Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK) PADA TN.A DI DIAMOND A RS


KARTINI

DI SUSUN OLEH:
Siti komalasari
(202101075)

Jln. Jend Sudirman Km. 2 Rangkasbitung, 42315


Telp. (0252) 201116 / 209831
Email : akperyatna@yahoo.co.id Website : www.akperyatna.co.id
LEBAK-BANTEN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (ppok)
1. PENGERTIAN PPOK
 Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan sekelompok penyakit

paru-paru yang ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara

sebagai gambaran patofisiologi utamanya dan berlangsung lama (Somantri,

2012).

 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau chronic obstructive pulmonary

disease (COPD) diperkirakan merupakan penyebab utama keempat kematian

di dunia,dengan riwayat klinis pasien-pasien menunjukkan morbiditas tinggi

yang berhubungan dan terjadi bersamaan. (CAIA FRANCIS 2008)

 COPD merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan batuk produktif dan

dispne dan terjadinya obstruksi saluran napas sekalipun penyakit ini bersifat

kronis dan merupakan gabungan dari emfisema, bronkiolitis kronik maupun

asma, tetapi dalam keadaan tertentu terjadi perburukan dari fungsi

pernapasan. Dalam beberapa keadaan perburukan dari COPD ini dapat

menyebabkan terjadinya kegagalan pernapasan, oleh karena itu istilah yang

sering digunakan adalah Acute on Chronic Respiratory Failure (ACRF),

(PROF. DR. H. TABRANI RAB 2017)

2. ETIOLOGI(penyebab)

Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor

risiko yang terdapat pada penderita antara lain:

 Merokok sigaret yang berlangsung lama.

 Polusi udara.

 Infeksi peru berulang.


 Umur.

 Jenis kelamin.

 Ras

 Defisiensi alfa-1 antitripsin.

 Defisiensi anti oksidan.

Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling

memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.

3. KLIPIKASI (JENIS)

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah

sebagai berikut:

 Bronkitis Kronik

Bonkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak,

sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan ter jadi paling sedikit selama 2 tahun

berturut-turut.

 Emfisema Paru

Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan anatomik paru

yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus

terminalis, yang disertai kerusakan dinding al veolus. Sesuai dengan definisi tersebut, maka

jika ditemukan kelainan beru pa pelebaran udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruksi

jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai

"overinflation".
 Asma

Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas ca bang-cabang

trakeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai

penyempitan saluran-saluran nafas secara periodic dan reversible akibat bronkospasme.

4. ANATOMI FISIOLOGI

5. TANDA DAN GEJALA

 Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:

1. Mempunyai gambaran klinik dominant ke arah bronchitis kronis (blue bloater).

2. Mempunyai gambaran klinik ke arah emfisema (pink puffers).

 Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:

1. Kelemahan badan.
2. Batuk.

3. Sesak nafas.

4. Sesak nafas saat aktivitas dan nafas berbunyi.

5. Mengi atau wheezeng

6. Ekspirasi yang memanjang.

7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.

8. Penggunaan otot bantu pernafasan.

10. Kadang ditemukan pernafasan paradoksal.

11. Edema kaki, asites dan jari tabuh.

6. PATOFISIOLOGI

Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebab kan

elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut,

kekuatan kontraksi otot pernafasan dapat berkurang sehingga sulit bernafas.Fungsi paru-

paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksi gen yang diikat oleh

darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat

hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga

disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi se perti fungsi ventilasi

paru.Faktor-faktor risiko tersebut di atas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus

dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari

kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang me ngalami

penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada
saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah

penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak

nafas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan

kesulitan ekspirasi dan menimbulkan peman jangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru:

Ventilasi, distribusi gas, difusi gas, mau pun perfusi darah akan mengalami gangguan

(Brannon, et al, 1993).

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut :

1.Pemeriksaan radiologis Pada bronchitis kronik

secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

 Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang para-

lel, keluar dari hilus menuju apeks paru.

 Corak paru yang bertambah.

Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

 Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan

bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan

pink puffer

 Corakan paru yang bertambah.

2. Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang ber

tambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEPI, KV.
dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory

flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal.

3. Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,

terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis.

4. Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung.

5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

6. Laboratorium darah lengkap.

8. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

 Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pafase

akut, tetapi juga fase kronik.

 Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian

 Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat didete

lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

 Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan kok,

menghindari polusi udara.

 Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

 Memberantas infeksi dengan antimikroba.


 Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator.

 Pengobatan simtomatik.

 Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.

 Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan

aliran lambat 1-2 liter/menit.

Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara Tapi eksaserbasi akut

dilakukan dengan:

 Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi

 Terapi oksigen diberikan jika terdapata kegagalan pernafasan karena hi

perkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO.,

 Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputumn dengan baik. 4.

Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termasuk di dalamnya

golongan adrenergik b dan anti kolinergik.

Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah:

1. Fisioterapi.

2. Rehabilitasi psikis.

3. Rehabilitasi pekerjaan (Mansjoer 2001: 481-482).

9. KOMPLISASI

1. Hipoxemia

Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,

dengan nilai saturasi Oksigen <85%.


2. Asidosis Respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia).

3. Infeksi Respiratory

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, pe

ningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa.

4. Gagal Jantung

Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus

diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat.

5. Cardiac Disritmia

6. Status asmatikus

10. ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian Keperawatan Pasien PPOK

 Pengkajian

Pengkajian mencakup informasi tentang gejala-gejala terakhir dan

manifesta si penyakit sebelumnya. Berikut ini beberapa pedoman pertanyaan

untuk mendapatkan data riwayat kesehatan dari proses penyakit:

1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernafasan?


2. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea?

3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?

4. Kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak nafas?

5. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?

6. Riwayat merokok?

7. Obat yang dipakai setiap hari?

8. Obat yang dipakai pada serangan akut?

9. Apa yang diketahui pasien tentang kondisi dan penyakitnya?

Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan sebagai

berikut:

1. Chest X-Ray:

Dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan

ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), pe

ningkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode

remisi (asthma).

2. Pemeriksaan Fungsi Paru:

Dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan abnor

malitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperki rakan

tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal:

Bronchodilator.

3. TLC: Meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun
pada emfisema.

4. Kapasitas Inspirasi: Menurun pada emfisema.

5. FEV1/FVC:

Ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital (FVC)

menurun pada bronchitis dan asthma.

6. ABGS:

Menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2

normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi sering kali

menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan

sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma).

7. Bronchogram: Dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps

bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus

(bronchitis)

8. Darah Komplit:

Peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil (asthma).

9. Kimia Darah:

Alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada emfisema

primer.

10. Sputum Kultur:

Untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan

sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.


11. ECG:

Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia

(bronchitis),gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, em

fisema), axis QRS vertikal (emfisema).

12. Exercise ECG, Stress Test:

Menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan, mengevaluasi keefektifan

obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.

13. Palpasi:

Palpasi pengurangan pengembangan dada? Adakah fremitus taktil menurun?

14. Perkusi:

Adakah hiperesonansi pada perkusi? Diafragma bergerak hanya sedikit?

15. Auskultasi:

Adakah suara wheezing yang nyaring? Adakah suara ronkhi? Vokal fremitus

nomal atau menurun?


11. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kecemasan

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan ventilasi

Perfusi

Diagnosa keperawatan (SDKI) Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan (SIKI)
(SLKI)

Bersihan jalan napas Setelah di lakukan intervensi Obsepasi


berhubungan dengan selama 3x24 jam maka
-identifikasi kemampuan batuk
hipersekresi jalan napas bersihan jalan napas dapat
teratasi dengan kriteria hasil: -monitor adanya retensi
Ds:
sputum
-batuk efektif meningkat
-dispnea
-monitor tanda dan gejala
-produksi sputum menurun
-sulit bicara
Terapeutik
-wheezing menurun
-ortopnea
-dispnea menurun
-Atur posisi semi-Fowler atau
-frekuensi napas membaik
Do: Fowler -Pasang perlak dan
-pola napas membaik bengkok di -pangkuan pasien
-batuk tidak efektif
Buang sekret pada tempat
-tidak mampu batuk sputum

-sputum berlebih

-mengi,sheezing dan /ronkhi Edukasi


kering

-Jelaskan tujuan dan prosedur


batuk efektif
-Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik

-Anjurkan mengulangi tarik


napas dalam hingga 3 kali

-Anjurkan batuk dengan kuat


langsung setelah tarik napas
dalam

Kolaborasi

-Kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu

Pola napas tidak efektif Setelah di lakukan intervensi Observasi


berhubungan dengan selama 3x24 jam maka pola
-Monitor pola napas
kecemasan. napas membaik dengan kriteria
(frekuensi, kedalaman, usaha
hasil:
napas)
-Ventilasi semenit meningkat
-Monitor bunyi napas
-Kapasitas vital meningkat tambahan (mis. gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi
-Diameter thoraks
kering)
anteriorposterior meningkat
-Tekanan ekspirasi meningkat -Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
-Tekanan inspirasi meningkat

-Dispnea menurun
Terapeutik
-Penggunaan otot bantu
-Pertahankan kepatenan jalan
Napas menurun
napas dengan head-tilt dan
-Pemanjangan fase ekspirasi chin-lift (jaw-thrust jika curiga
menurun trauma servikal)

-Ortopnea menurun -Posisikan semi-Fowler atau

-Pernapasan pursed-lip Fowler

menurun -Berikan minum hangat

-Pamapasan cuping hidung -Lakukan fisioterapi dada, jika


menurun perlu

-Frekuensi napas membaik -Lakukan penghisapan lendir

-Kedalaman napas Ekskursi kurang dari 15 detik

dada membaik -Lakukan hiperoksigenasi


sebelum penghisapan
endotrakeal

-Keluarkan sumbatan banda


padat dengan forsep McGill

-Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

-Anjurkan asupan cairan 2000


ml/hari, jika tidak
kontraindikasi

-Ajarkan teknik batuk efektif


Kolaborasi

-Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,mukolitik, jika
perlu.
Gangguan pertukaran gas Setelah di lakukan intervensi Observasi
berhubungan dengan ketidak selama 3x24 jam maka
-Monitor frekuensi, irama,
seimbangan ventilasi -perfusi gangguan pertukaran gas
kedalaman dan upaya napas
meningkat dengan kriteria
hasil: -Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea,
-Dispnea menurun
hiperventilasi, Kussmaul,
-Bunyi napas tambahan Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
menurun
-Monitor kemampuan batuk
-Pusing menurun efektif Monitor adanya
produksi sputum
-Penglihatan kabur menurun
-Monitor adanya sumbatan
-Diaforesis menurun
jalan napas Palpasi
-Gelisah menurun kesimetrisan ekspansi paru

-Napas cuping hidung menurun -Auskultasi bunyl napas

-PCO₂ membaik -Monitor saturasi oksigen

-PO2 membaik -Monitor nilai AGD

-Takikardia membaik -Monitor hasil x-ray toraks

-pH arteri membaik Terapeutik

-Sianosis membaik -Atur interval pemantauan

-Pola napas membaik respirasi sesuai kondisi pasien


Dokumentasikan hasil
-Warna kulit membaik
pemantauan

Edukasi

-Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Adhi, Bayu. T1, Rodiyatul F. S. dan Hermansyah,2011. An Early Detection

Method of Type 2 Diabetes Mellitus in Public Hospital. Telkomnika, Vol.9,

No.2, August 2011, pp. 287-294.

Agustina, Tri 2009. Gambaran Sikap Pasien Diabetes Melitus Di Poli Penyakit Dalam Rsud

Dr.Moewardi Surakarta Terhadap Kunjungan Ulang Konsultasi Gizi. KTI D3. Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Fitri Nurmanili S. 2010. Gambaran pengetahuan tentang penderita DM tipe 2 Terhadap

penyakit dan Pengelolaan DM tipe 2 di RSUP. H. ADAM MALIK

MEDAN. Fakultas Kedokteran Sumatera Utara Medan.

Lewis, et al. (2010). Medical Surgical Nursing "Assesment and Management

of Clinical Problems". Philadhephia: Mosby.

Pearce, Evelyn C. 2014. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai