Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


DENGAN DIAGNOSA MEDIS STOMATITIS

Oleh:

BAYU AJIE SYAHPUTRA


NIM. 206410051

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan ini telah disetujui untuk diajukan sebagai tinjauan


teoritis kasus kelolaan individu Stase Keperawatan Medikal Bedah Dengan
Diagnosa Medis Stomatitis untuk memenuhi tugas individu Program Studi Profesi
Ners STIKES ICME JOMBANG.

Disetujui

Hari :
Tanggal :

Mahasiswa

(Bayu Ajie Syahputra)

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

(Leo Yosdimyati, S.Kep., Ns., M.Kep) ( )

Kepala Ruangan

( )
BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Pengertian
Stomatitis adalah infeksi jamur dalam mulut yang kadang terjadi pada
bayi. Stomatitis kadang dihibungkan dengan pengguna antibiotika, tetapi tidak
selalu. Jamur penyebab stomatitis adalah jamur yang sama dengan jamur
penyebab infeksi vagina pada wanita Selama masa kehamilan yaitu candida
albicans (Muesar, 2008). Stomatitis adalah radang pada rongga (bibir dan
lidah) yang disebabkan oleh jamur candida albican atau moniliasis dan
hygiene (Kristiyanasari, 2010). Stomatitis adalah radang yang terjadi didaerah
mukosa mulut seperti dipermukaan dalam bibir dan dalam permukaan pipi,
gusi, lidah, dan mulut, biasanya berupa bercak putih kekuningan dengan
permukaan yang agak cekung. Bercak itu dapat berupa bercak tunggal
maupun kelompok (Juniriana, 2013) . Stomatitis adalah peradangan atau luka
didaerah mukosa (daerah lunak dalam rongga mulut) seperti permukaan dalam
bibir dan permukaan dalam pipi, gusi, lidah, dan dearah langit-langit (Sari,
2016).
Menurut penulis Stomatitis merupakan luka pada daerah mulut yang
berupa lingkaran berwarna putih kekuningan dan sedikit kemerahan disekitar
lingkaran yang diakibatkan oleh jamur candida albican dan faktor lain seperti
kurangnya mengkonsusmsi makanan yang mengandung vitamin, terkenanya
gesekan gigi, mengkonsumsi makanan atau minuman yang terlalu panas, dan
daya tahan tubuh yang kurang baik.
1.2 Anatomi Rongga Mulut
Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari : lidah
bagian oral (dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum durum (palatum
keras), dasar dari mulut, trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal, „alveolar
ridge‟, dan gingiva. Tulang mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang
membatasi rongga mulut. Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal,
dibentuk secara anatomis oleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah.
Pipi membentuk dinding bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut.
Pada bagian eksternal dari pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada
bagian internalnya, pipi dilapisi oleh membran mukosa, yang terdiri dari epitel
pipih berlapis yang tidak terkeratinasi. Otot-otot businator (otot yang
menyusun dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun di antara kulit dan
membran mukosa dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir pada bagian
bibir (Tortora et al., 2009).

a. Bibir dan palatum


Bibir atau disebut juga labia, adalah lekukan jaringan lunak yang
mengelilingi bagian yang terbuka dari mulut. Bibir terdiri dari otot
orbikularis oris dan dilapisi oleh kulit pada bagian eksternal dan membran
mukosa pada bagian internal (Seeley et al., 2008 ; Jahan-Parwar et al.,
2011).
Secara anatomi, bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir bagian atas
dan bibir bagian bawah. Bibir bagian atas terbentang dari dasar dari
hidung pada bagian superior sampai ke lipatan nasolabial pada bagian
lateral dan batas bebas dari sisi vermilion pada bagian inferior. Bibir
bagian bawah terbentang dari bagian atas sisi vermilion sampai ke bagian
komisura pada bagian lateral dan ke bagian mandibula pada bagian
inferior (Jahan-Parwar et al., 2011).
Kedua bagian bibir tersebut, secara histologi, tersusun dari epidermis,
jaringan subkutan, serat otot orbikularis oris, dan membran mukosa yang
tersusun dari bagian superfisial sampai ke bagian paling dalam. Bagian
vermilion merupakan bagian yang tersusun atas epitel pipih yang tidak
terkeratinasi. Epitel- epitel pada bagian ini melapisi banyak pembuluh
kapiler sehingga memberikan warna yang khas pada bagian tersebut.
Selain itu, gambaran histologi juga menunjukkan terdapatnya banyak
kelenjar liur minor. Folikel rambut dan kelejar sebasea juga terdapat pada
bagian kulit pada bibir, namun struktur tersebut tidak ditemukan pada
bagian vermilion (Tortorra et al., 2009; Jahan-Parwar et al., 2011).
Permukaan bibir bagian dalam dari bibir atas maupun bawah
berlekatan dengan gusi pada masing-masing bagian bibir oleh sebuah
lipatan yang berada di bagian tengah dari membran mukosa yang disebut
frenulum labial. Saat melakukan proses mengunyah, kontraksi dari otot-
otot businator di pipi dan otot- otot orbukularis oris di bibir akan
membantu untuk memosisikan agar makanan berada di antara gigi bagian
atas dan gigi bagian bawah. Otot-otot tersebut juga memiliki fungsi untuk
membantu proses berbicara.
Palatum merupakan sebuah dinding atau pembatas yang membatasi
antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi
rongga mulut. Struktur palatum sangat penting untuk dapat melakukan
proses mengunyah dan bernafas pada saat yang sama. Palatum secara
anatomis dibagi menjadi dua bagian yaitu palatum durum (palatum keras)
dan palatum mole (palatum lunak). Palatum durum terletak di bagian
anterior dari atap rongga mulut.
Palatum durum merupakan sekat yang terbentuk dari tulang yang
memisahkan antara rongga mulut dan rongga hidung. Palatum durum
dibentuk oleh tulang maksila dan tulang palatin yang dilapisi oleh
membran mukosa. Bagian posterior dari atap rongga mulut dibentuk oleh
palatum mole. Palatum mole merupakan sekat berbentuk lengkungan yang
membatasi antara bagian orofaring dan nasofaring. Palatum mole
terbentuk dari jaringan otot yang sama halnya dengan paltum durum, juga
dilapisi oleh membran mukosa (Marieb and Hoehn, 2010; Jahan-Parwar et
al., 2011).

b. Lidah
Lidah merupakan salah satu organ aksesoris dalam sistem pencernaan.
Secara embriologis, lidah mulai terbentuk pada usia 4 minggu kehamilan.
Lidah tersusun dari otot lurik yang dilapisi oleh membran mukosa. Lidah
beserta otot- otot yang berhubungan dengan lidah merupakan bagian yang
menyusun dasar dari rongga mulut. Lidah dibagi menjadi dua bagian yang
lateral simetris oleh septum median yang berada disepanjang lidah. Lidah
menempel pada tulang hyoid pada bagian inferior, prosesus styloid dari
tulang temporal dan mandibula (Tortorra et al., 2009; Marieb and Hoehn,
2010 ; Adil et al., 2011).
Setiap bagian lateral dari lidah memiliki komponen otot-otot ekstrinsik
dan intrinsik yang sama. Otot ekstrinsik lidah terdiri dari otot hyoglossus,
otot genioglossus dan otot styloglossus. Otot-otot tersebut berasal dari luar
lidah (menempel pada tulang yang ada di sekitar bagian tersebut) dan
masuk kedalam jaringan ikat yang ada di lidah. Otot-otot eksternal lidah
berfungsi untuk menggerakkan lidah dari sisi yang satu ke sisi yang
berlawanan dan menggerakkan ke arah luar dan ke arah dalam. Pergerakan
lidah karena otot tersebut memungkinkan lidah untuk memosisikan
makanan untuk dikunyah, dibentuk menjadi massa bundar, dan dipaksa
untuk bergerak ke belakang mulut untuk proses penelanan. Selain itu,
otot-otot tersebut juga membentuk dasar dari mulut dan mempertahankan
agar posisi lidah tetap pada tempatnya.
Otot-otot intrisik lidah berasal dari dalam lidah dan berada dalam
jaringan ikat lidah. Otot ini mengubah bentuk dan ukuran lidah pada saat
berbicara dan menelan. Otot tersebut terdiri atas : otot longitudinalis
superior, otot longitudinalis inferior, otot transversus linguae, dan otot
verticalis linguae. Untuk menjaga agar pergerakan lidah terbatas ke arah
posterior dan menjaga agar lidah tetap pada tempatnya, lidah berhubungan
langsung dengan frenulum lingual, yaitu lipatan membran mukosa yang
berada pada bagian tengah sumbu tubuh dan terletak di permukaan bawah
lidah, yang menghubungkan langsung antara lidah dengan dasar dari
rongga mulut (Tortorra et al., 2009; Marieb and Hoehn, 2010).
Pada bagian dorsum lidah (permukaan atas lidah) dan permukaan
lateral lidah, lidah ditutupi oleh papila. Papila adalah proyeksi dari lamina
propria yang ditutupi oleh epitel pipih berlapis. Sebagian dari papila
memiliki kuncup perasa, reseptor dalam proses pengecapan, sebagian
yang lainnya tidak. Namun, papila yang tidak memiliki kuncup perasa
memiliki reseptor untuk sentuhan dan berfungsi untuk menambah gaya
gesekan antara lidah dan makanan, sehingga mempermudah lidah untuk
menggerakkan makanan di dalam rongga mulut.

Secara histologi (Mescher, 2010), terdapat empat jenis papila yang


dapat dikenali sampai saat ini, yaitu :
a. Papila filiformis. Papila filiformis mempunyai jumlah yang sangat
banyak di lidah. Bentuknya kerucut memanjang dan terkeratinasi, hal
tersebut menyebabkan warna keputihan atau keabuan pada lidah.
Papila jenis ini tidak mengandung kuncup perasa.

b. Papila fungiformis. Papila fungiformis mempunyai jumlah yang lebih


sedikit dibanding papila filiformis. Papila ini hanya sedikit
terkeratinasi dan berbentuk menyerupai jamur dengan dasarnya adalah
jaringan ikat. Papila ini memiliki beberapa kuncup perasa pada bagian
permukaan luarnya. Papila ini tersebar di antara papila filiformis.

c. Papila foliata. Papila ini sedikit berkembang pada orang dewasa, tetapi
mengandung lipatan-lipatan pada bagian tepi dari lidah dan
mengandung kuncup perasa.

d. Papila sirkumfalata. Papila sirkumfalata merupakan papila dengan


jumlah paling sedikit, namun memiliki ukuran papila yang paling
besar dan mengandung lebih dari setengah jumlah keseluruhan papila
di lidah manusia. Dengan ukuran satu sampai tiga milimeter, dan
berjumlah tujuh sampai dua belas buah dalam satu lidah, papila ini
umumnya membentuk garis berbentuk menyerupai huruf V dan berada
di tepi dari sulkus terminalis. Pada bagian akhir dari papila
sirkumfalata, dapat dijumpai sulkus terminalis.
Sulkus terminalis merupakan sebuah lekukan melintang yang membagi
lidah menjadi dua bagian, yaitu lidah bagian rongga mulut (dua pertiga
anterior lidah) dan lidah yang terletak pada orofaring (satu pertiga posterior
lidah). Mukosa dari lidah yang terletak pada orofaring tidak memiliki papila,
namun tetap berstruktur bergelombang dikarenakan keberadaan tonsil
lingualis yang terletak di dalam mukosa lidah posterior tersebut (Saladin,
2008; Marieb and Hoehn, 2010).
1.3 Etiologi
Banyak hal yang mempengaruhi timbulnya sariawan ini namun hal yang
paling mendasari adalah adanya jamur. Oral trush merupakan penyakit yang
diakibatkan dengan adanya jamur pada mulut dan saluran kerongkongan.
Jamur yang lebih dikenal dengan sebutan candida albicans. Jamur candida
albican ini bersifat saprofit sering dijumpai pada bayi, hal ini terjadi karena
sisa susu atau ASI tersebut bereaksi dengan unsur-unsur yang terkandung
dalam air liur (saliva) dan mikroorganisme yang terdapat pada rongga mulut
bayi.
Menurut Rukiyah & Yulianti (2010) oral trush terjadi karena beberapa hal
sebagi berikut :
a. Makanan atau minuman yang terlalu panas
Saat membuat makanan atau minuman bagi bayi terlebih dahulu
perhatikan suhunya masih panas atau sudah cukup hangat untuk diterima
oleh mulut bayi. Sebab mulut bayi belum sekuat mulut orang dewasa,
suhu susu yang masih panas dapat membuat perlukaan pada mulut bayi
yang masih lembut.
b. Traumatik
Mulut anak terluka oleh sesuatu benda misalnya terkena gesekan dot yang
terlalu keras. Gesekan-gesekan benda yang agak keras dan yang terbuat
dari karet yag keras dapat menimbulkan stomatitis pada bayi.
c. Infeksi Jamur
Biasanya dengan penurunan sistem pertahanan tubuh atau imun yang tidak
kuat akan mengakibatkan berkembangnya jamur candida albican.
d. Alergi
Alergi adalah suatu respon imun yang tidak diinginkan terhadap alergen
tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi antigen dan antibodi. Antigen ini
dinamakan alergen merupakan substansi protein yang dapat beraksi
dengan antibodi, tetapi tidak dapat membentuk antibodinya sendiri.
Menurut Rukiyah & Yulianti (2010) ada 3 jenis stomatitis yang sering
menyerang anak antara lain :
a. Stomatitis Aphtosa, yaitu stomatitis yang terjadi akibat tergigit atau luka
benturan dengan benda asing yang agak keras misalnya sikat gigi maupun
botol susu. Bila kemudian kuman masuk dan daya tahan tubuh anak
sedang turun, maka dapat terjadi infeksi, sehingga menimbulkan
peradangan nyeri.
b. Oral Trush / monoliasis, stomatitis yang disebakan jamur candida albicans
biasanya hanya dijumpai dilidah. Pada keadaan normal, jamur memang
terdapat didalam mulut. Namun, saat daya tahan tubuh menurun ditambah
penggunaan obat yang berlangsung lama atau melebihi jagka waktu
pemakaian, jamur candida akan tumbuh lebih banyak.
c. Stomatitik Herfetik, yang disebabkan oleh virus herpes simpleks dan
berlokasi dibagian tenggorokan. Stomatitis ditenggorokan biasanya
langsung terjadi jika ada virus yang sedang mewabah dan pda saat itu
daya tahan tubuh menurun.
1.4 Patofisiologi
Stomatitis ini diawali dengan kondisi dalam tubuh yang terganggu. Hal ini
dapat menyebabkan demam, kodisi hygiene mulut yang tidak baik.
Ketidakseimbangan ini dapat mengakibatkan peradanagan didalam rongga
mulut. Peradangan biasanya disertai dengan ulkus (tukak), akibatnya
penderita kesulitan dalam mengunyah maupun menelan makanan (Santoso,
2009).
Stomatitis yang disebabkan oleh berbagai macam faktor, diantaranya
bakteri, jamur dan faktor traumatic seperti terkena makanan yang tajam
ataupun pentil dot yang sering digunakan pada bayi. Penyebabnya
dikarenakan candida albican (monilia atau trush) yang banyak dijumpai pada
bayi. Stomatitis terlihat sebagai titik-titik putih kecil dibagian dalam pipi,
lidah, dan atap mulut. Agak mirip dadih susu namum memiliki ukuran yang
lebih besar dan dapat dengan mudah dilepaskan menggunakan spatula.
Candida albican dapat dikultur dalam jumlah besar dari asupan namun sering
dapat dikultur dari mulut atau tenggorokan anak sehat. Stomatitis berupa
reaksi inflamasi dan lesi ulseratif dangkal yang terajdi pada permukaan
mukosa mulut atau orofaring.
1.5 Manifestasi Klinis
Pada umumnya para orang tua kurang memperhatikan keadaan ini, sebab
bayi belum dapat mengungkapkan perasaannya, adapun tanda dan gejala yang
biasa ditimbulkan adalah :
a. Suhu badan meningkat hingga 40 0C
b. Anak banyak mengeluarkan air liur lebih dari biasanya
c. Anak akan rewel dan gelisah
d. Tidak ada nafsu makan dan tidak mau minum susu maupun menyusui
e. Saat mulut anak dibuka akan terlihat bercak putih kekuningan disekitar
mulut bayi bila dihilngkan akan mudah berdarah
f. Mulut anak berbau akibat kuman atau jamur yang ada pada rongga mulut
(Sekarti, 2010).
1.6 Pemeriksaan diagnostik
Dilakukan pengolesan lesi dengan toluidine biru 1% topical dengan swab
atau kumur sedangkan diagnosis pasti dengan menggunakan biopsy.
Pemeriksaan laboratorium :
a. WBC menurun pada stomatitis sekunder
b. Pemeriksaan kultur virus : cairan vesikel dan herpes simplek stomatitis
c. Pemeriksaan kultur baktei : eksudat untuk membentuk vincent‟s stomatitis

1.7 Penatalaksanaan
Menurut Corwin, (2005) tujuan utama terapi adalah unutk mengurangi
inflamasi, menghilangkan rasa sakit dan tidak nyaman, serta mempercepat
penyembuhan. Penentuan terapi tidak apat dipisahkan dari faktor penyebab .
Menurut Jitowiyono & Kritiyanasari, (2010) saat stomatitis terjadi pada
anak akan mengalami kesulitan pada saat makan dan minum. Berikut untuk
membantu anak mendapatkan asupan yang dibutuhkan:
a. Atasi sulit makan dengan suapan porsi kecil perlahan-lahandengan
menggunakan sendok
b. Ajari anak minum susu dari gelas dengan memakai sendok ataupun
dengan sedotan karena minum lewat botol akan memperbesar stomatitis
pada anak
c. Berikan makanan yang encer dan lembut agar mudah ditelan, berikan
setelah makanan agak dingin agar tidak mempengaruhi luka
d. Berikan anak cukup cairan dingin untuk mengurangi rasa sakit
e. Minuman asam misalnya jus jeruk, dan minuman bersoda sebaiknya
jangan diberikan kepada anak, sebab minuman ini mengakibatkan rasa
terbakar dimulut
f. Pastikan untuk selalu memberikan minum pada anak mencegah terjadinya
dehidrasi
g. Jangan mengorek-ngorek mulut anak
1.8 Komplikasi
Adapun beberapa komplikasi yang terjadi pada kasus stomatitis diantaranya:
a. Pola Nutrisi : nafsu makan menjadi berkurang, dan pola makan tidak
teratur
b. Pola aktifitas : kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit
c. Pola hygiene : kurang menjaga kebersihan mulut
d. Terganggunya rasa nyaman : anak-anak akan rewel dan gelisah karena
merasakan perih pada daerah yang terkena stomatitis.
e. Termasuk infeksi, yang mungkin menjadi sistemik perdarahan dari
permukaan yang tidak utuh dan nyeri sekunder akibat lesi (Samson P, )
Apabila oral trush tidak diatasi maka akan menyebabkan kesukaran
minum (menghisap dot/putting suus) sehingga bayi tersebut kekurangan
makanan. Karena adanya rasa nyeri dan tidak nyaman mengakibatkan bayi
menjadi rewel dan tidak mau makan. Sehingga berat badan bayi pun
terhambat. Hal ini juga menyebabkan diare sebab jamur yang ada didalam
rongga mulut bayi ikut tertelan sehingga menimbulkan infeksi usus. Jika diare
ini terus menerus maka akan terjadi dehidrasi (kekurangan cairan). Diare juga
bisa terjadi jika asupan susu kurang dalam waktu yang lama (Ngastiyah,
2012).
1.9 Pencegahan
Ada beberapa cara untuk menghindari agar oral trush tidak terjadi yakni :
a. Setiap bayi selesai minum susu/ menyusui berikan 1-2 sendok the air
matang untuk membilas sisa susu yang menempel pada mulut bayi
b. Perlengkapan minum bayi seperti botol susu atau kompeng (fopspeen)
dicuci bersih dan diseduh dengan air panas/ direbus jika botol tersebut
tahan rebus

c. Sebaiknya bayi ataupun anak kecil jangan diberikan kompeng karena akan
memicu terjadinya stomatitis serta dapat mempengaruhi bentuk rahang
d. J ika bayi menyusui bersihkanlah putting susu ibu terlebih dahulu
e. Setelah meminumkan obat, minumkan bayi air putih sehingga sisa-sisa
obat tidak menempel di gusi maupun dinding mulut
f. Memberikan suplemen / makanan yang mengandung vitamin C pada bayi
dan anak-anak agar daya tahan tubuh tetap kuat sehingga dapat melawan
kuman- kuman penyebab stomatitis
g. Selalu menjaga kebersihan mulut anak dan seringlah berikan air matang
sehabis makan
Pathway

Kebersihan mulut berkurang, makanan dan


minum yag panas dan pedas, luka pada
bibir akibat gigitan atau benturan, infeksi
jamur, inveksi virus

trauma Alergi dan sensifitas Obat-obatan

ulser Kerusakan jaringan Penggunaan obat


kulit
Perubahan nutrisi Kerusakan pada Lebih
kurang dari mukosa Mukosa meradang,
kebutuhan tubuh edematosis

Asupan nutrisi
tak adekuat Defesiensi nutrisi stomatitis

System lakto Direspon oleh tubuh Mengurangi Penurunan sistem


perosidase rusak secara lokal, peradangan
sistematik, dan
Kekurangan vitamin
normal
Reaksi pertahanan
Saliva abnormal Jaringan mukosa dan
teriadi jaringan penghubung
Rusak pada robek
jaringan mukosa
Adanya alergen
Timbulnya rasa
gatal dan terbakar
ulserasi Masa Stadium pre Stadium
Resiko kekurangan volume cairan
prodromal atau ulcerasi ulserasi
Melepuh di
Resiko perubahan penyakit 1-24
jaringan mulut
mukosa oral jam Peninggian ulser Rasa sakit
1-3 hari
hipersensitivitas Adanyah pecah
Terjadinya
dan berwarna
Reaksi ulser nekrosis
Rasa terbakar ditengah ulser
Reaksi ulser

Nyeri
BAB 2
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama yang muncul pada klien stomatitis adalah nyeri karena
mukosa oral mengalami peradangan, bibir pecah-pecah, Adanya
keluhan nyeri dan Perasaan tidak nyaman
2. Riwayat kesehatan sekarang
Apakah klien prnah menderita penyakit yang sama atau penyakit oral
3. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah ada keluarga yang oernah menderita penyakit yang sama atau
penyakit oral lainnya
b. Pengkajian psikososial : Kaji apakah keluarga tidak memperhatikan
kebersihan mulut dan tempat bermain anak dilingkungan
c. Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas
Kaji lungkungan yang panas dan sanitasi yang buruk
d. Riwayat nutrisi : Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung
vitamin C, vitamin B12, mineral dan zat besi serta pola makan yang buruk
e. Riwayat pertumbuhan perkembangan
1. Pasien yang menderita stomatitis akan lebih lama semnbuh
dikarenakan kondisi fisik yang lemah sebagai akibat intake nutrisi
yang kurang
2. Penurunan berat badan, biasanya karena intake nutrisi yang kurang
f. Pemeriksaan fisik
1. TTV (Tekanan darah, Nadi, Pernafasan, dan Suhu)
2. Antropometri
3. Skala nyeri
4. Bibir : Di mulai dari inspeksi terhadap bibir untuk kelembapan,
hidrasi, warna tekstur, simetrisitas dan adanya ulserasi atau fisura
5. Gusi : Gusi diinspeksi terhadap inflamasi, perdarahan, dan
perubahan warna
6. Lidah : Lidah diinspeksi untuk tekstur, warna dan lesi
7. Rongga mulut : Inpeksi bagian mulut terhadapadanya lesi, bercak
putih terutama pada bagian mukosa pipi bagian dalam, lidah serta
langit-langit

2.2 Diagnosa Keperawatan


1) Perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan proses
peradangan inflamasi
2) Nyeri berhubungan dengan kerusakan membran mukosa oral
3) Gangguan kekurangan nutrisi berhubungan dengan perubahan mukosa
oral penurunan keinginan untuk makan akibat rasa nyeri di mukosa
mulut
2.3 Rencana keperawatan
a. Perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan proses peradangan
inflamasi
Tujuan : Mukosa oral kembali normal dan lesi berangsur sembuh Kriteria
hasil :
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S N dan RR)
dalam batas normal, tidak ada lesi dan berangsur sembuh
Intervensi :
(1) Pantau aktivitas klien, cegah hal-hal yang bisa memicu terjadinya
stomatitis
Rasional : Karena personal hygine yang buruk, asupan nutrisi yang
kurang vitamin C, kondisi psikologi (stres) merupakan pemicu
terjadinya stomatitis
(2) Kaji adanya komplikasi akibat kerusakan membran mukosa oral
Rasional : Stomatitis biasanya mengakibatkan komplikasi yang
lebih parah jika tidak segera ditangani

(3) Menghindari makanan dan obat-obatan atau zat yang dapat


menimbulkan reaksi alergi pada rongga mulut
Rasional : Reaksi alergi bisa menimbulkan infeksi
(4) Ajarkan oral hygiene yang baik
Rasional : Oral hygiene yang baik bisa meminimalisir terjadinya
stomatitis
(5) Kolaborasi pemberian antibiotik dan obat kumur
Rasional : Antibiotik digunakan untuk mengobati dan obat kumur
bisa menghilangkan kuman-kuman di mulut sehingga mencegah
terjadinya infeksi lebih lanjut
b. Nyeri berhubungan dengan kerusakan membran mukosa oral Tujuan :
Membran mukosa oral kembali normal
Kriteria hasil :
Klien tidak merasakan nyeri, rasa sakit dan perih dimukosa mulut,
suhu badan klien dalam batas normal 36 0 C – 37 0 C
Intervensi :
(1) Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Mengetahui adanya perubahan
(2) Beri penjelasan tentang faktor penyebab stomatitis
Rasional : Jika klien mengetahui faktor penyebab, maka klien
dapat mencegah hal tersebut terulang kembali
(3) Menghindari makanan yang terlalu panas, dan terlalu dingin
Rasional : Makanan yang terlalu panas dan dingin yang
merangsang dapat mencegah terjadinya stomatitis

(4) Kolaborasi pemberian analgesik dan kortikosteroid


Rasional : Analgesik dapat mengurangi rasa nyei dan
kartikosteroid untuk mengurangi peradangan
c. Gangguan kekurangan nutrisi berhubungan dengan perubahan mukosa
oral penurunan keinginan untuk makan akibat rasa nyeri dimukosa
mulut
Tujuan : Nafsu makan klien terpenuhi kembali dan status nutrisi
terpenuhi Kriteria hasil : Berat badan klien normal, nutrisi klien
terpenuhi, dan nafsu makan klien kembali.
Intervensi :
(1) Observasi kebutuhan kalori yang dibutuhkan
Rasinal : adanya kalori (sumber energy) akan mempercepat
pertumbuhan
(2) Kaji berat badan klien tiap hari
Rasional : tubuh yang sehat tidak mudah terkena infeksi
peradangan
(3) Berikan informasi tentang zat-zat makanan yang bermanfaat bagi
metabolisme
Rasional : indikasi adekuatnya protein untuk sistem imun
(4) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam diet
Rasional : karena nutrisi akan meningkatkan berat badan
2.4 Implementasi
Dokumentasi intervensi merupakan catatan tentang tindakan yang
diberikan oleh perawat. Dokumentasi intervensi mencatat pelaksanaan
rencana perawatan, pemenuhan kriteria hasil dari tindakan keperawatan
mandiri, dan tindakan kolaboratif. Tindakan keperawatan mandiri merupakan
tindakan yang dilakukan perawat tanpa pesanan dokter. Tetapan ini telah
ditetapkan oleh standar praktik keperawatan.

Tindakan kolaboratif adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat yang


bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya untuk mengatasi masalah
klien. Intervensi keperawatan (tindakan atau implementasi) merupakan bagian
dari proses keperawatan (Hidayat; 2001).
Implementasi keperawatan pada klien dengan stomatitis menurut
((Doenges, 2014) yaitu:
a. Menunjukkan bukti membran mukosa secara utuh
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang diinginkan
c. Mempunyai ciri diri positif
d. Mendapatkan tingkat kenyamanan yang dapat diterima
e. Mengalami penurunan rasa takut yang berhubungan dengan nyeri dan
ketidaknyamanan
f. Bebas dari infeksi
g. Mendapatkan informasi tentang proses penyakit dan program pengobatan
2.4 Evaluasi
Menurut Budiono dan Sumirah (2016) evaluasi adalah penilaian dengan
cara membandingkan perubahan keadaan klien (hasil yang diamati) dengan
tujuan dan kriteria hasil yang sudah dibuat pada tahap perencanaan. Terdapat
dua tipe dokumentasi evaluasi yaitu evaluasi formatif yang dilakukan setelah
selesai tindakan, berorientasi pada etiologi, dilakukan secara terus menerus
sampai tujuam yang trlah ditetapkan tercapai, evaluasi sumatif yang dilakukan
setalah akhir tindakan keperawatan secara paripurna, berorintasi pada masalah
keperawatan, menjelaskan keberhasilan, ketidakberhasilan dan kesimpulan
status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.
Evaluasi mempunyai komponen yaitu SOAP dimana pengertian SOAP
sebagai berikut :
a. S, artinya data subjektif yang isinya tentang keluhan klien yang yang
masih dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan
b. O, artinya data objektif yang isinya berdaarkan hasil pengukuran atau hasil
evaluasi observasi langsung kepada klien
c. A, artinya analis yang isinya hasil interprestasi dari data subjektif dan data
objektif. Analisa merupakan suatu masalah atau diagnose keperawatan
yang masih terjadi atau juga dapat dituliskan masalah baru yang terjadi
akibat perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi dari data
subjektif dan data objektif
d. P, artinya planing yang isinya perencanaan yang akan dilanjutkan,
dihentikan, modifikasi atau ditambahkan dari rencana tindakan
keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Akmal Mutaroh, Indahan Zely, Widhawati, & Sari Sekar. 2016. Ensiklopedi
Kesehatan Untuk Umum. Jakarta : Arruz Zedia.
AL Karel & Meiliasari Mila. 2005. Kesehatan Anak Merawat Anak Sakit Di
Rumah. Jakarta : Puspa Swwara.
Billota Kimberley AJ. 2009. Kapita Selekta Penyakit Dengan Implikasi
Keperawatan. Jakarta : EGC.
Lestari Titik. Asuhan Keperawatan Anak : Medical Book.
Mueser AM. 2014. Panduan Lengkap Perawatan Bayi & Anak A-Z. Jogjakarta :
Diglossia Media.
Ngastiyah. 2012. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Nursalam, Susilaningrum Rekawati, & Utami Sri. 2012. Asuhan Keperawatan
Bayi Dan Anak Untuk Perawat Dan Bidan. Jakarta.
Primisasiki RJ. 2013. Mengenal penyakit-penyakit balita dan anak. Jakarta.
Sunda: Kelapa Pustaka.
Soetjeningsih. Raunh G. 2015. Tumbuh Kembang Anak. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Wong. Donna L. 2013. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Volume2.


Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai