi ini dapat memberikan asupan oksigen ke
dalam tubuh lebih tinggi sehingga sel-sel di dalam tubuh bekerja secara
optimal dan keadaan tubuh menjadi lebih baik, dan untuk menunjang
keberhasilan tindakan mandiri perawat tersebut harus mengkolaborasikan
dengan terapi medis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan dosis yang sesuai
kebutuhan pasien (Bachtiar, 2015).
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan
perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohma, 2013). Tujuan dari
evaluasi itu sendiri adalah untuk melihat kemampuan pasien dengan
mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat
respon pasien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat
dapat mengambil keputusan. Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian
atau tidak teratasi adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan
tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Format evaluasi menggunakan
S (subjektive) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien
setelah tindakan diberikan. O (objektive) adalah informasi yang didapat
berupa hasil pengamatan, penilaian pengukuran yang dilakukan. A (analisis)
adalah membandingkan antara informasi subjektivedan informasi objektive
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan masalah
teratasi, teratasi sebagian atau tidak teratasi. P (planning) adalah rencana
keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa
(Dermawan, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Aru, S. W. (2014). Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid e, Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.

Hardi, A. H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Edisi Revisi Jilid 2.


Yogyakarta: Medi Action.

Indawati, E. (2020). The Effect Of Health Education on Prevention Of


Tuberculosition Medicine Resistance In Lung TB Patients. Nursing Journal
of Respati Yogyakarta, 7(1):1-6.

Kusuma, H. A. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Edisi Revisi Jilid 2.


Yogyakarta: Medi Action.

Kuswandi, d. (2016). Mengenal Anti Tuberkulosis. Yogyakarta.

Mubarak, W. I. (2012). Promosi Kesehatan Untuk Kebidanan . Jakarta: Salemba


Medika.

Nelson, W. B. (1995). Alcohol, Tumor Necrosis factor and Tuberculosis


Alcoholism. Clinical and Experimental Research, 19(1):17-24.

Nurhayati, I. (2015). Perilaku Pencegahan Tuberkulosis dan Faktor-faktor yang


Melatarbelakanginya.

Nursalam. (2014). Metode Penelitian Ilmu Keperawatan . Jakarta: Salemba


Medika.

Sylfia, A. P. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Edisi Revisi Jilid 2.


Yogyakarta: Medi Action.

Werdani, R. A. (2015). Patofisiologi Diagnosis dan Klasifikasi Tuberkulosis.


Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Okupasi dan Keluarga
FKUI.

WHO. (2017). Global Tuberculosis Report. Jenewa: World Health Organization.

Yuni, I. D. (2016). Relationship Between TB Treatment Phase and Knowledge of


MDR TB with TB Patient’s Compliance Departemen Epidemiologi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Surabaya, Jawa Timur,
Indonesia: Published online: 21 January 2017.

Anda mungkin juga menyukai