Disusun Oleh:
penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit paru Kronis yang
bisa di cegaha dan di obati. Penyakit paru Obstruktif Kronis (PPOK) di tandai dengan
adanya hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif nonreversible
persial, serta adanya respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya
(GOLD 2016).
2. Etiologi
a. Kebiasaan merokok
Merokok merupakan factor risiko paling umum pada PPOK. Prevalensi tertinggi
gejala gangguan pernafasan dan penurunan fungsi paru terjadi pada perokok.
Angka penurunan FEVI, dan angka mortalitas lebih tinggi di dapat pada perokok
di banding non perokok, Paparan asap rokok pada perokok pasif juga merupakan
factor resiko terjadinya gangguan pernafasan dan PPOK dengan peningkatan
kerusakan paru akibat partikel dan gas yang masuk pada penelitian yang telah di
lakukan di negara-negara Eropa dan Asia., menunjukkan bahwa adanya hubungan
annatra merokok dan terjadinya PPOK menggunakan metode cross-sectional dan
cohort (Elisner et al, 2010).
b. Popilasi oleh zat-zat produksi
Populasi udara di daerah kota sengan level tinggi sangat menyakitkan bagi paasien
PPOK. Penelitian cihort longitudinal menunjukan bukti kuat tentang hubungan
polusi udara dan penurunan pertumbuhan fungsi paru di usia anak-anak dan
remaja. Hubungan tersebut di observasi dengan di temukannya korban hitam di
makrofag pada saluran pernafasan dan penurunan fungsi paru yang progresif. Hal
ini menunjukkan hal yang masuk akal secara biologis begaimana peran polusi
udara terhadap penurunan perkembangan fungsi paru (Gold, 2014)
c. Faktor genetic
Genetic sebagai factor resiko yang pernah di temukan adalah defisiensi berat
antitripsin alfa-1 yang merupakan inhibitor dari sirkulasi serin protease, walaupun
defisiensi antitrypsin alfa-1 relevan hanya pada sedikit populasi di dunia, itu cukup
menggambarkan interaksi antara genetik dan paparan lingkungan dapat
menyebabkan PPOK. Resiko genetik terhadap keterbatasan bernafas telah di
observasi pada saudara atau orang terdekat penderita PPOK berat yang juga
merokok, dengan sugesti di mana genetik dan faktor lingkungan secara bersamaan
dapat mempengaruhi terjadinya PPOK gen tunggal seperti gen yang memberi kode
matriks metalloproteinase 12 (MMP12) berhubungan dengan menurunnya fungsi
paru (Gold, 2014).
3. Patofisiologi
4. Manifestasi Klinis
Batuk merupapkan keluhan utama yang terjadi pada penyakit Paru Obstruksi
Kronis. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang kemudian timbul
berlangsung lama sepanjang hari. Batuk yang di sertai produksi sputum sedikit.
Penderita penyakit Obstruksi Paru Kronis juga mengeluh sesak nafas yang
berlangsung lama sepanjang hari. Tidak hanya pada malam harid dan tidak pernah
hilang sama sekali. Hal ini menunjukkan adanya obstruksi pada jalan nafas. Keluhan
sesak ini lah yang biasanya membawa penderita. Penyakit Paru Obstruksi Kronis
berobat di rumah sakit. Sesak di rasakan memberat saat melakukan aktifitas.
5. Pathway
Peradangan bronkus
6. Pemeriksaan Penunjang
Uji fungsi paru dapat menunjukkan keterbatasan aliran udara yang merupakan
hal yang penting secara diagnostik. hal ini biasanya di lakukan menggunakakn
laju aliran ekspresi puncak (peak expiratory flow PEF). Pada beberapa kasus di
aman PPOK di curigai. Perlu di pertimbangkan untuk menggunakan peak
expiratory flow pediatrik. Ini bermanfaat untuk mencatat volume keluaran yang
lebih kecil dengan mneyediakan skala tepat untuk akurasi yang lebih baik. Hal ini
sangat berguna jika seblumnya peak expiratory flow dewasa mewujudkan angka
lebih rendah dan berubah-ubah atau jika pasien mengalami kesulitan
mendapatkan mulut di sekitar mouthpiece pada peak expiratory flow dewasa.
Penting untuk d catat bahwa, semtara nilai laju aliran ekspirasi puncak yang
normal saja tidak dapat menyingkirkan diagnosis PPOK, nilai FEVI normal yang
di ukur dengan spirometer akan menyingkirkan diagnosis PPOK. Pengukuran
fungsi paru pada ppasien PPOK di antaranya akan terdapat kapasitas inspirasi
menurun, volume residu meningkat pada emfisma, bronchitid kronis, dan asma
FEVI selalu menurun, FTV awal normal dan menurun pada bronchitis serta asma
(Muttaqin, 2014).
b. Spirometri
Merupakan alat kuantitatif yang kuat saat ini reversibilitas di gunakan untuk
mematikan diagnosis yang tepat. Perbedaan dapat di buat dengan perbandingan
diagnosis yang tepat. Perbedaan dapat di buat dengan membandingkan hasil
spirometri yang di dapat setelah beberapa saat pemulihan. Pada kasus asma uji
reversibilitas akan menunjukkan akan terjadi perbaikan setelah pemulihan, data
numeric yang di peroleh dapat berada di antara batas normal atas dan bawah. Hal
ini tidak khas pada PPOK di mana akan menunjukkan terjadinya sedikit
perbaikan.
d. Pemeriksaan Laboratorium
- Elektrolit menurun
e. Permeriksaan spuntum
Pemeriksaan garam kuman atau kultur adanya infeksi campuran kuman pathogen
yang bisa di temukan adalah strepcocus pneumoniae. Haemophylus influenza, dan
Moraxella catarrhalis (Muttaqim 2014). Pewarna dan biakan sputum berguna
untuk mendiagnosis bronchitis kronis dan untuk mengevaluasi eksaserbasi akut
PPOK.
7. Penatalaksanaan
b. Bronkodilator
c. Antibiotik
d. Ekspektoran
e. Vaksinasi
Vasksinasi yang dpapt di berikan pasien PPOK anatara lain vaksin influenza
dan pneumococcus regular. Vaksin inlfluenza dapat mengurangi angaka
kesakitan yang serius. Jika tersedia vaksin pneumococcus di rekomendasikan
bagi penderita PPOK yang berusia di atas 65 tahun mereka dan kurang dari 65
tahun tetapi nilai FEVnya 40% prediksi.
f. Indikasi oksigen,
a. Rehabilitasi
Pada pasien PPOK dapat di berikan rehabilitasi, ada beberapa Teknik lebih
efektif dari lainnya terapi semuanya berpotensi membantu, Teknik control
pernafasan, fisioterapi dada, terapi okupasional, Latihan olahraga, latihan otot
pernafasan. Program aktivitas olahraga yang di lakukan oleh penderita PPOK
anatar lain : sepeda ergomentri, latihan treadmill atau berjalan di atur dengan
waktu dan frekuensinya dapat berkisaran dari setiap hari sampai tiap minggu
(Morton 2012) Latihan bertujuan meningkatkan
b. Konseling nutrisi
Malnutrisi adalah umum dari pasien PPOK dan terjadi pada lebih dari 50%
pasien PPOK yang masuk rumah sakit. Insiden malnutrisi bervariasi sesuai
dengan derajat abmormalitas pertukaran gas (Morton 2012) perlu di berikan
hidrasi secukupnya ( minum air yang cukup 8-10 gelas per hari) dan nutrisi
yang tepat
c. Penyuluhan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Pada klien penderita PPOK penyakit ini banyak di derita pada klien laki-laki
dari pada wanita, di antara usia 40 tahun Klien PPOK biasanya bekerja
sebagai karyawan pabrik rokok dan karyawan pabrik furniture.
Keluhan utama yang sering pada klien penyakit Paru Obstruksi Kronis yaitu :
sesak nafas, batuk tak kunjung sembuh, di temukan bunyi nafas whezzing.
Riwayat Kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang di derita
oelh klien dari mulai timbulnya keluhan yang di rasakan sampai klien di
bawa ke Rumah Sakit, dan apakah pernah memeriksakan diri ketempat lain
selain Rumah Sakit umum serta pengobatan apa yang pernag di berikan dan
bagaimana perubahannya dan data yang di dapatkan saat pengkajian.
Yang pernah di kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
paru-paru lainnya.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Secara umum keadaan Penyakit Paru Obstruksi Kronis, meliputi ringan, cukup
berat dan berat
b. Kesadaran
1. Secara kuantitatif
e. Stupor (soporo koma) yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri
2. Secara kuantitatif
c. Tanda-tanda vital
3. Tekanan darah pada klien Penyakit Paru Obstruksi Kronis yaitu hipertensi
1. Kepala
Wajah dan kulit kepala bentuj muka, ekspresi wajah gelisah dan pucat,
rambut bersih / tidak dan rontok/tidak, ada/tidak nyeri tekan
2. Mata
Mata kanan dan kiri simetris / tidak, mata cekung/ tidak. Konjungvita
anemis/tidak, selera ikteri/tidak. Ada/tidak secret. Gerakan bola mata
normal/tidak, ada benjolan / tidak, ada/tidak nyeri tekan, fungsi penglihatan
menurun/tidak.
3. Telinga
4. Mulut
Gigi bersih/kotor, ada/tidak karies gigi, ada/tidak memakai gigi palsu, gusi
ada/ tidak peradangan, lidah bersih/kotor, bibir kering/lembab.
5. Leher
Leher ada/tidak pembesaran kelenjar thyroid, ada/tidak nyeri tekan,
ada/tidak bendungan vena jugularis dan ada/tidak pembesaran kelenjar
limpa.
Perkusi : pada klien dengan PPOK. Terlihat adanya peningkatan usaha dan
frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu napas. Pada saat inpeksi,
biasanya dapat terlihat klien mempunyai bentuk dad barrel chest akibat
udara yang terperangkap, penipisan-penipisan massa otot. Bernafas dengan
bibir yang di rapatkan, dan bernafas abnormal yang tidak efektif. Pada
tahap lanjut, dispnea terjadi pada saat beraktivitas bahkan pada saat
beraktivitas sehari-hari seperti makan dan mandi.
7. Jantung
8. Abdomen
9. Genetalia
Ekstremitas bawah : kaki kanan dan kaki kiri simetris ada /tidak kelainan.
Ada atau tidak luka.
3. Diagnose Keperawatan
Kemungkinan diagnosa yang muncul pada klien Penyakit Paru Obstruktif Kronis
adalah:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
4. Analisa Data
Subjektif : Merupakan data yang dapat atau penilaian kita sendiri sesuai apa yang di
rasakan pasien saat di kaji
Objektif : Meliputi apa yang di rasakan pasien saat pengkajian dan data yang di
peroleh dari pemeriksaan penunjang atau pun hasil lab.
5. Implementasi Keperawatan
2. Tindakan kolaborasi Adalah tindakan yang dilakukan atas dasar hasil keputusan
bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
6. Evaluasi keperawatan
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) (2016). Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK). Artikel diakses pada hari jumat tanggal 26 Juni 2016 jam
15.35 WIB di http://www.klikparu.com/2016
Eisner MD, Anthonisen N, Coultas D, Kuenzli N, Padilla R, Postma D, et. al., 2010. An
Official american thorocis sosiety public policy Statement : Novel risk factors and the
global burden of cronic obstructive pulmonary disease. Am J Respircrid Med, 182 (5) :
693-781.
Global Iniative For Chrocic Obstruktive Lung Disease. Pocket Guide to COPD Diagnosis,
Management, and prevention. 2014.
Koes, Irianto, 2014, Epidemioogi penyakit menular dan tidak menular, Bandung : Alfabeta.