Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN PREKLINIK

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PPOK

Dosen Pengampu: Esi Afriyanti


Oleh: Yurniati
1711312045

Jurusan Ilmu Keperawatan


Fakultas Keperawatan
Universitas Andalas
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, hidayah, serta

hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan Pre Klinik tentang “PPOK”

ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang

telah menjadi guru terbaik dan menjadi suri tauladan bagi umat islam seluruh dunia. Laporan

Pendahuluan ini saya susun untuk memenuhi syarat awal mengikuti siklus Keperawatan Medikal

Bedah di Rumah Sakit UNAND dan saya berharap LP ini dapat bermanfaat bagi pribadi maupun

sipembaca.

Dalam menyusun LP ini, saya berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkan sumber-sumber dan

informasi, baik dari buku-buku yang telah direkomendasikan oleh dosen maupun jurnal lainnya.

Untuk itu saran dan kritik penulis harapkan berkenaan dengan pembuatan LP ini, demi

kesempurnaannya. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.

Padang, 4 November 2019

Penulis
Format Laporan Pendahuluan
A. Landasan Teoritis Penyakit
1. Defenisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), bahasa Inggris: Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) adalah penyakit paru kronik. PPOK ditandai dengan
keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas tidak sepenuhnya reversibel, bersifat
progresif, dan biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh
pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik.
Menurut tinjauan pustaka:

1) PPOK Merujuk pada sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara


dari dan keluar Paru. Gangguan yang penting adalah Bronkhitis Obstruktif,
Emphysema dan Asthma Bronkiale
2) Suatu kondisi dimana aliran udara pada paru tersumbat secara terus menerus.
Proses penyakit ini adalah seringkali kombinasi dari 2 atau 3 kondisi berikut ini
(Bronkhitis Obstruktif Kronis, Emphysema dan Asthma Bronkiale) dengan
suatu penyebab primer dan yang lain adalah komplikasi dari penyakit primer.
 Bronkhitis Kronis
Gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukakn mucus yang
berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk
kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling
sedikit 2 tahun berturut – turut.
 Emphysema
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding
alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar.
 Asthma Bronkiale
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat
dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan
manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh
peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas.
Asthma dibedakan menjadi 2:
 Asthma Bronkiale Alergenik
 Asthma Bronkiale Non Alergenik
Asthma tidak dibahas di sini karena gejala dan tanda lebih
spesifik dan ada pembahasan khusus mengenai penyakit asma

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel.

Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya. Bronkitis
kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena bronkitis kronik
merupakan diagnosis klinis sedangkan emfisema merupakan diagnosis patologi.

Dalam menilai gambaran klinis pada PPOK harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:

a) Onset (awal terjadinya penyakit) biasanya pada usia pertengahan


b) Perkembangan gejala bersifat progresif lambat
c) Riwayat pajanan, seperti merokok, polusi udara (di dalam ruangan, luar
ruangan dan tempat kerja).
d) Sesak pada saat melakukan aktivitas
e) Hambatan aliran udara umumnya ireversibel (tidak bisa kembali normal).

2. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) adalah:
a) Kebiasaan merokok
b) Polusi udara
c) Paparan debu,asap,dan gas-gas kimiawi akibat kerja
d) Riwayat infeksi saluran nafas
e) Bersifat genetik yaitu difisiensi α-1 antitripsin merupakan predisposisi untuk
berkembangnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik dini
3. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah:
a) Batuk
b) Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukopurulen.
c) Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas

Dalam menilai gambaran klinis pada PPOK harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:

 Onset (awal terjadinya penyakit) biasanya pada usia pertengahan,


 Perkembangan gejala bersifat progresif lambat
 Riwayat pajanan, seperti merokok, polusi udara (di dalam ruangan, luar
ruangan dan tempat kerja)
 Sesak pada saat melakukan aktivitas
 Hambatan aliran udara umumnya ireversibel (tidak bisa kembali
normal).
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain:

- Radiologi (foto toraks)

- Spirometri

- Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan telah terjadi hipoksia


kronik)

- Analisa gas darah

- Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi eksaserbasi)

Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK


ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis
penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien.

Hasil pemeriksaan radiologis dapat berupa kelainan:

 Paru hiperinflasi atau hiperlusen


 Diafragma mendatar
 Corakan bronkovaskuler meningkat
 Bulla
 Jantung pendulum

Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK:

Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan Perkumpulan


Dokter Paru Indonesia (PDPI) / Gold tahun 2005 sebagai berikut:

1) PPOK Ringan
Gejala klinis:
 Dengan atau tanpa batuk
 Dengan atau tanpa produksi sputum
 Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1
Spirometri:
 VEP1 • 80% prediksi (normal spirometri) atau
 VEP1 / KVP < 70%
2) PPOK Sedang
Gejala klinis:
 Dengan atau tanpa batuk
 Dengan atau tanpa produksi sputum.
 Sesak napas: derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).

Spirometri:

 VEP1 / KVP < 70% atau


 50% < VEP1 < 80% prediksi.
3) PPOK Berat
Gejala klinis:
 Sesak napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik.
 Eksaserbasi lebih sering terjadi
 Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.

Spirometri:

 VEP1 / KVP < 70%,


 VEP1 30% dengan gagal napas kronik
 Gagal napas kronik pada PPOK ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan analisa gas
darah, dengan kriteria:
 Hipoksemia dengan normokapnia atau
 Hipoksemia dengan hiperkapnia
5. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
 Berhenti merokok harus menjadi prioritas.
 Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada 20-40%
kasus.
 Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam memperpanjang
usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,
3 kPa dan FEV 1 sebesar 1, 5 L).
 Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat
simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit sedang-berat.
 Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan
meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan patensi jalan nafas.
(Davey, 2002)
b. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
 Mempertahankan patensi jalan nafas
 Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
 Meningkatkan masukan nutrisi
 Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
 Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program
pengobatan (Doenges, 2000)

Penatalaksanaan PPOK dibedakan atas tatalaksana kronik dan tatalaksana


eksaserbasi, masing masing sesuai dengan klasifikasi (derajat) beratnya (Lihat Buku
Penemuan dan Tatalaksana PPOK). Secara umum tata laksana PPOK adalah sebagai
berikut:

a) Pemberian obat obatan


 Bronkodilator
Dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada eksaserbasi
digunakan oral atau sistemik.
 Anti inflamasi
Pilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk penggunaan
jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid positif. Pada
eksaserbasi dapat digunakan dalam bentuk oral atau sistemik.
 Antibiotik
Tidak dianjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan
eksaserbasi.
Pilihan antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola kuman
setempat.
 Mukolitik
Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai pengobatan
simtomatik bila tedapat dahak yang lengket dan kental.
 Antitusif
Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu. Penggunaan
secara rutin kontraindikasi merupakan
b) Pengobatan penunjang
 Rehabilitasi
 Edukasi
 Berhenti merokok
 Latihan fisik dan respirasi
 Nutrisi
c) Terapi oksigen
Harus berdasarkan analisa gas darah baik pada penggunaan jangka panjang atau
pada eksaserbasi. Pemberian yang tidak berhati hati dapat menyebabkan
hiperkapnia dan memperburuk keadaan. Penggunaan jangka panjang pada PPOK
stabil derajat berat dapat memperbaiki kualitas hidup
d) Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik invasif digunakan di ICU pada eksaserbasi berat. Ventilasi
mekanik noninvasif digunakan di ruang rawat atau di rumah sebagai perawatan
lanjutan setelah eksaserbasi pada PPOK berat
e) Operasi paru Dilakukan bulektomi bila terdapat bulla yang besar atau transplantasi
paru (masih dalam proses penelitian di negara maju)
f) Vaksinasi influenza
Untuk mengurangi timbulnya eksaserbasi pada PPOK stabil. Vaksinasi influenza
diberikan pada:
 Usia di atas 60 tahun
 PPOK sedang dan berat
6. KOMPLIKASI

Komplikasi yang biasa ditimbulkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau
chronic obstructive pulmonary disease (COPD) diantaranya adalah:

 Cor Pulmonale
 Pneumonia Rekuren
 Anemia
 Polisitemia Vera
 Pneumothoraks
 Gagal nafas
 Depresi

7. WOC
B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan:
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU
OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)
1. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi:
a) Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi,
pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.
b) Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari


pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan Penyakit
Paru Obstriksi Kronik (PPOK) di dapatkan keluhan berupa sesak nafas.

 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun
dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-
keluhannya tersebut.

 Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan keluhan


yang sama.

 Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-


penyakit yang sama.

 Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.

c) Fungsional Gordon
 Bernafas

Kaji pernafasan pasien. Keluhan yang dialami pasien dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronik ialah batuk produktif/non produktif, dan sesak nafas.

 Makan dan Minum

Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien
dengan PPOK akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas
dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi
akibat proses penyakit.

 Eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan


defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah,
pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi,
selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan
peristaltik otot-otot tractus degestivus.

 Gerak dan Aktivitas

Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Pasien
akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal

 Istirahat dan tidur

Akibat sesak yang dialami dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan
kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah
sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.

 Kebersihan Diri
Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus
dibantu oleh orang lain.

 Pengaturan suhu tubuh

Cek suhu tubuh pasien, normal (36°-37°C), pireksia/demam (38°-40°C),


hiperpireksia=40°C< ataupun hipertermi <35 span="">

 Rasa Nyaman

Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien. Nyeri dada


meningkat karena batuk berulang (skala 5)

 Rasa Aman

Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakit yang dialaminya

 Sosialisasi dan Komunikasi

Observasi apakan pasien dapat berkomunikasi dengan perawat dan keluarga


atau temannya.

 Bekerja

Tanyakan pada pasien, apakan sakit yang dialaminya menyebabkan


terganggunya pekerjaan yang dijalaninya.

 Ibadah

Ketahui agama yang dianut pasien, kaji berapa kali pasien shalat, dll.

 Rekreasi

Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja meluangkan


waktunya untuk rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik yang tepat saat
depresi.

 Pengetahuan atau belajar


Seberapa besar keingintahuan pasien untuk mengatasi sesak yang dirasakan.
Disinilah peran kita untuk memberikan HE yang tepat dan membantu pasien
untuk mengalihkan sesaknya dengan metode pemberian nafas dalam.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga
dan infeksi bronkopulmonal.
 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
 Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan akibat sesak,
pengaturan posisi dan pengaruh lingkungan.
 Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
3. INTERVENSI
 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga
dan infeksi bronkopulmonal.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan nafas kembali efektif
Kriteria Hasil:
 Menunjukkan jalan nafas yang paten
 Mampu mengidentifikasi dan mencegah factor yang dapat menghambat
jalan nafas
 Suara nafas bersih, tidah ada sianosis dan dyspneu(mampu bernafas dengan
mudah)

Intervensi:

 Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.


Rasional: Mencegah terjadinya dehidrasi
 Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik
dan batuk.
Rasional: Mengajarkan cara batuk efektif
 Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB
Rasional: Mengatasi sesak yang dialami pasien
 Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol,
suhu yang ekstrim, dan asap.
 Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter
dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan
sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan.
Rasional: Pemberian tindakan pengobatan selanjutnya
 Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.

 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,


bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ketidakefektifan pola
nafas pasien dapat teratasi
Kriteria Hasil:
 Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal
 Bunyi nafas terdengar jelas.

Intervensi:

 Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap


perubahan yang terjadi.
Rasional: Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan,
kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
 Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan
kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional: Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi
paru bisa maksimal.
 Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon
pasien).
Rasional: Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru.
 Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional: Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam.
Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
 Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan
Rasional: Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan
mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia
 Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan akibat sesak,
pengaturan posisi dan pengaruh lingkungan.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan istirahat dan tidur
pasien terpenuhi.

Kriteria hasil:

 Pasien tidak sesak nafas


 Pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan
 Pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit
 Pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari

Intervensi:

 Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.


Rasional: Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan
memperlancar peredaran O2dan CO2.
 Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan
pasien sebelum dirawat.
Rasional: Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur
akan mengganggu proses tidur.
 Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur
Rasional: Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
 Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional: Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap
kondisi pasien.
 Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan asupan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria Hasil:
 Peningkatan berat badan
 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

Intervensi:

 Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.


Rasional: Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya,
kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya
nutrisi bagi tubuh.
 Auskultasi suara bising usus.
Rasional: Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya
gangguan pada fungsi pencernaan.
 Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional: Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
 Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional: Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu
makan.
 Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional: Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak
selingan memudahkan reflek.
 Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet TKTP.
Rasional: Diet TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan
pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua
asam amino esensial.
 Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya
(zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 %
dari kebutuhan.
Rasional: Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah
asam lemak dalam tubuh.

4. IMPLEMENTASI

Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya:

Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi; ketrampilan


interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang
tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon
pasien. Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi
yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien.

5. EVALUASI

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota
team kesehatan lainnya.

Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Jual. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6. Jakarta:
EGC.

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II, edisi ketiga. Jakarta: balai Penerbit FKUI.

Price, Sylvia A. Dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume
1. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddarth Edisi
8 Volume 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai