Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


GANGGUAN SISTEN PERNAFASAN PPOK

Disusun Oleh:

Ida Suryani Ningsih


206410021

PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2020
1. Definisi

penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit paru Kronis yang
bisa di cegaha dan di obati. Penyakit paru Obstruktif Kronis (PPOK) di tandai dengan
adanya hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif nonreversible
persial, serta adanya respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya
(GOLD 2016).

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit paru-paru yang


di tandai dengan penyumbatan pada aliran udara dari paru-paru. Penyakit ini
merupakan penyakit yang mengancam kehidupan dan mengganggu pernafasan normal
(WHO, 2016).

GOLD (2016) menjelaskan asma tidak termasuk penyakit paru Obstruktif


Kkronis (PPOK), meskipun pada sebagian referensi memasukkan Asma dalam
kelompok PPOK. Asma merupakan sumbatan saluran nafas yang intermitten dan
mempunyai penanganan berbeda dengan PPOK. Hiperresponsif Bronchial di
definisikan sebagai perubahan periodic pada forced expiratory volume dalam waktu 1
detik (FEV1) dapat di temukan pula pada PPOK walaupun biasanya dengan nilai yang
lebih rendah dari asma. Perbedaan utama adalah asma merupakan obstruksi saluran
napas reversible, sedangkan PPOK merupakan obstruksi saluran napas yang besifat
persisten atau partial.

2. Etiologi

Menurut Eisner penyebab dari penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah :

a. Kebiasaan merokok

Merokok merupakan factor risiko paling umum pada PPOK. Prevalensi tertinggi
gejala gangguan pernafasan dan penurunan fungsi paru terjadi pada perokok.
Angka penurunan FEVI, dan angka mortalitas lebih tinggi di dapat pada perokok
di banding non perokok, Paparan asap rokok pada perokok pasif juga merupakan
factor resiko terjadinya gangguan pernafasan dan PPOK dengan peningkatan
kerusakan paru akibat partikel dan gas yang masuk pada penelitian yang telah di
lakukan di negara-negara Eropa dan Asia., menunjukkan bahwa adanya hubungan
annatra merokok dan terjadinya PPOK menggunakan metode cross-sectional dan
cohort (Elisner et al, 2010).
b. Popilasi oleh zat-zat produksi

Populasi udara di daerah kota sengan level tinggi sangat menyakitkan bagi paasien
PPOK. Penelitian cihort longitudinal menunjukan bukti kuat tentang hubungan
polusi udara dan penurunan pertumbuhan fungsi paru di usia anak-anak dan
remaja. Hubungan tersebut di observasi dengan di temukannya korban hitam di
makrofag pada saluran pernafasan dan penurunan fungsi paru yang progresif. Hal
ini menunjukkan hal yang masuk akal secara biologis begaimana peran polusi
udara terhadap penurunan perkembangan fungsi paru (Gold, 2014)

c. Faktor genetic

Genetic sebagai factor resiko yang pernah di temukan adalah defisiensi berat
antitripsin alfa-1 yang merupakan inhibitor dari sirkulasi serin protease, walaupun
defisiensi antitrypsin alfa-1 relevan hanya pada sedikit populasi di dunia, itu cukup
menggambarkan interaksi antara genetik dan paparan lingkungan dapat
menyebabkan PPOK. Resiko genetik terhadap keterbatasan bernafas telah di
observasi pada saudara atau orang terdekat penderita PPOK berat yang juga
merokok, dengan sugesti di mana genetik dan faktor lingkungan secara bersamaan
dapat mempengaruhi terjadinya PPOK gen tunggal seperti gen yang memberi kode
matriks metalloproteinase 12 (MMP12) berhubungan dengan menurunnya fungsi
paru (Gold, 2014).

3. Patofisiologi

Factor risiko dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok


merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mucus bronkus. selain itu. Sila yang
melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.
Perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem escalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mucus kental dalam jumlah besar dan
sulit di keluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Proses ventilasi
terutama ekspirasi terlambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit di lakukan akibat mucus yang kental dan adanya peradangan
(Jackson, 2014).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-
struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas salauran udara dan
kolapasnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada
ekspirasi karena ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil)
paru secara pasif setelah inspirasi dengan demikian apabila tidak terjadi recoil pasif,
maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (Grece &
Borley, 2011).

4. Manifestasi Klinis

Batuk merupapkan keluhan utama yang terjadi pada penyakit Paru Obstruksi
Kronis. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang kemudian timbul
berlangsung lama sepanjang hari. Batuk yang di sertai produksi sputum sedikit.
Penderita penyakit Obstruksi Paru Kronis juga mengeluh sesak nafas yang
berlangsung lama sepanjang hari. Tidak hanya pada malam harid dan tidak pernah
hilang sama sekali. Hal ini menunjukkan adanya obstruksi pada jalan nafas. Keluhan
sesak ini lah yang biasanya membawa penderita. Penyakit Paru Obstruksi Kronis
berobat di rumah sakit. Sesak di rasakan memberat saat melakukan aktifitas.

5. Pathway

Asap rokok, populasi udara, Riwayat infeksi, saluran udara

Gangguan pembersihan paru

Peradangan bronkus

Produksi secret meningkat

Batuk tidak efektif

Sekret tidak bisa keluar

Terjadi akumulasi sekret

Bersihan jalan nafas tidak efektif Obstruksi jalan nafas

Pertukaran gas O2 dan CO2 Sesak Nafas


Tidak adekuat Pola Nafas Tidak efektif

Gangguan pertukaran gas

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Uji fungsi paru

Uji fungsi paru dapat menunjukkan keterbatasan aliran udara yang merupakan
hal yang penting secara diagnostik. hal ini biasanya di lakukan menggunakakn
laju aliran ekspresi puncak (peak expiratory flow PEF). Pada beberapa kasus di
aman PPOK di curigai. Perlu di pertimbangkan untuk menggunakan peak
expiratory flow pediatrik. Ini bermanfaat untuk mencatat volume keluaran yang
lebih kecil dengan mneyediakan skala tepat untuk akurasi yang lebih baik. Hal ini
sangat berguna jika seblumnya peak expiratory flow dewasa mewujudkan angka
lebih rendah dan berubah-ubah atau jika pasien mengalami kesulitan
mendapatkan mulut di sekitar mouthpiece pada peak expiratory flow dewasa.
Penting untuk d catat bahwa, semtara nilai laju aliran ekspirasi puncak yang
normal saja tidak dapat menyingkirkan diagnosis PPOK, nilai FEVI normal yang
di ukur dengan spirometer akan menyingkirkan diagnosis PPOK. Pengukuran
fungsi paru pada ppasien PPOK di antaranya akan terdapat kapasitas inspirasi
menurun, volume residu meningkat pada emfisma, bronchitid kronis, dan asma
FEVI selalu menurun, FTV awal normal dan menurun pada bronchitis serta asma
(Muttaqin, 2014).

b. Spirometri

Merupakan alat kuantitatif yang kuat saat ini reversibilitas di gunakan untuk
mematikan diagnosis yang tepat. Perbedaan dapat di buat dengan perbandingan
diagnosis yang tepat. Perbedaan dapat di buat dengan membandingkan hasil
spirometri yang di dapat setelah beberapa saat pemulihan. Pada kasus asma uji
reversibilitas akan menunjukkan akan terjadi perbaikan setelah pemulihan, data
numeric yang di peroleh dapat berada di antara batas normal atas dan bawah. Hal
ini tidak khas pada PPOK di mana akan menunjukkan terjadinya sedikit
perbaikan.

c. Analisa gas darah


Analisa gas darah merupakan pemerikasaan untuk mengukur keasaman (pH).
jumlah oksigen dan karbondioksida dalam darah, meliputi PO2, PCO2, Ph, HCO3,
dan saturasi oksigen ( muwarni 2012)

d. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat di lakukan pada pasien PPOK menurut


muttaqim (2014) antara lain :

- Haemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) meningkat pada polisitemia sekunder

- Jumlah sel darah merah meningkat

- Eosinophil dan total igE serum meningkat

- Pilse oksimetri : SaO2 oksigenasi menurun

- Elektrolit menurun

e. Permeriksaan spuntum

Pemeriksaan garam kuman atau kultur adanya infeksi campuran kuman pathogen
yang bisa di temukan adalah strepcocus pneumoniae. Haemophylus influenza, dan
Moraxella catarrhalis (Muttaqim 2014). Pewarna dan biakan sputum berguna
untuk mendiagnosis bronchitis kronis dan untuk mengevaluasi eksaserbasi akut
PPOK.

f. Pemeriksaan radiologi thoraks foto

Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan bendungan area


paru, pada efisema paru di dapatkan diafragma dengan letak yang rendah dan
mendatar ruang udara retrostemal lebih besar (foto lateral) jantung tanpak
tergantung memanjang dan menyempit (Muttaqim 2014) menurut (murwarni
2012) pada foto thorak pasien PPOK akan tampak bayangan lobus, corakan paru
bertambah (Bronkhitis kronis), defisiensi arterial coracan paru bertambah
(Emfisema).

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis menurut (Muttawin 2014) yang dapat di berikan


kepada klien dengan PPOK yaitu :
1. Pengobatan Farmatologi

a. Anti inflamasi (kortikosteroid, natrium kromolinm dan lain-lain)

b. Bronkodilator

Golongan adrenalin : isoprote Nel, ossiprenalin, golongan xantin : aminophilin


teophilin

c. Antibiotik

Terapi antibiotik sering di resepkan oada ekasaserbasi PPOK dengan


pemilihan antibiotik bergantung pada kebijakan local, terapi secara umum
berkisar pada penggunaan yang di sukai antara amoksilin, klaritromisin atau
trimotoprin. Biasanya lama terapi tujuh hari sudah mencukupi.

d. Ekspektoran

Amnium karbonat, asetil sistein, bronkeksin, bisolvon, tripsin

e. Vaksinasi

Vasksinasi yang dpapt di berikan pasien PPOK anatara lain vaksin influenza
dan pneumococcus regular. Vaksin inlfluenza dapat mengurangi angaka
kesakitan yang serius. Jika tersedia vaksin pneumococcus di rekomendasikan
bagi penderita PPOK yang berusia di atas 65 tahun mereka dan kurang dari 65
tahun tetapi nilai FEVnya 40% prediksi.

f. Indikasi oksigen,

Terapi oksigen jangka panjang akan memperpanjang hidup penderita PPOK


yang berat dan penderita dengan kadar oksigen darah yang sangat rendah
(Ringel 2012). Oksigen di berikan 12 jam / liter, hal ini akan mengurangi
kelebihan sek darah merah yang di sebabkan menurunnya kadar oksigen
dalam darah. Terapi oksigen juga dapat memperbaiki sesak nafas selama
beraktifitas (Irianto 2014)

2. Pengobatan non farmatologi

a. Rehabilitasi
Pada pasien PPOK dapat di berikan rehabilitasi, ada beberapa Teknik lebih
efektif dari lainnya terapi semuanya berpotensi membantu, Teknik control
pernafasan, fisioterapi dada, terapi okupasional, Latihan olahraga, latihan otot
pernafasan. Program aktivitas olahraga yang di lakukan oleh penderita PPOK
anatar lain : sepeda ergomentri, latihan treadmill atau berjalan di atur dengan
waktu dan frekuensinya dapat berkisaran dari setiap hari sampai tiap minggu
(Morton 2012) Latihan bertujuan meningkatkan

b. Konseling nutrisi

Malnutrisi adalah umum dari pasien PPOK dan terjadi pada lebih dari 50%
pasien PPOK yang masuk rumah sakit. Insiden malnutrisi bervariasi sesuai
dengan derajat abmormalitas pertukaran gas (Morton 2012) perlu di berikan
hidrasi secukupnya ( minum air yang cukup 8-10 gelas per hari) dan nutrisi
yang tepat

c. Penyuluhan

Berhenti merokok adalah metode tunggal yang paling efektif dalam


mengurangi resiko terjadinya PPOK dan memperlambat kemajuan tingkat
penyakit (Morton 2012)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas Klien

Pada klien penderita PPOK penyakit ini banyak di derita pada klien laki-laki
dari pada wanita, di antara usia 40 tahun Klien PPOK biasanya bekerja
sebagai karyawan pabrik rokok dan karyawan pabrik furniture.

b. Keluuhan utama Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Keluhan utama yang sering pada klien penyakit Paru Obstruksi Kronis yaitu :
sesak nafas, batuk tak kunjung sembuh, di temukan bunyi nafas whezzing.

c. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat Kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang di derita
oelh klien dari mulai timbulnya keluhan yang di rasakan sampai klien di
bawa ke Rumah Sakit, dan apakah pernah memeriksakan diri ketempat lain
selain Rumah Sakit umum serta pengobatan apa yang pernag di berikan dan
bagaimana perubahannya dan data yang di dapatkan saat pengkajian.

d. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat Kesehatan yang lalu sepperti Riwayat sebelumnya seperti bronchitis


kronis, Riwayat penggunaan obat-obatan.

e. Riwayat penyakit keluarga

Yang pernah di kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
paru-paru lainnya.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada klien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis,


meliputi pemeriksaan umum persistem dari observasi keadaan umum,
pemeriksaan tanda- tanda vital.

a. Keadaan umum

Secara umum keadaan Penyakit Paru Obstruksi Kronis, meliputi ringan, cukup
berat dan berat
b. Kesadaran

1. Secara kuantitatif

a. Composmentis (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,


dapat menjawab semua pertannyaan tentang keadaan sekelilingnya.

b. Apatis, yaitu keadaan yang segan untuk berhubungan dengan sekiranya


sikapnya acuh tak acuh.

c. Delirium, yaitu gelisah disorientasi (orangm tempat,waktu).


Memberontak teriak-teriak,berhalusinasi, kadang berhayal.

d. Somnolen (Obtundasi, Letargi) yaitu kesadaran menurun, respom


psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila di rangsang (mudah di bangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal

e. Stupor (soporo koma) yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri

f. Coma (comatose) yaitu tidak bisa di bangunkan, tidak ada rangsangan


apapun (tidak ada respon koma maupun reflek muntah, mungkin juga
tidak ada respon pipil terhadap cahaya).

2. Secara kuantitatif

Fungsi Respon Skor


Eyes Buka spontan 4
Buka di perintah 3
Buka dengan rangsangan nyeri 2
Tidak ada respon 1
Verbal Normal 5
Bingung 4
Kata-kat kacau 3
Suara tak menentu 2
Diam 1
Motorik Dapat di perintah 5
Dapat menunjuk tempat 5
Fleksi normal 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada respon 1

c. Tanda-tanda vital

1. Suhu pada klien Penyakit Paru Obstruksi Kronis yaitu hipotermi

2. Nadi pada klien Penyakit Paru Obstruksi Kronis yaitu takipea

3. Tekanan darah pada klien Penyakit Paru Obstruksi Kronis yaitu hipertensi

4. Pernafasan biasanya mengalami peningkatan

d. Pemeriksaan Head to Toe

1. Kepala

Wajah dan kulit kepala bentuj muka, ekspresi wajah gelisah dan pucat,
rambut bersih / tidak dan rontok/tidak, ada/tidak nyeri tekan

2. Mata

Mata kanan dan kiri simetris / tidak, mata cekung/ tidak. Konjungvita
anemis/tidak, selera ikteri/tidak. Ada/tidak secret. Gerakan bola mata
normal/tidak, ada benjolan / tidak, ada/tidak nyeri tekan, fungsi penglihatan
menurun/tidak.

3. Telinga

Canalis bersih/tidak, pendengaran baik/menurun, benjolan pada daun


telinga, ada /tidak memakai alat bantu pendengaran.

4. Mulut

Gigi bersih/kotor, ada/tidak karies gigi, ada/tidak memakai gigi palsu, gusi
ada/ tidak peradangan, lidah bersih/kotor, bibir kering/lembab.

5. Leher
Leher ada/tidak pembesaran kelenjar thyroid, ada/tidak nyeri tekan,
ada/tidak bendungan vena jugularis dan ada/tidak pembesaran kelenjar
limpa.

6. Thorax dan paru

Palpasi : pada palpasi ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya


menurun

Perkusi : pada klien dengan PPOK. Terlihat adanya peningkatan usaha dan
frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu napas. Pada saat inpeksi,
biasanya dapat terlihat klien mempunyai bentuk dad barrel chest akibat
udara yang terperangkap, penipisan-penipisan massa otot. Bernafas dengan
bibir yang di rapatkan, dan bernafas abnormal yang tidak efektif. Pada
tahap lanjut, dispnea terjadi pada saat beraktivitas bahkan pada saat
beraktivitas sehari-hari seperti makan dan mandi.

Auskultasi : Sering di dapatkan adanya bunyi nafas ronchi dan wheezing


sesuai tingkat keparahan obstruktif pada brongkiolus.

7. Jantung

Nyeri/ ketidak nyamanan dada, palpiltasi, sesak nafas, dispnea pada


aktivitas, dispnea nocturnal paroksimal, orthopnea, murmur,edema, varises,
kaki timpang, perubahan warna kaki, periksa adanya pembekakan vena
jugularis.

8. Abdomen

Konstipasi konsisten feses, frekuensi eliminasi askultasi bising usus,


anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri tekan abdomen.

9. Genetalia

Meliputi disuria (nyeri saat berkemih), frekuensi, kencing menetes,


hematuria, poliuria, oliguria, nokturia, inkontinensia, batu, infeksi saluran
kemih. Pengkajian pada genetalia pria antara lain : lesi, rabas, nyeri
testikuler, massa testikuler, masalah prostat, penyakit kelamin, perubahan
hasrat sexual, impotensi, masalah aktivitas social. Sedangkan pengkajian
pada genetalia wanita antara lain: lesi, rabas, dispareunia, perdarahan pasca
senggama, nyeri pelvis, sistokel/rektokel/prolaps, penyakit kelamin,
infeksi ,asalah aktivitas seksual, riwayat menstruasi (menarche, tanggal
periode menstruasi terakhir), tanggal dan hasil pap smear terakhir.

10. Ekstremitas atas dan bawah

Ekstresmitas atas :simetris/tidak, ada/tidak odema atau lesi, ada/tidak nyeri


tekan.

Ekstremitas bawah : kaki kanan dan kaki kiri simetris ada /tidak kelainan.
Ada atau tidak luka.

3. Diagnose Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai status


kesehatan atau masalah aktual atau risiko mengidentifikasi dan menentukan intervensi
keperawatan untuk mengurangi, mencegah atau menghilangkan masalah kesehatan
klien yang ada pada tanggung jawabnya (Wartonah, 2011). Di lihat dari status
kesehatan klien, diagnosa ,dapat dibedakan menjadi actual, potensial, risiko dan
kemungkinan.

a. Aktual: diagnosa keperawatan yang menggambarkan penilaian klinik, yang harus


divalidasi perawat karena ada batasan mayor.

b. Potensial: diagnosa keperawatan yang menggambarkan kondisi klien, kearah yang


lebih positif (kekuatan pasien).

c. Risiko: diagnosa keperawatan yang menggambarkan kondisi klinis, individu, lebih


rentan mengalami masalah.

d. Kemungkinan: diagnosa keperawatan yang menggambarkan kondisi klinis


individu yang memerlukan data tambahan sebagai faktor pendukung yang lebih
akurat

Kemungkinan diagnosa yang muncul pada klien Penyakit Paru Obstruktif Kronis
adalah:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif

b. Gangguan pertukaran gas

c. Pola nafas tidak efektif

4. Analisa Data

Subjektif : Merupakan data yang dapat atau penilaian kita sendiri sesuai apa yang di
rasakan pasien saat di kaji

Objektif : Meliputi apa yang di rasakan pasien saat pengkajian dan data yang di
peroleh dari pemeriksaan penunjang atau pun hasil lab.

5. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan


yang spesifik.Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan.Oleh karena itu rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi factor-faktor yang memengaruhi masalah kesehatan klien.

1. Tindakan mandiri (independent) Adalah aktivitas perawatan yang didasarkan


pada kesimpulan dan keputusan sendiri bukan merupakan petunjuk atau perintah
petugas kesehatan lain.

2. Tindakan kolaborasi Adalah tindakan yang dilakukan atas dasar hasil keputusan
bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain.

6. Evaluasi keperawatan

Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah


kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan
anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang
kesehatan, patofisiologi dan strategi evaluasi.Tujuan evaluasi adalah untuk menilai
apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melangkah
pengkajian ulang (Lisimidar, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) (2016). Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK). Artikel diakses pada hari jumat tanggal 26 Juni 2016 jam
15.35 WIB di http://www.klikparu.com/2016

Eisner MD, Anthonisen N, Coultas D, Kuenzli N, Padilla R, Postma D, et. al., 2010. An
Official american thorocis sosiety public policy Statement : Novel risk factors and the
global burden of cronic obstructive pulmonary disease. Am J Respircrid Med, 182 (5) :
693-781.

Global Iniative For Chrocic Obstruktive Lung Disease. Pocket Guide to COPD Diagnosis,
Management, and prevention. 2014.

Koes, Irianto, 2014, Epidemioogi penyakit menular dan tidak menular, Bandung : Alfabeta.

Morton, 2012, Pemberian Pursed Lip Breathing Exercise Terhadap PenurunanTingkat


SesakNafas Pada Asuhan Keperawatan Tn.A Dengan PenyakitParu Obstruktif Kronik di
Ruang Anggrek RSUD DR.Moewardi Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai