PNEUMONIA
Disusun Oleh :
DIAZ FEBRIANTY
113121043
2. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan
protozoa. Pneumoni komunitas yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan gram
positif, sedangkan pneumonia rumah sakit banyak disebabkan gram negatif. Dari laporan beberapa kota di
Indonesia ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita komunitas adalah bakteri gram negative. Penyebab
paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan nosocomial :
a. Yang didapat di masyarakat
Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma pneumonia, Hemophilus influenza, Legionella pneumophila,
Chlamydia pneumonia, Anaerob oral , Adenovirus, Influenza tipe A dan B.
b. Yang didapat di rumah sakit
Basil usus gram negatif (E. coli, Klebsiella pneumonia), Pseudomonas Aeruginosa, Staphylococcus
Aureus, anaerob oral.
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet atau sering disebabkan oleh streptoccus pneumonia, melalui
slang infuse oleh staphylococcus aureus sedangkan pada pemakaian ventilator oleh p. Aeruginosa dan
enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan
penyakit kronis, polusi lingkungan, penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Setelah masuk ke
paru paru organism bermultiplikasi dan, jika telah berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan paru,
terjadi pneumonia. Menurut Nursalam, 2015 selain di atas penyebab terjadinya pneumonia sesuai
penggolongannya yaitu :
a. Bakteri
Diploccus Pneumonia, Pneumocaccus, Streptokokus Hemolyticus,Streptokoccus Aureus,
Hemophilus Influenzae, Bacillus Friedlander, Mycobacterium Tuberculosis.
b. Virus
Respiratory Syncytial Virus, Adeno Virus, V.Ssitomegalitik, V.Influenza Miroplasma : Mycoplasma
Pneumonia
c. Jamur
Histoplasma Capsulatum, Cryptococcus Neuroformans, Blastomyces Dermatitides, Coccidodies
Immtis, Aspergillus, Species, Candida Albicans.
d. Aspirasi
Aspirasi makanan, Kerosene (bensin, minyak tanah), Cairan amnion, dan Benda asing
e. Pneumonia
Disebabkan karena terus menerus berada dalam posisi yang sama
f. Hipostatik
Gaya Tarik bumi menyebabkan darah tertimbun bagian bawah paru-paru dan infeksi membantu
timbulnya pneumonia
g. Sindrom Loeffler
Merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak napas, eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks
terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu.
Pertahanan paru-paru terus ditantang oleh organisme termasuk virus dan bakteri. Virus cenderung
menghindari atau membanjiri beberapa pertahanan saluran pernafasan atas menyebabkan gejala yang masih
relative ringan. Ketika inang saluran pernafasan bagian atas dan bawah kewalahan mikroorganisme dapat
membentuk tempat tinggal, berkembang biak, dan menyebabkan proses infeksi dalam parenkim paru-paru
(Weinberger, 2019). Beberapa faktor yang berkontribusi dalam rusaknya pertahanan inang diantaranya
ISPA, Penyalahgunaan etanil, merokok, gagal jantung, penyakit paru obstruksi kronik (PPOK).
Kerusakan inang juga dapat diperparah dengan Immunosuppressive tubuh misalnya AIDS,
Leukemia, Limfoma, dan penyalahgunaan kortikosteroid serta obat imunosupresif lainnya.
3. Manifestasi Klinis
Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif atau
produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan
sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada 5 yang sakit dengan lutut tertekuk
karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat
pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan
konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub (Sudoyo, 2015).
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran pernafasan atas akut selama
beberapa hari. Selain didapatkan demam dan suhu tubuh meningkat hingga 40oC, sesak nafas, nyeri dada,
batuk dahak, pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan
sakit kepala (Misnadiarly, 2016). Usia merupakan faktor penentu dalam manifetstasi klinis
pneumonia. Neonatus dapatmenunjukan gejala demam tanpa ditemukannya gejala fisis pneumonia. Pola
klinis yang khas pada pasien pneumonia viral dan bakterial umumnya berbeda antara bayi yang lebih tua dan
anak walaupun perbedaan tersebut tidak selalu jelas. Demam, menggigil, takipneu, batuk, malaise, nyeri
dada akibat pleuritis, retraksi dan iritabilitas akibat sesak respiratory sering terjadi pada bayi yang lebih tua
dan anak.
Pneumonia virus lebih sering berasosiasi dengan batuk, mengi, atau stridor dan gejala demam lebih
tidak menonjol dibanding pneumonia bakterial. Pneumonia bakterial secara tipikal berasosiasi dengan
demam tinggi, menggigil, batuk, dispneu dan pada auskultasi ditemukan adanya tanda konsolidasi paru.
Pneumonia atipikal pada bayi kecil ditandai oleh gejala khas seperti takipneu, batuk, ronki kering(crackles)
pada pemeriksaan auskultasi dan sering ditemukan bersamaan dengan adanya konjungtivitis chlamydial.
Gejala klinis lainnya dapat ditemukan distress pernapasan termasuk cuping hidung, retraksi intercosta dan
subkosta dan merintih (grunting) (Karen et al, 2010 dalam Setyawati Ari, 2018).
Tabel 1.1 Manifestasi Klinis Pneumonia Berdasarkan Etiologi (Soemantri, 2017).
Jenis Etiologi Pneumonia Faktor Resiko Tanda dan Gejala
Sindrom Tipikal Streptococcus a. Sindecell diseases a. Mendadak
Pneumoniae (tanpa dan b. Hipogamma mengiggil (39oC –
dengan penyulit) globulinema 40oC)
c. Multiple myeloma b. Nyeri pleuritis
b. Bentuk produktif,
sputum purule (dapat
mengandung bercak
darah, dinding
hidung kemerahan)
c. Retraksi intercostal
a. Mycroplasma a. Anak-anak
Pneumoniae b. Dewasa
b. Virus Patogen
4. Patofisiologis
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keaadan (imunitas) pasien,
mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain. Dalam keadaan
sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya
mekanisme pertahanan paru. Adanyanya bakteri di paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya
tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan
berakibat timbulnya sakit. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan yaitu Inokulasi
langsung, Penyebaran melalui darah, Inhalasi bahan aerosol, dan Kolonosiasi di permukaan mukosa. Dari
keempat cara tersebut, cara yang terbanyak adalah dengan kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada virus,
mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteria dengan ikuran 0,5-2,0 mikron melalui udara dapat mencapai brokonsul
terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas
(hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari
sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan
kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi
bakteri yang sanagt tinggi 108- 10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat
memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa
edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi
permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel-sel PNM mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan
dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sistoplasmik mengelilingi bakteri tersebut
kemudian terjadi proses fagositosis. pada waktu terjadi perlawanan antara host dan bakteri maka akan
nampak empat zona pada daerah pasitik parasitik terset yaitu :
a. Zona luar (edama)
Alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema
b. Zona permulaan konsolidasi (red hepatization)
Terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah
c. Zona konsolidasi yang luas (grey hepatization)
Daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak
d. Zona resolusi E
Daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag
Infeksi parenkim paru menghasilkan squel tenis yang tidak hanya mengubah fungsi normal parenkim
paru tetapi juga dengan menginduksi respon iskemik. konsekuensi patofisiologis utama dari
perdagangan dan infeksi yang melibatkan ruang udara distal adalah berkurangnya ventilasi ke daerah yang
terkena. jika perfungsi relatif dipertahankan seperti yang sering terjadi karena efek vasodilator mediator
inflamasi hasil ketidakseimbangan ventilasi perfusi. ketika alveoli dipenuhi dengan eksudat inflamasi
Mungkin tidak ada ventilasi ke daerah-daerah tersebut. Ketidakseimbangan ventilasi perfusi umumnya
bermanifestasi sebagai bagai hipoksemia. ketidakcocokan ventilasi berfungsi dengan area rasio
ventilasi perfusi rendah biasanya merupakan faktor yang lebih penting. retensi karbon dioksida bukan fitur
Pneumonia kecuali pasien sudah memiliki cadangan yang sangat terbatas terutama pada COPD
( Chronic Obstuctive Pulmonary Disease) yang mendasarinya. Bahkan pasien pneumonia sering
mengalami hiperventilasi dan memiliki PCo2 kurang dari sama dengan 40 mmHg (Weinberger, 2019)
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi yang disebabkan oleh paru-paru. Pneumonia dapat
terjadi akibat bibit penyakit di udara atau kuman di tenggorokan terhisap masuk ke paru-paru. penyebaran
ini juga dapat melalui darah pada bagian tubuh yang terluka. dengan batuk contohnya nya akan membuat
perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan hingga gerakan rambut halus (silia) untuk
mengeluarkan mucus ( lendir) saat proses peradangan. lobus bawah paru-paru paling sering terkena
efek gravitasi. setelah mencapai alveoli maka pnoumocuccus menimbulkan respon yang khas
diantaranya nya :
a. Kongesti (24 jam pertama)
Eksudat yang kaya akan protein keluar masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang
berdilatasi dan bocor disertai kongesti Vena. Taro menjadi berat, edematosa, dan berwarna kemerahan.
b. Hepatitis (48 jam berikutnya)
Terjadi pada Stadium kedua ditemukan akumulasi masih dalam ruang alveolar bersama-sama dalam
limfosit dan makrofag. Pleura yang menutupi akan diselimuti eksudat Fibri nosa. paru-paru tampak
kemerahan dapat tidak mengandung udara disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan
bergranula.
c. Hepatitis kelabu (3-8 hari)
Ditemukan akumulasi fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan merah. paru-
paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam
alveoli yang terserang.
d. Resolusi (8-11 hari)
Pada tahap ini eksudat mengalami lisis dan diabsorsi oleh makrofag dan pencernaan
kotoran inflamasi dengan mempertahankan artekstur dinding alveoli di bawahnya, sehingga
jaringan kembali pada struktur semula. Akibatnya jika mucus masuk ke alveoli terjadi peningkatan
konsentrasi protein cairan alveoli sehingga menyebabkan tekanan hidrostatik meningkat dan tekanan
osmosis meningkat dan terjadi penurunan disfungsi sehingga terjadi akumulasi cairan pada alveoli
yang akan menekan saraf dan menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran gas.
Eksudat yang masuk kedalam alveoli akan menyebabkan konsolidasi di alveoli yang kemudian
menyebabkan terjadinya comience paru-paru menurun sehingga suplai O2 menurun yang
menimbulkan terjadinya gangguan pola nafas dan intoleransi aktivitas. Proses peradangan juga
dapat menyebabkan peningkatan suhu (hipertermia). Penumpukan secret akan terakumulasi dijalan
nafas sehingga timbul masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif. Jika sputum
masuk kelambung akan terjadi peningkatan asam basa yang akan menyebabkan mual dan
muntah.
PATHWAY
Virus bakteri (Stepcococuss Pneumonia)
Perenkim paru
PNEUMONIA
Masuk ke alveoli
Peradangan pada bronkus
Akumulasi sekret
menyebar ke parenkin paru
Sel darah merah, leukosit
mengisi alveoli
Terjadi konsolidasi dan Secret menumpuk pada
pengisian rongga alveoli oleh bronkus
Leukosit, fibrin
eksudat
mengalami konssolidasi
Sesak nafas
Penurunan jaringan efektif
Leokositosis
paru dan kerusakan membran
alveoli POLA NAFAS
TIDAK EFEKTIF
Merangsang hipotalamus
Penurunan difusi O2
Suhu tubuh meningkat BERSIHAN JALAN
NAFAS TIDAK
GANGGUAN EFEKTIF
HIPERTERMI PERTUKARAN GAS
DEFISIT NUTRISI
Keletihan
INTOLERANSI AKTIVITAS
5. Pemeriksaan Penunjang
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda- beda berdasarkan kelompok umur tertentu. Pada
neonatus sering dijumpai takipneu, reaksi dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih tua
jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah tapiknea, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan
iritabel.
Pada pra-sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (nonproduktif / produktif),
tapikneu, dan dispneu yang ditandai reaksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat
dijumpai panas, batuk (nonproduktif/produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada
semua kelompok umur, akan dijumpai adanya napas cuping hidung. Pada auskultasi, dapat terdengar
pernapasan menurun. Fine crackles (ronkhi basah halus) yang khas pada anak besar, bisa juga ditemukan
pada bayi.
