Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)

RSUD RAA SOEWONDO PATI

Disusun oleh :

Nama : Dwi Kumala Sari

NIM : 232021010063

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

TAHUN AJARAN 2023/2024


1. Anatomi dan fisiologi
Anatomi saluran pernafasan terdiri atas saluran pernafasan atas (rongga hidung, sinus
paranasal, dan faring), saluran pernafasan bagian bawah (laring, trakhea, bronkhus,
dan alveoli), sirkulasi pulmonal (ventrikel kanan, arteri pulmonar, arteriola pulmonar,
kapiler pulmonar, venula pulmonar, vena pulmonar dan atrium kiri), paru (paru kanan
3 lobus, paru kiri 2 lobus), rongga peura dan otot-otot pernafasan.
Adapun fungsi dari sistem pernafasan antara lain :
a. Tempat terjadinya pertukaran gas dari atsmosfer dengan sirkulasi darah
b. Memindahkan udara dari dan ke permukaan paru
c. Melindungi dan menjaga mukosa pernafasan dari dehidrasi, perubahan suhu, atau
variasi lingkungan sekitar,serta mempertahankan permukaan mukosa lainnya dari
invasi bakteri patogen
d. Memproduksi bunyi atau suara untuk berbicara, bernyanyi, dan kegiatan
komunikasi verbal lainnya.
e. Menyediakan sensasi penciuman untuk dikirim ke sistem saraf pusat dari
epitelium saraf olfaktorius di bagian superior rongga hidung.
f. Secara tidak langsung, kapiler paru turut membantu regulasi volume dan tekanan
darah melalui kompresi angiotensin I ke angiotensin II.

Saluran pernafasan berfungsi untuk menghantarkan udara dari dan ke permukaan


paru. Saluran pernafasan terbagi menjadi zona konduksi dan zona respirasi. Zona
konduksi dimulai dari ringga hidung menuju faring. laring, trakhea, bronkhus,
bronkhiolus, dan terakhir bronkhiolus terminalis. Zona respirasi terdiri atas saluran
bronkhiolus respiratorius dan alveoli.

Proses penyaringan, penghangatan dan pelembapan udara yang masuk dimulai dari
saluran pernafasan bagian atas dan berlanjut pada sistem konduksi udara. Udara yang
mencapai alveoli telah bersih dari partikel- partikel asing dan bakteri patogen. Selain
itu, kelembapan dan suhu udara telah sesuai dengan batas yang mampu diterima oleh
alveoli. Semua proses tersebut terlaksana karena adanya mukosa respirasi yang
mengatur agar aktivitas tersebut berjalan secara optimal (Muttaqin Arif, 2008)

2. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi. Penyakit
ketiga yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah: Bronkitis
kronis Emfisema paru-paru, dan Asma bronkiale (Smelzer, 2001).
Menurut Global initiative for choronic Obstructive Lung Disease (GOLD) Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati,
ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang biasanya progresif
dan berhubungan dengan respon inflamasi kronis pada saluran nafas dan Paru-paru
terhadap terhadap partikel atau gas yang beracun (GOLD, 2015).
Penyakit paru Obstruksi kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang
mencakup Bronkitis kronik. Emfisema, dan Asma, yang merupakan kondisi
ireversibel yang juga berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran
masuk dan keluar udara paru-paru (Smelzer. 2001).
3. Etiologi
Etiologi penyakit menurut Muttaqin Arif (2008), penyebab dari PPOK adalah:
a. Kebiasaan merokok dalam aktu lama
b. Polusi udara oleh zat-zat pereduksi
c. Faktor keturunan
d. Umur
e. Jenis kelamin
f. Faktor sosial-ekonomi: Keadaan lingkungan dan ekonomi yang memburuk
4. Tanda Dan Gejala
Tanda Dan Gejala menurut Mansjoer (2000) pada pasien denganpenyakit Paru
Obstruksi Kronis adalah:
a. Batuk
b. Sputum putih atau mukoit, jika ada infeksi menjadi purolen atau mukapurolen.
c. Sesak nafas (dispnea): bersifat progresif sepanjang waktu, dan memburuk
apabila terkena infeksi pernafasan.
d. Reeves (2001) menambahkan manifestasi klinis pada pasien dengan penyakit
Paru Obstruksi Kronis adalah: Perkembangan gejala-gejala yang merupakan
ciri dari PPOK adalah malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang
manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak
khususnya yang makin menjadi disaat pagi hari. Nafas pendek sedang yang
berkembang mendi nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk
yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang dosertai
dengan produksi dahak yang semakin banyak.

Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat
badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan
mampu secara maksimal melaksanakan aktifitas atau yang menyangkut tanggung
jawab pekerjaannya. Pasien mudah sekai merasa lelah dan secera fisik banyak
yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari.

Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan
yang cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi
dahak yang makin melimpah. Penurunan daya kekuatan tubuh untuk beraktivitas,
kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunan kemampuan pencernaan
skunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sistem (GI) gastrointestinal.
Pasien dengan PPOK lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak
mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan dan aktivitas.

5. Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen
untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil
metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi.
Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah
peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi
adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari
gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi
berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai
untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk
gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama
(VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital
paksa (VEP1/KVP).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponenkomponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang
melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.
Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem
eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah
besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat
persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul
peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi
terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit
dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik
pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur
penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus,
maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena
ekspirasi normal terjadi akibat 7 pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah
inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan
terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).
6. PATHWAY
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut (Endah Retno
Hapsari, 2016):
a. Tes Faal Paru
Spirometri (FEVI. FEVI prediksi, FVC, FEV1/FVC) Obstruksi ditentukan
oleh nilai FEV1 prediksi (%) dan atau FEV1/FVC (%). FEV1 merupakan
parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan
memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak
mungkin dilakukan, APE meter ataupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai
alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari
20%.
b. Peak Flo Meter
o Radiologi (foto toraks)
Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru berupa
hiperinflasi atau hiperlusen, diafragma mendatar, corakan
bronkovaskuler meningkat, jantung pendulum, dan ruang retrosternal
melebar. Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih
normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi
juga untuk menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien.
o Analisa Gas darah
Harus dilakukan bila ada kecurigaan gagal nafas. Pada Hipoksemia
kronis kadar hemoglobin dapat meningkat.
o Mikrobiologi Sputum
c. Pemeriksaan EKG
d. Pemeriksaan laboratorium
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
a. Berhenti merokok harus jadi prioritas
b. Bronkodilator bermanfaat pada 20-40% kasus
c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam memperpanjang
usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,3
kPa dan FEV1 sebesar 1,5 liter).
d. Rehabilitasi Paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat
simtomatik yang signifikan pada pasien dengan penyakit sedang-berat.
e. Operasi penurunan volume paru juga memberikan perbaikan dengan
meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan potensi jalan nafas
(Davey, 2002).
Manajemen medis yang diberikan berupa (Muttaqin, 2008: 160)
1) Pengobatan farmakologi
a. Anti-inflamasi (kortikosteroid, natrium kromolin, dan lain-
lain)
b. Bronkodilator
c. Antihistamin
d. Steroid
e. Antibiotik
f. Ekspektora
g. Oksigen digunakan 3 l/menit dengan nasal kanul
2) Higiene paru
Bertujuan untuk membersihkan sekret dari paru
3) Latihan
Untuk mempertinggi kebugaran dan melatih fungsi otot skeleta
4) Menghindari bahan iritasi
Iritasi jalan nafas harus dihindari di antaranya asap rokok
5) Diet
Klien sering mengalami kesulitan makan karena adanya
dispnea. Pemberian makan porsi dikit tapi sering lebih baik
daripada makan sekaligus banyak.
9. Pengkajian
a. Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama: klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada.
2) Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA.
3) Riwayat penyakit dahulu: pernah menderita asma, CHF, AMI,
ISPA, batuk.
4) Riwayat penyakit keluarga: mendapatkan data riwayat
kesehatan keluarga pasien
c. Pola kesehatan fungsional
Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah:
1) Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah
kesehatan, adanya faktor risiko sehubungan dengan kesehatan
yang berkaitan dengan oksigen.
2) Pola metabolik-nutrisi
Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi
oksigenasi karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang
kurang gizi, mengalami kelemahan otot pernafasan.
3) Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat
devekasi), perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah,
ferkuensi)
4) Aktivitas-latihan
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang
mempengaruhi kebutuhan oksigenasi seseorang Aktivitas
berlebih dibutulikan oksigen yang banyak. Orang yang biasa
olahraga, memiliki peningkatan aktivitas metabolisme tubuh
dan kebutuhan oksigen.
5) Pola istirahat-tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola
istirahat.
6) Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien
terganggu atau tidak, penggunaan alat bantu dalam
penginderaan pasien.
7) Pola konsep diri-persepsi diri
Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang
(pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian
terhadap diri sendiri (gemuk/kurus).
8) Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang
memiliki kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi
seseorang.
9) Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji
10) Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang memengaruhi status oksigenasi pasien.
11) Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi,
adanya pantangan atau larangan minuman tertentu dalam
agama pasien.
d. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran: kesadaran menurun
2) TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
3) Head to toe
a) Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva
sianosis (karena hipoksemia), konjungtiva terdapat
petechie (karena emboli atau endokarditis)
b) Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas
dengan mengerutkan mulut
c) Hidung: Pemafasan dengan cuping hidung
d) Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak
simetris antara dada kanan dan kiri, suara nafas tidak
normal.
e) Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan
cepat (tacypnea), Pernafasan lambat (bradypnea).
10. Diagnosa keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hiperseksi jalan napas
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi perkusi
11. Intervensi Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
pola napas membaik
Kriteria Hasil :
a) Frekuensi napas dari cukup memburuk (2) menjadi cukup membaik (4)
b) Kedalaman napas dari cukup memburuk (2) menjadi cukup membaik (4)
Intervensi manajemen jalan napas
Observasi

a) Monitor pola napas


b) Monitor bunyi napas tambahan

Terapeutik

a) Posisikan semi fowler


b) Berikan oksigen
c) Edukasi
d) Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu

b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan


napas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
bersihan jalan napas meningkat
Kriteria Hasil :
a) Batuk efektif dari menurun (1) menjadi sedang (3)
b) Produksi sputum dari meningkat (1) menjadi sedang (3)
c) Wheezing dari meningkat (1) menjadi sedang (3)

Intervensi

a) Latihan batuk efektif

Observasi

a) Identifikasi kemampuan batuk


b) Monitor adanya retensi sputum

Terapeutik

a) Atur posisi semi fowler


b) Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
c) Buang sekret pada tempat sputum

Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedure batuk efektif
b) Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama
2 detik kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
c) Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
d) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke 3

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu


c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi perkusi
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan selama 2×24 jam diharapkan gangguan
pertukaran gas membaik
Kriteria hasil :
a) Tingkat kesadaran dari menurun(1) menjadi sedang (3)
b) Dispnea dari meningkat (1) ke menurun (3)

Intervensi

c) Terapi oksigen

Observasi

d) Monitor kecepatan aliran oksigen


e) Monitor posisi alat terapi oksigen
f) Monitor efektivitas terapi oksigen (mis. Oksimetri, analisa gas
darah), jika perlu
g) Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
Terapeutik
h) Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu
i) Berikan oksigen tambahan, jika perlu
j) Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas
pasien

Edukasi

k) Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah


l) Kolaborasi penentuan dosis oksigen
m) Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan atau tidur

12. Referensi
Ikawati. 2016. Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernafasan. Yogyakarta:
Bursa Ilmu
Imran, 2009. Klasifikasi Pengelompokan Penyakit Paru Obstruksi Kroni: Jakarta
Mubarak dan
Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Kebutuhan
Aktualisasi Diri. Jakarta: EGC
Muttaqin. Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
Nurjannah. 2005. Buku Ajar Pengkajian Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan.
Edisi 5. Jakarta
Oemanti. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Paru Obstruktif
Kronik.
Jakarta
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika
Potter dan Patricia. 1997. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC PPNI.
2007. Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator Diagnosis. Edisi 1.
Jakarta:DPP PPNI
2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Smeltzer. 2001. Buku ajar keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta EG Tarwoto
dan Wartonah.
2004. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika
Zullies. 2012. Pengkajian Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Yogyakarta:
Bursa Ilmu

Anda mungkin juga menyukai