Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA TUAN “S’

Babakan, Poncosari, Srandakan, Bantul

DISUSUN OLEH :

MODUL V
1) Aan Danan Jaya C 9) Arom Firdaus
2) Aditya Eka P 10) Asiska Liliani
3) Alfi Wulandari 11) Asmuni Nur R
4) Amanah P 12) Asri Nur Listyowati
5) Angan Linda A 13) Asti Nur Aisyah
6) Ari Kusumawati 14) Dwi Astuti
7) Arif Adi Wibowo 15) Erna Yuniarti
8) Arum Dani Sasongko 16) Eni Kusumawati

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2011
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

I. PENGERTIAN
Influenza adalah : Suatu penyakit infeksi akut saluran pernapasan
terutama ditandai oleh demam, menggigil sakit otot, sakit kepala dan
sering disertai pilek, sakit tenggorokan dan batuk nonproduktif.

II. ETIOLOGI
Penyebab dari influenza adalah virus influenza. Ada tiga tipe yakni
tipe A, B dan C. Ketiga tipe ini dapat dibedakan dengan complement
fixation test. Tipe A merupakan virus penyebab influenza yang bersifat
epidemik. Tipe B biasanya hanya menyebabkan penyakit yang lebih
ringan daripada tipe A dan kadang-kadang saja sampai mengakibatkan
epidemik. Tipe C adalah tipe yang diragukan patogenesisnya untuk
manusia, mungkin hanya menyebabkan gangguan ringan saja. Virus
penyebab influenza merupakan suatu orthomyxovirus golongan RNA.
Struktur antigenik virus influenza meliputi antara lain 3 bagian utama
yaitu : Antigen S (soluble Antigen), hemaglutinin dan Neuramidase.
Antigen S merupakan suatu inti partikel virus yang terdiri atas
ribonuldeoprotein. Antigen ini spesifik untuk masing-masing tipe.
Hemaglutinin dan neuramidase berbentuk seperti duri dan tampak
menonjol pada permukaan virus. Hemaglutinin diperlukan untuk lekatnya
virus pada membran sel penjamu sedangkan neuromidase diperlukan
untuk pelepasan virus dari sel yang terinfeksi.

III. PATOFISIOLOGI
Virus influenza A, B dan C masing-masing dengan banyak sifat
mutagenik yang mana virus tersebut dihirup lewat droplet mukus yang
terarolisis dari orang-orang yang terinfeksi. Virus ini menumpuk dan
menembus permukaan mukosa sel pada saluran napas bagian atas,
menghasilkan sel lisis dan kerusakan epithelium silia. Neuramidase
mengurangi sifat kental mukosa sehingga memudahkan penyebaran
eksudat yang mengandung virus pada saluran napas bagian bawah. Di
suatu peradangan dan nekrosis bronchiolar dan epithelium alveolar
mengisi alveoli dan exudat yang berisi leukosit, erithrosit dan membran
hyaline. Hal ini sulit untuk mengontrol influenza sebab permukaan sel
antigen virus memiliki kemampuan untuk berubah. Imunitas terhadap
virus influenza A dimediasi oleh tipe spesifik immunoglobin A (lg A)
dalam sekresi nasal. Sirkulasi lg G juga secara efektif untuk menetralkan
virus. Stimulus lg G adalah dasar imunisasi dengan vaksin influenza A
yang tidak aktif.
Setelah nekrosis dan desquamasi terjadi regenerasi epithelium
secara perlahan mulai setelah sakit hari kelima. Regenerasi mencapai suatu
maximum kedalam 9 sampai 15 hari, pada saat produksi mukus dan celia
mulai tamapk. Sebelum regenerasi lengkap epithelium cenderung terhadap
invasi bakterial sekunder yang berakibat pada pneumonia bakterial yang
disebabkan oleh staphiloccocus Aureus.
Penyakit pada umumnya sembuh sendiri. Gejala akut biasanya 2
sampai 7 hari diikuti oleh periode penyembuhan kira-kira seminggu.
Penyakit ini penting karena sifatnya epidemik dan pandemik dan karena
angka kematian tinggi bersama sekunder. Resiko tinggi pada orang tua dan
orang yang berpenyakit kronik.

IV. MANIFESTASI KLINIK


Pada umumnya pasien mengeluh demam, sakit kepala, sakit otot,
batu, pilek dan kadang-kadang sakit pada waktui menelan dan suara serak.
Gejala-gejala ini dapat didahului oleh peraasaan malas dan rasa dingin.

V. KOMPLIKASI
a) Viral pneumonia primer : Ditandai dengan dyspnea, cyanosis,
hemoptysis.
b) Bacterial pneumonia sekunder : Ditandai dengan : dyspnea, cyanosis,
hemoptysis dan sputum berdarah. 

RANTAI KEJADIAN DALAM PENYEBARAN INFLUENZA


Kejadian Menyebar dalam pandemik, epidemik,
penyakit menular setempat dan kasus-kasus
Agent Etiologi sporadik ; tinggi pada musim dingin pada
Reservoir zona temperatur.
Tiga tipe virus (A, B dan C) masing-masing
Transmisi dengan sifat turunan.
Periode inkubasi Manusia ; beberapa mamalia dicurigai
Periode kommunicabilitas sebagai sumber sifat-sifat turunan virus.
Kelemahan dan resisten Transmisi langsung oleh inhalasi virus dalam
nukus kotor yang berterbangan.
Lapor pada dinas 24-27 jam.
kesehatan setempat 3 hari dari symptom onset/serangan.
Universal : infeksi menghasilkan imunitas
terhadap suatu sifat turunan spesifik virus,
tetapi durasi imunitas tergantung pada
simpanan antigenic pada sifat turunan.
Laporan kasus-kasus mandatory/yang
diperintahkan.

VI. PENULARAN
Penularan influenza secara alami berasal dari percikan ludah saat
bersin atau batuk. Penyebaran dapat pula berasal dari kontak langsung dan
kontak tak langsung.
Virus influenza B menyebar dalam waktu 1 hari sebelum gejala
timbul tetapi pada kasus influenza A baru tampak setelah 6
hari.penyebaran virus influenza pada anak berlangsung selama kurang dari
1 minggu pada influenza A dan sampai 2 minggu pada infeksi influenza B.
masa inkubasi influenza berkisar dari 1 sampai 7 hari tetapi umumnya
berlangsung 2 sampai 3 hari.

VII. PENCEGAHAN
Yang paling pokok dalam menghadapi influenza adalah
pencegahan. Infeksi dengan virus influenza akan memberian kekebalan
terhadap reinfeksi dengan virus yang homolog. Karena sering terjadi
perubahan akibat mutasi gen, antigen pada virus influenza akan berubah,
sehingga seorang msih mungkin diserang berulang kali dengan galur
(stain) virus influenza yang telah mengalami perubahan ini.
Kekebalan yang diperoleh melalui vaksinasi terdapat pada sekitar
70%. Vaksinasi perlu diberikan 3 sampai 4 minggu sebelum terserang
influenza. Karena terjadi perubahan-perubahan pada virus maka pada
permulaan wabah influenza biasanya hanya tersedia vaksin dalam jumlah
terbatas dan vaksin direkomendasikan untuk kelompok tertentu yang
mempunyai resiko meningkatnya komplikasi influenza : mereka yang
berusia lebih dari 65 tahun, mereka dengan penyakit yang kronik seperti
kardiovaskuler, diabetes melitus, immunosupresi atau disfungsi ginjal,
anemia berat dan pilmonal. Mereka ini dianjurkan untuk diberikan vaksin
setiap tahun menjelang musim dingin atau musim hujan. Bagi pasien yang
sedang menderita demam akut sebaiknya ditunda pemberian vaksin
sampai keadaan membaik.

VIII. STUDI DIAGNOSTIK


TEST DIAGNOSTIK PENEMUAN
Tes Laboratorium
 Kultur jaringan nasal atau  Positif untuk virus infuenza
sekret pharyngeal
 Kultur sputum  Positif untuk bakteri pada
infeksi sekunder
 Fluorescent antibody yang  Positif untuk virus infuen
mengotori sekret
 Hemagglutination inhibition  Meningkat 4 x pada
or complement fixation test antibody antara tahap akut
dan pemulihan
 Urinalysis  Albuminuria
 Kecepatan sedimentasi  Erythrosit
meninggi
Jumlah WBC Leukopenia ( 5000 mm3) atau
leukositosis (11.000-15.000 mm3).
Hemoglobin Meningkat
Hematocrit Meningkat

IX. TERAPY OBAT


a) Antipyretic : ASA 600 mg secara oral, 4 jam bagi dewasa;
acetaminophen bagi anak-anak.
b) Agent adrenergic : Phenylephrine (Neo-Synephrine), 0,25%, 2 tetes
pada tiap-tiap nostril bagi kongesti nasal.
c) Agent antitussive : Terpin hydrat dengan codeine, 5-10 ml PO q 3-4
jam untuk dewasa apabila batuk.
d) Agent antiinfektif : Amantadine 100 mg PO atau untuk durasi
epidemic (3-6 minggu) untuk orang-orang beresiko tinggi berumur
diatas 9 tahun bisa juga diberikan kepada orang-orang berumur diatas
65 tahun tetapi takaran dikurangi untuk orang dengan gagal fungsi.
e) Imunisasi aktif : Vaccine, 0,5ml IM untuk dewasa; 0,25 ml untuk bayi
6-35 bulan; 0,5 ml IM untuk anak-anak 3-12 tahun; untuk bayi dan
anak-anak berikan 2 dosis pada interval 4 minggu. Vaksin ini harus
diulangi secara tahunan pada individu-individu yang sudah tua, orang-
orang dewasa yang sakit kronis, anak-anak dengan jantung kronis atau
penyakit pulmonary, perawatan rumah penduduk dan fasilitas-fasilitas
pelayanan kronis, dan penyediaan pelayanan kesehatan dengan
mengontak pasien-pasien beresiko tinggi.

ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
a) Kepala dan leher
Observasi :
 Memungkinkan adanya konjungtivitis.
 Wajah memerah
 Kemungkinan adanya lymphadenopathy cervival anterior
 Sakit kepala, photophobia dan sakit retrobulbar
b) Pernapasan
Observasi :
 Mulanya ringan : sakit tenggorokan; substernal panas; batuk
nonproduktif; coryza
 Kemudian : batuk keras dan produktif; erythema pada langit-
langit yang lunak, langit-langit yang keras bagian belakang,
hulu kerongkongan/tekak bagian belakang, peningkatkan RR,
rhonchi dan crackles.
c) Abdominal
Observasi : Anorexia dan malaise (rasa tidak enal badan).
d) Neurologi
Observasi : Myalgia khususnya pada punggung dan kaki.
e) Suhu tubuh
Observasi : Tiba-tiba serangan demam (380 hingga 390C <>0 hingga
1030F) yang secara bertahap turun dan naik lagi pada hari ketiga.

II. DIAGNOSA
a) Inefektif perubahan jalan napas b.d obstruksi brhonchial
Data Subyektif :
Data Obyektif : Rhonchi, crackles (rales), tachypnea, batuk
(mulanya non-produktif, kemudian produktif), demam.

b) Kurang volume cairan b.d hyperthermia dan intake yang inadekuat.


Data Subyektif : Keluhan-keluhan haus dan anorexia
Data Obyektif : Hyperthemia (380-390C; 1020-1030F), wajah
memerah; panas, kulit kering; mukosa membran dan lidah kering;
menurunnya output urine b.d kehilangan berat badan

c) Intoleransi terhadap aktivitas b.d adanya kelemahan.


Data Subyektif : Keluhan myalgia, kelelahan, sakit kepala dan
photophobia
Data Obyektif : Menurunnya tingkat aktivitas

d) Hyperthermia b.d proses inflamatory


Data Subyektif : Keluhan rasa panas.
Data Obyektif : Meningkatnya suhu tubuh (380-390C; 1020-1030F) kulit
kering dan panas.

III.PERENCCANAAN
Tujuan-tujuan pasien :
a) Jalan udara pasien akan menjadi tetap dengan bunyi napas jelas.
b) Volume cairan pasien akan menjadi adekuat.
c) Pasien akan mampu untuk melakukan aktivitas harian tanpa
kelemahan.
d) Suhu tubuh pasien akan berada dalam batas normal.

IV. IMPLEMENTASI
a) Inefektif perubahan jalan napas b.d obstruksi brhonchial.
Intervensi :
1) Auskultasi paru-paru untuk rhonchi dan crackles
R : Menentukan kecukupan pertukaran gas dan luasan jalan napas
terhalangi oleh sekret.
2) Kaji karakteristik sekret : kuantitas, warna, konsistensi, bau.
R : Adanya infeksi yang dicurigai ketika sekret tebal, kuning atau
berbau busuk.
3) Kaji status hidrasi pasien: turgor kulit, mukosa membran, lidah,
intake dan output selama 24 jam, hematocrit.
R : Menentukan kebutuhan cairan. Cairan dibutuhkan jika turgor
kulit jelek. Mukosa membran lidah dan kering,intake output,
hematocrit tinggi.
4) Bantu pasien dengan membatuk bila perlu.
R : Membatuk mengeluarkan sekret.
5) Posisi pasien berada pada body aligment yang benar untuk pola
napas optimal (kepala tempat tidur 450, jika ditoleransi 900).
R : Sekresi bergerak oleh gravitasi selagi posisi berubah.
Meninggikan kepala tempat tidur menggerakan isi abdominal
menjauhi diaphragma untuk meningkatkan kontraksi
diaphragmatis.
6) Menjaga lingkungan bebas allergen (misal debu, bulu unggas,
asap) menurut kebutuhan individu.
R : Sekresi bergerak oleh gravitasi selagi posisi berubah.
Meninggikan kepala tempat tidur menggerakan isi abdominal
menjauhi diaphragma untuk meningkatkan kontraksi
diaphragmatis.
7) Tingkatkan kelembaban ruangan dengan dingin ringan.
R : Melembabkan dan menipiskan sekret guna memudahkan
pengeluarannya.
8) Berikan decongestans (NeoSynephrine) seperti pesanan.
R : Memudahkan pernapasan melalui hidung dan cegah kekeringan
membran mukosa oral.
9) Mendorong meningkatkan intake cairan dari 1 ½ sampai 2 l/hari
kecuali kontradiksi.
R : Mencairkan sekret sehingga lebih mudah dikeluarkan.

b) Kurang volume cairan b.d hyperthermia dan intake yang inadekuat.


Intervensi :
1) Timbang pasien
R : Periksa tambahan atau kehilangan cairan.
2) Mengukur intake dan output cairan.
R : Menetapkan data keseimbangan cairan.
3) Kaji turgor kulit.
R : Kulit tetap baik berkaitan dengan inadekuat cairan interstitial.
4) Observasi konsistensi sputum.
R : Sputum tebal menunjukkan kebutuhan cairan.
5) Observasi konsentrasi urine.
R : Urine terkonsentrasi mungkin menunjukkan kekurangan cairan.
6) Monitor hemoglobin dan hematocrit.
R : Peninggian mungkin menunjukkan hemokonsentrasi tepatnya
kekurangan cairan.
7) Observasi lidah dan mukosa membran.
R : Kekeringan menunjukkan kekurangan cairan.
8) Bantu pasien mengidentifikasi cara untuk mencegah kekurangan
cairan.
R : Mencegah kambuh dan melibatkan pasien dalam perawatan.

c) Intoleransi terhadap aktivitas b.d adanya kelemahan.


Intervensi :
1) Observasi respon terhadap aktivitas.
R : Menentukan luasan toleransi.
2) Identifikasi faktor-faktor yang mendukung aktivitas intoleransi,
misal demam, efek samping obat.
R : Menghilangkan faktor-faktor kontribusi mungkin memecahkan
aktivitas intoleran.
3) Kaji pola tidur pasien.
R : Kurang tidur kontribusi terhadap kelemahan.
4) Periode rencana istirahat antara aktivitas.
R : Mengurangi kelelahan.
5) Lakukan aktivitas bagi pasien hingga pasien mampu
melakukannya.
R : Penuhi kebutuhan pasien tanpa menyebabkan kelelahan.

d) Hyperthermia b.d proses inflamatory.


Intervensi :
1) Ukur temperatur tubuh.
R : Menunjukkan adanya demam dan luasannya.
2) Kaji temperatur kulit dan warna.
R : Hangat, kering, kulit memerah menunjukkan suatu demam.
3) Monitor jumlah WBC.
R : Indikasi leukopenia dibutuhkan untuk melindungi pasien dari
infeksi tambahan. Leukocytosis menujukkan suatu inflamatory
atau adanya proses infeksi.
4) Ukur intake dan output.
R : Tentukan keseimbangan cairan dan perlu meningkatkan intake.
5) Berikan antipiyretic seperti dipesan.
R : Kurangi demam melalui tindakan pada hypothalmus.
6) Tingkatkan sirkulasi udara dalam ruangan dengan fan.
R : Memudahkan kehilangan panas oleh konveksi
7) Berikan sebuah permandian dengan spon hangat/suam-suam.
R : Memudahkan kehilangan panas oleh evaporasi.
8) Kenakan sebuah kantong es yang ditutup dengan sebuah handuk
pada axilla atau selangkang.
R : Memudahkan kehilangan panas oleh konduksi.
9) Selimuti pasien hanya dengan seperei.
R : Mencegah kedinginan; mengigil akan meningkatkan lebih
lanjut kecepatan metabolis.

V. EVALUASI
Hasil Pasien Data Yang Menunjukkan Bahwa Hasil Dicapai
Jalan napas patent Jalan napas bersih dan pernapasan berlangsung tanpa
hambatan. Tidak ada batuk. Bunyi napas jelas.
Volume cairan berada Intake cairanmeningkat. Kulit lembab. Membran
dalam batas-batas mukosa oral lembab. Hemoglobin = 15,5  1,1 g/dl
normal. untuk pria. 13,7 1,0 g/dl untuk wanita. Hematocrit
= 42%-50% untuk pria, 35%-47% untuk wanita.
Output urine normal dengan konsentrasi normal.
Tidak ada albuminuria.
Aktivitas dilakukan Pasien menunjukkan kemampuan untuk melakukan
tanpa kelelahan atau aktivitas harian tanpa kelelahan atau
ketidaknyaman. ketidaknyamanan. Tenaga pulih.
Suhu badan dalam Suhu tubuh normal 380C (98,60F).
batas normal.

VI. PENDIDIKAN PASIEN


a) Mendorong pasien untuk mempertahankan bed rest selama 2-3 hari
setelah suhu kembali normal.
b) Ajari pentingnya minum paling kurangnya sehari 2/4 cairan guna
meneruskan sekret mudah dikeluarkan.
c) Instruksikan pasien untuk memberitahukan dokter tentang gejala-
gejala infeksi tahap kedua, termasuk sakit telinga, purulent atau
sputum berdarah, sakit dada atau demam.
d) Beri informasi tentang obat yang diresepkan seperti nama, dosis,
tindakan, frekuensi pemakaian dan efek samping.
e) Mendorong orang-orang beresiko tinggi untuk mendapatkan vaksin
influenza sebelum musim flu mulai.

DAFTAR PUSTAKA
Wilson F. Susan, dkk, (1990) “Respiratory Disorders” by Mosby-Year Book.
Inc.
Grimes E. Deanne, dkk, (1990) “Infectious Diseases” Clinical Nursing Series by
Mosby-Year Book. Inc
Noer Sjaifoellah, (1996) “Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam“ Jilid I, Edisi 3,
Jakarta.
FIK UI. 2000. “Kumpulan Makalah Pelatihan Asuhan Keperawatan Keluarga”.
FK UI. Jakarta
Bailon dan Maglaya. 1978. “Perawatan Kesehatan Keluarga”. Depkes RI.
Jakarta
NANDA. 2000. “Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2001-2002”.
NANDA. Philadelphia

Anda mungkin juga menyukai