Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)

NAMA : MARHAMAH

NIM : P031814401058

PRODI : DIII KEPERAWATAN 3B

CLINICAL TEACHER (CT) CLINICAL INSTRUCTURE (CI)

Ns. Ardenny, S.Kep, M.Kep Ns. Welmi Yulius, S.Kep

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES RIAU

JURUSAN KEPERAWATAN

TA 2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) ditandai dengan obstruksi jalan
nafas yang ireversibel dan peningkatan usaha bernapas. Istilah lainnya adalah
COLD dan COAD (Chronic obstructive lung/airway disease; penyakit paru/jalan
napas obstrurtif kronik). PPOK meliputi bronkitis kronis dan emfisema yang
sering terjadi bersamaan (Ward, 2006). Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh
meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya paparan faktor risiko,
seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin
banyaknya jumlah perokok, khususnya pada kelompok usia muda, serta
pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja
(Mangunnegoro, 2003).
PPOK adalah manifestasi dari penyakit paru kronik yang progresif dan
ireversibel, sehingga pada penampilan klinis (keluhan dan tanda klinis yang
menonjol) adalah gambaran perburukan penyakit dari waktu ke waktu. Salah satu
manifestasi klinisnya adalah sesak nafas (PDPI, 2003). Menurut Mahler dkk
(2009), dalam penelitian ditemukan bahwa tingkat keparahan sesak nafas dapat
dikaitkan dengan tingkat keparahan penyakit yang diderita pasien. Penilitian
tersebut juga menyimpulkan bahwa pemantauan sesak nafas pada penderita
PPOK dapat dijadikan tolak ukur penatalaksanaan PPOK sesuai dengan tingkat
keparahannya.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP PPOK
1. Definisi PPOK
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit
tidak menular. World Health Organization (WHO) dalam Global Initiative for
Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) tahun 2015 mendefinisikan
bahwa PPOK adalah penyakit paru yang ditandai oleh hambatan aliran udara
yang bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya.
PPOK merupakan suatu istilah yang sering diguanakan untuk sekelompok
penyakir paru-paru yang berlangsung lama dan ditanndai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebaga gambaran patofisiologi utamanya.
Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan adalah bronkitis kronis,
emfisiema paru-paru, asma bronchitis. (Smeltzer 2007 : 198)

2. Etiologi PPOK
Ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya PPOK yaitu rokok, infeksi dan
polusi.
1) Rokok
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control,
rokok adalah penyebab utama timbulnya ppok. Secara fisiologi rokok
berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukosa bronkus dan
metaplasia skuamulus epitel saluran pernafasan. Rokok juga dapat
menyebabkan bronko kontriksi akut. menurut Crofton & Douglas
merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage
alveolar dan surfaktan.
2) Infeksi
Infeksi saluran pernafasan bagian atas pada seseorang penderita
bronchitiskronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah.
Serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi bronchitis
cronik diperkirakan paling sering diawali dengan infeksi virus yang
kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
3) Polusi
Polusi zat-zat kimia yang juuga dapat menyebabkan bronchitis adalah zat
pereduksi seperti CO2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon,
aldehid dan ozon.

3. Manifestasi Klinik
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien
PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu
kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan
produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah
menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin bertambahnya parahnya
batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama,
sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama
sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang
menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita PPOK
berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas
dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
Tanda dan gejalanya adalah :
a. kelemahan badan
b. batuk
c. sesak nafas
d. whezing
e. ekspirasi memanjang
f. produksi sputum yang bertambah
4. Patofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang
disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang.
Dalam usia yang lebih lanjut kekuatan kontraksi otot pernafasan juga dapat
berkurang sehingga sulit bernafas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang. Yakni jumlah
oksigen yang diikat oleh darah dalam paru paruuntuk digunakan didalam
tubuh. Konsumsi oksiigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke
paruparu. Berkurangnya fungsi paru paru juga disebabkan oleh berkurangnya
fungsi sistem respirasi seperti fugsi ventilasi paru.
Faktor – faktr resiko diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus
dan jugamenimbulkna kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat
dari kerusakan akan mengakibatkan penutupan atau obstruksi awal fase
ekspirasi. Udara yang msuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirsi
banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air
traping). Hal inilah yang mengakibatkan ada nya keluhan sesek nafas dengan
segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasiakan menimbulkan
kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungs
fungsi paru sebagai ventilasi, difusi gas, maupun perfusi darah akan
mengalami gangguan.
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul
peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan
5. Pathway

6. Klasifikasi Kasus
Klasifikasi penyakit PPOK adalah :
1) Bronkitis kronik
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan
pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan
termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum
selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut
(Bruner & Suddarth, 2002).
2) Emfisiema paru
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding
alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner &
Suddarth, 2002).
3) Asma bronchial
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari
trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan
manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan
yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002).

7. Penatalaksanaan Medik dan Keperawatan


Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1) Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada
fase akut, tetapi juga fase kronik.
2) Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3) Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1) Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2) Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3) Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat
sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas
atau pengobatan empirik..
4) Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran 1 - 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1) Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
2) Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
3) Latihan dengan olah raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
4) Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan radiologi
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan: Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-
garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan
tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah
pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan
pink puffer.
3) Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat
penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal)
atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR,
sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada
stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran
napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
4) Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul
sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin
sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
5) Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal
pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih
dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
6) Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
7) Laboratorium darah lengkap

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian mencakup informasi tentang gejala gejala terakhir dan manifestasi
klinis penyakit sebelum. Beberapa pertanyaan untuk mendapatkan data
riwayat kesehatan :
a. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan bernafas?
b. Berapa jauh batasan pasien terhadap intoleransi aktivitas?
c. Kapan pasien mengeluh sesek nafas?
d. Apakah pasien mempunyai riwayat merokok?
e. Obat apa yang dikonsumsi setiap hari?
Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemmeriksaan
sebagai berikut :

a. Frekuensi nadi dan pernafasan pasien


b. Apakah ada kontraksi otot otot abdomen selama inspirasi
c. Apakkah ada batuk?
d. Apakah ada peningkatan kegelisahan?

2. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi
perfusi
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia,
mual muntah.

3. Intervensi Keperawatan

No dx Tujuan dan KH Intervensi


1 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV
keperawatan selama 3 x 24 2. Monitor respirasi pasien
jam maka bersihan jalan 3. Berikan posisi semi flower
nafas teratasi dengan KH : 4. Berikan O2 untuk mencegah sesek
- Frekuensi nafas dalam nafas
batas normal 5. Ajarkan relaksasi nafas dalam
6. Kolaborasi dengan tim medis

2 setelah dilakukan tindakan 1. Auskultasi suara nafas


keperawatan selama 3x24 2. Berikakn posisi semi flower
jam maka pola nafas tidak 3. Ajarkan cara batuk efektif
efektif teratasi dengan KH : 4. Kolaborasi dengan dokter
- Tidak ada dispesia
- Irama nafas dan
frekuensi nafas dalalm
batas normal
- Pasien mampu bernafas
dengan mudah

3 setelah dilakukan tindakan 1. Kaji bunyi nafas abnormal


keperawatan selama 3x24 2. Berikan oksigen sesuai dosis
jam maka gangguan 3. Ajarkan batuk efektif
pertukaran gas teratasi 4. Kolaborasai dengan dokter untuk
dengan KH : pemberian oobat bronkodilator
- TTV dalam batas normal
- Memilhara kebersihan
paru dan bebas dari
suara abnormal paru

4 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji TTV


keperawatan selama 3x24 2. Kaji tingkat ketergantungan pasien
jam masalah intoleransi 3. Bantu pasien dalam pemenuhan
aktifitas dapat teratasi kebutuhan ADL
dengan kriteria hasil : 4. Bantu pasien memilih aktifitas
- Pasien dapat melakukan sesuai kemampuan
aktifitas secara bertahap 5. Kolaborasi dengan keluarga
- Pasien dapat beraktifitas
tanpa bantuan orang lain

5 setelah dilakukan tindakan 1. Kaji apakah ada alergi makanan


selama 3x24 jam maka 2. Berikan makan sedikit tapi sering
gangguan pola nutrisi 3. Berikan pengetahuan pada pasien
teratasi dengan KH: pentingnya kebutuhan nutrisi
- Nafsu makan bertambah 4. Kolaborasi dengan ahli gizi
- Tidak mual muntah

4. Implementasi Keperawatan
Implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku perawat
yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain
untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan
dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat
respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya
dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai
efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan
pelaksanaan. Evaluasi disusun menggunakan SOAP :
S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
A:  Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P:   Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
Daftar Pustaka

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2.


Jakarta, EGC

Tim Pokja SDKI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI).
Tim Pokja SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI).
Tim Pokja SLKI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI).
Dinda. (2018). Laporan Pendahuluan PPOK.
https://www.academia.edu/37422991/LAPORAN_PENDAHULUAN_PPOK_P
ENYAKIT_PARU_OBSTRUKTIF_KRONIK_atau_CHRONIC_OBSTRUCTIV
E_PULMONARY_DISEASE_COPD. Diakses pada Selasa 27 Oktober 2020
pukul 16.16

Anda mungkin juga menyukai