Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN I 50 TAHUN DENGAN DIAGNOSA PPOK


DI RUANG RAWAT INAP INTERNA RSI DARUS SYIFA’
SURABAYA

Disusun oleh :
CICIK NURMA TRISTANTI
NIM 2022090004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS GRESIK
2022
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA TN I 50 TAHUN DENGAN DIAGNOSA PPOK
DI RUANG RAWAT INAP INTERNA RSI DARUS SYIFA’
SURABAYA

HARI : JUMAT
TANGGAL : 26 AGUSTUS2022

MAHASISWA

CICIK NURMA TRISTANTI

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK

DIMAS HADI PRAYOGA, S.Kep.Ns,M.Kes UMUL KARIMAH, S.Kep.Ns


NIDN. 0706059403 NPP. 03.060.03.01

KEPALA RUANGAN INTERNA

UMUL KARIMAH, S.Kep.Ns


NPP. 03.060.03.01
LAPORAN PENDAHULUAN

PPOK

a. Konsep Dasar Penyakit PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)


1. Pengertian

PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, ditandai


dengan adanya gejala pernafasan berkepanjangan dan hambatan aliran
udara kronik akibat kelainan di alveolus ataupun saluran nafas umumnya
disebabkan karena paparan partikel atau gas berbahaya (Liwang,Ferry:
2020)
PPOK/COPD (CronicObstructionPulmonaryDisease) merupakan
istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang
berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya
(Price,SylviaAnderson :2005)
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal
dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma
bronchiale (S Meltzer, 2001)

PPOK adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan


dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-
paru (Bruner&Suddarth, 2002).
PPOK merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan
ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-
duanya (Snider, 2003).
Menurut Djojodibroto (2014) istilah Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) ditujukan untuk mengelompokkan penyakit-penyakit yang
mempunya gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan. Masalah
yang menyebabkan terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak pada
saluran pernapasan maupun pada parenkim paru. Kelompok penyakit yang
dimaksud adalah bronkitis kronik (masalah pada saluran
pernapasan),emfisema (masalah pada parenkim).
Sedangkan menurut Padila (2012) Penyakit Paru Obstruktif
Menahun / Kronik merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara. Ketiga penyakit yang
membentuk kesatuan PPOK adalah bronkitis kronis, emfisema dan asma
bronkial.
Jadi dapat disimpulkan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
adalah kelompok penyakit yang bisa disebabkan oleh asma
bronkial,emfisema atau bronkitis kronis yang ditandai dengan peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai patofisiologi utamanya.

2. Etiologi

Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari


jumlah partikel gas yang dihirup oleh seorang individu selama
hidupnya. Partikel gas ini termasuk :
1 Asap rokok
a. Perokok aktif
b. Perokok pasif
2 Polusi udara
a. Polusi didalam ruangan – asap rokok –asap kompor
b. Polusi diluar ruangan - gas buang kendaraan bermoto - debu
jalanan
3 Polusi ditempat kerja (bahan kimia,zat iritasi,gas beracun)
4 Infeksi saluran nafas bawah berulang

3. Manifestasi Klinis

Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada


pasien PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul
lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan
produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah
menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin bertambahnya
parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung
lama,sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang
sama sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang
menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita PPOK
berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas
danp ada saat mengalami eksaserbasi akut.
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:
1) Batuk bertambah berat
2) Produksi sputum bertambah
3) Sputum berubah warna
4) Sesak nafas bertambah berat
5) Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6) Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
7) Penurunan kesadaran

4. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:


1 Pemeriksaan radiologi
a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farmlines terlihat bayangan garis-garis
yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan
tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.

2) Corak paru yang bertambah

b. Pada emfisema paru terdapat2 bentuk kelainan foto dada yaitu:


1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary
oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada
emfisema panlobular dan pinkpuffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
3) Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR
yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat
penurunanVEP1,KV,dan KAEM ( kecepatan arum ekspirasi maksimal)
atau MEFR (maximal expiratory flowrate), kenaikan KRFdan VR,
sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebihjelas pada
stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran
napas kecil (smallairways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
2 Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun,timbul
sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin
sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
3 Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clockwise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P
pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio
R/S lebih dari 1danV6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet.
4 Kultur sputum, untuk mengetahui patogen penyebab infeksi.
5 Laboratorium darah lengkap

5. Penatalaksanaanmedis

Tujuan penatalaksanaan PPOKadalah:


1 Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya
pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
2 Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas
harian.
3 Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1 Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2 Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3 Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat
sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji
sensitivitas atau pengobatan empirik.
4 Mengatasi bronko spasme dengan obat-obat bronkodilator.
Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi
(bronkospasme) masih kontroversial.
5 Pengobatan simtomatik.
6 Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7 Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran lambat1 -2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1 Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
2 Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
3 Latihan dengan beban oalhraga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
4 Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita
dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis):
1 Pencegahan: Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2 Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan:
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H.Influenza dan
S.Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau
eritromisin 4×0.56/har iAugmentin (amoksilin dan asam
klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya
adalah H.Influenza dan B.Cacarhalis yang memproduksi B.
Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol,
amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami
eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu
mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari
selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-
tanda pneumonia,maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan
karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan
baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk
didalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien
dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250
mg diberikan tiap 6jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-0,56
Iv secara perlahan.
3 Terapi jangka panjang dilakukan:
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin
4×0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran
napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan
pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi
4 Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5 Mukolitik dan ekspektoran
6 Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal
napas tipe II dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg). Rehabilitasi, pasien
cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi,
untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
6. WOC
Asap rokok atau partikel berbahaya

Saluran nafas

Inflamasi saluran nafas

Saluran
Peningkatan enzim neutrophil infeksi
nafas
dan matrix metalloproteinase
menyempit /
bronkokontr
Elastisitas paru menurun iksi Leukosit meningkat

Ekspansi paru menurun Batuk Imun menurun

Suplay O2 Kompensasi
tdk adekuat tubuh untuk Bersihan jalan Kuman pathogen dan
keseluruh memenuhi nafas tidak efektif endogen difagosit
tubuh kebutuhan O2
makrofag Gangguan nutrisi kurang dari
dg
Hipoksiameningkatkan kebutuhan
frek nafas

Kontraksi
Sesak otot
pernafasan
Penggunaan
Ganggu energi untuk
pernafasan
an
Pola meningkat
Pertuka
Nafas
ran Gas
tidak
efektif
Intoleransi
aktivitas

b. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Perawatan
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar
utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk
rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit (Widyorinietal.
2017).
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, pendidikan, agama,
suku bangsa.
b. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien PPOK untuk datang
kerumah sakit adalah sesak.
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan keluhan sesak, lemas, demam.
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Riwayat alergi (obat,
makanan). Riwayat obat obatan yang digunakan.
e. Riwayat Gizi
Pola makan, makanan kesukaan, riwayat alergi makan. Berat badan.
Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, nafsu makan berkurang dan
menurun.
f. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen.
g. TTV dan nyeri : Berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung
serta tekanan.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien


terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
pada kasus PPOK yaitu (SDKI DPP PPNI 2017) :

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,


peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi
perfusi
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
d. Intoleransiaktivitas berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia,
mual muntah.

2. Perencanaan Perawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome)
yang diharapkan (SIKI DPP PPNI 2018) (SLKI DPP PPNI2019).
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Tujuan : Jalan nafas efektif
Kriteria Hasil:
1. Dyspnea menurun
2. Frekuensinafasmembaik
3. Wheezing menurun
4. Produksi Sputum menurun
Intervensi:
Observasi
1. Identifikasi indikasi dilakukan fisioterapi dada (mis:hipersekresi,
sputum kental dan tertahan,tirah baring lama)
2. Identifikasi kontraindikasi fisioterapi dada (mis:ekserbasi PPOK akut,
pneumonia tanpa produksi sputum berlebih, ca paru-paru)
3. Monitor status pernapasan (kecepatan, irama, suara, kedalaman)
4. Periksa segmen paru yang mengandung sekresi berlebih
5. Monitor jumlah dan karakter sputum
6. Monitor toleransi selama dan setelah

Terapeutik
1. Posisikan pasien sesuai dengan area paru yang mengalami penumpukan
sputum
2. Gunakan bantal untuk mengatur posisi
3. Lakukan perkusi dengan posisi telapak tangan ditangkupkan 3- 5 menit
4. Lakukan vibrasi dengan posisi telapak tangan rata bersamaan ekspirasi
melalui mulut
5. Lakukan fisioterapi dada setidaknya 2 jam setelah makan
6. Hindari perkusi pada tulang belakang, ginjal, payudara wanita, insisi, dan
tulang rusuk yang patah
7. Lakukan penghisapan lendir untuk pengeluaran sekret, jika perlu

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur fisioterapi dada
2. Anjurkan batuk segera setelah prosedur selesai
3. Ajarkan inspirasi perlahan dan dalam melalui hidung selama proses
fisioterapi dada

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
b. Gangguan Pertukaran Gas
Tujuan : pertukaran gas meningkat
Kriteria Hasil:
1. Dispnea menurun
2. Bunyi napas tambahan menurun
3. Takikardia menurun
4. PCO2 membaik

5. PO2 membaik
6. pH arteri membaik
Intervensi:
Observasi
1. Monitor kecepatan oksigen

2. Monitor aliran oksigen secara periodic

3. Monitor efektifitas terapi Oksigen

4. Monitor tanda – tanda hipoventilasi

5. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen

Terapeutik

1. Pertahankan kepatenan jalan nafas

2. Berikan oksigen tambahan, jika perlu

3. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien

Kolaborasi:

1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen

2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur

c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,


bronkokontriksi dan iritan jalan napas
Tujuan : Pola Nafas Membaik / Normal
Kriteria Hasil:
1. Kapasitas vital meningkat
2. Dispneu menurun
3. Frekuensi napas membaik
Intervensi

Observasi

1. Monitor pola napas (frekuensi, usaha napas)

2. Monitor bunyi napas tambahan (mis, gurgling, mengi, wheezing, ronkhi


basah)

3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik

1. Posisikan semi fowler atau fowler

2. Berikan minum hangat

3. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

1.Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi

Kolaborasi

1.Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu

d. Defisit Nutrisi
Tujuan: Status nutrisi membaik

Kriteria Hasil:
1) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
2) Perasaan cepat kenyang menurun
3) Berat badan membaik
4) Indeks Masa tubuh (IMT) membaik
5) Nafsu makan Membaik
6) Nafsu makan membaik

Intervensi :

Manajemen Nutrisi Observasi

1) Identifikasi status nutrisi

2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

3) Identifikasi makanan yang disukai


4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient

5) Monitor asupan makanan


Terapeutik

1) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


2) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
3) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi, jika perlu

Kolaborasi :

1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, Pereda nyeri,


antimietik), jika perlu

2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan


jenis nutrient yang dibutuhkan
e. Intoleransi aktivitas
Tujuan : Toleransi aktivitas membaik
Kriteria Hasil :
1). Keluhan lelah menurun
2). Dispnea menurun
3). Frekuensi nadi menurun
Intervensi :
Observasi
1). Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2). Monitor kelelahan fifik dan emosional
Terapeutik
1). Sediakan lingkungan nyaman
2). Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Edukasi
1). Anjurkan tirah baring
2). Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3). Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
Kolaborasi
1). Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

4. Pelaksaan tindakan keperawatan


Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan
yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu
klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons
yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Ali 2016).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran daritindakan. Penilaian
proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan dan evaluasi (Ali 2016). Evaluasi
merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi
suatumasalah.
Ada 3 jenis evaluasi keperawatan mengenai berhasil/tidaknya suatu tindakan,
antara lain:

1. Teratasi: apabila perilaku pasien sesuai dengan pernyataan tujuan dan waktu
yang sebelumnya sudah ditetapkan.
2. Teratasi sebagian: pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak memenuhi semua
kriteria dan tujuan serta waktu yang telah ditetapkan.
3. Belum taratasi: pasien belum menunjukkan perilaku yang dituliskan dalam
tujuan, kriteria hasil dan waktu yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK
UNAIR – RSUD Dr. Soetomo.
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberculosis Klinis. Jakarta.
Widya Medika
Depkes RI. 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta :
Gerdunas

Djojodibroto, R. Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Edisi 1.


Jakarta:EGC pp.136-143.
Doenges, Marilynn E.dkk.2000. Rencana Asuhan Keperawatan & Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III. Alih
Bahasa : I Made Kriasa.EGC.Jakarta
Hariadi, Slamet, dkk.2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair – RSUD Dr. Soetomo.
PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Ferry Liwang. 2020. Kapita Selekta Kedokteran Edisi V : Jilid 1. Jakarta :Media
Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai