Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ( LP )

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN GANGGUAN SISTEM

PERNAPASAN : PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

1. Konsep Penyakit

A. Pengertian

Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan

yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma.

(Bruner & Suddart, 2002)

Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai

dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi

yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran nafas dan tidak

banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.

(Mansunegoro, 1992)

B. Klasifikasi

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi

kronik adalah sebagai berikut:

1) Bronkitis kronik

Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari

disertai pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam

satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.

(Bruner & Suddart, 2002).


2) Emfisema paru

Emfisema paru merupakan suatu distensi abnormal ruang udara di

luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner

& Suddart, 2002).

3) Asma

Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible

dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap

stimuli tertentu. (Bruner & Suddart, 2002)

4) Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronik yang

mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru

dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-

benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor,

pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.

(Bruner & Suddart, 2002)

C. Etiologi

PPOK disebabkan oleh faktor lingkungan dan gaya hidup, yang

sebagian besar bisa dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab

utama timbulnya 80-90% kasus PPOK. Faktor resiko lainnya termasuk

keadaan sosial-ekonomi dan status pekerjaan yang rendah, kondisi

lingkungan yang buruk karena dekat lokasi pertambangan, perokok

pasif atau terkena polusi udara dan konsumsi alkohol yang berlebihan.

Laki-laki dengan usia antara 30-40 tahun paling banyak menderita

PPOK.
D. Manifestasi Klinis

1. Batuk yang sangat produktif, puruken dan mudah memburuk oleh

iritan-iritan inhalan, udara dingin atau infeksi

2. Sesak nafas dan dipsnea

3. Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas paru

menyebabkan dada mengembang.

4. Hipoksia dan hiperkapnea

5. Takipnea

6. Dipsnea yang menetap (corwin, 2000).

E. Patofisiologi

Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan

inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang

mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia

menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat

bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang

berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk

fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang

berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk

bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi

pernafasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat

perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan nafas. Pada waktunya

mungkin terjadi perubahan paru yang irreversible, kemungkinan

mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.


Pathway

Faktor
predisposisi

Edema, spasme
bronkus, peningkatan
secret bronkiolus

Bersihan jalan
napas tidak Obstruksi bronkiolus
efektif awal fase ekspirasi

Udara terperangkap
dalam alveolus

PaO2 rendah PaCO2 Sesak napas, napas


tinggi pendek

Gangguan
metabolisme
jaringan
Isufisiensi/
gagal napas
Metabolisme
anaerob
Pola napas tidak
efektif
Produksi ATP
menurun
Risiko perubahan
Defisit energi nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Lelah , lemah

Intoleransi Gangguan pola


aktivitas tidur
F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan radiologis

Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan:

a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis

yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan

tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.

b. Corak paru yang bertambah

Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

 Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi,

pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering

terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.

 Corakan paru yang bertambah.

2. Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR

yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru

terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum

ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate),

kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal.

Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada

stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small

airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena

permukaan alveoli untuk difusi berkurang.


3. Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul

sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan

eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan

eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur

55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja

lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung

kanan.

4. Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila

sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P

pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di

V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering

terdapat RBBB inkomplet.

5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

6. Laboratorium darah lengkap

G. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

1) Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya

pada fase akut, tetapi juga fase kronik.

2) Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas

harian.

3) Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat

dideteksi lebih awal.


Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan

merokok, menghindari polusi udara.

2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi

antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat

sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji

sensitivitas atau pengobatan empirik.

4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan

kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih

controversial.

5. Pengobatan simtomatik.

6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.

7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan

dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.

8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret

bronkus.

b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan

pernapasan yang paling efektif.

c. Latihan dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan untuk

memulihkan kesegaran jasmani.

d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap

penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.


e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri

penderita dengan penyakit yang dideritanya.

H. Komplikasi

Masalah kolaboratif/Potensial komplikasi yang daapt terjadi termasuk:

Gagal/insufisiensi pernapasan

1. Hipoksemia

2. Atelektasis

3. Pneumonia

4. Pneumotoraks

5. Hipertensi paru

6. Gagal jantung kanan

2. Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Identitas

Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis

kelamin, alamat rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan,

pendidikan terakhir, nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan nama

penanggungjawab.

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong

pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.


Biasanya pada pasien dengan Penyakit Paru Obstriksi Kronik

(PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak nafas.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya

tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa

berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu

juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan

yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan

keluhan-keluhannya tersebut.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS

dengan keluhan yang sama.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita

penyakit-penyakit yang sama.

3. Pola Aktivitas

a. Makan dan Minum

Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan

selama MRS pasien dengan PPOK akan mengalami penurunan

nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada

struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat

proses penyakit.
b. Eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai

kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan

umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest

sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat

pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan

peristaltik otot-otot tractus degestivus.

c. Personal Hygiene

Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri

atau harus dibantu oleh orang lain.

d. Istirahat Tidur

Akibat sesak yang dialami dan peningkatan suhu tubuh akan

berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat,

selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan

rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak

orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.

e. Aktivitas

Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang

terpenuhi dan Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada

aktivitas minimal.

4. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan kesehatan meliputi pemeriksaan fisik umum secara

persistem berdasarkan hasil observasi keadaan umum, pemeriksaan

persistem meliputi: Sistem Pernapasan, Sistem Kardiovaskular,


Sistem Persyarafan, Sistem Endokrin, Sistem Pencernaan, Sistem

Muskuloskeletal, Sistem Integumen, Sistem Perkemihan dan

Sistem Penglihatan.

a. Sistem Pernapasan: Dispnea, rasa dada tertekan,

ketidakmampuan untuk bernafas (asma), batuk menetap dengan

produksi sputum setiap hari minimal 3 bulan berturut-turut tiap

tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum banyak sekali

(bronkitis kronis). Episode batuk hilang timbul biasanya tidak

produktif pada tahap dini meskipun bisa menjadi produktif

(emfisema).

Tanda : Fase ekspirasi memanjang, penggunaan otot bantu

pernafasan, dada bentuk barrel chest. Hiperesonan pada

emfisema, krekels pada bronkitis kronis, ronki dan wheezing

pada asma, sianosis, clubbing finger pada emfisema.

b. Sistem Kardiovaskular: Apakah pasien hipertensi/hipotensi,

syok/tidak, adakah aritmia jantung, adakah edema paru.

c. Sistem Persyarafan: Adakah penurunan sensoris, abnormalitas

pengecapan dan pembauan, paralisis otot wajah dan otot

lainnya yang dipersarafi nervus kranialis, suara sengau atau

afonia, kesulitan untuk menelan secret, paralisis otot

pernapasan.

d. Sistem Endokrin: Adakah insufisiensi hipofisis/kelenjar adrenal

yang disebabkan infark hipofisis anterior.


e. Sistem Pencernaan: Adakah nyeri tekan, pembengkakan, kaji

bising usus, adakah mual muntah.

f. Sistem Muskuloskeletal: Terjadi pembengkakan atau tidak, kaji

kekuatan otot, adakah spasme otot rahang, adakah paralisis

otot.

g. Sistem Integumen: Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, akral

dingin atau hangat, adakah nyeri tekan.

h. Sistem Perkemihan: Kaji warna urin, adakah nyeri punggung

bawah, hematuria, hemoglobinuria, oliguria/anuria,

i. Sistem Penglihatan: Adakah kaku pada kelopak mata,

penglihatan kabur atau tidak, adakah dilatasi pada pupil.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan

bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak

efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi

bronkopulmonal.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek,

mucus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

antara suplai dengan kebutuhan oksigen.

4. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan anoreksia.


5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan,

pengaturan posisi.

C. Intervensi Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan

bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif,

kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.

Tujuan: Pencapaian bersihan jalan napas klien.

Kriteria Hasil :

 Menunjukkan jalan nafas yang paten.

 Mampu mengidentifikasi dan mencegah factor yang dapat

menghambat jalan nafas.

 Suara nafas bersih, tidah ada sianosis dan dyspneu(mampu

bernafas dengan mudah)

Intervensi keperawatan:

a. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor

pulmonal.

Rasional:

Mencegah terjadinya dehidrasi.

b. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan

diafragmatik dan batuk.

Rasional :

Mengajarkan cara batuk efektif

c. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis

terukur, atau IPPB.


Rasional :

Mengatasi sesak yang dialami pasien

d. Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada

pagi hari dan malam hari sesuai yang diharuskan.

Rasional :

Untuk membantu pengeluaran secret pyang ada di jalan napas.

e. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap

rokok, aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.

Rasional :

Untuk mengurangi sesak nafas .

f. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan

pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan

warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek,

rasa sesak didada, keletihan.

Rasional :

Pemberian tindakan pengobatan selanjutnya

g. Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.

Rasional :

Menghambat perkembangan kuman sehingga tidak terjadi

proses infeksi

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek,

mukus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.

Tujuan: Perbaikan pola pernapasan klien.


Kriteria Hasil :

 Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas

normal

 Bunyi nafas terdengar jelas.

Intervensi:

a. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan

setiap perubahan yang terjadi.

Rasional :

Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman

pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan

kondisi pasien.

b. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi

duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.

Rasional :

Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga

ekspansi paru bisa maksimal.

c. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan

respon pasien).

Rasional :

Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya

penurunan fungsi paru.

d. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang

efektif.
Rasional :

Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam.

Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih

efektif.

e. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan

obat-obatan.

Rasional :

Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan

mencegah terjadinya sianosis akibat hipoksia.

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan akibat

sesak, pengaturan posisi dan pengaruh lingkungan.

Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan

istirahat dan tidur pasien terpenuhi.

Kriteria hasil :

 Pasien tidak sesak nafas

 Pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami

gangguan

 Pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40

menit

 Pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.
Intervensi :

a. Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.

Rasional :

Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan

memperlancar peredaran O2dan CO2.

b. Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai

dengan kebiasaan pasien sebelum dirawat.

Rasional :

Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur

akan mengganggu proses tidur.

c. Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.

Rasional :

Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.

d. Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.

Rasional :

Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap

kondisi pasien.

4. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan anoreksia

Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan asupan nutrisi

dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil :

 Peningkatan berat badan

 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

Intervensi :

a. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.

Rasional :

Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya,

kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang

pentingnya nutrisi bagi tubuh.

b. Auskultasi suara bising usus.

Rasional :

Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan

adanya gangguan pada fungsi pencernaan.

c. Lakukan oral hygiene setiap hari.

Rasional :

Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.

d. Sajikan makanan semenarik mungkin.

Rasional :

Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu

makan.

e. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.

Rasional :

Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak

selingan memudahkan reflek.


f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet TKTP.

Rasional :

Diet TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan

pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori

dan semua asam amino esensial.

g. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan

pemeriksaan laboratorium albumin dan pemberian vitamin dan

suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika

intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.

Rasional :

Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat

menambah asam lemak dalam tubuh.

D. Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh

perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :

Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan

validasi, keterampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan

dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan

psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon

pasien. Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara

kongkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi

masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien (Budianna

Keliat, 1994,4).
E. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan,

dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus

dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.

Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam

rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk

melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 1989).

Anda mungkin juga menyukai