Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

THYPUS ABDOMALIS

Oleh :
IKHDA NURUL QOMARIYAH
081191014

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN THYPUS ABDOMINALIS
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi yang menyerang
saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman salmonella typhosa
dengan masa inkubasi hari di tandai dengan demam, mual,
muntah, sakit kepala, nyeri perut (Ngastiyah, 2005).
Demam typoid (Enterik fever) adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih
dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan
kesadaran (Nursalam,2005).
Typus Abdominalis (demamTyphoid, Enteric Fever) ialah penyakit
infeksi akut yang diawali di selaput lebder usus dan jika tidak diobati
secara progresif menyerbu jaringan diseluruh tubuh (Mansjoer, 2006).
2. Etiologi
Etiologi Typhus Abdominalis adalah Salmonella Typhi,
mikroorganisme ini merupakan bakteri gram negative yang motil.
Bergerak dengan rambut getar, bersifat Aerobdan tidak membentuk
spora. Kuman ini hidup baik sekali pada tubuh manusia maupun suhu
yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 70 oC maupun oleh anti
septik. Bakteri ini mempunyai beberapa komponen antigen , yaitu
AntigenO (Somotik), Antigen H (Flagel), Anti Vi (Virulen). Ketiga antigen
tersebut pada tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan 3 macam
anti bodi yang lazim disebut Aglutinin.
3. Patofisiologi dan Pathway
Proses infeksi dari penyakit typhoid disebabkan oleh kuman
Salmonella Typhi yang masuk kedalam tubuh manusia melalui mulut
dengan perantara makanan dan minuman yang tercemar. Sebagian
kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan terjadi meningkatan
produksi asam lambung yang menimbulkan perasaan yang tidak enak di
perut mual, muntah, anoreksia, dan mengakibatkan terjadi iritasi
mukosa lambung sebagian lagi masuk ke dalam usus halus sehingga
terjadi infeksi yang merangsang peristaltik usus sehingga menimbulkan
diare atau konstipasi.
Kuman juga sering mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di
ileum terminalis yang mengalami hipertropi. Di tempat ini terjadi
komplikasi perdarahan, kuman salmonella kemudian menembus
kekrina propia, masuk ke aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe
mesentrial, yang juga mengalami hipertropi.
Selanjutnya kuman Salmonella Typhi lain mencapai hati melalui
sirkulasi portal dari usus. Salmonella Typhi bersarang di plaque peyeri,
limpa hati, dan bagian-bagian lain system reticuloendotelia. Endotoksik
Salmonella Typhi menyebabkan terjadinya proses inflamasi lokal
pada jaringan tempat Salmonella Typhi berkembangbiak. Sementara
demam pada Typhus Abdominalis disebabkan karena Salmonella Typhi
dan endotoksik merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh
leukositpada jaringan yang meradang. Kuman yang berkembangbiak
juga dapat mengakibatkan hipertropi hepatomegali sehingga
menyebabkan nyeri.
4. Manifestasi Klinik
Typhus Abdominalisyang tidak diobati seringkali merupakan
penyakitberat yang berlangsung lama dan terjadi selama 4 minggu atau
lebih. Adapun manifestasi klinik yang bisa ditemukan pada demam
typhoid menurut. Nelson,(2001) dan Mansjoer (2000), antara lain:
a. Demam
Demam biasanya berlangsung 3 minggu, bersifat febris
remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama,
suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun
pada pagi haridan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Suhu
tubuh meningkat dandapat terjadi serangan kejang.
b. Gangguan Sistem Pencernaan
Mulut berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah. Lidah
tertutup selaput putih kotor .Ujung dan tepinya kemerahan
jarang disertai tremor. Pemeriksaan abdomen di temukan keadaan
perut kembung (meteorismus), hati dan limpa membesar di sertai
nyeri perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi, kadang diare
atau BAB tanpa kelainan. Pasien juga akan mengalami mual,
muntah, dan distensi abdomen, selain itu biasanya juga dijumpai
ikterik.
c. Gangguan Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak
terabademam yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor,
koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan).
d. Gejala lain
Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat
gejalalainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan
roseola, yaitu bintik-bitik kemerahan karena emboli basil dalam
kapiler kulit, yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam
kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak
besar.
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan dan Penatalaksanaan Medis adalah
sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan Keperawatan.
Penyakit thypus abdominalis adalah penyakit menular yang
sumber infeksinya berasal dari feses dan urin, sedangkan lalat
sebagai pembawa atau penyebar dari kuman tersebut. Pasien
tifoid harus dirawat di kamar isolasi yang dilengkapi dengan
peralatan untuk merawat pasien yang menderita penyakit
menular, seperti desinfektan untuk mencuci tangan, merendam
pakaian kotor dan pot atau urinal bekas pakai pasien. Yang
melakukan perawatan pada pasien harus memakai celemek.
Masalah pasien thypus abdominalis yang perlu diperhatikan
adalah kebutuhan nutrisicairan dan elektrolit, gangguan suhu
tubuh, gangguan rasa aman dan nyaman, risiko terjadi komplikasi,
kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
b. Penatalaksanaan Medis
Pasien yang dirawat dengan diagnosis observasi tifus
abdominalis harus dianggap dan diperlakukan langsung sebagai
pasien tifus abdominalis dan diberikan pengobatan sebagai berikut:
1) Perawatan yang baik untuk menghindari terjadinya
komplikasi, mengingat proses sakit yang lama, lemah, anoreksia
dan lain-lain.
2) Istirahat selama ±2 minggu setelah suhu normal kembali
(istirahat total), kemudian boleh duduk,jika tidak panas lagi
boleh berdiri kemudian berjalan di ruangan.
3) Diet. Makanan harus mangandung cukup cairan, tinggi kalori dan
tinggi protein, tidak menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari.
Bila kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair melalui
sonde lambung.
4) Obat pilihan ialah kloramfenikol( untuk mengobati infeksi yang
disebabkan oleh bakteri).
5) Bila terjadi komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya.
Bila terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara
intravena dan sebagainya. (Ngastiyah, 2005; Suriadi, 2006)
6. Komplikasi
Komplikasi Typhus Abdominalis menurut Widodo (2006) dapat terjadi
pada usus halus dan diluar usus halus, antara lain:
a. Komplikasi pada Usus Halus
1) Perdarahan usus
Usus yang terinfeksi (terutamaileum terminalis) dapat
terbentuk tukak atau luka berbentuk lonjong dan memanjang
terhadap sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan
mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan.
Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi
dapat terjadi.
2) Perforasi usus
Penderita Typhus Abdominalis dengan perforasi mengeluh
nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah
yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai
dengan tanda-tanda ileus.
3) Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri
perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defence musculair)
dan nyeri tekan.
b. Komplikasi diluar Usus Halus
1) Komplikasi kardiovaskular meliputi gagal sirkulasi perifer,
miokarditis, tromboflebitis.
2) Komplikasi paru meliputi pneumonia, emphiema, pleuritis.
3) Komplikasi hepatobilier meliputi hepatitis, kolesistitis.
4) Komplikasi ginjal meliputi glomerulonefritis, pielonefritis,
perinefritis.
5) Komplikasi tulang meliputi osteomielitis, periositis,
spondiltis, arthritis.
6) Komplikasi neuropsikiatrik atau Typhoidtoksik.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
status kesehatan klien (Smeltzer, 2002).
a) Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, no. Registerasi, status perkawinan, agama, pekerjaan,
tinggi badan, berat badan, tanggal MR.
b) Keluhan Utama
pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan
kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid,
apakah tidak pernah, apakah menderita penyakit lainnya.
d) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam,
anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat
(anemi), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan
kesadaran berupa somnolen sampai koma.
e) Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita
Thypoid atau sakit yang lainnya.
f) Riwayat Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien,
dengan timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat
menerima pada apa yang dideritanya.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul merujuk pada
Carpenito(2002) dan Doenges (2000), antara lain:
a. Defisit Nutrisi berhubungan dengan Kurangnya asupan makanan
(D. 0019)
b. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal
( D. 0049 )
c. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
( D. 0077 )
d. Inkontinensia Fekal berhubungan dengan diare kronis
( D. 0041 )
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan merupakan bagian proses keperawatan yang
mengidentifikasi masalah atau kebutuhan pasien, tujuan, hasil
perawatan, dan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan dan
menangani masalah atau kebutuhan pasien. Menjelaskan bahwa
perencanaan yang dapat diberikan pada pasien dengan thypus
abdominalis adalah :
a. Diagnosa 1 defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan
makanan.
Tujuan : Status nutrisi membaik
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan porsi makanan yang dihabiskan meningkat. Kriteria hasil :
1.) Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat meningkat
dengan skala 5
2.) Nafsu makan membaik dengan skala 5
Intervensi :
Observasi :
1.) Identifikasi status nutrisi.
2.) Identifikasi makanan yang disukai
3.) Monitor asupan makanan
Terapeutik :
1.) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
2.) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
3.) Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi :
1.) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Kolaborasi :
1.) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
2.) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang dibutuhkan, jika perlu
b. Diagnosa 2 Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas
gastrointestinal.
Tujuan : Eliminasi fekal membaik
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kontrol pengeluaran feses meningkat. Kriteria hasil :
1.) Keluhan defekasi lama dan sulit meningkat dengan skala 5
2.) Konsistensi feses membaik dengan skala 5
Intervensi :
Observasi :
1.) Identifikasi masalah usus dan penggunaan obat pencahar
2.) Identifikasi pengobatan yang berefek pada kondisi gastrointestinal
3.) Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi, atau impaksi
Terapeutik :
1.) Berikan air hangat setelah makan
2.) Sediakan makanan tinggi serat
Edukasi :
1.) Jelaskan jenis makanan yang membantu meningkatkan
keteraturan peristaltik usus
2.) Anjurkan mencatat warna, frekuensi, konsistensi, volume feses
Kolaborasi :
1.) Kolaborasi pemberian obat supositoria anal, jika perlu
c. Diagnosa 3 nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
Tujuan : Tingkat nyeri menurun
Setelah dilakukan 3x24 jam, nyeri akut menurun dengan kriteria
hasil :
1.) Keluhan nyeri menurun dengan skala 5
2.) Kesulitan tidur menurun dengan skala 5
Intervensi :
Observasi :
1.) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2.) Identifikasi skala nyeri
3.) Identifikasi pengetahuan dan kenyakinan tentang nyeri
Terapeutik :
1.) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
2.) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Edukasi :
1.) Jelaskan penyebab periode, dan pemicu nyeri
2.) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3.) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi :
1.) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
d. Diagnosa 4 inkontinensia Fekal berhubungan dengan diare kronis
Tujuan : Kontinensia Fekal membaik
Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam, inkontinensia fekal
membaik dengan kriteia hasil :
1.) Nokturia menurun dengan skala 5
2.) Residu volume urine setelah berkemih menurun dengan skala 5
Intervensi :
Observasi :
1.) Monitor peristaltik usus secara teratur
Terapeutik :
1.) Anjurkan waktu yang konsisten untuk buang air besar
2.) Berikan privasi, kenyamanan dan posisi yang meningkatkan proses
defekasi
3.) Ubah program latihan eliminasi fekal, jika perlu
Edukasi :
1.) Anjurkan mengkonsumsi makanan tertentu, sesuai program atau
hasil konsultasi
Kolaborasi :
1.) Kolaborasi penggunaan supositoria , jika perlu
4. Evaluasi
Proses identifikasi untuk mengukur atau menilai apakan sebuah
kegiatan atau program dilaksanakan sesuai perencanaan dan berhasil
mencapai tujuan atau tidak. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan
hasil akhir dengan apa yang seharusnya dicapai.
DAFTAR PUSTAKA

Haryono, Rudi.2012.Keperawatan Medikal Bedah Sistem


Pencernaan.Yogyakarta : gosyen Publishing.

Ardiansyah, Muhamad.2012.Medikal Bedah untuk Mahasiswa.Jogjakarta : Diva


Press.

Murwani. 2012. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Jogjakarta : Gosyen


Publishing.

Anda mungkin juga menyukai