Gejala lain pada anak besar adalah dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun, suara nafas
menurun, dan terdengar fine crackles (ronkhi basah halus) didaerah yang terkena. Iritasi pleura akan
mengakibatkan nyeri dada, bila berat dada menurun waktu inspirasi, anak berbaring kearah yang sakit
dengan kaki fleksi. Rasa sakit dapat menjalar ke leher, bahu, dan perut. Pemeriksaan berfokus pada bagian
thorak yang mana dilakukan dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dan didapatkan hasil sebagai
berikut :
a. Inspeksi
Perlu diperhatikan adanya tahipne, dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan cuping hidung, distensis
abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada saat menarik napas. Batasan
takipnea pada anak usia 2 bulan -12 bulan adalah 50x/menit atau lebih, sementara untuk anak berusia 12
bulan – 5 tahun adalah 40x/menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada kedalam
pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada akan tampak jelas.
b. Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin meningkat pada sisi
yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan (tachichardia)
c. Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit
d. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung / mulut bayi. Pada
anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas
berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan
bronkial, egotomi, bronkofoni, kadang- kadang terdengar bising gesek pleura.
Sedangkan untuk pemeriksaan penunjang lain sebagai penegak diagnosa diantaranya :
a. Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang
utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia. Gambaran radiologis dapat berupa
infiltrat sampai konsoludasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan intertisial
serta gambaran kavitas. Foto rontgen thoraks proyeksi posterior - anterior merupakan dasar
diagnosis utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi tambahan, misalnya efusi
pleura. Pada bayi dan anak yang kecil gambaran radiologi sering kali tidak sesuai dengan gambaran
klinis. Tidak jarang secara klinis tidak ditemukan apa-apa tetapi gambaran foto thoraks menunjukkan
pneumonia berat. Foto thoraks tidak dapat membedakan antara pneumonia bakteri dari pneumonia
virus.
Gambaran radiologis yang klasik dapat dibedalan menjadi tiga macam yaitu konsolidasi lobar
atau segmental disertai adanya air bronchogram, biasanya disebabkan infeksi akibat pneumococcus atau
bakteri lain. Pneumonia intersitisial biasanya karena virus atau Mycoplasma, gambaran berupa coracan
bronchovaskular bertambah, peribronchal cuffing dan overaeriation, bila berat terjadi
pachyconsolidation karena atelektasis. Gambaran pneumonia karena Saureus dan bakteri lain
biasanya menunjukkan gambaran bilateral yang diffus, corakan peribronchial yang bertambah, dan
tampak infiltrat halus sampai ke perifer. Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan
dengan pneumatocelle dan efusi pleural (empiema), sedangkan Mycoplasma akan memberi gambaran
berupa infiltrat retikular atau retikulonodular yang terlokalisir di satu lobus. Ketepatan perkiraan
etiologi dari gambaran foto thoraks masih dipertanyakan namun para ahli sepakat adanya infiltrate
alveolar menunjukan penyebab bakteri sehingga pasien perlu diberiantibiotika.
b. Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000/µl, Leukosit polimorfonuklear dengan
banyak bentuk. Meskipun dapat pula ditemukanleukopenia. Hitung jenis menunjukkan shift to the left ,
dan LED meningkat. Hasil pemeriksaan leukosit > 15.000/µl dengan dominasi netrofil sering
didapatkan pada pneumonia bakteri, dapat pula karena penyebab non bakteri. Laju endap darah (LED)
dan C reaktif protein juga menunjukkan gambaran tidak khas. Trombositopeni bisa didapatkan pada
90% penderita pneumonia dengan empiema. Pemeriksaan sputum kurang berguna. Biakan darah
jarang positif pada 3 – 11% saja, tetapi untuk Pneumococcus dan H. Influienzae kemungkinan
positif 25 – 95%.
c. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk mengetahui adanya S.
pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi antigen polisakarida pneumokokkus.
d. Analisa Gas Darah
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan parsial karbondioksida (PCo2)
menurun dan pada stadium lanjut menunjukkan asidosis respiratorik.
6. Penatalaksaan
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per oral dan tetap
tinggal di rumah. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak napas atau dengan penyakit jantung
atau penyakit paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan
oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan memberikan
respon terhadap pengobatan dan keadaanya membaik dalam waktu 2 minggu (Nursalam, 2015).
Penatalaksanaan umum yang diberikan antara lain :
1) Oksigen 1-2 L/menit
2) IVFD dekstrosa 10% NaCl 0,9% = 3:1, + KCL 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai berat badan,
kenaikan suhu, dan status dehidrasi.
3) Jika sesak tidak terlalu berat berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogatrik
dengan feeding drip.
4) Jika sekresi lendir berlebihan dapar diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk
memperbaiki transport mukosillier.
Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan antibiotik tertentu terhadap kuman
tertentu infeksi pneumonia. Pemberian antibitotik bertujuan untuk memberikan terapi kausal terhadap
kuman penyebab infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan antibiotik empiris dan terapi
suportif perlu diberikan untuk menjaga kondisi pasien. Terapi antibiotika empiris menggambarkan tebakan
terbaik berdasarkan pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis
umumnya tidak tersedia selama 12-72 jam. Maka dari itu membedakan jenis pneumonia (CAP atau
HAP) dan tingkat keparahan berdasarkan kondisi klinis pasien dan faktor predisposisi sangatlah penting,
karena akan menentukan pilihan antibiotika empirik yang akan diberikan kepada pasien. Tindakan suportif
meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2 > 92%) dan resusitasi cairan intravena untuk
memastikan stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan
napas positif kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan
pada gagal napas. Bila demam atau nyeri pleuritik dapat diberikan antipiretik analgesik serta dapat diberika
mukolitik atau ekspektoran untuk mengurangi dahak.
Pilihan Antibiotika Dalam memilih antibiotika yang tepat harus dipertimbangkan faktor sensitivitas
bakteri terhadap antibiotika, keadaan tubuh pasien, dan faktor biaya pengobatan.18 Pada infeksi pneumonia
(CAP dan HAP) seringkali harus segera diberikan antibiotika sementara sebelum diperoleh hasil pemeriksaan
mikrobiologik. Pemilihan ini harus didasarkan pada pengalaman empiris yang rasional berdasarkan perkiraan
etiologi yang paling mungkin serta antibiotika terbaik untuk infeksi tersebut. Memilih antibiotika yang
didasarkan pada luas spektrum kerjanya tidak dibenarkan karena hasil terapi tidak lebih unggul daripada hasil
terapi dengan antibiotika berspektrum sempit, sedangkan superinfeksi lebih sering terjadi dengan antibiotika
berspektrum luas. Terapi lain dari pneuomonia menurut Daud Dasril, 2013 yaitu:
1) Medikamentosa
Diagnosis etiologik pneumonia sangat sulit untuk ditentukan sehingga pemberian antibiotik dilakukan
secara empirik sesuai dengan pola kuman tersering yaitu Sterptococcus pneuminia dan haemophilus
influenzae. Pemberian antibiotik sesuai dengan kelompok umur. Untuk bayi di bawah 3 bulan diberikan
golongan penisilin dan aminoglikosida. Untuk usia >3 bulan, ampisilin dipadu dengan kloramfenikol
merupakan obat pilihan pertama. Bila keadaan pasien memberat atau terdapat empisema, antibiotik
pilihan adalah golongan sefalosporin. Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah
panas turun, dilanjutkan dengan pemberian peroral selama 7-10 hari
2) Bedah
Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi pneumotoraks atau
pneumomediastinum.
3) Suportif
Pemberian oksigen sesuai derajat sesaknya. Nutrisi parenteral diberikan selama pasien masih sesak.
7. Komplikasi
Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan komplikasi. Akan tetapi,
beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi
seperti bakteremia (sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas. 15 Bakteremia dapat terjadi pada
pasien jika bakteri yang menginfeksi paru masuk ke dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ
lain, yang berpotensi menyebabkan kegagalan organ. Pada 10% pneumonia pneumokokkus dengan
bakteremia dijumpai terdapat komplikasi ektrapulmoner berupa meningitis, arthritis,
endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema.3,15 Pneumonia juga dapat menyebabkan akumulasi
cairan pada rongga pleura atau biasa disebut dengan efusi pleura.
Efusi pleura pada pneumonia umumnya bersifat eksudatif. Pada klinis sekitar 5% kasus efusi pleura
yang disebabkan oleh P.pneumoniae dengan jumlah cairan yang sedikit dan sifatnya sesaat (efusi
parapneumonik). Efusi pleura eksudatif yang mengandung mikroorganisme dalam jumlah banyak beserta
dengan nanah disebut empiema. Jika sudah terjadi empiema maka cairan perlu di drainage menggunakan
chest tube atau dengan pembedahan.
e. Pemeriksaan Penunjang
Berisikan pemeriksaan penunjang dalam penegakan diagnosis seperti Laboratorium (uji lab darah
lengkap atau sputum), tindakan rontogen (X-Ray, USG, CT-Scan).
f. Terapi
Berisikan daftar terapi pemberian obat dan tindakan yang akan diberikan kepada pasien sesuai anjuran
dokter setelah hasil pengkajian.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta