Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA

Disusun Oleh :
DIAZ FEBRIANTY
113121043

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS AL-IRSYAD CILACAP
TAHUN 2021
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru yang biasanya dari satu infeksi
saluran pernafasan bawah akut, dengan gejala batuk disertai sesak nafas yang disebabkan agen infeksius
seperti virus, bakteri, fungi (microplasma) dan aspirasi substansi asing berupa radang paru-paru yang disertai
eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat melalui gambaran radiologis (Nursalam, 2015). Menurut WHO
(World Health Organnization) pneumonia adalah bentuk infeksi pernafasan akut yang menyerang paru-
paru pada bagian alveoli yang berfungsi sebagai tempat pertukaran O2 dan CO2, ketika pasien menderita
pneumonia alveoli akan dipenuhi cairan dan nanah yang membuat pernafasan terasa menyakitkan dan
membatasi asupan oksigen. Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan parenkim paru
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Sudoyo, 2015).
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan dan jaringan
intersittel. Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneuomonia antara lain virus dan bakteri. Beberapa
faktor yang dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya dan beratnya pneumonia antara lain adalah defek
anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GER, dan aspirasi (Daud Dasril, 2013). Pneumonia adalah
peradangan pada parenkim paru yang biasanya terjadi apada anak-anak tetapi terjadi lebih sering pada bayi
dan awal masa kanak-kanak dan secara klinis penumonia dapat terjadi sebagai penyakit primer atau
komplikasi dari penyakit lain (Hockenberry dan Wilson, 2009 dalam Seyawati Ari,2018).
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PPDI) tahun 2017 pnemunonia dibedakan menjadi dua
yaitu pneumonia kominiti dan pneumonia nosokomial. Pneumonia komunitas adalah pneumonia yang terjadi
akibat infeksi diluar rumah sakit, sedangkan pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi lebih
dari 48 jam atau lebih setelah dirawat di rumah sakit. Pneumonia dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara,
klasifikasi paling sering ialah menggunakan klasifikasi berdasarkan tempat didapatkannya pneumonia
(pneumonia komunitas dan pneumonia nosokomial), tetapi pneumonia juga dapat diklasifikasikan
berdasarkan area paru yang terinfeksi (lobar  pneumonia, multilobar  pneumonia, bronchial pneumonia, dan
intertisial pneumonia) atau agen kausatif. (Dahlan Z. 2009).

2. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan
protozoa. Pneumoni komunitas yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan gram
positif, sedangkan pneumonia rumah sakit banyak disebabkan gram negatif. Dari laporan beberapa kota di
Indonesia ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita komunitas adalah bakteri gram negative. Penyebab
paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan nosocomial :
a. Yang didapat di masyarakat
Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma pneumonia, Hemophilus influenza, Legionella pneumophila,
Chlamydia pneumonia, Anaerob oral , Adenovirus, Influenza tipe A dan B.
b. Yang didapat di rumah sakit
Basil usus gram negatif (E. coli, Klebsiella pneumonia), Pseudomonas Aeruginosa, Staphylococcus
Aureus, anaerob oral.
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet atau sering disebabkan oleh streptoccus pneumonia, melalui
slang infuse oleh staphylococcus aureus sedangkan pada pemakaian ventilator oleh p. Aeruginosa dan
enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan
penyakit kronis, polusi lingkungan, penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Setelah masuk ke
paru paru organism bermultiplikasi dan, jika telah berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan paru,
terjadi pneumonia. Menurut Nursalam, 2015 selain di atas penyebab terjadinya pneumonia sesuai
penggolongannya yaitu :
a. Bakteri
Diploccus Pneumonia, Pneumocaccus, Streptokokus Hemolyticus,Streptokoccus Aureus,
Hemophilus Influenzae, Bacillus Friedlander, Mycobacterium Tuberculosis.
b. Virus
Respiratory Syncytial Virus, Adeno Virus, V.Ssitomegalitik, V.Influenza Miroplasma : Mycoplasma
Pneumonia
c. Jamur
Histoplasma Capsulatum, Cryptococcus Neuroformans, Blastomyces Dermatitides, Coccidodies
Immtis, Aspergillus, Species, Candida Albicans.
d. Aspirasi
Aspirasi makanan, Kerosene (bensin, minyak tanah), Cairan amnion, dan Benda asing
e. Pneumonia
Disebabkan karena terus menerus berada dalam posisi yang sama
f. Hipostatik 
Gaya Tarik bumi menyebabkan darah tertimbun bagian bawah paru-paru dan infeksi membantu
timbulnya pneumonia
g. Sindrom Loeffler 
Merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak napas, eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks
terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu.
Pertahanan paru-paru terus ditantang oleh organisme termasuk virus dan bakteri. Virus cenderung
menghindari atau membanjiri beberapa pertahanan saluran pernafasan atas menyebabkan gejala yang masih
relative ringan. Ketika inang saluran pernafasan bagian atas dan bawah kewalahan mikroorganisme dapat
membentuk tempat tinggal, berkembang biak, dan menyebabkan proses infeksi dalam parenkim paru-paru
(Weinberger, 2019). Beberapa faktor yang berkontribusi dalam rusaknya pertahanan inang diantaranya
ISPA, Penyalahgunaan etanil, merokok, gagal jantung, penyakit paru obstruksi kronik (PPOK).
Kerusakan inang juga dapat diperparah dengan Immunosuppressive tubuh misalnya AIDS,
Leukemia, Limfoma, dan penyalahgunaan kortikosteroid serta obat imunosupresif lainnya.

3. Manifestasi Klinis
Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif atau
produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan
sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada 5 yang sakit dengan lutut tertekuk
karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat
pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan
konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub (Sudoyo, 2015).
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran pernafasan atas akut selama
beberapa hari. Selain didapatkan demam dan suhu tubuh meningkat hingga 40oC, sesak nafas, nyeri dada,
batuk dahak, pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan
sakit kepala (Misnadiarly, 2016). Usia merupakan faktor penentu dalam manifetstasi klinis
pneumonia. Neonatus dapatmenunjukan gejala demam tanpa ditemukannya gejala fisis pneumonia. Pola
klinis yang khas pada pasien pneumonia viral dan bakterial umumnya berbeda antara bayi yang lebih tua dan
anak walaupun perbedaan tersebut tidak selalu jelas. Demam, menggigil, takipneu, batuk, malaise, nyeri
dada akibat pleuritis, retraksi dan iritabilitas akibat sesak respiratory sering terjadi pada bayi yang lebih tua
dan anak.
Pneumonia virus lebih sering berasosiasi dengan batuk, mengi, atau stridor dan gejala demam lebih
tidak menonjol dibanding pneumonia bakterial. Pneumonia bakterial secara tipikal berasosiasi dengan
demam tinggi, menggigil, batuk, dispneu dan pada auskultasi ditemukan adanya tanda konsolidasi paru.
Pneumonia atipikal pada bayi kecil ditandai oleh gejala khas seperti takipneu, batuk, ronki kering(crackles)
pada pemeriksaan auskultasi dan sering ditemukan bersamaan dengan adanya konjungtivitis chlamydial.
Gejala klinis lainnya dapat ditemukan distress pernapasan termasuk cuping hidung, retraksi intercosta dan
subkosta dan merintih (grunting) (Karen et al, 2010 dalam Setyawati Ari, 2018).
Tabel 1.1 Manifestasi Klinis Pneumonia Berdasarkan Etiologi (Soemantri, 2017).
Jenis Etiologi Pneumonia Faktor Resiko Tanda dan Gejala
Sindrom Tipikal Streptococcus a. Sindecell diseases a. Mendadak
Pneumoniae (tanpa dan b. Hipogamma mengiggil (39oC –
dengan penyulit) globulinema 40oC)
c. Multiple myeloma b. Nyeri pleuritis
b. Bentuk produktif,
sputum purule (dapat
mengandung bercak
darah, dinding
hidung kemerahan)
c. Retraksi intercostal

Sindrom Atipikal a. Haemophilis a. Usia Tua a. Onset bertahap


Influenzae b. COPD (Chronic dalam 3-5 hari
b. Staphylococus Obstuctive b. Malaise, nyeri
Aureus Pulmonary Disease) kepla, nyeri
c. Flue tenggorokan, dan
batuk kering
c. Nyeri karena batuk 

a. Mycroplasma a. Anak-anak
Pneumoniae b. Dewasa
b. Virus Patogen

Aspirasi a. Aspirasi basil garam a. Kondisi lemah a. Demam dan batuk 


negatif, Klebsiella, karena konsumsi b. Produksi sputum dan
Pseudomonas, alkohol bau busuk 
Enterobacter, b. Infeksi Nosokomial c. Distress respirasi
Esterobacter, c. Gangguan 1) Sianosis
Escherrichia Proteus Kesadaran 2) Batuk 
dan basil garam 3) Hipoksemia
positif Staphylococus 4) Infeksi Skunder 
b. Aspirasi asam
lambung

Hematogen Terjadi bila patogen a. Kateter IV yang Batuk nonproduktif dan


menyebar ke paru-paru terinfeksi nyeri pleuritik 
melalui darah b. Endocarditis
c. Drug Abuse

4. Patofisiologis
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keaadan (imunitas) pasien,
mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain. Dalam keadaan
sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya
mekanisme pertahanan paru. Adanyanya bakteri di paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya
tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan
berakibat timbulnya sakit. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan yaitu Inokulasi
langsung, Penyebaran melalui darah, Inhalasi bahan aerosol, dan Kolonosiasi di permukaan mukosa. Dari
keempat cara tersebut, cara yang terbanyak adalah dengan kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada virus,
mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteria dengan ikuran 0,5-2,0 mikron melalui udara dapat mencapai  brokonsul
terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas
(hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari
sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan
kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi
bakteri yang sanagt tinggi 108- 10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat
memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.

Gambar 1.1 Patogenesis pneumonia oleh bakteri Pneumococcus

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa
edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi
permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel-sel PNM mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan
dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sistoplasmik mengelilingi bakteri tersebut
kemudian terjadi proses fagositosis. pada waktu terjadi perlawanan antara host dan bakteri maka akan
nampak empat zona pada daerah pasitik parasitik terset yaitu :
a. Zona luar (edama)
Alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema
b. Zona permulaan konsolidasi (red hepatization)
Terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah
c. Zona konsolidasi yang luas (grey hepatization)
Daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak
d. Zona resolusi E
Daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag
Infeksi parenkim paru menghasilkan squel tenis yang tidak hanya mengubah fungsi normal parenkim
paru tetapi juga dengan menginduksi respon iskemik. konsekuensi patofisiologis utama dari
perdagangan dan infeksi yang melibatkan ruang udara distal adalah berkurangnya ventilasi ke daerah yang
terkena. jika perfungsi relatif dipertahankan seperti yang sering terjadi karena efek vasodilator mediator
inflamasi hasil ketidakseimbangan ventilasi perfusi. ketika alveoli dipenuhi dengan eksudat inflamasi
Mungkin tidak ada ventilasi ke daerah-daerah tersebut. Ketidakseimbangan ventilasi perfusi umumnya
bermanifestasi sebagai bagai hipoksemia. ketidakcocokan ventilasi berfungsi dengan area rasio
ventilasi perfusi rendah biasanya merupakan faktor yang lebih penting. retensi karbon dioksida bukan fitur
Pneumonia kecuali pasien sudah memiliki cadangan yang sangat terbatas terutama pada COPD
( Chronic Obstuctive Pulmonary Disease) yang mendasarinya. Bahkan pasien pneumonia sering
mengalami hiperventilasi dan memiliki PCo2 kurang dari sama dengan 40 mmHg (Weinberger, 2019)
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi yang disebabkan oleh paru-paru. Pneumonia dapat
terjadi akibat bibit penyakit di udara atau kuman di tenggorokan terhisap masuk ke paru-paru. penyebaran
ini juga dapat melalui darah pada bagian tubuh yang terluka. dengan batuk contohnya nya akan membuat
perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan hingga gerakan rambut halus (silia) untuk
mengeluarkan mucus ( lendir) saat proses peradangan. lobus bawah paru-paru paling sering terkena
efek gravitasi. setelah mencapai alveoli maka pnoumocuccus menimbulkan respon yang khas
diantaranya nya :
a. Kongesti (24 jam pertama)
Eksudat yang kaya akan protein keluar masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang
berdilatasi dan bocor disertai kongesti Vena. Taro menjadi berat, edematosa, dan berwarna kemerahan.
b. Hepatitis (48 jam berikutnya)
Terjadi pada Stadium kedua ditemukan akumulasi masih dalam ruang alveolar bersama-sama dalam
limfosit dan makrofag. Pleura yang menutupi akan diselimuti eksudat Fibri nosa. paru-paru tampak
kemerahan dapat tidak mengandung udara disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan
bergranula.
c. Hepatitis kelabu (3-8 hari)
Ditemukan akumulasi fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan merah. paru-
paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam
alveoli yang terserang.
d. Resolusi (8-11 hari)
Pada tahap ini eksudat mengalami lisis dan diabsorsi oleh makrofag dan pencernaan
kotoran inflamasi dengan mempertahankan artekstur dinding alveoli di bawahnya, sehingga
jaringan kembali pada struktur semula. Akibatnya jika mucus masuk ke alveoli terjadi peningkatan
konsentrasi protein cairan alveoli sehingga menyebabkan tekanan hidrostatik meningkat dan tekanan
osmosis meningkat dan terjadi penurunan disfungsi sehingga terjadi akumulasi cairan pada alveoli
yang akan menekan saraf dan menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran gas.
Eksudat yang masuk kedalam alveoli akan menyebabkan konsolidasi di alveoli yang kemudian
menyebabkan terjadinya comience  paru-paru menurun sehingga suplai O2 menurun yang
menimbulkan terjadinya gangguan pola nafas dan intoleransi aktivitas. Proses peradangan juga
dapat menyebabkan peningkatan suhu (hipertermia). Penumpukan secret akan terakumulasi dijalan
nafas sehingga timbul masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif. Jika sputum
masuk kelambung akan terjadi peningkatan asam basa yang akan menyebabkan mual dan
muntah.

PATHWAY
Virus bakteri (Stepcococuss Pneumonia)

Masuk melalui pernafasan bawah

Menyerang pernafasan bawah

Perenkim paru

PNEUMONIA

Masuk ke alveoli
Peradangan pada bronkus
Akumulasi sekret
menyebar ke parenkin paru
Sel darah merah, leukosit
mengisi alveoli
Terjadi konsolidasi dan Secret menumpuk pada
pengisian rongga alveoli oleh bronkus
Leukosit, fibrin
eksudat
mengalami konssolidasi
Sesak nafas
Penurunan jaringan efektif
Leokositosis
paru dan kerusakan membran
alveoli POLA NAFAS
TIDAK EFEKTIF
Merangsang hipotalamus
Penurunan difusi O2
Suhu tubuh meningkat BERSIHAN JALAN
NAFAS TIDAK
GANGGUAN EFEKTIF
HIPERTERMI PERTUKARAN GAS

Metabolisme meningkat Reaksi sistematis, bakteremia,


viremia, anoreksia, mual,
penurunan BB
Peningkatan penggunaan energi

DEFISIT NUTRISI
Keletihan

INTOLERANSI AKTIVITAS
5. Pemeriksaan Penunjang
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda- beda berdasarkan kelompok umur tertentu. Pada
neonatus sering dijumpai takipneu, reaksi dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih tua
jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah tapiknea, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan
iritabel.
Pada pra-sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (nonproduktif / produktif),
tapikneu, dan dispneu yang ditandai reaksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat
dijumpai panas, batuk (nonproduktif/produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada
semua kelompok umur, akan dijumpai adanya napas cuping hidung. Pada auskultasi, dapat terdengar
pernapasan menurun.  Fine crackles (ronkhi basah halus) yang khas pada anak besar, bisa juga ditemukan
pada bayi.
Gejala lain pada anak besar adalah dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun, suara nafas
menurun, dan terdengar fine crackles (ronkhi basah halus) didaerah yang terkena. Iritasi pleura akan
mengakibatkan nyeri dada, bila berat dada menurun waktu inspirasi, anak berbaring kearah yang sakit
dengan kaki fleksi. Rasa sakit dapat menjalar ke leher, bahu, dan perut. Pemeriksaan berfokus pada bagian
thorak yang mana dilakukan dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dan didapatkan hasil sebagai
berikut :
a. Inspeksi
Perlu diperhatikan adanya tahipne, dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan cuping hidung, distensis
abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada saat menarik napas. Batasan
takipnea pada anak usia 2 bulan -12 bulan adalah 50x/menit atau lebih, sementara untuk anak berusia 12
bulan – 5 tahun adalah 40x/menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada kedalam
pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada akan tampak jelas.
b. Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin meningkat pada sisi
yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan (tachichardia)
c. Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit
d. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung / mulut bayi. Pada
anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas
berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan
bronkial, egotomi, bronkofoni, kadang- kadang terdengar bising gesek pleura.
Sedangkan untuk pemeriksaan penunjang lain sebagai penegak diagnosa diantaranya :
a. Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang
utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia. Gambaran radiologis dapat berupa
infiltrat sampai konsoludasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan intertisial
serta gambaran kavitas. Foto rontgen thoraks proyeksi posterior - anterior merupakan dasar
diagnosis utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi tambahan, misalnya efusi
pleura. Pada bayi dan anak yang kecil gambaran radiologi sering kali tidak sesuai dengan gambaran
klinis. Tidak jarang secara klinis tidak ditemukan apa-apa tetapi gambaran foto thoraks menunjukkan
pneumonia berat. Foto thoraks tidak dapat membedakan antara pneumonia bakteri dari pneumonia
virus.
Gambaran radiologis yang klasik dapat dibedalan menjadi tiga macam yaitu konsolidasi lobar
atau segmental disertai adanya air bronchogram, biasanya disebabkan infeksi akibat pneumococcus atau
bakteri lain. Pneumonia intersitisial biasanya karena virus atau Mycoplasma, gambaran berupa coracan
bronchovaskular bertambah, peribronchal cuffing dan overaeriation, bila berat terjadi
pachyconsolidation karena atelektasis. Gambaran pneumonia karena Saureus dan bakteri lain
biasanya menunjukkan gambaran bilateral yang diffus, corakan peribronchial yang bertambah, dan
tampak infiltrat halus sampai ke perifer. Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan
dengan pneumatocelle dan efusi pleural (empiema), sedangkan Mycoplasma akan memberi gambaran
berupa infiltrat retikular atau retikulonodular yang terlokalisir di satu lobus. Ketepatan perkiraan
etiologi dari gambaran foto thoraks masih dipertanyakan namun para ahli sepakat adanya infiltrate
alveolar menunjukan penyebab bakteri sehingga pasien perlu diberiantibiotika.
b. Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000/µl, Leukosit polimorfonuklear dengan
banyak bentuk. Meskipun dapat pula ditemukanleukopenia. Hitung jenis menunjukkan  shift to the left ,
dan LED meningkat. Hasil pemeriksaan leukosit > 15.000/µl dengan dominasi netrofil sering
didapatkan pada pneumonia bakteri, dapat pula karena penyebab non bakteri. Laju endap darah (LED)
dan C reaktif protein juga menunjukkan gambaran tidak khas. Trombositopeni bisa didapatkan pada
90% penderita pneumonia dengan empiema. Pemeriksaan sputum kurang berguna. Biakan darah
jarang positif pada 3 – 11% saja, tetapi untuk Pneumococcus dan H. Influienzae kemungkinan
positif 25 – 95%.
c. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk mengetahui adanya S.
pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi antigen polisakarida pneumokokkus.
d. Analisa Gas Darah
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan parsial karbondioksida (PCo2)
menurun dan pada stadium lanjut menunjukkan asidosis respiratorik.

6. Penatalaksaan
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per oral dan tetap
tinggal di rumah. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak napas atau dengan penyakit jantung
atau penyakit paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan
oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan memberikan
respon terhadap pengobatan dan keadaanya membaik dalam waktu 2 minggu (Nursalam, 2015).
Penatalaksanaan umum yang diberikan antara lain :
1) Oksigen 1-2 L/menit
2) IVFD dekstrosa 10% NaCl 0,9% = 3:1, + KCL 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai berat badan,
kenaikan suhu, dan status dehidrasi.
3) Jika sesak tidak terlalu berat berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogatrik
dengan feeding drip.
4) Jika sekresi lendir berlebihan dapar diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk
memperbaiki transport mukosillier.
Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan antibiotik tertentu terhadap kuman
tertentu infeksi pneumonia. Pemberian antibitotik bertujuan untuk memberikan terapi kausal terhadap
kuman penyebab infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan antibiotik empiris dan terapi
suportif perlu diberikan untuk menjaga kondisi pasien. Terapi antibiotika empiris menggambarkan tebakan
terbaik  berdasarkan pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis
umumnya tidak tersedia selama 12-72 jam. Maka dari itu membedakan jenis pneumonia (CAP atau
HAP) dan tingkat keparahan berdasarkan kondisi klinis pasien dan faktor predisposisi sangatlah penting,
karena akan menentukan pilihan antibiotika empirik yang akan diberikan kepada pasien. Tindakan suportif
meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2 > 92%) dan resusitasi cairan intravena untuk
memastikan stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan
napas positif kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan
pada gagal napas. Bila demam atau nyeri pleuritik dapat diberikan antipiretik analgesik serta dapat diberika
mukolitik atau ekspektoran untuk mengurangi dahak.
Pilihan Antibiotika Dalam memilih antibiotika yang tepat harus dipertimbangkan faktor sensitivitas
bakteri terhadap antibiotika, keadaan tubuh pasien, dan faktor biaya pengobatan.18 Pada infeksi pneumonia
(CAP dan HAP) seringkali harus segera diberikan antibiotika sementara sebelum diperoleh hasil pemeriksaan
mikrobiologik. Pemilihan ini harus didasarkan pada pengalaman empiris yang rasional berdasarkan perkiraan
etiologi yang paling mungkin serta antibiotika terbaik untuk infeksi tersebut. Memilih antibiotika yang
didasarkan pada luas spektrum kerjanya tidak dibenarkan karena hasil terapi tidak lebih unggul daripada hasil
terapi dengan antibiotika berspektrum sempit, sedangkan superinfeksi lebih sering terjadi dengan antibiotika
berspektrum luas. Terapi lain dari pneuomonia menurut Daud Dasril, 2013 yaitu:
1) Medikamentosa
Diagnosis etiologik pneumonia sangat sulit untuk ditentukan sehingga pemberian antibiotik dilakukan
secara empirik sesuai dengan pola kuman tersering yaitu Sterptococcus pneuminia dan haemophilus
influenzae. Pemberian antibiotik sesuai dengan kelompok umur. Untuk bayi di bawah 3 bulan diberikan
golongan penisilin dan aminoglikosida. Untuk usia >3 bulan, ampisilin dipadu dengan kloramfenikol
merupakan obat pilihan pertama. Bila keadaan pasien memberat atau terdapat empisema, antibiotik
pilihan adalah golongan sefalosporin. Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah
panas turun, dilanjutkan dengan pemberian peroral selama 7-10 hari
2) Bedah
Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi pneumotoraks atau
pneumomediastinum.
3) Suportif 
Pemberian oksigen sesuai derajat sesaknya. Nutrisi parenteral diberikan selama pasien masih sesak.

7. Komplikasi
Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan komplikasi. Akan tetapi,
beberapa pasien, khususnya kelompok pasien risiko tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi
seperti bakteremia (sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas. 15 Bakteremia dapat terjadi pada
pasien jika bakteri yang menginfeksi paru masuk ke dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ
lain, yang berpotensi menyebabkan kegagalan organ. Pada 10% pneumonia pneumokokkus dengan
bakteremia dijumpai terdapat komplikasi ektrapulmoner berupa meningitis, arthritis,
endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema.3,15 Pneumonia juga dapat menyebabkan akumulasi
cairan pada rongga pleura atau biasa disebut dengan efusi pleura.
Efusi pleura pada pneumonia umumnya bersifat eksudatif. Pada klinis sekitar 5% kasus efusi pleura
yang disebabkan oleh P.pneumoniae dengan jumlah cairan yang sedikit dan sifatnya sesaat (efusi
parapneumonik). Efusi pleura eksudatif yang mengandung mikroorganisme dalam jumlah banyak beserta
dengan nanah disebut empiema. Jika sudah terjadi empiema maka cairan perlu di drainage menggunakan
chest tube atau dengan pembedahan.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Berisikan nama lengkap pasien, usia pasien, jenis kelamin pasien, suku/bangsa pasien, agama pasien,
pekerjaan pasien, pendidikan pasien, alamat pasien, dan diagnosa medis.
b. Identitas Penanggung Jawab
Berisikan nama lengkap penanggung jawab, usia penanggung jawab, jenis kelamin penanggung jawab,
suku/bangsa penanggung jawab, agama penanggung jawab, pekerjaan penanggung jawab,
pendidikan penanggung jawab, alamat penanggung jawab, dan status hubungan penanggung jawab
dengan pasien.
c. Riwayat Keperawatan
1) Riwayat Sebelum Sakit
a) Penyakit berat yang penah diderita
Pada umumnya pasien mengatakan keluhannya yang diderita sebelumnya dan gejalanya
hampir sama dengan yangdirasakan sekarang.
b) Obat-obat yang biasa dikonsumsi
Pada umumnya jika pasien pernah dirawat dengan gejala serupa akan diberikan obat- obatan
untuk sesak, batuk atau lainnya. Atau dapat berisikan obat-obatan yang dikonsumsi beberapa
hari terakhir.
c) Kebiasaan berobat
Berisikan kebiasaan pasien untuk berobat baik di klinik, puskesmas atau rumah sakit
d) Alergi
Berisikan alergi yangdimiliki pasien baik obat-obatan ataupun makanan yang memungkinkan
nantinya dapat memperburuk keadaan pasien
e) Kebiasaan merokok/alkohol
Berisikan riwayat pasien apakah pasien merupakan perokok aktif/pasif atau mengonsumsi
alkohol, dan jika pasien merupakan perokok aktif berapa jumlah rokok yang dapat dihabiskan
dalam sehari, lalu sejak kapan menjadi perokok/ mengonsumsi alkohol. Apakah saat sakit ini
pasien tetap meroko, mengurang, atau berhenti.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
a) Keluhan utama
Umumnya keluhan yang dirasakan pasien adalah sesak nafas, susah nafas, atau dada terasa
berat.
b) Riwayat keluhan utama
Berapa lama pasien mengalami keluhan tersebut
c) Upaya yang telah dilakukan
Berisakan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pasien secara mandiri atau keluarga untuk
mengurangi keluhan yangdirasakan, bentuk upaya yang dilakukan dan jika upaya yang
dilakukan bersifat tindakan medis apakah tidakan tersebut dilakukan oleh tenaga professional.

d) Terapi/operasi yang pernah dilakukan


Berisikan terapi seperti medis atau nonmedis dan juga tindakan operasi yang mungkin pernah
dilakukan.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Berisikan riwayat kesehatan keluarga seperti orang tua, saudara, dan lainnya apakah terdapat
keluarga yang memiliki keluhan, riwaat kesehatan, atau kasus yang sama dengan pasien saat ini
4) Genogram
Berisikan gambaran genogram keluarga pasien beserta keterangannya pada 3 generasi.
5) Riwayat Kesehatan Lingkungan
Berisikan keadaan lingkungan disekitar pasien baik rumah, tempat pekerjaa, kamar, dan lain-lain.
Apakah terdapat keadaan lingkungan yang menjadi faktor pencetus, faktor pemberat keadaan
pasien saat ini.
6) Riwayat Kesehatan Lainnya
Berisikan riwayat kesehatan pasien lainnya seperti pasien pernah mengalami masalah kesehatan
lain yang mungkin dapat berkaitan dengan masalah saat ini atau mungkin tidak berkaitan atau
tidak berpengaruh dengan masalah yang dialami atau yang dirasakan pasien saat ini. Contoh
pasien memili riwayat penyakit diabete, jantung, typus, atau lainnya. Dan juga ditanyakan apakah
pasien menggunakan alat bantu kesehatan seperti kacamata, gigi palsu, alat bantu pendengaran,
atau lainnya.
d. Observasi Dan Pemeriksaan Fisik 
1) Keadaan umum
Berisikan keadaan umum pasien saat masuk rumah sakit atau saat berada diruangan rawat inap.
Dengan alat pengukuran Glasgow Coma Scale (GCS) yang meliputi mata, kesadaran, dan verbal.
Keadaan umum juga berisikan keadaan secara umum seperti apakah pasien coma, apatis,
composmmetis, somnolent, spoor, atau gelisah.
2) Tanda-tanda vital, TB dan BB
Berisikan hasil pemeriksaan observasi tanda-tanda vital seperti berapa tekanan darah (TD) dalam
mmHg, nadi (N) dalam kali/menit, suhu (S) dalam derajat celcius, respirator rate (RR) kali/menit,
berat badan (BB) dalam Kilogram (Kg), dan tinggi badan (TB) dalam centimeter (Cm).
3) Body Systems
Pernapasan (B1: Breathing)
Berisikan keadaan umum organ pernafasan yaitu hidung apakah terdapat sumbatan, perlukaan atau
lainnya yang dapat menganggu jalan nafas pasien. Kondisi pernafasan pasien apakah nyeri, dyspnea
(sesak nafas), orthopnea (sulit nafas saat tidur), cyanosis (kebiru-biruan pada kulit), batuk darah,
nafas dangkal, apakah ada retraksi dada, apakah ada sputum, apakah terdapat tracheostomy, atau
apakah pasien menggunakan respirator (alat bantu nafas). Lalu apakah pasien memiliki sura nafas
tambahan seperti wheezing, ronchi, rales, crackles dan lokasinya berada dimana. Inspeksi bagian
dada apakah simetris, apakah ada perlukaan, dan keadaan lainnya disekitar dada.
Cardiovaskuler (B2: Bleeding)
Berisikan keluhan-keluhan yang dirasakan pasien terutama yang berkaitan dengan blleding seperti
nyeri dada, pusing, kram kaki, palpitasi (berdegup kencang), clubbing finger (kelainan pada kuku),
keadaan pada suara jantung apakah normal atau apakah terdapat kelainan, apakah terdapat edema
disekitar lokasi jantung, palpebral, anasarka, ekstremitas atas, ekstemitas bawah, ascites, tidak ada,
atau lainnya.
Persyarafan (B3: Brain)
Berisi keadaan pasien saat ini keadaan secara umum seperti apakah pasien coma, apatis,
composmmetis, somnolent, spoor, atau gelisah. Bagaimana hasil Glasgow Coma Scale (GCS) yang
meliputi mata, kesadaran, dan verbal. Lakukan inspeksi dan palpasi di area kepala dan wajah,
bagaiman keadaan mata, konjungtiva, pupil, leher, reflek sensori (pendengaran, penciuman,
pengecapan, penglihatan, dan peraba).
Perkemihan-Eliminasi Uri (B4: Bladder)
Berisikan data produksi output cairan dalam mililiter (ml), berapa frekuensinya, keadaan warna,
bau. Apakah urin oliurgi, poliurgi, dysuri, hematuri, nocturi, apakah pasien merasa nyeri saat
kencing, apakah pasien menggunakan kateter, apakah urin keluar hanya menetes, apakah saat
kencing terasa panas, apakah inkotinen, sering, retensim cystotomi, atau tidak ada masalah.
Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5: Bowel)
Berisi keadaan organ pencernaan mulai dari mulut, tenggorokan, bagian abdomen, dan rectum.
Apakah pasien mengalami maslaah pencernaan seperti diare, konstipasi, feses darah, tidak terasa,
melena, wasir, apakah pasien menggunakan colostomi, menggunakan pencahar, penggunaan alat
bantu, atau keadaan sulit BAB. Konsistensi dan frekuensi BAB, dan apakah terdapat diet khusus
sesuai anjuran dokter.
Tulang Otot Integumen (B6: Bone)
Berisi keadaan tulang, otot, dan kulit pasien secara umum. Kemampuan pergerakan sendi apakah
bebas, terbatas, apakah ada parese, paralise, parese, atau lainnya. Keadaan ekstermitas atas dan
bawah (kelainan, peradangan, fraktur, perlukaan, dan lokasi), keadaan tulang belakang, keadaan
kulit (warna, akral, dan turgol).
Sistem Endokrin
Berisikan terapi hormon yang mungkin pernah dilakukan pasien sebelumnya atau sedang
dilakukan, dan riwayat pertumbuhan dan perkembangan fisik.
Sistem Reproduksi
Berisikan bentuk alat reproduksi, keadaan. Dan pada pasien perempuan ditambah data mengenai
siklus haid, dan payudara.
Pola Aktivitas : Dirumah dan Di Rumah Sakit
Berisikan perbandingan pola aktivitas pasien saat dirumah dengan di rumah sakit meliputi pola
makan, minum, dan kebersihan diri. Baik frekuensi atau kegiatan dilakukan secara mandiri, bantuan
sebagian, dan bantuan total.
Istirahat dan aktivitas
Pola istirahat dan aktivitas keseharian pasien saat dirumah dengan dirumah sakit baik frekuensi
lama/durasi, masalah, dan tingkat ketergantungan.
Psikososial Spiritual
Meliputi keadaan sosial interksi pasien, dukungan keluarga, dukungan teman/kelompok, reaksi saat
interaksi, dan konfrik yang mungkin muncul. Bentuk spiritual seperti konsep ketuhanan, sumber
harapan, ritual/ibadah yang dilakukan, sarana spiritual yang diraharapkan saat ini, adakah upaya
kesehatan yang bertentangan dengan keyakinan dalam beragama, keyakinan ketuhanan, keyakinan
kesembuhan, dan presepsi mengenai penyakit.

e. Pemeriksaan Penunjang
Berisikan pemeriksaan penunjang dalam penegakan diagnosis seperti Laboratorium (uji lab darah
lengkap atau sputum), tindakan rontogen (X-Ray, USG, CT-Scan).
f. Terapi
Berisikan daftar terapi pemberian obat dan tindakan yang akan diberikan kepada pasien sesuai anjuran
dokter setelah hasil pengkajian.

2. Diagnosa Keperawatan Teori


a. Bersihan jalan napas tidak efektif  berhubungan dengan Hipersekresi jalan nafas
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler 
d. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
e. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
f. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan

3. Intervensi Keperawatan Teori

Dx Keperawatan SLKI SIKI


Bersihan jalan napas tidak SLKI : Bersihan Jalan Napas SLKI : Manajemen Jalan
efektif  b.d Hipersekresi Ekspetasi Meningkat Napas
jalan nafas Setelah dilakukan intervensi selama Observasi :
3x24 jam diharapkan bersihan jalan a. Monitor pola napas (frekuensi,
napas menjadi efektif dengan kedalam, usaha napas)
kriteria hasil : b. Monitor bunyi napas tambahan
a. Batuk efektif cukup meningkat (mis. Gurgling, mengi,
b. Produksi sputummenurun wheezing, ronkhi kering)
b. Dispnea cukup menurun c. Monitor sputum (jumlah,
c. Frekuensi napas membaik warna, aroma)
d. Pola napas membaik Terapeutik :
a. Posisikan semi fowler atau
fowler 
b. Berikan minuman hangat
c. Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
d. Berikan oksigen
Edukasi :
a. Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari
b. Ajarkan teknik batuk efektif 
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik 
Pola nafas tidak efektif b.d SLKI : Pola Napas SIKI : Pemantauan respirasi
Hambatan upaya nafas Ekspetasi Membaik Observasi
Setelah dilakukan asuhaan a. Monitor frekuensi, irama,
keperawatan selama …x…jam kedalaman, dan upaya nafas
diharapkan masalah klien dapat b. Monitor pola nafas (mis;
teratasi dengan kriteria hasil : bradipnea, takipnea,
a. Dispnea cukup menurun hiperventilasi, kussmaul)
b. Tekanan cukup meningkat c. Monitor saturasi oksigen
c. Tekanan inspirasi cukup d. Auskultasi bunyi nafas
meningkat e. Monitor hasil x-ray thoraks
d. Pemanjangan fase cukup Terapeutik
menurun a. Atur interval pemantauan
e. Frekuensi napas membaik respirasi sesuai kondisi pasien
b. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
b. Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu

Gangguan pertukaran gas SLKI : Pertukaran Gas SIKI : Pemantauan Respirasi


b.d perubahan membran Ekspetasi Meningkat Observasi
alveolus -kapiler Setelah dilakukan asuhaan a. Monitor frekuensi, irama,
keperawatan selama …x…jam kedalaman dan upaya nafas
diharapkan masalah klien dapat b. Monitor pola nafas (mis,
teratasi dengan kriteria hasil : bradipneu, takipnea,
Pertukaran Gas : hiperventilasi)
a. Tingkat kesadaran meningkat c. Monitor kemampuan batuk
b. Dispnea menurun efektif
c. Bunyi nafas menurun d. Monitor adanya sputum
d. Gelisah menurun e. Monitor adanya sumbatan jalan
e. Takikardia membaik nafas
f. Auskultasi bunyi nafas
g. Monitor saturasi oksigen
h. Monitor AGD
Terapeutik
a. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
b. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan

Hipertermia b.d proses SLKI : Termoregulasi SIKI : Manajemen Hipertermia


penyakit Ekspetasi Observasi
Setelah dilakukan asuhan a. Identifikasi penyebab
keperawatan selama ...x...jam hipertermia (mis; dehidrasi,
diharapkan masalah keperawatan terpapar lingkungan panas)
hipertermia klien dapat teratasi b. Monitor suhu tubuh
dengan kriteria hasil : c. Monitor pengeluaran urin
1. Mengigil menurun Terapeutik
2. Pucat menurun a. Sediakan lingkungan yang dingin
3. Kejang menurun b. Longgarkan atau lepaskan
4. Takikardi menurun pakaian
5. Suhu tubuh membaik c. Berikan cairan oral
d. Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
e. Lakukan pendinginan eksternal
(mis. Selimut hipotermia atau
kompres hangat pada dahi,
leher, dada, abdomen,aksilla).
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
b. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena

Intoleransi Aktivitas b.d


SLKI : Toleransi Aktivitas SIKI : Manajemen energy
ketidakseimbangan antara
Ekspetasi Meningkat Observasi
suplai dan kebutuhan
Setelah dilakukan asuhan a. Identifikasi gangguan tubuh
oksigen keperawatan selama ...x...jam yang mengakibatkan kelelahan
diharapkan masalah keperawatan b. Monitor kelelahan fisik dan
intoleransi aktivitas klien dapat emosional
teratasi dengan kriteria hasil : c. Monitor pola dan am tidur
a. Frekuensi nadi meningkat Terapeutik
b. Saturasi oksigen meningkat a. Sediakan lingkungan nyaman
c. Perasaan lemah menurun dan rendah stimulus
d. Frekuensi nafas membaik b. Lakukan rentan gerak pasif dan
aktif
c. Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
Defisit Nutrisi b.d SLKI : Status Nutrisi SIKI : Manajemen Nutrisi
ketidakmampuan menelan Setelah dilakukan asuhan Observasi
makanan keperawatan selama 3x24 jam a. Identifikasi status nutrisi
diharapkan masalah keperawatan b. Identifikasi alergi dan
intoleransi aktivitas klien dapat intoleransi makanan
teratasi dengan kriteria hasil : c. Identifikasi perlunya
1. Porsi makan yang dihabiskan penggunaan selang nasogastric
meningkat d. Monitor asupan makanan
2. Meningkat berat badan atau e. Monitor berat badan
IMT Terapeutik
3. Frekuensi makan meningkat a. Lakukan oral hygiene sebelum
4. Napsu makan meningkat makan, jika perlu
5. Meningkatnya perasaan cepat b. Sajikan makanan secara
kenyang menarik dan suhu yang sesuai
c. Hentikan pemberian makanan
melalui selang nasogastric, jika
asupan oral dapat di toleransi
Edukasi
a. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
b. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan

DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai