Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN &

ASUHAN KEPERAWATAN Tn. S DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS


(PPOK)

OLEH :
NAMA : Moh Ikri K Sulani
NIM : 2114314201031

STIKES MAHARANI MALANG


PROGRAM STUDI NERS
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)


1. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru
yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai dengan adanya hambatan aliran
udara pada saluran pernapasan yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan
yang bersifat progresif ini terjadi karena adanya respon inflamasi paru akibat
pajanan partikel atau gas beracun yang disertai efek ekstraparu yang
berkontribusi terhadap derajat penyakit (Perhimpunan dokter paru Indoesia,
(2017).
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal
dengan COPD adalah : bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asma
bronchiale (S Meltzer, 2016)
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Penyakit Paru
Obstruksi Kronik merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis
kronis, bronkietaksis dan emfisema, obstruksi tersebut bersifat progresif
disertai hiperaktif aktivitas bronkus.
2. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik
menurut Arief Mansjoer (2015) adalah :
1) Kebiasaan merokok
2) Polusi Udara
3) Paparan Debu, asap
4) Gas-gas kimiawi akibat kerja
5) Riwayat infeki saluran nafas
6) Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin
Sedangkan penyebab lain Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut
David Ovedoff (2016) yaitu : adanya kebiasaan merokok berat dan terkena
polusi udara dari bahan kimiawi akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga
berkaitan dengan virus hemophilus influenza dan strepto coccus pneumonia.
3. Manifestasi Klinik
Tanda gejala yang umum muncul pada pasien dengan COPD atau
PPOK adalah sebagai berikut:
 Batuk produktif, pada awalnya intermiten, dan kemudian terjadi
hampir tiap hari seiring waktu
 Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukupurulent sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan
tambahan untuk bernafas Batuk dan ekspektorasi,dimana cenderung
meningkat dan maksimal pada pagi hari
 Sesak nafas setelah beraktivitas berat terjadi seiring dengan
berkembangnya penyakit pada keadaan yang berat, sesak nafas bahkan
terjadi dengan aktivitas minimal dan bahkan pada saat istirahat akibat
semakin memburuknya abnormalitas pertukaran udara.
 Pada penyakit yang moderat hingga berat, pemeriksaan fisik dapat
memperlihatkan penurunan suara nafas, ekspirasi yang memanjang,
ronchi, dan hiperresonansi pada perkusi
 Anoreksia
 Penurunan berat badan dan kelemahan
 Takikardia, berkeringat
 Hipoksia
4. Komplikasi
1) Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang
dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya
klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan
pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2) Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda
yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines,
tachipnea.
3) Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi
mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial
dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan
kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4) Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit
paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat.
Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis,
tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah
ini.
5) Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau
asidosis respiratory.
6) Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam
kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang
biasa diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi
vena leher seringkali terlihat.
5. Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu
pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran
karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga
tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan
keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara
alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang
sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu
gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan
aliran udara di saluran napas. Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok.
Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel
penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada
sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar
dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat
persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen.
Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi
terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan (GOLD, 2016).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif
merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas
saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran
udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat
pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian,
apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru
dan saluran udara kolaps (GOLD, 2016)
5. Gejala Klinis
Tanda Dan Gejala mempegaruhui Dua Tipe
b) Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue
bloater).
c) Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut:
1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
5. Mengi atau wheeze
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
8. Penggunaan otot bantu pernapasan
9. Suara napas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11. Edema kaki, asites dan jari tabuh.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1 Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
c) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah
bayangan bronkus yang menebal
d) Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan
pink puffer
b. Corakan paru yang bertambah
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan
VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR
(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut,
sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small
airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli
untuk difusi berkurang.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia
yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung
kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah
jantung kanan.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada
hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1
dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap
7. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
a) Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya
pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
b) Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas
harian.
c) Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
a) Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
d) Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
e) Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat
sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji
sensitivitas atau pengobatan empirik.
f) Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme)
masih controversial.
g) Pengobatan simtomatik.
h) Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
i) Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
b) Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
c) Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif
d) latihan dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
e) Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita
dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
e) Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri
penderita dengan penyakit yang dideritanya
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer. 2015. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta : Media


Aesculapius FKUI
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Jakarta:EGC
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2009.
Global Strategy for
The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic
ObstructivePulmonary Disease. Barcelona: Medical
Communications Resources. Available from:
http://www.goldcopd.org
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit Paru Obstruktf
Kronik :Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta. 2010
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan
Klasifikasi Smeltzer, Suzanna C. 2016. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Brunner dan Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta :
EGC.
Ovedoff David. 2016. Kapita Selekta Kedokteran.Dialihbahasakan oleh
Lyndon Saputra. Tangerang :Binarupa Aksara

Anda mungkin juga menyukai