DISUSUN OLEH :
1. HIKMATUL JANNAH
2. ISHAK KOMARUDDIN
3. MELDA FRANSISKA
4. META ENJELIA
5. NADHIFUL MUKHSI
6. NI KADEK ILBA VILALBA
7. NUR AFIFA BAMA
8. TAUFIK AMIR
9. WAHYU RIYANDIKA
10. WELLEN SEPRIADI
11. WELLYS PUTRI ANGGRAINI
12. YOGI PASA PRATAMA
13. DEVIYANA PUTRI SISTI
B. ETIOLOGI
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel
gas yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :
1. asap rokok
a. perokok aktif
b. perokok pasif
2. polusi udara
a. polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor
b. polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan
3. polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
4. infeksi saluran nafas bawah berulang
C. MANIFESTASI KLINIS
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien
PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian
berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang
pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen
seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama,
sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal
ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah
yang biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan
memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:
1) Batuk bertambah berat
2) Produksi sputum bertambah
3) Sputum berubah warna
4) Sesak nafas bertambah berat
5) Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6) Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
7) Penurunan kesadaran
D. PATOFISIOLOGI
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan
oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air
sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan
perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi
adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan
perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. (Sherwood, 2001).
E. KOMPLIKASI
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami
perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul
cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya
aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan
seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.Penggunaan
otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologi
a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah
b. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink
puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
3) Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan
VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR
(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang
pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small
airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli
untuk difusi berkurang.
2. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik
merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada
kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja
lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
3. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan
aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang
dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5. Laboratorium darah lengkap
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut,
tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih
awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba
tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman
penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
kontroversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan
aliran lambat 1 - 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang
paling efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini
umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan
ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin
dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H.
Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam
antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang
mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu
mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama
periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia,
maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya
golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan
salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam
dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang di lakukan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-
0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap
pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari
fungsi faal paru.
c. Fisioterapi
4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5. Mukolitik dan ekspektoran
6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II
dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan
terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2
. Jakarta, EGC.
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:
EGC.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi
Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
a. Pengkajian
1. Biodata
Penyakit paru obstruksi kronik terjadi pada setiap usia tetapi lebih sering dijumpai
pada usia dini seperti kasus timbul sebelum usia sepuluh tahun
2. Riwayat kesehatan
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma bronkial adalah dispnea
Riwayat kesehaatn dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor prediposisi timbul penyakit ini,
diantaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit dada bagian bawah
Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali didapatkan adanya riwayat penyakit
keturunan
Diagnosa keperawatan
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
Bronkialisme
Peningkatan produksi sekret
Menurunya energi
Intervensi keperawatan
Kolaborasi dengan turunnya rebilitasi medik, dalam merencanakan program
terapi
Bantu klien untukmengidentifikasi aktivitas yang mampu
Bantu untuk memilih aktivitas yang sesuai dengan kempuan fisik, sosial, dan
psikologi
Demonstrasikan teknik mencuci yang benar
Ubah posisi dan berikan pulmonal agar terlihat baik
Lakukan isolasi sesuai dengan kebutuhan individu
Monitor vital sign
Rasionalisasi
Adanya perubahan resfirasi dan penggunaan otot tambahan meredakan
penyakit
Ketidakmampuan mengeluarkan mukus
Mencegah kelelahan dan mengurangi konsumsi oksigen untuk memfasilitasi
resolsi infeksi
Mengurangi stres dan stimulasi yang berlebihan
Evaluasi
Berdasarkan diagnosa medis dan nanda nic noc. Yogyakarta. Mediacatat kuwulak.
Gerufur .d. 2011. Pathopisiologi. Sumantri.irauan 2009 askon fuda dengan gangguan
sistem pernafasan ; jakarta sahemka .medika
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN TN”A”
DENGAN GANGGUAN PPOK DIRUANG RAWAT INAP “SAKTI”
RS TK IV 02.07.05 DR.NOESMIR BATURAJA
I. data demograf
1. Biodata
Nama : tn”a”
Usia : 36 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : lubuk batang baru
Suku/bangsa : wni
Status : menikah
Agama : islam
Pekerjaan : polisi
Diagnosa medik : penyakit paru obtruksi kronik (ppok+HT)
No rm : 089849
Tanggal pengkajian : 10-12-2019
2. Penanggu jawab
Nama : ny. N
Usia : 30 tahun
Jenis kelamin : perempuan
pekerjaan : ibu rumah tangga
Hubungan : istri
Keluhan utama klien : nyeri dada, sesak nafas, nyeri efigestrium, mual
Riwayat kesehatan kesehatan
- Waktu timbulnya penyakit kapan ? jam ?
- Bagaiman awal munculnya
- Keadaan penyakit
- Usaha yang dilakukan untuk mengurangi keluhan
- Kondisi saat dikaji
P : klien mengatakan nyeri di dada
Q : klien mengatakan sesak nafas, nyeri dada
R : klien mengatakan nyeri dada dibagian
S : klien mengatakan susah beraktivitas
T : klien mengatakan ingin cepat sembuh
Riwayat psikososial
- Identifikasi klien tentang kehidupan sosialnya ; klien mudah berbaur
dengan lingkungannya
- Identifikasin klien ntang penyakit : klien mengatakan ingin cepat sembuh
dan beraktifatas kembali
Riwayat spritual
- suport system pada keluarga : keluarga klien mendukung uuntuk kesembuhan
klien
- ritual yang dijalankan : sholat
Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum klien :
- Tanda tanda distres : kesulitan bernafas, dan sesak nafas
- Penampilan dihubungkan dengan usia : klien terlihat rapi dan bersih
- Ekspresi wajah, bicara, mood ;
Ekspresi wajah ; gelisah
Bicara : lancar
Mood : kurang baik
- Tb : 167 cm
- Bb : 57 kg
c. Sistem pernafasan
- Hidung : simetris
- Leher : tidak ada
- Dada : -
- Bentuk dada : normal
- Gerakkan dada : terjadi rekresi di dada bagian kiri
- Apakah ada suara nafas tabahan ; tidak ada
- Suara nafas
trakea : ronchi
bronchial : ronchi
d. sistem kardiovaskuler
- konjungtiva bibir : tidak ada
- arteri karotis : tidak dikaji
- tekanan vena jugolaris : tidak dikaji
- ukuran jantung : tidak dikaji
- iktus kordis : tidak dikaji
- suara jantung : lubdog
- capilary retiling time : tidak dikaji
e. sistem pencernaan
- sklera : tidak
- bibir : kering
- mulut : tidak dikaji
- gaster : gerakkan peristaltic
- abdomen : tidak dikaji
- anus : tidak dikaji
f. sistem indra
- mata
Kelopak mata : simetris
Bulu mata : lentik
Alis : tebal
Lapang pandang : tidak dikaji
- hidung
penciuman : baik
perih hidung : tidak ada
sekret yang mengalami penciuman : tidak ada
- telinga
keadaan telinga : tidak dikaji
kanal auditori : tidak dikaji
membran typani : tidak dikaji
fungsi pendengaran : masih baik
g. sistem saraf
- fungsi cerebral
status mental : tidak dikaji
kesadaran :
eyes : 4
motorik : 6
verbal : 5
dengan gcs : 15
bicara : tidak dikaji
- fungsi kranial : tidak dikaji
- fungsi motorik : tidak dikaji
- fungsi sensorik : tidak dikaji
- fungsi cereblam : tidak dikaji
- refleks : bagus dan baik
- iritasi meningen : tidak dikaji
h. sistem muskuloskelatal
1. kepala : oval
2. vertebrata : tidak dikaji
3. pelvis : tidak dikaji
4. kaki : tidak dikaji
5. bahu : tidak dikaji
6. tangan : tidak dikaji
i. sistem integuman
- rambut : lurus, bersih
- kulit : tidak dikaji
j. sistem endokrin
- kelenjar tiroid : tidak ada pembengkakkan pada kelenjar tiroid
- percepatan pertumbuhan : tidak dikaji
- gejala kresisme atau gigantisme : tidak dikaji
k. sistem perkemihan
- edema permembren : tidak dikaji
- moon face : tidak dikaji
- edema anjarka : tidak dikaji
-
l. Sistem reproduksi
Laki laki : tidak dikaji
m. Sistem imun
- Alergi : tidak ada
- Imunisasi : tidak dikaji
- Riwayat tranpasi dan reaksi : tidak dikaji
AKTIVITAS SEHARI-HARI
a. Nutrisi
- Selera makan : tidak nafsu
- Menu makan 24 jam : bb
- Frekuensi makan : 3xsehari
- Makanan yang disukai dan makanan pantangan : tidak dikaji
- Pembatasan pola makanan : tidak dikaji
- Cara makan : bersama keluarga
- Ritual : berdoa
b. Cairan
- Jenis minuman yang dikunsomsi : air biasa
- Frekuensi minum : 16 gelas sehari
- Kebutuhan cairan : 2 liter
d. Istirahat tidur
- Apakah cepat tidur : cepat tidur
- Jam tidur
Malam : 19:00
Pagi : 11:00
- Apakah tidur secara rutin : tidak rutin
e. Personal hygine
- Mandi : 2x sehari
- Gosok gigi 2x sehari
12-12-2019 1
13-12-2019 3
S : klien mengatakan tidur sudah nyenyak
O : konjungtiva klien sudah normal dan klien
tampak segar
td : 130/70 mmHg
tp : 36,9oc
n : 80x/menit
rr : 20x/menit
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan