Anda di halaman 1dari 14

BAB I KONSEP MEDIS A.

Defenisi Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

Mycobakterium tuberculosis. Penyakit Tuberkulosis sudah dikenal sejak beribu-ribu tahun sebelum masehi. Hal ini dapat dilihat dari sisa-sisa penyakit ini yang terdapat pada mummi-mummi dari zaman mesir kuno dan adanya tulisan mengenai penyakit ini dalam Pen Tsao yakni materi medika cina yang sudah berumur 5000 tahun. Penyakit ini dulunya bernama Consumption atau Pthisis dan semula dianggap sebagai penyakit degenerative. Kemudian pada tahun 1882, Leannec yang pertama menyatakan bahwa ini suatu infeksi kronik, dan Koch (1882) dapat mengidentifikasikan kuman penyebabnya. Hingga abad ke 20, penyakit Tuberkulosis Paru masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Negara-negara berkembang dan mulai berkurang setelah diterapkanya prinsip pengobatan dengan perbaikan gizi dan tata cara kehidupan penderita. Keadaan penderita mulai membaik sejak ditemukannya obat streptomisin (1994) dan berbagai macam Obat Anti Tuberkulosis pada tahun berikutnya. Setiap tahun TB (tuberculosis) membunuh hampir 2 juta orang di seluruh dunia. WHO mempredisikan angka ini akan semakin memburuk pada decade mendatang. 100 juta kasus baru TB diperkirakan bertambah pada tahun 2020 dan kurang lebih 36 juta orang dikhawatirkan meninggal akibat penyakit ini. Malahan, kini tiap detik diperkirakan satu orang terinfeksi TB. Saat ini di Indonesia terdapat beberapa program yang berskala nasional di beberapa penyakit paru-paru, kendati jalannya belumlah terlalu memadai. Untuk tuberculosis misalnya, sejak tahun 1995 diperkenalkan program DOTS (Directly Observed Short Course), kemudian berkembang dengan pembentukan Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan (Gedung TB), dan juga telah mulai

diimplementasikan. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis yang dilakukan oleh pemerintah dan berbagai komponen masyarakat, seperti Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) dan Perhimpunan Dokter Paru-Paru Indonesia (PDIP). Masalah utama yang dihadapi adalah belum maksimalnya implementasi program DOTS di seluruh Indonesia serta belum terkoordinasi secara baik di berbagai sector dalam penanggulangan TB, baik dalam kegiatannya maupun juga alokasi sumber daya. Pada tahun 2005 terdapat sebuah organisasi STOP TB PARTNETS yang merupakan
1

sebuah organisasi yang terdiri dari gabungan beberapa organisasi/institusi professional maupun organisasi donor dan perorangan yang mempunyai komitmen untuk membantu pemberantasan TB. Tim ini berpartner dengan TIM TB External Monitoring Mission 2005 yang merupakan TIM internasional yang akan memantau kemajuan

pemberantasan TB di seluruh dunia, terutama di Negara berkembang dan Negaranegara dengan masalah MULTI Drug Resistance. Selain itu terdapat juga program yang dikenal dengan Public Private Mix, dimana kegiatannya memfokuskan pada strategi penemuan kasus dengan melibatkan masyarakat (LSM, Kader), petugas kesehatan (bidan desa, PLKB, Perawat, Dokter praktek swasta), Puskesmas Pembantu (PUSTU), Rumah Sakit Pemerintah/Swasta, BP4, Penjara dan Industri dalam rangka meningkatkan angka penemuan kasus (CDR = Case Detection Rate) di masyarakat.

B. Etiologi Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paruparu kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP). Kuman lain, meski jarang, yang menyebabkan penyakit ini adalah M.Bovis danM.Africanum. Kuman tersebut menyebar melalui udara (batuk, tertawa, dan bersin). Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman, sedang dalam keadaan gelap kuman bisa hidup dalam beberapa jam. Dua faktor penentu yang menyebabkan seseorang terkena kuman adalah konsentrasi kuman yang dibatukkan dan lamanya menghirup udara. Risiko infeksi tergantung pada luas paparan. Sementara kepekaan seseorang terhadap infeksi tergantung pada hubungan sangat erat, hubungan lama, dan terpapar kuman.

C. Patofisiologi Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru. Kemudian kuman menyebar dari paru ke bagian tubuh lain melalui system peredaran darah, system saluran limfa, saluran nafas

atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. TB dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru. Mycobacterium tuberculosis masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan atau biasa dikenal dengan inhalasi droplet. Di dalam tubuh bakteri ini akan bersarang dialveoli dan akan menimbulkan gejala peradangan seperti demam. Keluhan lain yang akan muncul pada penderita yang sudah terinfeksi bakteri ini adalah gangguan pernafasan seperti batuk terus menerus dan sesak nafas juga timbulnya malaise. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paruparu, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru. Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen. Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paruparu. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC. Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC
3

D. Tanda Dan Gejala Tanda dan gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik. 1. Gejala sistemik/umum Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Perasaan tidak enak (malaise), lemah. 2. Gejala khusus Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
4

E. Pemeriksaan Penunjang Atau Diagnostik Secara garis besar pemeriksaan untuk mengegakkakn diagnosis penyakit tuberkulosis yaitu dengan pemeriksaan radiologi dan bakteriologi. 1. Pemeriksaan Radiologi Pemerikasaan radiologi seringkali menunjukkan adanya TB, tetapi hampir tidak dapat membuat diagnosis dengan pemeriksaan ini saja karena hampir semua manifestasi TB dapat menyerupai penyakit lain. a. Foto toraks Perlu diingat bahwa umumnya sulit menentukan tingkat aktifitas TB Paru dan foto toraks karena biasanya terlihat ber- bagai stadium dan paduan gambaran berbagai jenis lesi. Bila terdapat secara bersamaan ambaran infiltrat seperti awan dengan batas tak tegas pada TBP dini, kita mungkin bisa tnenyangka adanya proses TBP yang secara radiologis aktif. Yang penting adalah pemeriksaan lanjutan dengan foto seri untuk mengevaluasi adanya kemajuan terapi atau perburukan gambaran radiologik yang dianggap sebagai gambaran TB Paru. Di samping itu perlu diperhatikan penyebab lain dari gambaran radiologi yang terlihat, misalnya adanya infeksi sekunder kuman lain berupa pneumonia, adanya tumor paru, aspergillosis, efusi perikardial dan sebagainya. Gambaran radiologik tidak ada yang benar spesifik untuk tuberkulosis paru. Sifat gambaran non toraks yang dianggap menyokong untuk TB Paru adalah: 1) Bayangan yang terutama menempati bagian atas/puncak paru. 2) Bayangan bercak atau noduler. 3) Bayangan rongga; ini dapat juga misalnya oleh Ca atau abses paru. 4) Kalsifikasi. 5) Bayangan bilateral, terutama bagian paru atas. 6) Bayangan abnormal yang menetap tanpa perubahan pada foto ulangan setelah beberapa minggu. ini membantu menyingkirkan kemungkinan pneumonia atau infeksi lain. Corakan system pernafasan yang bisa terlihat pada foto toraks dapat berupa : infiltrate leksudatif, penyebaran bronkogen, kalsifikasi, fibroeksudatif/fibrainduratif, gambaran milier, konsolidasi. Disamping itu juga : efusi pleura, atelektasis, fibrosis pleura, bronkiektasis. National Tuberculosis Association USA (1961) menetapkan

klasifikasi luas lesi gambaran radiologi dan TB Paru yang berguna dalam klinik, yaitu: 1) Lesi minimal: lesi dengan densitas ringan sampai sedang tanpa kavitas, pada satu atau dua paru dengan luas total tidak melebihi volume satu paru di atas sendi kondrosternal kedua. 2) Lesi moderat: lesi terdapat pada 1 atau 2 paru dengan luas total tidak melebihi batas sebagai berikut : - lesi dengan densitas ringan sampai dengan yang terbesar, luasnya sampai volume 1 paru atau yang setara pada kedua paru. - lesi pada dan berkumpul yang berkumpul yang luas terbatas sampai sepertiga volume 1 paru. Bila ada kavitas luas diameter total kurang dari 4 cm. 3) Lesi lanjut: lesi yang lebih luas dan moderat. b. Foto lain 1. Intravenous Pyelography (IVP) dan TB ginjal dapat menunjukkan adanya struktur karakteristik berupa distorsi struktur calyx pada kutub I dan ginjal, yang sering disertai dengan pemeri ksaan cystoscopy dan retrograde pyelography. 2. Foto tulang dan sendi dapat menunjukkan adanya lesi osteolitik dengan pembengkakan tulang baru, mungkin terjadi fraktur tulang yang patologik. 3. Foto abdomen bisa bermanfaat padaTB rongga perut dengan gejala obstruktif. 2. Pemeriksaan Bekteriologi Walaupun urine, cairan otak dan isi lambung dapat diperiksa secara mikroskopik, tetapi pemeriksaan dignosis TB adalah pemeriksaan sputum. Metode pewarnaan Ziehl Neelsen dapat dipakai.sediaan apus digenangi dengan zat karbolfluksasin yang dipanaskan, lalu dilakukan dekolorisasi dengan alkohol-asam. Sesudah itu kemudian diwarnai lagi dengan metilen biru. Setelah larutan ini melekat pada mikobacteri maka tidak dapat dikolorisasi dengan alkohol asam. Pemeriksa dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam yang terdapat pada sedian. Metode penegangan diagnosis yang paling tepat adalah dengan memakai teknik biakan. Mikobakteri tumbuh lambat dan membutuhkan suatu media yang kompleks. Koloni matur, akan berwarna krem atau kekuningan, seperti kulit dan bentuknya seperti kembang kol.

F. Penatalaksanaan Pengobatan TB paru berupa pemberian obat antimokroba dalam jangka waktu yang lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang telah terjangkit infeksi. Jenis obat yang dipakai terbagi atas dua kelompok yaitu obat primer dan obat sekunder. 1. Obat Primer 1) Isoniazid (H) 2) Rifampisin (R) 3) Pirazinamid (Z) 4) Streptomisin 5) Etambutol (E) 2. Obat Sekunder 1) Ekonamid 2) Protionamid 3) Sikloserin 4) Kanamisin 5) PAS (Para Amino Saliciclyc Acid) 6) Tiasetazon 7) Viomisin 8) Kapreomisin Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu : 1. Tahap Intensif Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahab intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. 2. Tahap lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kelembutan. Tahab lanjutan

penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

BAB II KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Data Yang dikaji : 1. Aktifitas/istirahat Kelelahan Nafas pendek karena kerja Kesultan tidur pada malam hari, menggigil atau berkeringat Mimpi buruk Takhikardi, takipnea/dispnea pada kerja Kelelahan otot, nyeri , dan sesak

2. Integritas Ego Adanya / factor stress yang lama Masalah keuangan, rumah Perasaan tidak berdaya / tak ada harapan Menyangkal Ansetas, ketakutan, mudah terangsang

3. Makanan / Cairan Kehilangan nafsu makan Tak dapat mencerna Penurunan berat badan Turgor kult buruk, kering/kulit bersisik Kehilangan otot/hilang lemak sub kutan

4. Kenyamanan Nyeri dada Berhati-hati pada daerah yang sakit Gelisah

5. Pernafasan Nafas Pendek Batuk


9

Peningkatan frekuensi pernafasan Pengembangn pernafasan tak simetris Perkusi pekak dan penuruna fremitus Defiasi trakeal Bunyi nafas menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral Sputum dengan karakteristik : Hijau /kurulen, Kuning atua bercak darah

6. Keamanan Adanya kondisi penekanan imun Test HIV Positif Demam atau sakit panas akut

7. Interaksi Sosial Perasaan Isolasi atau penolakan Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab

8. Pemeriksaan Diagnostik Kultur Sputum Zeihl-Neelsen Tes Kulit Foto Thorak Histologi Biopsi jarum pada jaringan paru Elektrosit GDA Pemeriksaan fungsi Paru

B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi yaitu : 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan denga akumulasi secret pada jalan napas. 2. 3. Hypertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi. Ganguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nitrisi yang tidak adekuat. 4. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan kelemahan fisik.

10

5.

Ganguan pola istirahat tidur berhubungan dengan konpensasi paru yang meningkat

6. 7. 8.

Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan Resiko tinggi penularan penyakit terhadap keluarga klien berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang proses penularan penyakit.

C. Rencana Keperawatan Dan Rasional 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan akumulasi secret pada jalan napas. Intervensi : 1) kaji pola napas klien rasional : perubahan pola napas klien yang bertamba buruk, frekwuensi yang cepat merupakn indikasi terjadiya hambatan yang di akibatkan oleh sekresi jalan napas. 2) Kaji Vital Sign Rasional : Vital sign merupakan gambaran keadaan umum klien dan dapat dijadikan selanjutnya. 3) Atur posisi baring yang dapat melonggarkan jalan napas. Rasional : Posisi yang tidak menekan diafragma akan mempermudah ekspansi atau pengembangan paru dan posisi yang tepat yang dapat mempermudah mengeluarkan sekresi. 4) Ajarkan teknik batuk yang efektif Rasional : Teknik batuk yang efektif dapat menghasilkan udara paru yang maksimal sehingga dapat mengurangi penumpukan sekresi yang berlebihan disaluran napas dan dapat meningkatkan rasa nyaman. 5) Beri minum air hangat. Rasional : Mengencerkan secret. 6) Penatalaksanaan pemberian obat bronkodilator, antitusif, vitamin, antibiotic. Rasional : Antibiotik menghambat dan membunuh kuman, antitusif menurunkan rangsangan batuk, vitamin meningkatkan ketahanan tubuh, bronkodilator melegakan pernapasan. 2. Hypertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi Intervensi : 1) Kompres dingin pada daerah dahi, axilla, dan lipatan paha
11

sebagai

indikasi

untuk

pemberian

tindakan

keperawatan

Rasional : Kompres dingin pada daerah tersebut akan menyebabkan terjadinya proses penyerapan secara konduksi dari tubuh kea lat kompres 2) Berikan minum sebanyak mungkin (2000-3000cc/hari) Rasional : Minum yang banyak dapat mengurangi panas 3) Kenakan pakaian yang mudah menyerap panas Rasional : Pakaian tipis akan menyerap keringat sehingga menghilangkan hambatan keluarnya panas melalui udara 4) Observasi Vital sign Rasional : Meningkatnya vital sign merupakan indicator dalam menentukan intervensi selanjutnya 5) Penatalaksanaan pemberian obat antibiotic Rasional : Antibiotik untuk membunuh kuman 3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat. Intervensi : 1) Kaji kebiasaan makan, kesulitan makan Rasional : Anoreksia sering terjadi karena dispnue atau produksi sputum dan efek obat batuk 2) Anjurkan keluarga untuk memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering sesuai dietnya. Rasional : Makan dalam porsi kecil sedikit tapi sering dapat merangsang nafsu makan dan memudahkan untuk diterima oleh lambung 3) Observasi dan catat masukan makanan pasien Rasional : Mengawasi masukan makanan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan 4) Timbang berat badan tiap hari Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi 5) Konsul pada ahli gizi dalam pemberian diet TKTP dalam bubur asering Rasional : Makanan TKTP dalam bubur asering dapat mengganti, membuat selsel baru ( regenerasi) dalam tubuh 6) Kolaborasi pemberian obat : Vitamin B Comp dan Vitamin C 3x1 sehari Rasional : Untuk menambah nafsu makan 4. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik Intervensi :
12

1) Kaji kesukaran-kesukaran dalam kemempuan klien untuk memenuhi kebutuhannya Rasional : Merupakan cara untuk mengetahui ada tidaknya gangguan dalam memenuhi kebutuhannya. 2) Libatkan keluarga dalam penanggulangan masalah kebutuhan klien Rasional : Klien merasa tenang dan tentram dengan ikutnya keluarga dalam memenuhi kebutuhannya. 3) Bantu klien memenuhi kebutuhanya sehari-hari : makan, minum, eliminasi, perawatan diri. Rasional : Memudahkan klien dalam memenuhi kebutuhannya dan mencegah aktivitas yang berlebihan yang dapat memperburuk kondisi kesehatan klien atau memperberat penyakitnya. 5. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan kompensasi paru yang meningkat Intervensi : 1) Kaji waktu dan lamanya klien tidur Rasional : Jumlah jam tidur yang kurang dan pola tidur yang tidak teratur menggambarkan adanya gangguan istirahat tidur 2) Rapikan tempat tidur klien Rasional : Tempat tidur yang rapid an bersih memberi rasa nyaman untuk tidur 3) Beri posisi yang menyenangkan yang tidak menekan jalan napas Rasional : Posisi yang menyenangkan dan tidak menekan diafragma akan mempermudah ekspansi paru sehingga klien dapat memulai untuk tidur nyenyak. 4) Ciptakan lingkungan yang tenang Rasional : Lingkungan yang tenang dapat merangsang klien untuk tidur. 6. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi Intervensi : 1) Kaji penyebab, lokasi dan intensitas nyeri Rasional : Mengetahui penyebab, lokasi dan intensitas nyeri sehingga dapat menetapkan intervensi selanjutnya. 2) Beri posisi yang menyenangkan Rasional : Memberikan posisi yang membuat klien lebih rileks sehingga mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial
13

3) Ajarkan teknik relaksasi yakni nafas dalam Rasional : Meningkatkan suplai oksigen sehingga jaringan di sekitar otak dapat merelaksasikan jaringan yang terganggu dan dapat mengurangu nyeri 4) Batasi pengunjung dan beri lingkungan yang nyaman Rasional : Dapat mengurangi rangsangan eksternal yang bisa memicu adanya rangsangan nyeri 7. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan Intervensi : 1) Kaji persepsi klien terhadap penyakitnya Rasional : Persepsi yang positif membantu kerja sama dalam proses perawatan dan dapat mengurangi kecemasan 2) Beri support pada klien bahwa ia akan sembuh Rasional : Support yang mendukung dapat melegakan perasaan klien dan mengurangi kecemasan 3) Anjurkan keluarga untuk selalu dekat dengan pasien Rasional : Menghilangkan rasa keterasingan sehingga cemas berkurang 4) Beri dorongan spiritual pada klien Rasional : Meyakinkan klien, selain dengan pengobatan dan perawatan masih ada yang berkuasa untuk menyembuhkan penyakitnya 8. Resiko tinggi penularan penyakit terhadap keluarga klien berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang proses penularan penyakit Intervensi : 1) Kaji vital sign keluarga/klien Rasional : Peningkatan suhu tubuh klien menunjukan telah terjadi infeksi 2) Isolasi keluarga untuk mencegah kontaminasi pada keluarga Rasional : Menurunkan penularan terhadap keluarga 3) Dorong keseimbangan istirahat dan masukan malnutrisi yang adekuat pada keluarga klien Rasional : Istirahat dan nutrisi yang adekuat meningkatkan tahanan alamiah 4) Anjurkan pada keluarga klien untuk memeriksakan darah dengan test tuberculin pada keluarga Rasional : Untuk mengetahui sudah tidaknya penularan penyakit TBC

14

Anda mungkin juga menyukai